You are on page 1of 32

Konsep Dasar Masyarakat Multikultural Tugas ke - 4 hal 96 -100

Nama : Dzakwannityo Kelas : XI IPS - 1

Pengertian Masyarakat Multikultural

Multikulturalisme merupakan sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme (keberagaman)budaya sebagai suatu corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme mengagungkan dan berusaha melindungi keanekaragaman budaya termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong minoritas.

Multikulturalisme merupakan pengikat dan jembatan yang mengakomodasi berbagai perbedaan , termasuk perbedaan kesukubangsaaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural.Perbedaan tersebut terlihat di tempat-tempat umum seperti tempat kerja dan pasar.

Definisi Masyarakat Multikultural


1.) Multikulturalisme berhubungan dengan kebudayaan dan kemungkinan konsepnya dibatasi dengan muatan nilai atau memiliki kepentingan tertentu. Multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik .

2.)

3.)

4.)

Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain . Sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan . Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut .

5.)

Sejarah Multikulturalisme
Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negarabangsa (nation-state) sejak awal abad ke- 19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara normatif (istilah 'monokultural' juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa inggris (English-speaking countries), yang dimulai di Kanada pada tahun 1971Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa, sebagai kebijakan resmi, dan sebagai konsensus sosial di antara elit. Namun beberapa tahun belakangan, sejumlah negara Eropa, terutamaBelanda dan Denmark, mulai mengubah kebijakan mereka ke arah kebijakan monokulturalisme.[Pengubahan kebijakan tersebut juga mulai menjadi subyek debat di Britani Raya dan Jerman, dan beberapa negara lainnya .

Jenis Multikultural
Berbagai macam pengertian dan kecenderungan perkembangan konsep serta praktek multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli, membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997:183185)membedakan lima macam Multikulturalisme.

1.) Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.

2.)

Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasiakomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas. Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka. Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara Eropa.

3.) Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana kelompokkelompok kutural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar. 4.) Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus (concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.

5.)

Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batasbatas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing .

Negara yang memiliki Masyarakat Multikultural

Istilah masyarakat multikultural sering di samakan dengan istilah lain bagi masyarakat majemuk walaupun pada prinsipnya kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda . Salah satu Negara yang memiliki masyarakat yang majemuk adalah Indonesia. Negara lain yang memiliki masyarakat multikultural adalah Swiss, Australia, dan Amerika Serikat.

Istilah Masyarkat majemuk bagi masyarakat indonesia di perkenalkan oleh J.S Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda karena masyarakat indonesia memiliki ciri adanya perbedaan suku , bangsa, agama, adat, dan kedaerahan. Menurut J.S Furnivall, masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda merupakan suatu masyarakat majemuk, yaitu suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri- sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarkat indonesia di sebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis tempat mereka yang berkuasa dan mereka yang di kuasai memiliki perbedaan ras.

Pada zaman penjajahan, orang Belanda sebagai golongan minoritas adalah penguasa yang memerintah sebagian besar orang Indonesia yang menjadi warga kelas tiga di negerinya. Orang Tionghoa menempati kedudukan menengah di antara kedua golongan tersebut

Pola Produksi pun dibagi berdasarkan ras, yaitu setiap ras memiliki fungsi produksi sendiri-sendiri. Orang Belanda bekerja di bidang perkebunan, orang indonesia di bidang pertanian, dan orang Tionghoa di bidang pemasaran serta menjadi pertantara

Pluralitas masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan tidak ditandai oleh perbedaan berdasarkangolongan Eropa, Tionghoa, dan pribumi. Pluralitas masyarakat Indonesia sesudah kemerdekaan merupakan perbedaan internal di antara golongan pribumi karena golongan Eropa sesudah kemerdekaan keluar dari sistem masyarakat Indonesia. Namun, konsep pluralitas yang di kemukakan oleh J.S Furnivall dengan beberapa modifikasi dapat digunakan untuk melihat masyarakat Indonesia .

Kesimpulan dari konsepsi J.S Furnivall adalah bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat tempat sistem nilai yang di anut berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagiannya sehingga anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat secara keseluruhan, kurang memiliki homogenitas kebudayaan, atau bahkan kurang memiliki dasar untuk saling memahami satu sama lain.

