You are on page 1of 26

DAMPAK DARI DEFISIT NEUROBEHAVIORAL PADA AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI Rujukan untuk terapi okupasi bagi pasien yang

memiliki stroke biasanya dibuat ketika gangguan yang dihasilkan diduga mempengaruhi kinerja aktivitas sehari-hari. Ketika terjadi gangguan neurobehavioral akibat dari stroke, mereka dapat mempengaruhi kinerja pada kegiatan sehari-hari. Bab ini berisi diskusi mengenai pengaruh gangguan neurobehavioral pada kinerja aktivitas sehari-hari. Topik yang dibahas seperti kinerja okupasional, neurobehavior, fungsi dari korteks serebral, pembatasan aktivitas, pola gangguan yang dihasilkan dari berbagai jenis stroke, dan penerapan penalaran klinis selama penilaian yang didiskusikan. Namun, sebelum mempertimbangkan masalah ini, pertanyaan berikut mungkin berguna untuk dipertimbangkan : apa yang dimaksud aktivitas hidup sehari-hari (ADL)? apa yang dimaksud neurobehavior? apa yang dimaksud gangguan neurobehavioral? bagaimana hubungannya neurobehavioral dengan kinerja aktivitas sehari-hari? bagaimana efek dari gangguan neurobehavioral pada kinerja kegiatan sehari-hari yang telah terdeteksi? Aktivitas Hidup Sehari-Hari Aktivitas hidup sehari-hari didefinisikan oleh Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan USA sebagai dasar kegiatan sehari-hari seperti makan, berdandan, aktivitas toilet, dan berpakaian. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengacu pengertian aktivitas hidup sehari-hari sebagai mandi, berpakaian, makan, tidur atau bangun dari tempat tidur atau kursi, menggunakan toilet, termasuk mencapai ke toilet, dan mengelilingi sekitar rumah. Kerangka Praktik Terapi Okupasi: Domain dan Process, Edisi 2 (Kerangka-II), mendefinisikan aktivitas hidup sehari-hari sebagai kegiatan yang berorientasi merawat tubuh sendiri. Kegiatan ini meliputi, mirip dengan definisi yang disebutkan sebelumnya, mandi, manajemen BAB dan BAK, berpakaian, makan, mobilitas fungsional, kebersihan dan perawatan diri, dan kebersihan toilet. Demikian ketiga definisi tersebut menyepakati karakteristik aktivitas hidup sehari-hari sebagai tugas perawatan diri dan mobilitas fungsional. Selain itu perangkat perawatan pribadi dan
1

aktivitas seksual termasuk juga dalam definisi Kerangka aktivitas hidup sehari-hari. Untuk menemukan aktivitas hidup sehari-hari dalam domain seluruh terapi okupasi, aktivitas hidup sehari-hari diklasifikasikan sebagai salah satu dari delapan area okupasi, menurut Kerangka-II. Tujuh area okupasi lainnya adalah kegiatan instrumental dari aktivitas hidup sehari-hari: istirahat dan tidur, pendidikan, bekerja, bermain, rekreasi, dan partisipasi sosial. Lima aspek-aspek lain dari domain terapi okupasi dimana terapis hadir selama proses layanan didefinisikan dalam KerangkaII. Yang termasuk faktor klien antara lain keterampilan kinerja, pola kinerja, konteks, lingkungan, dan tuntutan aktivitas. Neurobehavior: Proses Menghubungkan Okupasi Untuk Aktivitas Neuronal menurut Arnadottir, neurobehavior didefinisikan sebagai perilaku

berdasarkan fungsi nerologikal. Neurobehavior dapat dihubungkan dengan okpasi (didefinisikan sebagai serangkaian tindakan yang terlibat) dan kinerja okupasi (didefinisikan sebagai tuntasnya kegiatan yang dipilih yang dihasilkan dari adanya transaksi dinamis antara orang, konteks, dan aktivitas dalam Kerangka-II), sebagai unsur neurobehavior meliputi berbagai jenis rangsangan sensorik yang ditimbulkan oleh aksi yang berbeda. Rangsangan tersebut diproses oleh mekanisme yang berbeda dari sistem saraf pusat (SSP) dan menghasilkan berbagai jenis respon perilaku. Umpan balik dari tanggapan mempengaruhi rangsangan sensorik baru. Neurobehavior mencakup berbagai jenis fungsi tubuh neurologis yang bersangkutan yang diperlukan untuk melakukan aspek okupasi yang berbeda. Semua aksi memberikan rangsangan sensorik. Beberapa fungsi berhubungan dengan penerimaan rangsangan sensori, yang lainnya untuk pengolahan informasi SSP termasuk misalnya fungsi yang berbeda terkait dengan persepsi, kognisi, emosi, dan praksis. Fungsi tambahan berhubungan dengan respon behaviorral yang berbeda, seperti mempengaruhi dan gerakan. Mekanisme pengolahan sistem saraf dan neurobehavior yang mengarah ke kinerja okupasi adalah suatu interaksi yang kompleks di mana kombinasi yang berbeda dari faktor-faktor yang terlibat bergantung pada aksinya

Mendeteksi Pengaruh Defisit Neurobehavior Pada Kinerja Kegiatan Terapis dapat mendeteksi kesalahan okupasional melalui pengamatan kinerja okupasional, dengan kesalahan ini menunjukkan efek defisit neurobehavioral pada kinerja kegiatan. Selanjutnya, terapis dapat menduga tentang fungsi tubuh mana yang terganggu yang menyebabkan kesalahan. Sebagaimana halnya defisit neurobehavioral sering mengganggu independensi, terapis bisa mendapatkan keuntungan dari mendeteksi kesalahan dalam kinerja okupasi sambil mengamati ADL dan dengan demikian memperoleh pemahaman tentang gangguan yang mempengaruhi pembatasan aktivitas pasien. Terapis dapat menggunakan informasi berdasarkan kinerja tugas yang diamati dengan cara yang sistematis sebagai suatu struktur penalaran klinis untuk membantu mereka menilai kemandirian fungsional berhubungan dengan kinerja dan untuk kemudian mendeteksi gangguan fungsi tubuh neurologis. Informasi tersebut dapat menjadi penting ketika metode intervensi tersebut bertujuan untuk menangani kesalahan occupasional selama salah satu dari jenis program intervensi berikut diklasifikasikan oleh Fisher sebagai bentuk adpative, akuisional, dan okupasional restoratif atau okupasi berbasis program pendidikan, yaitu program untuk keluarga atau perawat dengan gangguan neurologis. Metode ini oleh karenanya memungkinkan terapis untuk menganalisis sifat atau penyebab masalah fungsional yang memerlukan intervensi terapi okupasi, seperti yang direkomendasikan oleh Holm dan Rogers, dan sehingga membuat suatu analisa ditinjau dari okupasi. Penggunaan termiologi yang berbeda dan definisi yang berhubungan dengan analisa pada terapi okupasional tidak terlalu konsisten dan menyebabkan kebingungan. Analisa aktifitas umumnya behubungan dengan proses aktifitas dengan cara memaparkannya kedalam koponen2 agar dimengerti dan dievaluasi aktifitasnya. Terapis mempelajari fungsi tubuh yang membutuhkan aksi spesifik dan efek dari fungsi tubuh yang rusak terhadap performa kinerja. Analisis aktifitas dapat didasarkan pada teori partikuar dan kerangka konsep atau terfokus pada fungsi tubuh yang spesifik. Analisa kinerja didefiniskan oleh Vezeer sebagai evaluasi observasional pada kualitas kinerja okupasi seseorang dan dinilai seberapa efekifnya. Terapis pada analisa ini mengamati peran kinerja seseorang yang berhubungan dengan okupasi. Perannya meliputi aksi2 yang dibagi dalam beberapa
3

