You are on page 1of 32

Dosen : Dadang Mashur,S.Sos,M.

Si

TUGAS MAKALAH ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

OLEH :

Nama: Gusti Pratama Putra (1001120287)

PRODI ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS RIAU 2012

KATA PENGANTAR

Administrasi pembangunan lahir sebagai pemikiran sempalan ilmu administrasi negara setengah dasa warsalalu. Suatu pemikiran mengenai pembangunan agar dapatlebih efektif melaksanakan kebijaksanaan kebijaksanaandan program program bagi pencapaian tujuan pembangunan. Selama masa tersebut, sudah berkembang berbagai alur pemikiran bahkan paradigma dalam administrasi pembangunan. Dalam pembangunan suatu negeri,

pembangunannasional meliputi berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,yang pada hakikatnya adalah hasil kegiatan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, dalam perkembangannya, administrasi pembangunan terutamadalam studi kebijaksanaan,memanfaatkan berbagai bidangilmu yang lain, misalnya ilmu ekonomi dalam leveraging change through the market (mendorong perubahan melalui pemanfaatan mekanisme pasar) dan ilmu sosiologi dalam empowering the poor (pemberdayaan yang kurangberdaya).Dengan demikian, administrasi pembangunan adalah suatu administrasi bagi usaha pembangunan social ekonomi yang bersifat dinamis dan inovatf dan mengupayakan perubahan berbagai aspek kehidupan masyarakat melalui berbagai pengerahan dan alokasi umber daya untuk kegiatan pembangunan. Secara lebihspesifik, administrasi pembangunan berfungsi merumuskan kebijaksanaan kebijaksanaan dan program program pembangunan (ke arah

modernisasi,pembangunan bangsa atau pembangunan social ekonomi), dan melaksanakannya secara efektif dengan pendekatan yang multi disiplin.

DAFTAR ISI

1. PEMBANGUNAN DI BIDANG POLITIK

2. PEMBANGUNAN DI BIDANG EKONOMI

3. PEMBANGUNAN DI BIDANG SOSIAL BUDAYA

4. PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

5. PEMBANGUNAN SDM

6. PEMBANGUNAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

7. PEMBANGUNAN PEDESAAN

8. PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

9. PEMBANGUNAN PARTISIFATIF

PEMBANGUNAN DI BIDANG POLITIK

A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang pertama, yaitu membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan.Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai konsekuensi yang tidak hanya terhadap dinamika kehidupan politik nasional, melainkan juga terhadap dinamika sistem-sistem lain yang menunjang penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Pembangunan sistem politik yang demokratis tersebut diarahkan agar mampu mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia dan makin mempererat persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan ruang yang semakin luas bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Keberhasilan pembangunan politik yang demokratis tidak hanya dipengaruhi oleh situasi yang berkembang di dalam negeri, tetapi dapat pula dipengaruhi oleh konstelasi politik internasional dewasa ini. Di samping itu, keberhasilan pembangunan sistem politik yang demokratis perlu didukung pula oleh penyelenggara negara yang profesional dan terbebas dari praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta dapat memanfaatkan secara optimal berbagai bentuk media massa dan penyiaran serta berbagai jaringan informasi di dalam dan di luar negeri. Permasalahan pokok yang dihadapi oleh Indonesia saat ini di bidang politik dalam negeri adalah adanya ketidakseimbangan kekuasaan di antara lembaga-lembaga tertinggi/tinggi negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif); belum akomodatifnya konstitusi (UUD 1945) dan perundang-undangan yang ada terhadap dinamika perubahan masyarakat; rentannya konflik, baik vertikal maupun horizontal; menguatnya gejala disintegrasi bangsa yang sering kali mencari pembenaran dan dukungan dari pihak luar negeri tertentu; serta merebaknya berbagai tindak kekerasan dan aksi massa yang sering kali memaksakan kehendak. Selain itu, permasalahan lain yang muncul sebagai akibat dari warisan sistem politik pada masa lalu adalah ketidaknetralan serta keberpihakan pegawai negeri sipil (PNS) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terhadap kepentingan penguasa; lemahnya pengawasan terhadap kinerja penyelenggara negara, sehingga menjadi penyebab meluasnya tindakan KKN; belum terlaksananya prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance); lemahnya kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara, dan lemahnya kapasitas sumber daya manusia; serta belum memadainya sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan. Berkenaan dengan hubungan dan politik luar negeri, permasalahan pokok yang dihadapi adalah kekurangsiapan Indonesia dalam mengantisipasi berbagai ekses globalisasi politik dan ekonomi; dan lemahnya posisi tawar Indonesia dalam percaturan internasional. Di samping itu, Indonesia belum mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal guna memperkuat daya saing dalam menghadapi tantangan global serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesadaran politik rakyat.

B. ARAH KEBIJAKAN Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara 1999-2004 arah kebijakan pembangunan politik adalah: 1. Politik Dalam Negeri a. Memperkuat keberadaan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bertumpu pada ke-bhinekatunggalika-an. Untuk menyelesaikan masalah-masalah yang mendesak dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, perlu upaya rekonsiliasi nasional yang diatur dengan undang-undang. b. Menyempurnakan Undang-Undang Dasar 1945 sejalan dengan perkembangan kebutuhan bangsa, dinamika dan tuntutan reformasi, dengan tetap memelihara kesatuan dan persatuan bangsa, serta sesuai dengan jiwa dan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. c. Meningkatkan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dengan menegaskan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan yang jelas antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. d. Mengembangkan sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis dan terbuka, mengembangkan kehidupan kepartaian yang menghormati keberagaman aspirasi politik, serta mengembangkan sistem dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis dengan menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang politik. e. Meningkatkan kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif terhadap kinerja lembaga-lembaga negara dan meningkatkan efektivitas, fungsi dan partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi, dan lembaga swadaya masyarakat dalam kehidupan bernegara. f. Meningkatkan pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang demokratis, menghormati keberagaman aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. g. Memasyarakatkan dan menerapkan prinsip persamaan dan anti-diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. h. Menyelenggarakan pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluasluasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara independen dan non-partisan selambat-lambatnya pada tahun 2004. i. Membangun bangsa dan watak bangsa (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat Indonesia yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil dan makmur. j. Menindaklanjuti paradigma baru Tentara Nasional Indonesia dengan menegaskan secara konsisten reposisi dan redefinisi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara dengan mengoreksi peran politik Tentara Nasional Indonesia dalam kehidupan bernegara. Keikutsertaan

