You are on page 1of 7

ENTROPI 8.1 Konsep Entropi Pada bab 7.

3 telah dibahas hubungan antara temperatur dengan kalor yang dialirkan. Bila T1 dan T2 adalah temperatur yang bersesuaian dengan kalor yang dipindahkan Q1 dan Q2, maka mengingat tanda kalor masuk dan kalor keluar berlawanan tanda, didapat hubungan

atau

Sekarang, kita tinjau suatu daur terbalikkan sembarang. Kita andaikan bahwa daur tersebut dapat kita bagi atas daur daur infinitesimal yang terbalikkan yang melibatkan aliran kalor Q1 dan Q2. Bila aliran tersebut berturut turut terjadi pada T1 dan T2, maka berlaku

Untuk seluruh daur, oleh sebab itu, kita dapat hubungan Atau, untuk dQ menuju nol, kita dapat menyatakan hubungan tersebut sebagai 8.1 Huruf R telah kita pakai untuk menandai proses tersebut adalah proses dapat balik. Persamaan (8.1)menunjukkan bahwa pada suatu daerah di dalam suatu unsur dQR dapat bernilai positif dan negatif, tetapi secara keseluruhan menyumbangkan nilai nol. Karena integrasi pada pers. (8.1) memberikan nilai nol, maka kita punya suatu besaran yang diferensialnya eksak, yaitu 8.2 S disebut sebagai entropi. Dengan demikian, suatu proses dapat balik memberikan 8.3 yang dikenal sebagai teorema Clausius. Perubahan entropi dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, yang bersangkutan dengan aliran kalor memiliki hubungan yang dapat dituliskan sebagai

8.4 Besaran S dalam satuan SI bersatuan joule per kelvin. Sering pula S dinyatakan dengan satuan entropi per satuan massa yaitu joule per kg kelvin, maupun entropi per satuan kuantitas zat yang bersatuan joule per mol kelvin. 8.2 Entropi Gas Ideal Sebagai contoh pembahasan masalah entropi, akan kita bahas entropi gas ideal. Mula-mula kita tinjau persamaan berikut dQ = Cv dT + P dV dan dQ = Cp dT V dP. Untuk proses isokor, persamaan pertama menghasilkan entropi 8.5 dS = Sehingga, perubahan entropi dari keadaan awal ke keadaan akhir selama proses isokor dapat ditulis sebagai 8.6 Sf Si = Untuk gas ideal, Cv adalah tetap, maka perubahan entropi pada proses isokor adalah Sf Si = Cv 1n (Tf/Ti). 8.7 Selanjutnya, pada proses isobar, persamaan entropi gas ideal dapat dituliskan dalam bentuk , sehingga Sf Si = atau Sf Si = Cp 1n (Tf/Ti). Pada isoterm, kita punya dS = Mengingat P = nRT/V, maka dengan penyulihan P dan mengintegrasian, didapat Sf Si = - n R 1n (Vf/Vi) 8.11 Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa entropi suatu sistem adalah fungsi koordinat termodinamik sistem tersebut. Dari persamaan dQ, kita dapat mencari entropi secara umum, yaitu dS =

atau dS Sehingga S = Cv 1n T n R 1n V + tetapan. 8.12 Atau, mengingat persamaan gas ideal PV = n RT, dapat pula persamaan di atas diubah menjadi S = Cp 1n T nR 1n P + tetapan, 8.13 atau S = CV 1n P + Cp 1n V + tetapan. 8.14 8.3 Diagram T S Karena entropi juga suatu fungsi termodinamik, maka kita dapat pula menyajikan suatu proses dengan diagram T S, sebagai ganti dari diagram P V. Terkadang, suatu proses termodinamik lebih mudah dimengerti lewat diagram T S dari pada diagram PV. Hal ini dapat dimengerti dengan mudah bila proses yang kita tinjau melibatkan aliran kalor. Untuk menjelaskan kelebihan diagram TS dibanding diagram PV, kita tinjau suatu proses dapat balik yang disertai aliran kalor. Pada proses tersebut kita punya dQ = T dS. Jadi, jumlah kalor yang mengalir dari keadaan awal i ke keadaan akhir f besarnya Q = Persamaan tersebut mengatakan bahwa luas diagram TS adalah menunjukkan kalor yang mengalir pada suatu proses. Perhitungan luas diagram TS tergantung pada fungsi T = T(S). Untuk proses adiabat, maka dQ = 0, sehingga dS = 0. Jadi S adalah suatu tetapan. Untuk proses isokor, kita dapat tuliskan . 8.15 | | | |