aktifitas yang masing-masing dipisahkan kedalam aksii sesuai dengan aktifitasnya. Analisa aktifitas yang terfokus pada kinerja menguji aksi-aksii dari atas kebawah dengan cara mengamati kinerja seseorang. Fungsi korteks cerebral : Dasar dari kinerja suatu aksi Terapis okupasional megamati aktifitas regular sehari-ahari sebagaimana mereka merawat penderita stroke. Dengan menggunakan taksiran klinis yang dikombinasikan dengan analisa aksi, deteksi gangguan fungsi tubuh neurologi bias memungkinkan.Fungsi ini diperlukan untuk kinerja aksi yang optimal. Masingmasing, terapis dapat mendeteksi tipe dan derajat keparahan gangguan neurobehavioral yang mempengaruhi kinerja aktifitas. Beberapa fungsi tubuh berdasar pada fungi neurologis, dimana menempati tingkatan yang berbeda-beda pada system saraf pusat. Lokasi fungsional untuk proses neurologis fungsi tubuh Selama analisa aksi, terapis mengambil informasi mengenai fungsi neurologis pada proses taksiran klinis ketika memaparkan dan menguji hipotesa tentang fungsi-fungsi yang rusak. Lobus frontal bertanggung jawab terhadap fungsi motorik termasuk motorik bicar, motoric praksis, emosi, kecerdasan, kognisi yang termasuk perhatian dan memori dan fungsi kontrol eksekutif seperti motifasi, pengambilan keputusan, dan intensi. Lobus parietal bertanggung jawab terhadap proses informasi dan lebih banyak input sensor komplek dari sumber yang berbedabeda, seperti informasi sensoris dan fungsi mental spesifik yang berhubungan dengan memori dan serangkaian pergerakan komplek dan persepsi dan fungsi emosional. Lobus oksipital memproses informasi sensual (fungsi sensori visual dan fungsi mental spesifik berhubungan dengan persepsi visual), dan lobus temporal memproses informasi auditori dan memori jangka panjang, emosi dan motivasi. Fungsi-fungsi ini diklasifikasikan oleh ICF sebagai fungsi sensoris mendengar, suara, dan fungsi berbicara, fungsi memtal tempramen dan kepribadian, dan fungsi mental spesifik memori, persepsi mendengar, dan fungsi emosional. Ole karena itu perbedaan area kortikal kemungkinan bertanggung jawqab terhadap proses fungsi tubuh neurologis.
4

Pemrosesan praksi Meskipun fungsi neurologis terkait dapat ditandai pada kortikal yang spesifik atau lokasi subkortikal pada lobus, beberapa area SSP membantu proses fungsi tubuh neurologis. Praksis mealui dua tahapan: yang pertama ide yaitu formasi konsep yang berhubungan pada suatu aktifitas dan diklasifikasikan ICF sebagai fungsi pemikiran dan kognisi fungsi level yang lebih tinggi termasuk serangkaian pergerakan komplek dan tahap yang kedua yaitu perencaan dan pemrograman pergerakan, yang berhubungan dengan neuro muskuloskeletal dan fungsi pergerakan. Kortek premotor pada sisi yang kanan berhubungan dengan sisi kiri melalui fiber-fiber anterior korpus kalosum. Korteks promotor kanan memprogram pergerakan dan menginstruksikan korteks motor primer pada eksekusi pergerakan sisi tubuh bagian kiri. Proses selama kinerja aksi Praksi motor hanya satu tipe fungsi tubuh neurological yang berhubungan dengan neurobehavioral. Tipe fungsi tubuh dan derajat keterlibatannya tergatung dari kineja aksi. Sebagaimana yang telah dijelaskan beberapa mekanisme proses kemungkinan terlibat secara stimultan pada aktifitas artikuler. Arnadotil telah mendemonstrasikan analisa ini seperti menyisir rambut. Seseorang yang duduk didepan kaca dimana sisirnya ditempatkan, memiliki setidaknya 3 jalur yang akan mencapai korteks. Seseoang yang memperhatikan sikap secara visual maka informasinya akan dibawa secara visual ke korteks visual primer dimanadisintesa dan dianalisa lebih jauholeh area yang berhubungan. Memori dan proses ide diwujudkan dalam suatu aksi hasilnya seseorang akan mempunyai ide untuk menyisir rambutnya. Observasi kinerja aksi yang dihasilkan dari hasil proses neuronal dan analisa kesalahan dideteksi dengan cara observasi selama adanya kinerja yang mungkin memberikan informasi substansial mengenai fungsi dan disfungsi korteks serebral. Pengetahuan neurologi penerapi penting dan dibutuhkan untuk digabungkan dalam aksi dan klinisnya ketika memaparkan hipotesa mengenai gangguan dan perbedaan diantara hipotesa-hipotesa. Disfungsi aktifitas area okupasi kehidupan sehari-hari akibat stroke
5

Stroke mempengaruhi fungsi tubuh neurologis. Disfungsi factor-faktor ini kemungkinan mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Kerusakan neurobehavioral kemungkinan berhubungan dengan disfungsi fungsi tubuh neurologis, yang mana diklasifikasikan dalam 4 kelompok sesuai dengan ICF. Antara lain fungsi neuromuscular, fungsi sensoris dan nyeri, fungsi mental, dan fungsi suara dan bicara. Definisi konseptual terminologi Lobus frontal memproses fungsi yang berhubungan dengan neuromuskuloskeletal dan pergerakan yang berhubungan dengan fungsi tubuh termasuk otot dan fungsi pergerkan, fungsi suara dan bicara dan fungsi mental spesifik dan global. Disfungsi lobus frontal misalnya, kemungkinan mempengaruhi proses fungsi neuromuskuloskeletal pada area motor primer dan promotor. Terapis dimungkinkan untuk mengobservasi kerusakan termasuk paralisis sisi tubuh kontralateral, kelemahan otot, dan spastisitas. Lobus parietal memproses somato sensory dan informasi sensori komplek dari stimuli. Ketika terjadi disfungsi lobus parietal, kerusakan berhbungan dengan area fungsi yang berbeda-beda kemungkinan bias terjadi, dan dapat dihubungkan dengan adanya disfungsi fungsi tubuh. Lobus oksipital primer dan sekunder memproses informasi visual. Jika terjadi kerusakan pada lobus oksipital, kerusakan berhubungan dengan fungsi sensori visual dan fungsi mental spesifik yang berhubungan dengan persepsi visual. Lobus emporal terlibat dalam dua tip proses yaitu, auditori dan limbic yang dapat dihubungkan dengan fungsi sensorik pendengaran, suara, dan fungsi bicara, fungsi mental global tempramen dan kepribadian dan fungsi mental spesifik dari memori, persepsi mendengar dan fungsi emosional. Sisi lateral dari hemisfer primer dan sekunder memproses rangsangan auditori dan memproses persepsi dari suatu informasi. Lesi dari auditori yang berhubungan dengan korteks pada hemisfer kiri misalnya dapat menyebabkan anomia karena simpanan memorinya ada di aera ini. Manifestasi kerusakan behavioral selama mekanisme aksi: definisi operasional dari konsep