Tentara Nasional Indonesia dalam merumuskan kebijaksanaan nasional dilakukan melalui lembaga tertinggi negara Majelis Permusyawaratan Rakyat. 2. Hubungan Luar Negeri a. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerja sama internasional bagi kesejahteraan rakyat. b. Dalam melakukan perjanjian dan kerja sama internasional yang menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat. c. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi proaktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional. d. Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerja sama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerja sama, dan pembangunan kawasan. e. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC, dan WTO. f. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana. g. Meningkatkan kerja sama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerja sama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan, dan kesejahteraan. 3. Penyelenggara Negara a. Membersihkan penyelenggara negara dari praktik korupsi, kolusi, nepotisme dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral. b. Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi. c. Melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat negara dan pejabat pemerintah sebelum dan sesudah memangku jabatan dengan tetap menjunjung tinggi hak hukum dan hak asasi manusia. d. Meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih, dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.

e. Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri dan Tentara Nasional Indonesia/ Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menciptakan aparatur yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, bertanggung jawab, profesional, produktif dan efisien. f. Memantapkan netralitas politik pegawai negeri dengan menghargai hak-hak politiknya.

4. Komunikasi, Informasi, dan Media Massa a. Meningkatkan pemanfaatan peran komunikasi melalui media massa modern dan media tradisional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa; memperkukuh persatuan dan kesatuan; membentuk kepribadian bangsa, serta mengupayakan keamanan hak pengguna sarana dan prasarana informasi dan komunikasi. b. Meningkatkan kualitas komunikasi di berbagai bidang melalui penguasaan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi guna memperkuat daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan global. c. Meningkatkan peran pers yang bebas sejalan dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan insan pers agar profesional, berintegritas, dan menjunjung tinggi etika pers, supremasi hukum, serta hak asasi manusia. d. Membangun jaringan informasi dan komunikasi antara pusat dan daerah serta antardaerah secara timbal balik dalam rangka mendukung pembangunan nasional serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. e. Memperkuat kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di luar negeri dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional di forum internasional.

PEMBANGUNAN DI BIDANG EKONOMI

Pembangunan di bidang ekonomi ditujukan untuk menjawab berbagai permasalahan dan tantangan dengan tujuan akhir uintuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat memerlukan terciptanya kondisi-kondisi dasar,yaitu : (1) pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan; (2) penciptaan stabilitas ekonomi yang kokoh, serta: (3) pembangunan ekonomiyang inklusif dan berkeadilan.

Pada tahun 2009, perekonomian Indonesia dihadapkan pada resesi dunia yang disebabkan oleh krisis keuangan global yang terjadi pada paruh kedua tahun 2008. Berbagai langkah yang ditempuh hingga semester I tahun 2010 mampu menjaga ketahananekonomi Indonesia dari gejolak keuangan global dan penurunanekonomi dunia yang tajam serta memulihkan ekonomi Indonesia secara bertahap.Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2009 mencapai 4,5 persen dibandingkan dengan tahun 2008. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara yang mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2009 bersama China dan India yang masingmasing tumbuh dengan 9,1 persen dan 5,7 persen. Seiring dengan proses pemulihan ekonomi dunia, kinerja ekonomi dalam negeri terus membaik. Dalam keseluruhan semester I tahun 2010, ekonomi tumbuh sebesar 5,9 persen lebih tinggi dibandingkan dengan semester I tahun 2009 didorong oleh ekspor, investasi, dan daya beli masyarakat yang meningkat (Tabel 5.1). Dalam semester I tahu 2010 ekspor riil barang dan jasa, investasi dan konsumsi masyarakat masingmasing dapat tumbuh 17,2 persen, 7,9 persen, dan 4,5persen. Sementara itu, impor riil barang dan jasa tumbuh 20,1 persen dan konsumsi pemerintah turun sebesar 8,9 persen. Dari sisi produksi, sektor pertanian, pertambangan, dan industri pengolahan pada semester I tahun 2010 tumbuh berturutturut sebesar 3,0 persen, 3,4 persen, dan 4,0 persen (y-o-y). Adapun sektorsektor lainnya yaitu, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, perdagangan, hotel dan restoran, serta tumbuh berturutturut sebesar 7,1 persen, 12,4 persen, dan 9,5 persen (y-o-y). Selama tahun 2009 sampai dengan semester I tahun 2010 stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga. Kepercayaaan terhadap nilai tukar dapat dijaga sehingga nilai tukar rupiah yang melemah kembali menguat dan stabil. Ketahanan sektor keuangan dapat dipertahankan dengan baik sehingga kepercayaan terhadap perbankan tetap tinggi. Stimulus fiskal yang diberikan tetap dilakukan dalam kerangka ketahanan fiskal, sehingga pengelolaan keuangan negara dapat dilaksanakan secara sehat dan berkesinambungan. Defisit dapat dijaga pada tingkat 1,6 persen PDB dan rasio utang terhadap PDB menurun menjadi 28,3 persen pada tahun 2009. Langkahlangkah untuk mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan ditempuh dengan memberdayakan koperasi dan UMKM serta didukung oleh berbagai program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sosial. Secara keseluruhan,pengangguran terbuka pada bulan Februari 2010 dapat diturunkanmenjadi 8,6 juta orang atau 7,4 persen dari total angkatan kerja.