Bentuk kurva T = T(S), dapat kita pahami dengan menuliskann persamaan (8.15) sebagai | |

Untuk Cv yang tetap, maka (dT/dS)v merupakan fungsi linear, yang berarti T = T(S) adalah fungsi lengkung. Demikian pula, dengan cara yang serupa kita dapat tuliskan 8.16 | | | |

Untuk proses isobar. Akhirnya, beberapa proses termodinamik yang telah kita bahas ditampilkan pada gambar 8.1.

Gambar 8.1 Beberapa proses dalam diagram TS Dengan demikian kita dapat pula menyajikan daur-daur dalam diagram TS. Daur carnot misalnya, menjadi suatu diagram yang sangat sederhana di dalam diagram TS, yang ditunjukkan oleh gambar 8.2. Diagram PV zat murnipun dapat pula disajikan dalam diagram TS. Yang penting dari diagram TS kita dapat melihat secara langung total kalor yang diserap atau dikeluarkan pada suatu proses.

Gambar 8.2 Daur Carnot dalam diagram TS 8.5 Entropi, Keterbalikan dan ketakterbalikan Sejauh ini, kita hanya dapat membatasi pembahasan entropi dengan proses yang terbalikkan. Untuk memahami arti fisis entropi, maka kita bagi keadaan yang kita tinjau atas sistem, lingkungan dan semesta. Entropi semesta merupakan jumlahan entropi sistem dan entropi lingkungan. Kita tinjau suatu sistem yang bersentuhan dengan suatu tandon panas. Bila terjadi aliran kalor sebesar Q pada temperatur T, maka terjadilah perubahan entropi pada tandon sebesar Q/T, tidak tergantung pada proses pemindahan. Hal ini disebabkan tandon ini memiliki kalor yang jumlahnya besar tetapi tidak tak berhingga. Jadi perubahan tadi tepat sama dengan perubahan kalor sebesar Q yang dilaksanakan dalam proses dapat balik. Kita tinjau sekarang perubahan entropi sistem pada proses terbalikkan. Bila selama proses yang manapun maka akan dipindahkan kalor sejumlah dQR, maka .

nilai T dapat berkisar antara Ti dan Tf karena dQR ini dipindahkan antara sistem dan tandon secara dapat balik, maka

. Sehingga total entropi tandon dan sistem adalah nol. Jadi, pada proses dapat balik entropi semesta tidak berubah. Apabila kita tinjau suatu proses yang hanya setimbang pada keadaan awal dan akhirnya saja, maka untuk mengganti proses tak dapat balik yang demikian syara batasnya dapat dipakai suatu proses dapat balik sembarang. Proses yang kita sulihkan ini dapat kita pilih sehingga lintasan dari keadaan awal ke keadaan akhir tidak sama dengan lintasan dari keadaan akhir ke keadaan awal. Sebagai sebuah contoh yang bersangkutan dengan keadaan di atas adalah proses serapan isoterm tak dapat balik oleh tandon terhadap sistem. Pada proses ini tidak terjadi perubahan entropi sistem, karena koordinat termodinamik sistem tetap. Tetapi, terdapat aliran kalor sebesar Q atau W ke tandon. Oleh sebab itu, entropi tandon berubah sebesar + Q/T. Total entopi sistem dan tandon adalah +Q/T atau W/T yang sama dengan entropi semesta. Sehingga, untuk serapan isoterm berlaku Ssistem = 0 Standon = + Q/T = + W/T Ssemesta = + Q/T = + W/T. Kita tinjau proses adiabat tak dapat balik. Pada proses ini temperatur sistem berubah, naik dari Ti ke Tf dan tidak ada aliran kalor dari atau ke lingkungan. Kita dapat gantikan proses tak terbalikan tersebut dengan proses dapat balik isobar. Bila penyulihan ini kita lakukan, maka kita peroleh Untuk Cp tetap, maka kita peroleh Ssistem = Cp 1n (Tf/Ti) Standon = 0 Ssemesta = Cp 1n (Tf/Ti). S positif sebab Tf lebih besar Ti. Proses pemuaian bebas adalah contoh lain dari proses tak dapat balik. Pada proses ini perubahan entropi lingkungan nol sebab tak ada aliran kalor dari atau ke lingkungan. Proses