Definisi operasional adalah seberapa atau bagaimana suatu konsep diukur dan diobeservasi. Menurut arnadotil definisi operasional adalah bagaimana seseorang dapat mendeteksi kerusakan neurobehavioral selama kinerja aksi pada area yang bersangkutan dan higienitas, memakai baju, fungsi mobilitas, dan makan. Disfungsi fungsi tubuh yang dihasilkan pada kerusakan sebelumnya, dimanifestasikan berbeda-beda selama kinerja.Contoh berikut mengindikasikan efek kerusakan yang berbda-beda pada kinerja aksi yang dimanifestasikan oleh kesalahan okupasional pada area kinerja yang berbeda-beda. Satu hal yang mesti diingat bahwa suatu perilaku itu bersifat fleksibel dan kerusakan neurobehavioral itu komplek. Tidak bisa dijadikan jaminan bila tanpa disertai pengetahuan neuro behavior, fungsi kortikal, aktifitas dan analisis aksi, dan taksiran klinis karena perilaku yang sama kemungkinan dihasilkan dari kerusakan yang berbeda pada waktu yang sama. Oleh karena itu, perilaku dimana satu lengan tidak membasuh bagian atas tubuh, kemungkinan disebabkan oleh adanya pengabaian tubuh unilateral ketika terjadi pada individu dengan disfungsi hemisfer kanan. Pasien juga kemungkinan memiliki keterbatasan atau kesulitan yang mana nantinyan akan mempersulit keadaan,taksiran klinis dan pengetahuan kerusakan neuro behavioral dan bagaimana kelompok yang mengalami kerusakan berada dalam kategori diagnose banding adalah penting untuk mengefektifkan diferensiasi dan klasifikasi kerusakan. Higienitas personal dan area kinerja grooming aktifitas yang terdapat dalam kerangka-II meliputi grooming dan higienitas: higienitas personal dan grooming dan higienitas toilet dan mandi. Kinerja dari aktifitas higienitas dan grooming meliputi beberapa aksi misalnya membasuh muka dan tubuh dan mandi, menjaga higienitas mulut termasuk menikat gigi, menyisir rambut, mencukur, memakai kosmetik, deodorant atau parfum dan menjaga higienitas toilet. Disfungsi neuromuskuloskeletal dan fungsi yang berhubungan dengan pergerakan dapat menyebabkan paralisis, kelemahan otot, dan spastisitas. Paralisis atau kelemahan otot bermanifestasi sebagai kesulitan membasuh lengan atau ketiak yang terkena. Seorang individu kemungkinan perlu untuk mempelajari bagaimana atau teknik hanya menggunakan satu tangan untuk mengatasi
7

kerusakannya. Peralatan tertentu kemungkinan juga dibutuhkan individu tersebut untuk mencapai bagian tubuh yang sulit dijangkau, seperti punggung dan kaki. Disfungsi fungsi sensori dapat menyebabkan kerusakan sensasi taktil dan propioseptif, asteriognesis, atau hemianopsia dengan kehilangan lapang pandang. Masalah yang terkait dengan gangguan sensasi taktil, propiosepsi, atau stereognosis akan mempengaruhi manipulasi suatu objek. Disfungsi pergerakan komplek, diklasifikasikan sebagai fungsi mental spesifik, dapat menyebabkan apraksia motoric dan preserfasi motorik. Hal tersebut membutuhkan sekuensing dan perencanaan untuk gerakan halus jari jemari dan pergelangan tangan sehingga pisau cukur tersebut dapat diputar atau diarahkan menghadap wajah untuk penggunaan yang efektif. Hampir serupa, apraksia motorik dapat mempengaruhi kemampuan bersisir atau merapikan rambut. Kemampuan menyisir mungkin memang adekuat pada awal-awal sisi, tapi ketika individu mulai menyisir pada sisi lain dari rambut yaitu pada bagian kepala atau punggung, individu tersebut akan kesulitan mengatur gerakan tangan yang dibutuhkan untuk mengarahkan sisir. Memanipulasi dikat gigi atau alat lain mungkin sama saja sulitnya dan bermanifestasi sebagai suatu kekikukan atau kejanggalan. Kegigihan premotor mungkin bermanifestasi sebagai gerakan repetitif mencuci muka; individu tidak mampu menghentikan gerakan dan mengambil handuk mandi untuk bagian tubuh yang lain. Kegigihan prefrontal di sisi lain adalah kegigihan dalam aksi secara keseluruhan. Individu yang terkena perseverasi atau kegigihan tersebut, semisal telah menyelesaikan satu tugasnya yaitu menyikat gigi, kemudian akan melakukan aktivitas lain seperti menyisir tapi mempertahankan sebagian dari program aksi yang sebelumnya. Sebagai luarannya, individu tersebut mendekati area mulut dengan sisir. Bila disfungsi aspek pemrosesan persepsi dari fungsi mental spesifik didapatkan pada individu, gangguan hubungan spasial, kesulitan dalam diskriminasi kiri-kiri, inatensi atau keacuan tubuh unilateral, anosognosia, atau somatoagnosia mungkin dapat diperkirakan juga didapatkan pada individu tersebut. Gangguan hubungan spasial mungkin bermanifestasi selama tugas-tugas kebersihan atau higienitas dan menyapu sebagai suatu kesulitan dalam menentukan jarak. Seorang individu yang sedang menyikat gigi mungkin berlebih atau malah berkurang dalam
8

menghitung estimasi jarak. Ketika individu menaruh pasta pada sikat gigi, pasta tersebut mungkin malah ditempatkan di samping sikat gigi. Ketika mencoba menstabilisasi objek, individu mungkin malah meraih sisi lain di samping objek, berimbas pada performa yang tidak efektif. Sebagai contoh, seorang individu mungkin menggunakan handuk mandi tidak diletakkan di bawah keran air seperti seharusnya, namun di ruang sebelah keran tersebut. Ketika memanipulasi objek semisal gigi palsu, individu mungkin mengalami kesulitan menentukan mana bagian atas maupun bawah dari gigi palsu tersebut, mana depan mana belakang, dan mana kiri kanan. Kerusakan yang berhubungan dengan inatensi atau kealpaan dapat berakibat pada disfungsi fungsi mental spesifik dari persepsi maupun atensi. Pada kealpaan tubuh unilateral, atau inatensi, individu tidak menggunakan anggota gerak yang terkena sesuai dengan kontrol yang tersedia. Sebagai contoh, individu mungkin tidak menggunakan lengan untuk stabilitas ketika berusaha membuka sebuah botol. Individu dengan kealpaan tubuh unilateral mungkin tidak membasuh sisi yang terkena tersebut namun membersihkan bagian tubuh yang lain secara sistematis. Hal yang sama mungkin juga terjadi pada tugas-tugas yang lain seperti mencukur dan menyisir, dimana individu tersebut hanya terpaku pada satu sisi dari wajah atau rambut. Seorang pria yang memegang botol busa sehabis mencukur dengan tangan sebelah kiri sembari melihat wajahnya di cermin dan meraihnya dengan tangan kanan mungkin mengangkat botol tersebut tanpa memperhatikannya dan akhirnya malah menumpahkan cairan tersebut. Pada inatensi atau kealpaan spasial unilateral, individu secara random mungkin melokasikan semua barang pada lapang pandang yang terkena hanya bila secara tidak sengaja melihatnya atau mungkin malah tidak mengenali suatu objek sama sekali ketika berada dalam lapang pandang yang terkena dan tidak secara sistematis mengkompensasi ketidakmampuan tersebut dengan memutar kepala sesuai yang dibutuhkan. Individu dengan somatoagnosia tidak dapat membedakan antara gambar cermin dan dirinya sendiri. Individu tersebut mungkin malah akan mencuci muka yang ia lihat dalam cermin dan bukan wajahnya sendiri. Orangorang tersebut mungkin tidak mampu membedakan antara bagian tubuh mereka sendiri dan bagian tubuh orang lain. Sebagai suatu contoh, seorang individu
9