PEMBANGUNAN DI BIDANG SOSIAL BUDAYA Berdasarkan Propenas 20002004, dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang keempat, yaitu: membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama, dan ketahanan budaya, dilaksanakan pembangunan bidang agama, bidang pendidikan, serta bidang sosial dan budaya.

Tujuan pembangunan di bidang sosial dan budaya adalah terwujudnya kesejahteraan rakyat yang ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar. Sasaran umum yang akan dicapai adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya laju pertumbuhan penduduk, menurunnya angka kelahiran total, menurunnya angka kematian kasar, meningkatnya ketahanan sosial dan budaya, meningkatnya kedudukan dan peranan perempuan, meningkatnya partisipasi aktif pemuda, serta meningkatnya pembudayaan dan prestasi olahraga. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, telah dilaksanakan berbagai kebijakan dan program pembangunan sosial dan budaya, yang meliputi bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial, termasuk kependudukan dan keluarga berencana; kebudayaan; kedudukan dan peranan perempuan; serta pemuda dan olah raga. Di bidang kesejahteraan sosial, secara umum permasalahan yang dihadapi adalah: (1) permasalahan kesejahteraan sosial yang bersifat konvensional seperti kemiskinan, keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunaan sosial, serta korban bencana alam dan yang bersifat kontemporer seperti anak jalanan, tindak kekerasan, dan konflik sosial yang berakibat pada bencana sosial. Permasalahan-permasalahan tersebut menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dari segi jumlah maupun kompleksitasnya; (2) belum ada sistem perlindungan dan jaminan sosial yang terintegrasi untuk melindungi dan memberikan jaminan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia terutama penduduk miskin dan rentan; (3) belum tuntasnya masalah penanganan pengungsi baik dalam hal pemulangan, pemberdayaan, dan relokasi pengungsi; (4) terbatasnya jumlah dan kapasitas SDM yang terlibat dalam penyelenggaraan layanan kesejahteraan sosial, sehingga cakupan dan jangkauan layanan kesejahteraan sosial bagi fakir miskin maupun penduduk rentan masih belum optimal; dan (5) terbatasnya data dan informasi tentang kesejahteraan dan masalah-masalah sosial. Di bidang kebudayaan, permasalahan utama yang dihadapi adalah rentannya/lemahnya ketahanan budaya, yang tercermin antara lain dari: (1) lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari tuntutan jaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global. Kebudayaan nasional yang diharapkan mampu sebagai katalisator dalam mengadopsi nilai-nilai universal yang luhur dan sekaligus sebagai filter terhadap masuknya budaya global yang bersifat negatif ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa adanya sikap adaptif-kritis, maka adopsi budaya negatif antara lain: sikap konsumtif, individualis-hedonis, akan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan adopsi budaya positif-produktif. Disamping itu, disadari pula masih kuatnya budaya lokal tradisional yang seharusnya sudah ditinggalkan karena menghambat kemajuan diantaranya: budaya paternalistik, budaya patriarkhi, dan budaya ketergantungan; (2) terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai. Disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisive) yang telah mengakibatkan menguatnya berbagai macam divergensi dalam berbagai tata kehidupan masyarakat, yang apabila hal tersebut berkembang secara berlebihan, selain akan menyulitkan upaya untuk memadukan gerak langkah pembangunan, juga cenderung memicu konflik

diberbagai tataran kehidupan. Krisis multidimensi yang berkepanjangan telah memberikan kontribusi terhadap semakin melemahnya rasa kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai suatu bangsa, dan menguatnya sikap ketergantungan, bahkan lebih jauh telah menyuburkan sikap inferioritas. Menipisnya semangat nasionalisme tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif bangsa Indonesia. Hal tersebut tersebut tercermin dari menguatnya kohesifitas kelompok, etnik, dan agama, yang terkadang berujung pada konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa. Sebagai akibatnya terjadi suatu proses degradasi terhadap semangat kejuangan dan pengorbanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, permasalahan mendesak dalam pembangunan kebudayaan adalah adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat pengelolaan aset-aset budaya, baik yang bersifat tangible ataupun intangible, terutama yang ada di daerah pasca otonomi daerah, bahkan terdapat beberapa asset budaya yang sudah dialihfungsikan. Hal ini jelas akan berbahaya bagi pelestarian aset budaya nasional yang tidak saja sangat penting peranannya dalam menjaga ikatan kesejarahan, tetapi juga sangat penting sebagai sumber ilmu penget PEMBANGUNAN DI BIDANG PERTAHANAN DAN KEAMANAN

Pembangunan pertahanan dan keamanan nasional merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkan ketahanan nasional dan selanjutnya ketahanan nasional yang tangguh akan lebih mendorong lagi pembangunan nasional. Pembangunan pertahanan dan keamanan nasional didasarkan pada pandangan hidup bangsa Indonesia yang mencintai perdamaian, tetapi terlebih lagi mencintai kemerdekaan dan kedaulatannya. Hanya dalam suasana kehidupan dunia yang damai dan dalam suasana negara yang merdeka dan berdaulat itu, memungkinkan bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui usaha pembangunan. Upaya pertahanan dan keamanan nasional haruslah menjamin tercegahnya atau teratasinya hal-hal yang langsung atau tidak langsung dapat mengganggu jalannya pembangunan nasional. Hal-hal yang langsung dapat mengganggu jalannya pembangunan nasional, adalah gangguan keamanan dalam negeri dan ancaman terhadap kemerdekaan, kedaulatan dan integritas RI, sedangkan hal-hal yang bersifat tidak langsung adalah keamanan dunia umumnya dan keamanan di kawasan Asia Tenggara khususnya. Bangsa Indonesia menyadari bahwa kelangsungan hidup Bangsa dan Negara ditentukan oleh keberhasilan pembangunan nasionalnya, Ancaman dan gangguan oleh lawan dari dalam dan luar negeri, merupakan hal yang tidak dapat begitu saja diserah kan kepada nasib, ataupun dipercayakan kepada kekuatan-kekuatan lain di dunia. Oleh karena itu upaya dan cara penyelenggaraan pertahanan dan keamanan nasional ditentukan dalam kebijaksanaan Hankamnas.