J.S Furnivall
John Sydenham Furnivall adalah seorang pegawai negeri kolonial dan sarjana di Burma. Ia dilahirkan pada 14 Februari 1878 di Great Bentley, Essex di Inggris. Ia memenangkan beasiswa ke Trinity Hall, Cambridge University di tahun 1896, dan pada tahun 1899 memperoleh gelar sarjana dalam ilmu alam. Pada tahun 1901 ia bergabung dengan Pegawai Negeri Sipil India. Ia tiba di Birma pada tanggal 16 Desember 1902 dan mengambil pengangkatan Asisten Komisaris dan Penyelesaian Officer. Beliau menjabat sebagai Wakil Komisaris pada tahun 1915 dan Komisaris Tanah Pemukiman dan Records pada tahun 1920. Dia pensiun dari ICS pada tahun 1923. Pada 1910, ia adalah pendiri utama dari Burma Research Society. Pada tahun 1924 ia mendirikan Burma Book Club dan pada tahun 1928 Burma Extension Pendidikan Dasar.

Multikultural di Indonesia
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat multikultural. Bila kita mengenal masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka mampu mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasbatas tertentu (Linton), maka konsep masyarakat tersebut jika digabungkan dengan multikurtural memiliki makna yang sangat luas dan diperlukan pemahaman yang mendalam untuk dapat mengerti apa sebenarnya masyarakat multikultural itu. Model multikulturalisme sebenarnya telah di gunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa indonesia dalam mendesain apa yang di namakan sebagai kebudayaan bangsa sebagaimana yang terungkap dalam Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak kebudayaan Daerah.

Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Setiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut.

Dari sinilah muncul istilah multikulturalisme. Banyak definisi mengenai multikulturalisme, diantaranya multikulturalisme pada dasarnya adalah pandangan dunia -yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan- yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Multikulturalisme dapat juga dipahamni sebagai pandangan dunia yang kemudian diwujudkan dalam politics of recognition .

Lawrence Blum mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang, serta penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Berbagai pengertian mengenai multikulturalisme tersebut dapat ddisimpulkan bahwa inti dari multikulturalisme adalah mengenai penerimaan dan penghargaan terhadap suatu kebudayaan, baik kebudayaan sendiri maupun kebudayaan orang lain. Setiap orang ditekankan untuk saling menghargai dan menghormati setiap kebudayaan yang ada di masyarakat. Apapun bentuk suatu kebudayaan harus dapat diterima oleh setiap orang tanpa membeda-bedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain.

Pada dasarnya, multikulturalisme yang terbentuk di Indonesia merupakan akibat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Menurut kondisi geografis, Indonesia memiliki banyak pulau dimana stiap pulau tersebut dihuni oleh sekelompok manusia yang membentuk suatu masyarakat. Dari masyarakat tersebut terbentuklah sebuah kebudayaan mengenai masyarakat itu sendiri. Tentu saja hal ini berimbas pada keberadaan kebudayaan yang sangat banyak dan beraneka ragam. Dalam konsep multikulturalisme, terdapat kaitan yang erat bagi pembentukan masyarakat yang berlandaskan bhineka tunggal ika serta mewujudkan suatu kebudayaan nasional yang menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi terbentuknya multikulturalisme di masyarakat

Faktor yang menyebabkan kemajemukan masyarakat Indonesia

A. Keadaan Geografis dan Pluralitas Kesukaan Meningkatnya mobilitas geografis penduduk Indonesia menyebabkan kontak antarindividu dengan latar belakang sosial budaya yang berlainan berlangsung semakin intensif . Selain ada dampak positif, gejala ini juga menimbulkan dampak negatif. Meningkatnya mobilitas geografis penduduk antar pulau menyebabkan berbagai macam suku bangsa yang semula kurang mengenal satu dengan yang lain harus mengenal satu dengan yang lain

Adanya mobilitas geografis menyebabkan peta heterogenitas atau kemajemukan budaya yang ada mulai mengalami perubahan. Jika dahului kemajemukan budaya itu adalah kemajemukan seperti potongan kain ataulempengan kaca dengan warna berlainan dan di satukan membentuk sebuah mozaik budaya yang di sebut budaya Indonesia, kini kemajemukan itu berubah menjadi sebuah permadani yang terdiri dari benang budaya yangberaneka warna yang sedang dalam proses penyulaman menjadi sebuah permadani budaya.

Sejak masuknya unsur kebudayaan Hindu- Buddha di wilayah pesisir pantai dan wilayah pedalaman masyarakat Indonesia, diperkenalkan konsep hidup dan pola prilaku serta pranata (lembaga) sosial. Selanjutnya, masuknya usur kebudayaan Islam sekitar abad ke -7 M yang puncak penyebaraanya terjadi pada abad ke-13 M , kemudian dilanjutkan dengan masuknya unsur kebudayaan Eropa (Inggris, Belanda, dan Portugal) dan jepang memberi warna baru dalam kebudayaan di Indonesia. Akibatnya, hal itu berpengartuh terhadap keanekaragaman masyarakat dan terbentuk pluralitas atau kemajemukan agama dalam masyarakat Indonesia.