mungkin menggenggam lengan orang lain dan berusaha menggerakkannya untuk meraih suatu benda. Somatoagnosia didefinisikan dalam A-ONE sebagai suatu disfungsi berat yang biasanya didapatkan bersama dengan apraksia idasional dan sering kali dengan gangguan hubungan spasial. Disfungsi dari fungsi mental spesifik dan global dengan efek terhadao tugas-tugas perawatan diri dan kebersihan termasuk apraksia ideasional, organisasi, dan sekuensing masalah berhubungan dengan tahapan-tahapan aktivitas, berkurangnya kemampuan penilaian, penurunan level gairah, kurangnya atensi, distraksi, ketergantungan dalam lapangan, kerusakan memori dan kerusakan niat atau tujuan. Apraksia ideasional mungkin terlihat selama aktivitas perawatan diri dan kebersihan; seorang individu mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan sikat gigi, pasta gigi, atau krim pencukur atau mungkin menggunakan barang-barang tersebut secara tidak tepat (contohnya mengoles pasta gigi pada muka atau menyemprotkan krim pencukur dalam wastafel; lihat gambar 18-6). Seorang individu dengan kesulitan organisasi dan sekuensing mungkin hanya akan memiliki ide umum tentang bagaimana melaksanakan tapi mendapat masalah dalam perhitungan waktu dan tahapan-tahapan aktivitas sekuensing. Semisal pasien mungkin tidak menyelesaikan satu tahapan aktivitas sebelum memulai yang lain atau melaksanakan aktivitas yang lain lebih cepat terhadap masalah dalam waktuwaktu setiap aktivitas, akan berdampak pada performa yang buruk. Kurangnya kemampuan menilai mungkin didapatkan sebagai suatu ketidakmampuan untuk membuat keputusan realistis berdasarkan informasi dari lingkungan, asalkan persepsi dari impuls-impuls tersebut tidak adekuat. Seorang individu yang terkena dampak berat mungkin akan meninggalkan bak mandi atau wastafel tanpa mematikan keran air atau meninggalkan handuk mandi dalam bak tanpa mempedulikan bahwa level air meningkat dan terancam akan meluap keluar. Ketergantungan dalam lapangan atau field dependency memiliki 2 komponen yaitu komponen perhatian dan kegigihan. Individu dengan disfungsi ini mungkin teralihkan dari benar-benar melaksanakan suatu tugas khusus karena stimuli spesifik, seperti dipaksa mengerjakan sesuatu atau menggabungkan tugas tersebut dengan aktivitas sebelumnya. Sebagai contoh, jika seorang individu dengan ketergantungan lapangan melihat sikat gigi pada saat membasuh tangan, maka
10

orang tersebut akan menggabungkan kegiatan menyikat gigi tersebut dan membersihkan tangan dengan sikat gigi. Individu dengan permasalahan memori jangka pendek mungkin tidak dapat mengingat urut-urutan tahapan kegiatan atau instruksi selama performa aktivitas. Terapis mungkin harus mengingatkan individu tersebut berulang kali untuk menyisir rambut, walau sebenarnya individu tersebut tidak memiliki masalah pemahaman. Kurangnya inisiatif mungkin timbul selama performa perawatan diri dan kebersihan; individu mungkin duduk di dalam bak mandi tanpa melakukan apapun, bahkan setelah diminta untuk mandi. Dengan instruksi berulang untuk memulai aktivitas, individu tersebut mungkin mengindikasikan bahwa aktivitas tersebut sedang akan dimulai, tapi ternyata belum ada yang dilakukan. Setelah beberapa insiden serupa dan bila terapis meminta suatu rencana padanya, individu tersebut mungkin menyampaikan suatu rencana aksi yang detail dimana keran air akan dinyalakan, handuk mandi akan diambil, dan diletakkan dibawah bak mandi, sabun akan diletakkan diatas baju dan dimulailah kegiatan mandi. Individu memiliki rencana kegiatan namun tidak dapat memulai rencana tersebut. Kerusakan ini mungkin juga dihubungkan dengan masalah ideasional. Area Kegiatan Berpakaian (Dressing) Performa memakai pakaian termasuk tugas memakan pakaian dari tubuh bagian atas termsuk menaruh barang-barang seperti pakian dalam, kaos, sweater, baju, bra, kardigan, atau gaun,; memakai baju pada tubuh bagian bawah seperti memakai celana, kaos kaki, dan sepatu; dan memanipulasi kancing, seperti resleting, gesper, renda, atau Velcro. Berikut beberapa contoh dari efek-efek kerusakan neurobehavioral dalam performa tugas dalam ranah ini. Disfungsi dari muskuloskeletal dan fungsi tubuh yang berhubungan dengan gerakan yang berpengaruh pada area performa ini dapat berimbas berupa paralisis pada sisi tubuh. Individu dengan paralisis satu sisi harus mempelajari bagaimana teknik memakai pakaian dengan satu tangan. Disfungsi faktor mental dari gerakan kompleks sekuensing dapat bermanifestasi sebagai suatu perseverasi atau kegigihan. Perseverasi premotor
11

mungkin terlihat selama memakai baju; individu tersebut tidak mampu menghentikan gerakan yang telah dimulai. Semisal, ketika individu tersebut menaruh satu lengan pada lengan baju, individu tersebut dapat terus menerus memasukkan lengan pada lengan baju bahkan hingga lengan baju tersebut sampai pada siku atau bahu. Hampir serupa orang tersebut mungkin berulang kali menarik kaos kaki, bahkan ketika kaos kaki tersebut telah menutupi kaki dengan sempurna. Defek pada faktor fungsi mental spesifik dari persepsi mungkin berdampak pada gangguan hubungan spasial seperti kesukitan mengetahui depan dan belakang, bagian dalam dan luar, dan atas atau bawah pada suatu pakaian. Walau individu tersebut tahu bahwa baju tersebut diletakkan pada tubuh bagian atas dan berusaha memasukkan lengan melalui lubang lengan baju, namun lengan tersebut malah memasuki lubang untuk leher dan bukan lubang lengan baju yang dimaksud atau memasuki bagian kanan dan bukannya kiri seperti yang seharusnya. Indvidu mungkin meletakkan kedua kaki pada satu lubang baju untuk kaki atau mungkin tidak melihat bahwa satu lubang kaki tersebut dilipat keluar. Disorientasi kiri-kanan dapat dihubungkan dengan masalah visuospasial; sebagai contoh, individu mungkin menaruh sepatu kanan pada sisi kiri. Individu dengan gangguan hubungan spasial mungkin menarik lengan baju pada arah yang salah ketika berusaha untuk memakai baju, individu mungkin tidak mampu menali tali sepatu karena kesuliran dalam aspek hubungan spasial dalam memanipulasi tali sepatu. Kancing Velcro oada sepatu mungkin dilipat balik oleh mereka sendiri dan bukannya malah dilewatkan loop D sebelum mereka melipatnya ke belakang. Somatoagnosia dapat bermanifestasi sebagai pasien berusaha memakaikan baju pada lengan terapis dan bukan lengannya sendiri atau ketika dia berusaha untuk menempatkan lengannya pada lubang lengan. Karenanya, individu tersebut memiliki masalah dengan diferensiasi tubuhnya sendiri dari tubuh terapis dan objek yang berhubungan untuk disesuaikan dengan bagian tubuh. Hal ini bukan hanya masalah hubungan spasial tapi juga defek dalam gambaran tubuh, individu dengan hanya masalah visuospasial tidak dapat menemukan lubang lengan yang tepat tapi menyadari bahwa bahu tersebut berhubungan dengan bagian tubuh atas. Kesadaran ini bukan merupakan bukti pada individu dengan somatoagnosia karena disfungsi skema tubuhnya sendiri.
12

Kealpaan tubuh unilateral mungkin berat atau mungkin inatensi tubuh unilateral yang tidak begitu berat didapatkan. Pada kasus-kasus berat, seorang individu mungkin tidak dapat memakai atau melepas baju sendiri pada lengan yang terkena. Individu mungkin bahkan meninggalkan lengan pada lubang lengan baju beigtu saja ketika melepas baju dan berusaha menggantung baju pada gantungan baju di dinding, tanpa menyadari bahwa lengannya sendiri masih berada di lubang lengan. Bagaimanapun juga, masalahnya tidak selalu seberat ini atau seperti yang terlihat. Ada kalanya, baju tersebut mungkin terhenti di bahu yang terkena tanpa individu tersebut menyadarinya, atau bajunya tidak ditarik dengan benar ke arah bawah pada sisi yang terkena. Individu dengan inatensi atau kealpaan visual unilateral mungkin tidak dapat memakai baju yang diletakkan pada lapang pandang sebelah kirinya karena mereka tidak menyadarinya. Disfungsi dari fungsi mental spesifik dan global mungkin dapat terlihat sebagai suatu ketergantungan dalam lapangan, masalah-masalah ideasional, atau penilaian yang terganggu. Ketergantungan dalam lapangan diilustrasikan oleh seorang individu di tengah-tengah aktivitas memakai sweater. Individu yang telah menyelesaikan memasukkan kedua tangan pada lubang lengan dan kepala pada lubang leher, mungkin teralihkan oleh sebuah sisir. Aktivitas seketika terhenti dimana individu tersebut mulai mengambil sisir dan menyikat rambutnya. Setelah bersisir, individu mungkin dapat melanjutkan aktivitasnya memakai sweater atau malah tidak menyelesaikannya sama sekali. Sesorang mungkin tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan baju-bajunya atau bagaimana memakai baju-baju tersebut. Seseorang dengan apraksia ideasional mungkin mampu melakukan aktivitas tertentu secara otomatis, seperti memakai sweater. Kesulitan didapat ketika seseorang tersebut menyadari bahwa kaos atau bajunya belum dipakai di bawah sweater. Individu mungkin tidak dapat merencanakan aktivitas yang sesuai untuk membenarkan kesalahan yang sebelumnya tersebut. Kaos tersebut mungkin malah dipakai langsung tanpa individu tersebut melepas sweaternya dan pada akhirnya aktivitas tersebut telah dimulai. Individu dengan apraksia ideasional mungkin juga berusaha memakai kaos kaki pada sepatu yang telah ia pakai. Individu yang hanya memiliki masalah organisasi dan sekuensing mungkin memakai sepatu terlebih dahulu sebelum memakai celana panjang. Bagaimana juga, ide umum tentang
13