Dalam pengkajian masalah pertahanan dan keamanan nasional diketemukan banyak ketidakpastian. Ketidak pastian masa depan menuntut tersedianya jaminan dalam berbagai bentuk. Pertama, perkembangan keadaan yang dapat melahirkan ancaman harus dapat diketahui segera. Suatu kemampuan intelijen harus dimiliki agar dapat mewujudkan jaminan tersedianya waktu peringatan yang maksimum. Kedua, persiapan pertahanan dan keamanan nasional tidak dapat ditunda sampai munculnya suatu ancaman secara pasti. Perkembangan-perkembangan yang mendadak menuntut tersedianya kekuatan siap yang cukup, yang jika perlu dalam waktu yang singkat masih dapat diperbesar lagi dengan mengaktifkan kekuatan cadangan. Ketiga, berbagai peristiwa dalam berbagai bentuk dapat timbul kemudian. Pengkajian harus senantiasa dilakukan terhadap peristiwa -peristiwa yang belum terjadi, tetapi dapat merupakan bentuk peristiwa yang dapat saja timbul di masa depan. KEADAAN DAN MASALAH Strategi nasional bangsa Indonesia yang mengutamakan pembangunan nasional untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, meru- pakan kepentingan nasional yang utama. Oleh karena itu segenap upaya nasional, baik ke dalam maupun ke luar harus menunjang. suksesnya pembangunan nasional. Sehubungan dengan itu, upaya pertahanan dan keamanan nasional berkewajiban mendukung usaha pembangunan itu dengan menjamin terpeliharanya suasana dan kondisi masyarakat yang damai, aman, tenteram, tertib dan dinamis. Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses perubahan masyarakat dari suatu keadaan tertentu menuju suatu keadaan baru yang lebih baik dan lebih maju. Dan setiap perubahan akan selalu menyebabkan gangguan terhadap keseimbangan, sehingga akibatakibat yang ditimbulkan oleh gangguan keseimbangan yang lahir dari proses perubahan ini akan merupakan suatu perubahan keadaan yang harus dihadapi dan diatasi secara terus menerus. Kondisi fisik bumi Indonesia serta letak geografisnya di dunia mengandung faktorfaktor penentu strategis yang relatif permanen. Garis-garis pantainya yang panjang, laut teritorial beserta selat-selatnya, dan wilayah udaranya menjadi jalur pelayaran dan penerbangan internasional. Wilayah perbatasan yang belum berkembang, mewujudkan suatu pola permasalahan tersendiri. Perkembangan sosial-ekonomi dan kepadatan penduduk yang sangat tinggi di daerah-daerah tertentu, mengandung pula permasalahan yang relatif permanen. Semua itu memerlukan perhatian dari segi pertahanan dan keamanan nasional.

PEMBANGUNAN SDM

1. Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia


a) Pikiran Dasar Pikiran dasar (Premis) penulisan ini adalah Pengembangan SDM merupakan merupakan hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan ketahanan dan kekuatan bangsa Indosesia dimasa sekarang dan masa-masa yang akan datang.Pengembangan SDM bukan menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi seluruh masyarakat Indonesia.Pikiran dasar ini selanjutnya akan disandingkan dengan fakta yang penulis ambil dari literatur buku maupun publikasi tulisantulisan di Internet. Kemudian ditarik kesimpulan. SDM Indonesia Era Orde Baru Setelah Soeharto menduduki bangku Presiden Indonesia, maka terbentuklah suatu era yang disebut dengan Orde baru yang merupakan era atau orde dimana bangsa Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Soeharto mulai membangun disegala aspek kehidupan, untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain. Pada era orde baru ini, perkembangan bangsa Indonesia sangat pesat dan sempat tumbuh menjadi kekuatan yang cukup diperhitungkan hingga mencapai puncaknya pada tahun 1996 sampai pertengahan 1997. SDM di era Krisis Ekonomi Pada saat krisis Ekonomi pada akhir tahun 1997 yang melanda negara-negara dikawasan Asia dimana Indonesia juga didalamnya, mengakibatkan perekonomian dengan segala aspek didalamnya menjadi hancur dan mengalami kemunduran dan terpuruk. Kondisi ini bisa terlihat dengan banyaknya perusahaan yang tidak bisa bertahan dan ditutup, mengakibatkan timbulnya pengangaguran yang cukup besar dan juga terjadi ketimpangan antara jumlah kesempatan kerja dengan angkatan kerja. Kondisi ini turut memicu keterpurukan masyarat Indonesia yang mengakibatkan meningkatnya tingkat kemiskinan diIndonesia. Dalam kondisi krisis multi ekonomi ini mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja terutama bagi lulusan perguruan tinggi. Sementara disisi lain jumlah angkatan kerja lulusan perguruan tinggi terus meningkat. Merujuk HDI tahun 2004 dimana terjadi kesenjangan antara kesejahteraan dan kesempatan hidup yang semakin terpuruh. Faktanya tidak adanya pembagian akses kehidupan dan pendapatan yang merata. Kondisi keterpurukan ekonomi yang berlangsung cukup lama ini mengindikasikan bahwa dasar perekonomian Indonesia beserta SDM didalamnya tidak kuat menghadapi terpaan goncangan ekonomi dari luar dan juga terpaan globalisasi yang semakin kuat masuk dalam tatanan moral bangsa. Hal ini dikarenakan pembangunan perekonomian dan SDM Indonesia dimasa orde baru terlalu otoriter dan tersentralisasi tanpa melibatkan daerah dan lapisan masyarakat yang ada,