yang dipakai untuk menggantikan proses muai bebas adalah proses ekspansi isoterm dari volum Vi ke volum Vf. Jadi, perubahan entropi sistem besarnya Ssistem = W/T = nR 1n (Vf/Vi). yang merupakan besaran yang positif. Sehingga, perubahan entropi semesta pada proses tersebut adalah Ssemesta = n R 1n (Vf/Vi). Sebagai contoh akhir adalah proses perpindahan kalor karena adanya perbedaan temperatur. Andaikan kalor sejumlah Q dipindahkan dari tandon bertemperatur T1 ke tandon dengan temperatur T2, maka berlaku Ssistem = 0, Standon panas = - Q/T1, Standon dingin = + Q/T2,

Hasil akkhir dari proses tersebut adalah perubahan entropi semesta yang positif. 8.6 Prinsip Pertambahan Entropi Pada pembahasan tentang proses dapat balik, kita telah melihat bahwa hasil dari proses tersebut adakah pertambahan entropi semesta. Keadaan semacam ini dikenal sebagai prinsip pertambahan entropi. Untuk meninjau masalah ini, kita konsentrasikan saja tinjauan kita pada proses adiabat sebab proses yang lain jelas melibatkan aliran kalor yang pasti akan menambah entropi semesta. Kita andaikan sistem yang kita tinjau menjalani proses adiabat tak dapat balik dari keadaan i ke keadaaan f dengan Si = Sf atau entropi tetap. Kemudian sistem dibawa lagi ke keadaan j secara isoterm dapat balik dengan aliran kalor QR. Akhirnya sistem dibawa lagi ke keadaan mula-mula i dengan proses adiabat dapat balik. Andaikata, selama proses dari keadaan awal kembali lagi ke keadaan awal entropi sistem tetap, maka terjadilah pemindahan kalor dari keadaan k ke keadaan j, yang besarnya QR, dan diubah seluruhnya menjadi kerja. Hal ini harus terjadi demikian karena untuk mempertahankan Si = Sf. Maka ada tiga kemungkinan QR = 0, Si = Sf atau QR 0, Sf > Si, atau QR 0, Sf = Si.

Kemungkinan terakhir jelas merupakan pernyataan yang salah karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Jadi, kesimpulan kita adalah S 0, bila sistem tadi terisolasi. Oleh sebab itu, kita dapat mengatakan bahwa untuk proses apapun entropi semesta selalu bertambah atau tetap, atau S 0 . 8.17 8.6 Entropi dan Ketidakteraturan Yang kita bahas sejauh ini tentang entropi adalah dalam kaitan besaran tersebut secara makroskopik. Ketika terjadi lesapan kalor, misalnya, kita hanya keadaan awal dan terakhirnya melalui besaran temperatur, tekanan dan volum. Secara mikroskopik, lesapan kalor oleh sistem sebenarnya menyangkut gerak tak teratur molekul di dalam sistem. Ketika terjadi lesapan tenaga, baik berupa kerja dari luar maupun pertambahan tenaga internal, derajat ketakteraturan molekul bertambah. Perubahan ketakteraturan inilah yang diungkapkan sebagai perubahan entropi. Jadi, prinsip pertambahan entropi sebenarnya menyatakan bahwa tingkat ketakteraturan semesta tetap atau bertambah. Karena taraf ketakteraturan ini dapat dihitung melalui teori peluang, maka ungkapan entropi berhubungan dengan besaran yang bersangkutan dengan peluang untuk berada pada keadaan yang tak teratur. Besaran tersebut disebut sebagai peluang termodinamik. Kita nyatakan disini, tanpa bukti, bahwa entropi S berhubungan dengan peluang termodinamik menurut S = konstan 1n . 8.18 Pernyataan tersebut berakibat bahwa jumlahan entropi berarti perkalian peluang termodinamiknya. Bila =1n + 1n = 1n dan = 1n , maka

=1n

You might also like