bagaimana memakai baju dan dimana mereka seharusnya dipakai tetaplah utuh. Masalah organisasi dan sekuensing mungkin muncul ketika individu memakai baju pada lengan yang tidak terkena sebelum lengan yang terkena dan mereka merasa kesulitan ketika memakai nya pada lengan yang terkena. Terapis mungkin juga menemukan kelalaian penilaian selama performa memakai baju. Seseorang mungkin secara tidak pas memakai baju di sepanjang jalan atau di tempat makan, menandakan kerusakan penilaian sosial. Gangguan hubungan spasial mungkin juga mempengaruhi performa memakai baju. Individu yang sakit mungkin tidak mampu membedakan mana bagian depan dan belakang dari baju. Celana panjang mungkin diapaki dengan saku di bagian depan sementara kancing di bagian belakang. Karena defisit relasi spasial berasal dari gangguan visual, individu yang sakit tersebut tidak mampu mengidentifikasi kesalahannya tersebut. Bagaimanapun juga, ketika terapis menunjukkan padanya bahwa celana tersebut terbalik, individu tersebut mungkin berkilah bahwa tidak penting bagaimana celana tersebut dipakai. mencoba mengkoreksi, meminta bantuan, atau hal lain yang ingin di koreksi. Area Kinerja Mobilitas Fungsional Area Kinerja dari Mobilitas Fungsional termasuk kegiatan berguling dan beranjak dari tempat tidur, berpindah dari atau menuju tempat tidur, berpindah dari atau menuju kursi, berpindah dari atau menuju toilet, berpindah dari atau menuju kamar mandi, berpindah dari kamar ke kamar lain. Impairment yang telah didefinisikan sebelumnya dapat mengganggu kegiatan dari area kinerja diatas. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana disfungsi ini dapat ber manifestasi. Jika terdapat disfungsi dari neuromuskuloskeletal dan fungsi yang berhubungan dengan pergerakan, seperti paralysis, hal ini dapat mempengaruhi kekuatan dan kontrol dari satu sisi tubuh dan sehingga mempegaruhi mobilitas dan keseimbangan. Maka dari itu, seorang individu memerlukan bantuan untuk berpindah, memerlukan kursi roda atau alat bantu berjalan, atau memerlukan pengawasan atau bantuan personal untuk mobilitas. Disfungsi dari fungsi mental spesifik dari rangkaian gerakan yang kompleks dapat mengarah kepada gerakan perseverasi dan apraxia motorik seperti yang telah
14

disebutkan sebelumnya. Seorang individu dengan perseverasi premotorik mungkin tidak dapat menghentikan gerakan memutar roda pada kursi roda, sehingga mereka terus menerus memutar roda dan bergerak walaupun telah mencapai tujuan yang diinginkan. Disfungsi dari faktor persepsi fungsi mental spesifik dapat merupakan hasil dari kelainan relasi Spatial dimana penderita tidak dapat menentukan jarak. Penderita biasanya menghentikan kursi rodanya terlalu jauh dari tempat tidur atau kursi. Seorang individu dengan unilateral body neglect tidak menggunakan bagian tubuh yang mengalami kelainan pada saat bergerak. Individu seperti tersebut kadang menabrak furnitur dengan tangan yang mengalami kelainan atau tersandung pada saat berjalan. Pada sat berpindah dari tempat tidur ke kursi, penderita hanya memindahkan bagian tubuh yang tidak mengalami kelainan ke kursi, meninggalkan bagian tubuh yang mengalami kelainan tetap diatas tempat tidur atau kursi. Penderita dengan neglect yang parah juga dapat memiliki kelainan anosognosia. Para penderita mungkn menyangkal bahwa mereka lumpuh atau bagian tubuh mereka yang mengalami kelainan merupakan bagian dari tubuh mereka sendiri. Tungkai yang mengalami kelainan mungkin dapat dianggap sebagai sebuah objek, atau penderita menganggap tungkai tersebut adalah milik orang lain yang berada di tempat tidur bersama mereka. Seseorang dengan anosognosia pernah berkomentar bahwa ia akan pergi ke okupasional terapi dan perlu untuk membawa lengannya bersamanya, karena okupasi terapist selalu bekerja dengan menggunakan tangan. Neglect spasial unilateral atau inatensi merujuk kepada fenomena dimana seorang individu tidak menanggapi rangsangan visual dari lapang pandang yang mengalami kelainan. Kadang, saat berjalan penderita sering menabrak benda-benda disekitarnya seperti tempat sampah, furnitur, pintu, atau bahkan orang. Disorientasi topografik pada penderita yang memiliki masalah visiospasial atau masalah ingatan juga bisa muncul. Penderita tidak tahu bagaimana membedakan, lokasi-lokasi familier seperti kamar mandi, ruang makan, dan kamar tidur. Jika terdapat disfungsi global maupun spesifik dari faktor mental, pada saat penderita berpindah atau bergerak, afraxia ideasional atau gangguan organisasi dapat muncul. Penderita dengan afraxia ideasional mungkin tidak tahu cara untuk
15

naik ke atas tempat tidur. Mereka cenderung melempar tubuh mereka ke atas tempat tidur. Penderita tidak tahu cara mengendarai kursi roda dan kadang-kadang pasien menekan armrestnya terus-menerus. Seseorang dengan gangguan organisasi kadang saat bangkit dari tempat tidur tanpa sebelumnya menyingkap selimut, tapi akan melepasnya pada saat akan berdiri. Namun, seseorang dengan afraxia ideasional tambahan mungkin pada saat berdiri dan berjalan tanpa sebelumnya melepas selimutnya. Area Kinerja Aktivitas Makan Impairment atau disfungsi neurobehavioral seperti yang telah disebutkan di atas dapat menyebabkan disfungsi dari kinerja pada aktivitas makan, seperti mengunyah, menelan, minum dari gelas atau cangkir, makan tanpa perlengkapan, makan dengan garpu atau sendok dan menggunakan pisau untuk memotong. Banyak dari kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan sebelumnya. Disfungsi dari faktor neuromuskuloskeletal dan movement-related dapat berdampak pada paralysis salah satu sisi tubuh, sehingga menyebabkan keseimbangan duduk yang buruk dan penderita hanya menggunakan satu tangan saja. Sensasi taktil dan proprioseptif pada lengan yang terpengaruh mungkin mengalami gangguan karena fungsi sensoris yang mengalami kerusakan. Semua kelaian-kelainan diatas dapat mempengaruhi aktivitas makan yang membutuhkan keseimbangan duduk dan integrasi bilateral dari tangan (contoh: mengupas kulit jeruk, mengiris daging) . Karena kelainan-kelainan tersebut, aktivitas makan ini mungkin membutuhkan modifikasi teknik yang berbeda, alat bantuan seseorang. Seorang individu dengan afraxia motorik seperti disfungsi dari faktor mental spesifik dan rangkaian gerakan kompleks menurut klasifikasi ICF, dapat berdampak pada gangguan seperti menumpahkan sup saat memindahkan sendok dari mangkuk menuju mulut. Dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan penyesuaian yang signifikan pada jari-jari dan pergelangan tangan untuk mempertahankan sendok. Afraxia motorik dapat menyebabkan clumsy movement. Perseverasi premotorik terlihat saat seorang individu tidak bisa