sehingga pembangunan ekonomi dan SDM yang sudah bagus itu tidak kuat dan rentan terhadap terhadap goncangan ekonomi dan globalisasi yang kuat. SDM di era Globalisasi Krisis ekonomi yang multi dimensional ditambah dengan globalisasi yang kuat merasuk masuk ke Indonesia mengakibatkan kemunduran ekonomi disertai dengan keterpurukan pengembangan SDM Indonesia sebagai akibat dari pengaruh globalisasi yang tidak pandang bulu merasuki dan mempengaruhi semua kalangan dan lapisan masyarakat. Akibat dari krisis yang berkepanjangan mengakibatkan banyak perusahaan yang bangkrut dan gulung tikar, yang selanjutnya mengakibatkan angka pengangguran yang cukup besar. Kemudian diperparah lagi dengan ketahanan dan kualitas SDM Indonesia yang tidak kuat dan tidak mampu untuk menghadapi persaingan global yang kuat. Ketidak mampuan SDM ini mengakibatkan Indonesia tidak mempunyai daya saing untuk mengangkat kembali perekonomian dan mengembangkan SDMnya. Kenyataan ini belum menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia untuk kembali memperbaiki kesalahan pada masa lalu. Rendahnya APBN untuk sektor pendidikan (tidak lebih dari 12%) pada pemerintahan era reformasi. Ini menunjukan belum adanya perhatian serius dari pemerintah pusat terhadap perbaikan kualitas SDM. Padahal sudah saatnya pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah secara serius membangun SDM yang berkualitas, dan sudah saatnya bangsa Indonesia secara benar dan tepat memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki dengan kemampuan SDM yang tinggi sebagai kekuatan dalam membangun perekonomian nasioanal. Orang tidak bekerja alias pengangguran merupakan masalah bangsa yang tidak pernah terselesaikan. Ada tiga hambatan yang menjadi alasan mengapa orang tidak bekerja, yaitu hambatan kultur, kurikulum pendidikan dan pasar kerja. Hambatan kultur yang dimaksud adalah budaya dan etos kerja. Sementara yang menjadi masalah dari kurikulum pendidikan adalah belum adanya standar baku kurikulum yang mampu menciptakan dan mengembangkan kemandirian SDM yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Sedangkan hambatan pasar kerja lebih disebabkan rendahnya kualitas SDM yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Ekonomi abat ke 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi merupakan suatu kegiatan ekonomi perdagangan dimana negara-negara diseluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritori negara. Globalisasi sudah pasti dihadapi oleh bangsa Indonesia menuntut adanya efisiensi dan daya saing dalam dunia usaha. Indonesia dikancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke 45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, dibawah Singapura (8), Malaysia (34), cina(35), Filipina (38), dan Thailand (40). Realitas globalisasi yang demikian membawa membawa sejumlah implikasi bagi pengembangan SDM di Indonesia. Problem utama dalam pengembangan SDM Indonesia adalah terjadinya missalocation of human resources. Pada ere sebelum reformasi pasar tenaga kerja mengikuti era konglomeresi. Dimana tenaga kerja yang ada cenderung memasuki dunia kerja yang bercorak konglomeratif yaitu mulai dari sektor manufaktur sampai dengan perbankan.

Dengan begitu, dunia pendidikan akhirnya masuk dalam kemelut ekonomi poitik, yakni terjadi kesenjangan ekonomi yang terakselerasi struktur pasar yang masih terdistorsi. Kenyataan menunjukan banyak lulusan terbaik pendidikan masuk kesektor-sektor ekonomi yang justru bukan memecahkan masalah ekonomi, tetapi malah memperkuat proses konsentrasi ekonomi dan konglomerasi, yang mempertajam kesenjangan ekonomi.Hal ini terjadi karena visi SDM terbatas pada struktur pasar yang sudah ada dan belum sanggup menciptakan pasar sendiri, karena kondisi makro ekonomi yang memang belum kondusif untuk itu. Dengan demikian, pada era reformasi dewasa ini, alokasi SDM masih belum mampu mengoreksi kecenderungan terciptanya konsentrasi ekonomi yang memang telah tercipta sejak pemerintahan masa lalu. Sementara disisi lain Indonesia kekurangan berbagai keahlian untuk mengisi berbagai tuntutan globalisasi. Ketimpangan pengembangan SDM Indonesia dapat terlihat dengan tingkat kualitas pendidikan yang berbeda cukup besar antara satu daerah/provinsi dengan daerah/provinsi lainnya, dan juga antara kota dengan kampung/desa yang mana pembangunan pendidikan dari yang paling dasar sampai dengan tingkat atas sangat terasa. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya fasilitas pendidikan maupun guru yang mengajar di desa yang mengakibatkan tingginya angka buta huruf dan kadar penggunaan bahasa Indonesia yang masih rendah di pedesaan maupun daerah pelosok. Dengan demikian maka akan sulit bagi bangsa Indonesia untuk bisa meningkatkan kualitas hidup dan SDMnya jika kondisi ketimpangan ini tidak diperhatikan dan diperbaiki. Hubungannya dengan Pembangunan Berkelanjuatan Pembangunan berkelanjutan adalah Kegiatan usaha memenuhi kebutuhan, dengan menggunakan sumberdaya yang ada pada diri dan lingkungannya, tanpa menghambat kebutuhan generasi masa depan, menuju tingkat kehidupan yang lebih tinggi, dengan atau tanpa bantuan dari luar, didalam batas hukum dan HAM yang Universal.Fakta bahwa kebijakan pemerintah orde baru yang lebih menitik beratkan pada pembangunan disegala lini tanpa melibatkan atau memperhatikan aspirasi masyarakat bawah, dan juga sistem pengembangan SDM yang tidak merata antar daerah kota dan pedesaan yang mengakibatkan ketahanan perekonomian dan SDM yang tidak bisa untuk bertahan dari krisis multi dimensional, yang disusul juga dengan era globalisasi yang tidak bisa dihindari oleh Indonesia, mengakibatkan pembangunan Indonesia sangat terpuruk dan seterusnya untuk bisa bergerak naik dari keterpurukan dan untuk tidak mudah terpuruk lagi maka Indonesia harus bisa menjaga Ketahanan SDMnya supaya bisa kuat. Pengembangan SDM sudah seharusnya ditujukan lakukan dengan perbaikan mutu pendidikan dan lebih berorientasi pada perkembangan persaingan global, supaya SDM Indonesia tidak kalah bersaing dengan negara lain. Disamping itu untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan bukan saja di dukung oleh sektor pendidikan saja, tetapi harus juga diperhatikan tingkat kesejahteraan masyarakat berupa tingkat kekurangan gizi, kematian bayi, usia harapan hidup, fasilitas kesehatan sampai dengan pemberdayan gender sampai dengan tingkat kemiskinan.