B. Topografi dan Pluralitas Regional Iklim, curah hujan, struktur , dan kesuburan tanah yang berbeda di Indonesia merupakan faktor yang menciptakan pluralitas regional atau kemajemukan daerah. Pluralitas regional dalam masyarakat Indonesia terwujud dalam dua macam lingkungan ekologis yang berbeda, yaitu daerah pertanian sawah yang banyak terdapat di Pulau Jawa dan Bali dan daerah pertanian ladang yang banyak terdapat di luar Pulau Jawa

Integrasi suku bangsa dalam kesatuan nasional menjadi bangsa Indonesia dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) paling tidak di picu oleh empat peristiwa penting berikut. 1.) Kerajaan Sriwijaya (abad VII) dan Majapahit (abad XIII) telah mempersatukan suku bangsa Indonesia dalam kesatuan politis, ekonomi, dan sosial 2.) Kekuasaan kolonial Belanda selama hampir tiga setengah abad telah menyatukan suku bangsa di Indonesia yang di latarbelakangi oleh persamaan nasib dan cita-cita untuk memperoleh kemerdekaan.

3.)

Selama periode pergerakan nasional, para pemuda Indonesia telah menolak menonjolkan isu kesukubangsaaan dan melahirkan Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Bahkan, bahasa milik suku inoritas Melayu Riau telah di tetapkan sebagai baasa nasional (bukan bahasa mayoritas Jawa).

4.)

Proklamasi Kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 mendapat dukungan dari semua suku bangsa di Indonesia yang mengalami nasib yang sama di bawah penjajahan Belanda.

Walaupun integrasi secara nasional dan politis telah terbentuk , tetapi dalam kenyataan di sepanjang sejarahnya bangsa di Indonesia yang mengalami konflik secara internal. Hal itu menurut Pierre L .Van den Berg karena adanya kenyataan bahwa masyarakat majemuk di Indonesia memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut . 1.) Terjadi segmentasi ke dalam bentuk kelompok yang seringkali memiliki subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain. 2.) Struktur Sosial yang terbagi ke dalam lembaga yang bersifat nonkomplementer 3.) Kurang dikembangkan konsensus di antara para anggotanya terhadap nilai yang bersifat dasar 4.) Sering terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan yang lain 5.) Integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantugan di dalam bidang ekonomi

6.) Ada dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok lainnya. Selain itu , masyarakat majemuk Indonesia juga mempunyai potensi yang dapat di manipulasi secara sosial politik untuk dapat di pecah belah di karenakan hal-hal berikut.

A) Masyarakat majemuk menghasilkan batas suku bangsa yang di dasari oleh stereotipe dan prasangka yang menghasilkan penjenjangan sosial secara primodial yang subjektif dan jika berkembang lebih lanjut dapet menghasilkan stigma (cap negarif) sosial yang di lakukan oleh suatu suku bangsa yang di tujukan kepada suku bangsa lainnya.

B) Setiap kelompok suku bangsa menempati sebuah wilayah tempatnya hidup sebagai hak ulayat. Konsep hak ulayat itu secara politik dapat berkembang menjadi diskriminasi antarwarga suku bangsa asli setempat dengan warga suku bangsa pendatang. C) Berbagai konflik antarsuku bangsa yang terjadi di tanah air disebabkan oleh permasalahan hubungan antarsuku bangsa asli dengan pendatang. Suku bangsa asli menuntut pengakuan tentang keunggulan budaya mereka dan memaksakan dengan ungkapan Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung.

D) Upaya penyeragaman kebudayaan yang di lakukan oleh poemerintah Orde Baru melalui penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) sama dengan upaya yang dilakukan ke arah pembentukan budaya bangsa (nation building) dan pendidikan kemasyarajatan (civil education).

Pierre L. Van den Berg Pierre L. van den Berghe (lahir 1933) adalah profesor emeritus sosiologi dan antropologi di Universitas Washington, di mana ia telah bekerja sejak tahun 1965. Lahir di Kongo Belgia kepada orang tua, dan pengeluaran Perang Dunia II di Belgia diduduki, ia adalah seorang saksi dini untuk konflik etnis dan rasisme, yang akhirnya membuatnya menjadi otoritas terkemuka pada hubungan etnis. Dia telah melakukan kerja lapangan di Afrika Selatan, Meksiko, Guatemala, Iran, Lebanon, Nigeria, Peru, dan Israel. Seorang mahasiswa Talcott Parsons di Harvard (menerima Ph.D. pada 1960), namun ia tidak begitu tertarik fungsionalisme struktural dan merupakan salah satu pendukung pertama pendekatan sosiobiologis terhadap fenomena sosial.

Terima Kasih

You might also like