menghentikan pergerakan sendok dari mangkuk ke mulut walaupun setelah supnya


16

telah habis. Contoh lain adalah gerakan mengunyah yang secara terus-menerus walaupun makanan di dalam mulut telah lunak. Perseverasi prefrontal atau perseverasi tindakan daripada gerakan (faktor kognitif), dapat terlihat ketika seorang individu yang telah selesai makan yoghurt dengan sendok, dengan menggunakan sendok tadi digunakan untuk mengambil sesendok susu dari gelas daripada minum langsung dari gelas. Disfungsi dari persepsi mental spesifik yang mempengaruhi aktivitas makan dapat disebabkan oleh spatial-related disorder ; seorang individu mencoba untuk memegang roti untuk diolesi selai, namun ia salah memperhitungkan jarak sehingga yang dipegang bukanlah roti namun piringnya. Penderita juga kadang berlebihan atau kurang dalam memperkirakan jarak. Unilateral body neglect dapat muncul ketika makan dimana penderita tidak menggunakan tangan sesuai dengan fungsinya. Penderita mulai memakan roti dengan menggunakan tangan kiri dan lupa bahwa roti tersebut masih berada di tangan kiri, kemudian penderita melanjutkan makan makanan yang lain dengan roti masih berada di tangan kiri. Unilateral spatial neglect dapat bermanifestasi seperti penderita mungkin tidak menghiraukan objek atau makanan pada sisi yang terpengaruh. Sebagai contoh, seorang individu mungkin tidak menyadari ada garpu pada lapang pandang sebelah kiri dan mencoba untuk meraih garpu yang berada pada apang pandang sebelah kanan pasien. Penderita tidak dapat memakan makanan yang berada pada lapang pandang yang mengalami kelainan, walaupun itu mreupakan makanan favorit mereka. Disfungsi dari faktor fungsi mental global dan spesifik dapat menyebabkan afraxia ideasional dimana individu yang terkena tidak tahu peralatan makan mana yang harus digunakan atau bagaimana cara menggunakannya. Individu mungkin menyederhanakan aktivitasnya dengan cara menggunakan jari-jari tangan untuk makan daripada menggunakan garpu. Penderita juga kadang memiliki masalah misuse dari benda-benda. Penderita mencoba memakan sup dengan menggunakan pisau. Penderita juga kadang langsung memakan telur tanpa terlebih dahulu mengupas kulitnya. Penderita mungkin berhasil memegang benda yang benar, namun tidak tahu bagaimana cara menggunakannya; penderita membuka kantung
17

teh, kemudian membuang daun teh tersebut dan meletakkannya di dalam cangkir. Penderita juga kadang salah menggunakan benda, contohnya penderita menaburkan garam ke atas tempat keju. Defisiensi lapang pandang dapat bermanifestasi selama aktivitas makan berlangsung. Penderita mungkin mulai mengambil makanan sebelum dirinya sendiri memposisikan diri dengan benar di meja makan. Penderita juga dapat mengambil benda yang hanya mereka lihat, walaupun benda tersebut tidak dibutuhkan. Gangguan Pervasif Menurut klasifikasi A-ONE, gangguan dapat diklasifikasikan sebagai gangguan pervasif spesifik atau gangguan pervasif yang berhubungan dengan kinerja aktivitas. Gangguan-gangguan yang telah disebutkan pada bab sebelumnya dan yang mempengaruhi aktivitas spesifik dari area ADL adalah termasuk dalam kategori spesifik. Gangguan emosional dan afek diklasifikasiakan oleh ICF sebagai gangguan fungsi mental global seperti apatis, depresi, frustasi, iritabilitasi, agresi, dan rendahnya motivasi adalah contohnya karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kinerja aktivitas pada are okupasi yang berbeda.

POLA GANGGUAN YANG DISEBABKAN STROKE Keterlibatan dari disfungsi yang mempengaruhi fungsi neurologis tubuh tergantung pada berbagai kondisi patologis yang mengakibatkan stroke dan area anatomis yang berbeda yang terlibat. Suplai darah otak tergantung pada 3 ateri pada tiap hemisfer: arteri cerebralis anterior dan medial yang merupakan cabang dari arteri carotis interna, dan arteri cerebralis posterior yang merupakan cabang dari arteri basilaris, dibentuk oleh penyatuan dari arteri vertebralis. Dua tipe utama dari disfungsi cerebrovaskuler yang menyebabkan lesi neurologis: (1) iskemik, atau insufisiensi suplai darah ke otak, yang bertanggung jawab terhadap 70% hingga 80% dari selueuh kejadian stroke dan (2) Hemoragik, atau perdarahan, disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, dimana yang bertanggung jawab terhadap 15-20% kejadian stroke. Perdarahan muncul sebagai pembengkakan dan kompresi dari jaringan otak. Subtipe dari stroke dapat muncul. Iskemik dibagi lagi menjadi
18

trombosis, atau sumbatan aliran darah yang disebabkan oleh kompresi lokal pada satu atau lebih pembuluh darah; emboli, dimana obstruksi pembuluh darah disebabkan oleh material dari bagian yang jauh sistem vaskuler; dan menurunnya perfusi sistemik, atau hipoperfusi, dimana rendahnya tekanan perfusi sistemik yang menyebabkan turunnya aliran darah. Hemoragik dibagi kembali menjadi perdarahan subarachnoid, yang muncul pada permukaan otak dan intraserebral, dan perdarahan intraparenkim atau perdarahan pada jaringan otak. Tiap tipe stroke menyebabkan pola gangguan yang berbeda. Tipe dari gangguan dan keparahannya sebagian besar tergantung pada lokasi anatomis dari lesi. Faktor lain adalah tergantung pada tingkat oklusi arteri, adekuasi dari sirkulasi kolateral, ketahanan dari struktur otak terhadap iskemik, durasi dan keparahan iskemik, ukuran hematom dan mekanisme penyebab hipoperfusi dan edema. Disfungsi dari arteri-arteri yang berbeda ini menyebabkan perbedaan pola gangguan. Misalnya, jika arteri serebral media terjadi oklusi, akan mempengaruhi suplai darah ke bagian lateral dari hemisfer, gangguan tergantung dari cabang mana dari arteri yang tersumbat dan hemisfer mana yang terkena. Jika terdapat kelainan pada bagian trunkus atas pada arteri serebralis media, dimana menyuplai darah ke bagian lateral dari lobus frontal dan parietal, diperkirakan akan terjadi hemiplegi pada bagian tubuh kontralateral, terutama pada wajah dan lengan, bersama dengan kehilangan sensoris, termasuk informasi taktil dan proprioseptif. Tipe kelaianan ini juga dapat menimbulkan gangguan lapang pandang pada bagian yang berlawanan dari lesi. Jika hemisfer kanan yang mengalami kelainan, neglect unilateral dan spasial dapat muncul, bersama defisit atensi, termasuk inatensi tubuh unilateral dan inatensi spasial unilateral, anosognosia, disfungsi yang terkait spasial, afraxia motorik unilateral pada sisi kiri, rendahnya kemampuan menentukan, rendahnya insight, dependensi lapang pandang, gangguan organisasi dari perilaku dan langkah saat beraktivitas. Gangguan emosional seperti apatis, labil, dan depresi juga kadang timbul. Jika hemisfer kiri ikut terlibat, fungsi bicara dan bahasa mungkin dapat terganggu, dan juga terdapat afraxia motorik bilateral.Afraxia ideasional dan perseverasi dan gangguan emosional seperti depresi
19