Kalau kita melihat masing-masing indikator menurut HDI, kesejahteraan seperti usia harapan hidup, melek huruf orang dewasa, rata-rata tahun bertahan disekolah dan pengeluaran perkapita, maka dari tahun 1996 sebelum krisis ke tahun 1999 dan 2002 sesudah krisis moneter, pada umumnya terjadi perbaikan indeks untuk seluruh Indonesia. Kecuali pengeluaran perkapita dari 587,4 juta rupiah (1996) menurun ke 578,8 juta rupiah (1999) tetapi lantas naik menjadi Rp 591,2 juta (2002). Setelah itu dalam laporan UNDP 2007/2008 menyebutkan bahwa pembangunan sektor kesehatan di Indonesia menunjukan kemajuan. Umum harapan hidup meningkat, angka kematian bayi dan ibu menurun. Namun berbagai keberhasilan itu dikhawatirkan akan mengalami guncangan karena penurunan anggaran pembangunan kesejahteraan dan pendidikan, serta mundurnya pelaksanaan keluarga berencana akibat desentralisasi dan otonomi daerah. Dengan melihat kenyataan diatas, maka kita tidak boleh cepat berpuas diri, karena kita masih tertinggal jauh dari negara-negara tetangga kita yang secara kultur dapat dikatakan sama dengan kita. Namun meskipun tingkat kesejahteraan relatif meningkat, tetapi rendahnya pembangunan pendidikan Indonesia mempengaruhi kualitas manusia Indonesia. Hal ini sering dijadikan pegangan untuk melihat indeks pembangunan manusia (HDI) Indonesia amat rendah. Padahal pengukuran HDI berdasarkan 3 indikator; panjang usia, pendidikan dan standar hidup.

PEMBANGUNAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Dapat disimpulkan bahwa membangun sistem administrasi tradisional menjadi sistem administrasi tradisional menjadi sistem administrasi modern yang mampu menyelenggarakan pembangunan merupakan salah satu tujuan administrasi pembangunan. Untuk mewujudkannya diselenggarakan pembangunan adminstrasi (administrative development), atau pembaharuan administrasi (administrative reform). Keduanya sering kali tidak terlalu dibedakan dan menyangkut perubahan ke arah perbaikan, namun dapat dikatakan bahwa pembangunan administrasi (seperti juga istilah administrasi pembangunan) pada umumnya digunakan untuk negara berkembang, sedangkan pembaharuan administrasi tidak dilakukan hanya di negara berkembang, tetapi juga dapat diterapkan di negara yang berarti dari keadaan tidak ada atau amat buruk, dengan memperbaharui yang tidak perlu dari keadaan tidak ada atau amat buruk. Untuk mengetahui pembangunan administrasi dibutuhkan perlu ditelusuri keadaan administrasi di negara berkembang pada umumnya.