dan frustasi mungkin dapat menjadi penyulit. Jika trunkus bawah dari arteri serebralis media mengalami kelainan, terdapat defek lapang pandang pada bagian kontralateral, aphasia Werneckie dan gangguan emosional dapat timbul. Tabel 18-4 menunjukkan pola dari gangguan yang berhubungan dengan disfungsi arteri serebralis dan hipoperfusi sistemik. PERTIMBANGAN KLINIS PENGGUNAAN A-ONE Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, terapist memasukkan berbagai tipe dasar pemikiran saat menggunakan prinsip A-ONE untuk mengevaluasi kinerja aktivitas dan disfungsi fungsi tubuh yang membatasi kinerja. Penelusuran lebih lanjut dianggap penting dalam hubungannya dengan dasar pemikiran yang merujuk pada penggunaan A-ONE. Saat mengobservasi kinerja berpakaian, terapist dapat mendeteksi petunjuk yang krusial seperti tidak menggunakan satu tangan. Terapist menginterprtasikan petunjuk ini dan petunjuk lain, dengan menggunakan konsep yang telah dijabarkan sebelumnya dan definisi operasional dari teori dibalik instrumen A-ONE dan dalam membuat hipotesis. Hipotesis yang memungkinkan (1) kurangnya input rangsangan somatosensoris pada lengan, (2) Unilateral body neglect, dimana penderita tidak mengurus, biasanya pada lengan kiri, yang mungkin terjadi paralysis mungkin juga tidak, (3) Masalah organisasi dan merangkai dimana penderita meninggalkan aktivitas diluar yang seharusnya dilakukan, atau (4) afraxia ideasional, dimana penderita tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap bajunya atau bagaimana cara menggunakannya. Informasi neurologis atau lokalisasi fungsional dan pola dari gangguan seperti yang berhubungan dengan diagnosa atau kelainan arteri serebral yang berbeda juga termasuk pada dasar pemikiran dan pembentukan hipotesis. Kemudian, jika pasien (1) Tahu secara umum bagaimana menggunakan sebuah benda, tidak termasuk jika pasien dapat menyetakan rencana aktivitas untuk kinerja aktivitas, namun tidak menggunakan tangan kiri sesuai dengan kekuatan otot, atau (2) memiliki kelainan lain yang cocok dengan gambaran gangguan pada hemisfer kanan, seperti kelaian yang berkaitan dengan spasial, mungkin dapat menjadi suspect bilateral body neglect atau inatention pada salah satu sisi tubuh sebagai akibat dari disfungsi hemisfer kanan. Terapis akan mempertimbangkan adanya
20

sensasi pada tangan karena hal ini mungkin atau bisa juga tidak berpengaruh jika neglaect atau inatention tersebut ada dan dapat mempengaruhi penggunaan dari tangan. Terapis juga mungkin akan sadar efeknya terhadap aktivitas. METODE ASSESMENT Pada dasarnya terapis okupasional menggunakan dua evaluasi dan pendekatan intervensi saat bekerja dengan pasien dengan kondisi neurologis: pendekatan defisit-spesifik disebut juga bottom-up, restorative atau pendekatan remedial dan adaptasi fungsional atau pendekatan kompensasi disebut juga topdown atau pendekatan adaptive. Materi-materi evaluasi yang digunakan saat pendekatan deficit-spesifik dipakai adalah ditujukan ke fungsi dan struktur tubuh yang mengalami kelainan yaitu menggunakan terminologi ICF. Materi evaluasi pada pendekatan fungsional bertujuan untuk mengevaluasi level aktivitas atau kinerja okupasional. Pada bab sebelumnya telah digambarkan bagaimana terapis dapat mendeteksi kelainan neurobehavioral selam observasi dari kinerja aktivitas dengan menggunakan tes analisis aktivitas yang berdasarkan pada teori A-ONE. Assessment fungsional dapat termasuk observasi yang non standarisasi dan standarisasi. Menurut unsworth, pendekatan percobaan hipotesis yang non standarisasi untuk evaluasi dapat berguna bagi terapis yang tidak memiliki kesempatan untuk menyelesaikan pelatihan yang dibutuhkan untuk assesment yang terstandar seperti A-ONE dan asesment of motor and proces skills. Sebagian besar penulis setuju bahwa assesment standarisasi telah ditetapkan, selama proses perkembangannya, standar yang sama berkaitan dengan kondisi assesment material dan instruksi untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang harus diikuti secara tepat. Lebih jauh lagi assesment yang lebih khusus membutuhkan pelatihan yang lebih spesifik. Untuk menentukan tujuan apa saat informasi sangat dibutuhkan untuk menentukan metode evaluasi. Untuk mengumpulkan informasi sebagai tujuan dan memilih intervensi kedua metode evaluasi baik standarisasi maupun non standarisasi dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Walaupun begitu, jika tujuannya adalah untuk mengukur perubahan dari kinerja metode standarisasi adalah tidak cukup karena kebanyakan instrumen pada rehabilitasi memiliki skala
21

ordinal. Skala tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk mendeskripsikan kinerja tetapi untuk mengukur skala interval kinerja adalah wajib. Instrumen A-ONE, metode yang berdasar pada satu kriteria yang terstandar meliputi pencatatan yang detail dan instruksi penilaian. Beberapa penelitian yang valid dan reliabel telah meyakinkan bahwa A-ONE sesuai dengan yang dikehendaki. Pengembangan awal dari instrumen didasarkan pada metode psikometrik tradisional dan penggunaan skala ordinal, dangan tujuan untuk mengumpulkan informasi yang bermanfaat untuk menyiapkan tujuan dan ide-ide intervensi, bukan untuk mengevaluasi adanya perubahan. Meningkatnya tuntutan terhadap praktek evidace-based dan efikasi dari pelayanan rehabilitasi juga membutuhkan instrumen yangn memiliki pengukuran yang potensial. Untuk alasan inilah, metode tes baru digunakan untuk mem-validitasi ulang A-ONE dan menelurusi apakah skala ordinal dapat dikonversikan ke skala internal. Skala ADL dari A-ONE telah secara berturut turut telah di analisa menggunakan Rasch, dan perkembangan dari tabel konversi untuk mengkonversikan skor ordinal yang telah di catat setelah melakukan obsevasi terhadap kinerja ADL ke skor interval. Skala interval juga akhir-akhir ini telah dibangun berdasarkan skala ordinal impairment neurobehavioral dari A-ONE dengan mengaplikasiakan analisis Rasch. Maka dari itu, instrmen dari A-ONE yang telah di re-validasi mengizinkan perbandingan antara pasen untuk memonitoring perkembangan, tanpa memperhatikan terapis terlatih mana yang memberikan dan interpretasi dari evaluasi. Hasil ini menyediakan informasi yang bermanfaat untuk mengarahkan pilihan untuk metode intervensi yang berdasarkan kekuatan dan kelemahan dari pasien, dari perspective kinerja aksi dan fungsi tubuh. Cara dimana A-ONE memberi informasi pada disfungsi kinerja aksi pada ADL yang berbeda dan kerusakan neurobehavioral yang kemungkinan mempengaruhi kinerja ADL, menjadi fakta dengan cara mengeksplor studi kasus yang mendalami topik ini. Terapis pada awalnya harus mengisi skor untuk menunjukkan level kebutuhan bantuan / asisten untuk kinerja aksi. Observasi ditulis dalam bentuk komentar dan penyampaian alasan mengenai inefektivitas aksi yang diamati sebagai kesalahan dalam kinerja aksi. Taksiran terapis, berdasar pada isi
22