Dengan sendirinya negara berkembang tersebut luas kategorinya, dari yang sangat terbelakang (least developed) seperti banyak negara di Afrika, sampai yang sudah mendekati tahap maju seperti beberapa negara yang sekarang sudah disebut negara industri baru, misalnya Malaysia, Thailand, dan sebagian negara di Amerika Selatan. Tingkat perkembangan administrasi di negara negara berkembang dipengaruhi oleh berbagai faktof yang dapat disebut sebagai lingkungan adminisrasi. Lingkungan administrasi meliputi kondisi negara dan bangsa yang bersangkutan di bidang politik, ekonomi dan sosial. Di bidang politik, lingkungan administrasi meliputi sistem politik yang dianut, keterkaitan antara administrasi dengan pemegang kedaulatan dan kekuatan kekuatan politik, partisipasi masyarakat dalam proses politik, derajat keterbukaan dan kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat, kedudukan dan kekuatan hukum, serta perkembangan budaya dan kelembagaan politik pada umumnya. Dengan berbagai indikasi tersebut dapat digambarkan lingkungan administrasi dalam bidang politik. Di bidang ekonomi, tercermin dalam sistem ekonomi yang dianut, apakah ekonomi terbuka dan tertutup, ekonomi pasar atau ekonomi yang didominasi oleh pemerintah, tingkat perkembangan ekonomi yang diukur dari tingkat pendapatan atau perkembangan struktur produksi dan ketenagakerjaan, tingkat pertumbuhan, kemantapan atau stabilitas ekonomi; tingkat kesejahteraan atau pemerataan pendapatan, perkembangan kelembagaan ekonomi, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di bidang sosial, banyak indikator yang telah dikembangkan di bidang pendidikan,s eperti tingkat melek huruf dan partisipasi pendidikan di berbagai jenjang pendidikan; di bidang kesehatan, speerti usai harapan hidup, tingkat mortalitas ibu yang melahirkan atau bayi yang dilahirkan, derajat gizi masyarakat, kehidupan keagamaan, di bidang kependudukan seperti pertambahan penduduk dan distribusi kependudukan menurut berbagai ukuran antara lain gender, spasial, suia dan sebagainya; perkembangan kelembagaan sosial budaya; serta aspek aspek sosial budaya lain yang luas seperti nilai nilai budaya tradisional dan modern, antara lain sikap terhadap (etos) kerja, kedisiplinan, dan lain sebagainya. Dengan mengenali berbagai indikator itu kita akan memperoleh gambaran mengenai lingkungan administrasi di suatu negara, baik negara maju maupun negara berkembang. Lingkungan administrasi di negara berkembang akan memberikan gambaran keadaan yang tidak terlalu menguntungkan bagi bekerjanya administrasi.

PEMBANGUNAN PEDESAAN

1. Konsep Pengembangan Desa Konsep perencanaan pengembangan desa mencakup 5 dimensi sebagai pilar utama yaitu menyangkut tata ruang desa, perekonomian desa, sosial budaya desa, mitigasi bencana, lingkungan hidup. Tata ruang desa : rehabilitasi, rekonstruksi dan pengembangan desa. Selain itu, juga mampu menampung pertumbuhan ruang di masa datang secara fleksibel dan mampu menampung kebutuhan perbaikan struktur tata ruang desa melalui konsolidasi lahan (jika diperlukan). Konsep ini sesuai dengan muatan PP no 2 tahun 2005. Perekonomian Desa : meningkatkan penghidupan masyarakat dan pembangunan sarana ekonomi berbasis potensi lokal, pengembangan usaha mikro, kelembagaan ekonomi dikaitkan dengan sumber daya manusia. Sosial Budaya Desa : pembangunan pendidikan, sosial dan penguatan adat istiadat setempat dalam rangka pengembangan partisipasi masyarakat yang melibatkan segenap lapisan masyarakat, termasuk di dalamnya kelompok anak-anak pemuda dan wanita. Mitigasi bencana : penataan ruang desa dengan fungsi khusus yaitu mitigasi bencana, berupa pembangunan daerah daerah yang rawan bencana dan tempat tempat yang digunakan untuk penampungan evakuasi warga ketika terjadi bencana. Lingkungan hidup : penataan lingkungan yang menjaga keseimbangan holistik antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung dalam upaya menjaga kelestarian penghidupan sebagian besar masyarakat. Penataan dilakukan juga terhadap pengelolaan di sektor pertanian, termasuk perkebunan, perikanan, kehutanan untuk meminimalisir ketidakseimbangan ekosistem. 2. Prinsip Perencanaan Partisipatif

Prinsip-prinsip Participatory Rural Appraisal (PRA) Prinsip PRA merupakan filosofi dasar metode PRA. Prinsip ini memuat sikap dan pandangan kita tentang cara mengembangkan program pembangunan yang bercita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan menghormati sesama.

Pemberdayaan, yaitu penguatan kemampuan yang telah ada dan pengalihan kemampuan baru kepada masyarakat. Penguatan masyarakat dilakukan dengan cara mendorong mereka melaksanakan semua tahap kegiatan sebagai proses saling belajar.

Mengutamakan yang terabaikan, yaitu memperhatikan kelompok masyarakat yang terpinggirkan seperti kelompok miskin, lemah terabaikan dan minoritas. Selain itu, juga berpihak kepada kelompok perempuan yang paling sedikit mendapat kesempatan menjadi pelaku aktif pembangunan. Masyarakat sebagai pelaku utama dan pihak luar sebagai fasilitator, bahwa pihak luar memfasilitasi dan saling bertukar pengalaman dengan masyarakat, bukan mengajari, menggurui, menyuruh dan mendominasi kegiatan. Peran pihak luar akan berkurang secara bertahap. Saling belajar dan menghagari perbedaan, bahwa semua pihak dapat saling menyampaikan pengetahuan dan pengalamannya untuk mengkaji pemecahan masalah yang tepat guna. Mengakui nilai pengetahuan tradisional, dan pihak luar juga terbuka untuk belajar dari cara masyarakat memecahkan masalah. Mengoptimalkan hasil, yaitu terus menerus memperbaiki lingkup dan mutu kajian informasi melalui pemahaman optimal dan kecermatan yang memadai. Pemahaman optimal dipahami, bahwa informasi yang dikumpulkan dianggap cukup menggambarkan keadaan waktu. Kecarmatan yang memadai diartikan, bahwa informasi yang dikumpulkan dapat dianggap mendekati benar. Orientasi praktis, bahwa penerapan PRA bukan hanya untukmenggali informasi, melainkan juga untuk merancang programbersama yang ditekankan pada penguatan kemampuan swadaya masyarakat. Keberlajutan dan waktu selang, bahwa pengembangan program berlangsung menurut daur program (yang berulang) dalam jangka waktu tertentu. Selama berproses akan selalu terjadi keadaan dan permasalahan yang selalu mengalami perubahan. Terbuka, bahwa PRA bukanlah sebuah perangkat yang telah sempurna dan cocok mengingat PRA dirancang kondisional. Dinamika ini akan mengembangkan dan memperkaya pengalaman sebagai sebuah pembelajaran yang berhar

3. Pembangunan Desa Dari Modernisasi Ke Liberalisasi Desa di Indonesia masih saja menjadi obyek pembangunan hingga lahan pasar bagi modal. Ia adalah faktor penting tetapi terabaikan dan seringkali semata dijadikan obyek perlakuan ujicoba kebijakan pemerintah sebagaimana dapat terlihat dari program-program pembangunan yang diterapkan untuk masyarakat desa.