kesalahan

objek

yang diobservasi,

berisi tentang tipe kerusakan

yang

bertanggungjawab terhadap kesalahan observasi. Kerusakan neurobehavioral kemudian diberikan skor berdasar apakah kerusakannya saat ini atau tidak dan seberapa besar diperlukan asistensi untuk melakukan suatu aksi. Studi kasus digambarkan pada figure 18-10 yang menunjukkan pasien stroke dengan hemiparese kanan. Penilaian A-ONE digunakan untuk mengevaluasi kemampuan ADL dan jenis dan morbiditas dari kelainan neurobehavioral dihubungkan dengan kemampuan melakukan kegiatan. Studi ini menunjukkan bagaimana kelainan neurobehavioral berkaitan dengan kemampuan ADL dan bagaimana kedua tipe dari disfungsi yaitu-kelainan nerurolobehavioral fungsi tubuh dan efeknya pada kegiatan atau kinerja.-yang dapat dievaluasi dengan skala berbeda dari penilaian yang sama. Studi kasus ini memaparkan suatu individu yang memerlukan bantuan fisik dan segala instrument yang termasuk dalam Functional Independence Scale dari AONE (Fig 18-10A). Pembatasan dari kemampuan kerja ADL terjadi pada penurunan yang sering berhubungan dengan kelainan neurobehavioral, kelainan kelainan ini termasuk neglect unilateral, spatial relation impairment, unilateral spatial neglect, atau masalah organization dan squening, dan left hemiplegia (sepeti yang telah diindikasikan melalui skor pada neurobehavioral spesifik impairment subscale dari A-one). Kemampuan berpakaian merupakan salah satu dari lima area Functional Independenct Scale dari A-ONE. Ringkasnya, lembar dari A-ONE mengindikasikan skor pada fungsi domain yang lain dan perbedaan kelainan neurobehavioral tersebut (fig 18-10 B dan C). Evaluasi kemampuan berikut 3 bulan sebelumnya mengindikasikan gambaran perbaikan kemampuan ADL. Pengukuran kemampuan seseorang dipilih melalui perbandingan the raw score untuk merubah ke tabel. Perbandingan dari kemampuan diukur dari evaluasi awal (0.58 logits) dilanjutkan evaluasi follow up (2.39 logits) menunjukkan perbaikan signifikan (1.81 logits) pada besarnya dari pengukuran. Beberapa ahli telah menduga penggunaan tes spesifik-deficit sebagai suatu evaluasi fungsional dengan evaluasi yang spesifik juga. Kondisi ini termasuk rangkaian dimana terapis memiliki kesulitan mengartikan defisit itu sendiri, dimana
23

terapis yang baru memerlukan keahlian khusus, dimana terapis membutuhkan bantuan dalam pengukuran defisit, dan atau dimana terapis memerlukan laporan keefektifan pengobatan dalam studi penelitian. pengalaman terapis dalam melakukan pendekatan deficit-spesifik untuk mengevaluasi disfungsi fungsi tubuh (contoh muscle strenght dan tone, motor epraxia, spatial relations, neglect, dan memory). Merupakan tes untuk aplikasi batteries test atau ditujukan untuk evaluasi spesifik impairment. Sebagai contoh penggunaan batteries test yang digunakan oleh okupasi terapi untuk evaluasi perkiraan impairment pada pasien dengan stroke adalah dengan Lowenstein Occupational Therapy Cognitive Assessment (LOTCA) dan the Rivermead Perceptual Assessment Battery (RPAB). Contoh dari standarisasi deficit-spesifik tes tersedia untuk evaluasi suatu macam-macam kelainan pada kasus pada fig.18-10 menggunakan Behavioral Innatention Test (BIT) untuk unilateral Neglect atau Innatention: motor free visual perception testvertica! (MVPT-V), evaluasi deficit-spesifik dapat digunakan untuk pemeriksaan dari Spatial Relation Impairment; tes menggunakan Tes of Every Day Attention (TEA) untuk attention deficit; the Behavioral Assesment of the Dysececutive Syndrome (BADS) untuk evaluasi disfungsi prefrontal; Rivermead Behavioral Memory Test (RBMT) untuk fungsi memori harian; The Self-Reporting Awareness Test dan the Assesment of Awareness of Disability untuk evaluasi insight; tes menggunakan Imitating Gestures. Digunakan untuk evaluasi Ideomotor Apraxia; tes Ideamotor Apraxis (lihat Chapter 19). Banyak studi menunjukkan hubungan antara skor dari instrument ADL ke skor dari different cognitive, perceptual, dan motor instrument untuk alasan yang berbeda. Hal ini termasuk pemeriksaan dari hubungan antara disability dan impairment, pencarian faktor-faktor yang mempengaruhi prognosa dan penetapan ekologikal untuk skala yang berbeda. Ukuran sampel, tipe, dan jumlah dari jenis, skala, dan metode psikometrik digunakan pada penelitian ini. Bagaimanapun banyak hasil yang mendukung adanya hubungan impairment dan penururnan fungsi ADL, meskipun kekuatan masing-masing penelitian berbeda. Hubungan antara skor dari skala cognitive dan perceptual pada skala ADL memiliki jarak dari kecil sampai moderat (r=0.2 to 0.6). Hubungan motor function pada ADL skor jarang lebih besar dibandingkan cognitive dan perceptual. Gillen menekankan pada
24

pertimbangannya dalam mengevaluasi mereka dengan pembatasan fungsi sekunder hingga kerusakan neurologikal yang mana memisahkan antara evaluasi untuk kognitif dan perbedaan aksi yang dihasilkan dari suatu aksi yang dikombinasikan dengan fungsi tubuh yang berbeda. Lebih jauh lagi kinerja lebih satu aksi dalam waktu yang sama, seringkali kasus dalam kontek ilmiah sebagai bentuk yang berlawanan dari situasi uji deficit-spesifik mengakibatkan kinerja memburuk. Oleh karena itu perlu ditekankan disini bahwa informasi yang berasal dari uji deficitspesifik tidak dapat mengganti informasi dari observasi dalam konteks ilmiah. lebih jauh lagi tidak ada format evaluasi lain yang dapat mengganti observasi kinerja aksi dalam pengaturan alam.

RINGKASAN Informasi pada bab ini menjabarkan guidelines dari observasi pasien stroke selama melakukan kegiatan dengan tujuan untuk mendeteksi adanya impairment yang mengganggu kinerja independent. Definisi konseptual dan operasional disajikan dalam teks ini, berdasar pada A-ONE, hal ini penting untuk konsistensi dari metodenya. review ini memungkinkan terapis untuk menginterprestasikan tanda dan membentuk hipotesa tentang impairments dan keterbatasan aktivitas. Bagaimanapun, informasi ini terbatas dan presentasi dari teks tidak terstandarisasi. standarisasi dari instrumen A-ONE baru-baru ini divalidasi ulang, menambahkan properti pengukuran sebelumnya. Instrument membantu terapis dalam memahami keterbatasan aktivitas. instrument membantu terapis untuk menganalisa penyebab dari masalah fungsional yang membutuhkan intervensi okupasi terapi. Kemudian, terapi dapat memperhitungkan intervensi terbaik untuk keterbatasan aktivitas dan impaired body function (see chapter 19). Terapis dapat menentukan keputusan berdasar evaluasi dan pengetahuan terapis dari metode intervensi yang berbeda.
25

Apakah mereka difokuskan pada tingkat kinerja aktivitas saja atau memilih untuk mempertimbangkan level SSP dari fungsi tubuh serta baik dalam pengaruh dalam pilihan aktivitas dan lingkungan atau informasi yang mendukung pasien tentang apa yang diharapkan pasien karena impairment and activity limitations pada kinerja seseorang. Bagaimanapun, harus diingat bahwa saat ini ada penilaian fungsional yang mengatur pengobatan, dan karena itu penalaran klinis diperlukan untuk menggabungkan hasil evaluasi dengan pilihan pengobatan yang tersedia, sehingga alasan klinis diperlukan untuk menggabungkan hasil evaluasi dengan ketersediaan pilihan pengobatan yang tersedia, dan kondisi pasien secara spesifik seperti faktor konseptual. Lebih jauh lagi, studi penelitian ini memerlukan efisiensi dari intervensi dan teori. Untuk pengujian tersebut, kevalidan dan keandalan instrument adalah wajib.

26

You might also like