Modernisasi dalam kadar tertentu baik dan telah terbukti membawa kehidupan masyarakat kedalam taraf peradaban yang lebih cocok dengan konteks jaman saat ini. Akan tetapi pengatasnamaan modernisasi untuk menggolkan proyek pembangunan tanpa memikirkan kearifan masyarakat yang dimiliki desa juga bukan perilaku kebijakan yang tepat. Pencangkokan model lembaga-lembaga baru yang seringkali dijadikan ukuran kemajuan suatu desa dalam program-program pemerintah terbukti membawa persoalan baru di masyarakat desa. Model dan gaya-gaya pembangunan masyarakat pedesaan yang top down dan memprioritaskan bagi-bagi bantuan (charity) telah membawa dampak tersendiri bagi rusaknya struktur desa, terutama struktur produksi dan struktur kearifan lokal yang dimiliki. Pasca di berlakukannya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah di Indonesia, banyak proyek pengobyek-an desa yang terjadi. Program-program yang ada dengan kekuatan modal besar yang dimiliki dan membiayai program pembangunan desa oleh negara masih melakukan peng-obyekan desa. Modal telah merembes ke desa, telah menguasai dan melemahkan struktur ketahanan alami yang dimiliki oleh desa. Memajukan desa memang betul merupakan niat yang baik, namun upaya untuk menjaga dan melestarikan desa yang memiliki daya tahan bagus, dimana terpenuhi hak-hak ekonomi, sosial, poloitik dan kebudayaannya tetap merupakan hal terbaik yang mesti dikerjakan dan diwujudkan.

PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

1. Pengertian

Daerah tertinggal adalah daerah Kabupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, dan berpenduduk yang relatif tertinggal. Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.

Pengertian daerah tertinggal sebenarnya multi-interpretatif dan amat luas. Meski demikian, ciri umumnya antara lain: tingkat kemiskinan tinggi, kegiatan ekonomi amat terbatas dan terfokus pada sumberdaya alam, minimnya sarana dan prasarana, serta kualitas SDM yang rendah. Daerah tertinggal secara fisik kadang lokasinya amat terisolasi. Beberapa pengertian wilayah tertinggal telah disusun oleh masing-masing instansi sektoral dengan pendekatan dan penekanan pada sektor terkait (misal: transmigrasi, perhubungan, pulau-pulau kecil dan pesisir, Kimpraswil, dan lain sebagainya). Wilayah tertinggal secara definitif dapat meliputi dan melewati batas administratif daerah sesuai dengan keterkaitan fungsional berdasarkan dimensi ketertinggalan yang menjadi faktor penghambat peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.

2. Tujuan Tujuannya untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kebijakan dengan kementerian lain dan program pemerintah daerah. Sehingga semua kebijakan dan program kerja dari tiap kementerian dapat berjalan maksimal. Kajian ini bertujuan untuk mengindentifikasi isu-isu strategis dalam proses percepatan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mernghasilkan rekomendasi bagi penyempurnaan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah serta menghasilkan indikator kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal. Tujuan dari pembangunan daerah tertinggal ini adalah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah telah menetapkan 11 prioritas nasional, satu di antaranya adalah prioritas 10, mengenai daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik. Program aksi yang dilakukan pemerintah ditujukan untuk pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan, terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pascakonflik. Untuk itu, pemerintah akan berusaha mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, serta daerah rawan bencana. Contoh Kasus

44 Desa di Rohul Tercatat Sangat Tertinggal

Pasir Pangaraian, Utusanriau.com Wakil Bupati Rokan Hulu (Rohul) Ir H Hafith Syukri MM, mengatakan, sebanyak 44 desa di Kabupaten Rohul, tercatat sebagai desa tertinggal dan sangat tertinggal dalam SK Bupati Rohul nomor 27 tahun 2011. Untuk itu, Pemkab Rohul akan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK). "Data dari BPS Rohul, persentase jumlah penduduk miskin di Rohul tahun 2008 sebanyak 18,05 persen, tahun 2009 sebanyak 15,49 persen dan tahun 2010 sebanyak 13,03 persen," kata Hafith, saat rapat penanggulangan kemiskinan yang dihadiri BPS Rohul, Kepala Bapelitbang, Kepala Badan Ketahanan Pangan, Sekretaris Kesehatan, Kabag Pembangunan, dan Kabag Humas serta sekretaris camat se-Rohul, Selasa (29/11), di lantai III, kantor bupati.

Untuk terus menurunkan angka kemiskinan, katanya, diperlukan adanya sinergi dan keterlibatan semua pihak terkait, agar kemiskinan dapat dikurangi secara bertahap hingga di bawah 10 digit. Dengan target penurunan angka kemiskinan, yakni tahun 2011 sebanyak 11,5-12,5 persen. Tahun 2012, sebanyak 10,511,5 persen, tahun 2013 sebanyak 9,5-10,5 persen dan tahun 2014, sebesar 8,0-10 persen.

"Pertemuan ini untuk membuka wawasan. Kemiskinan diibaratkan seseorang yang masuk dalam lubang, maka untuk keluar dari lubang, kita akan lihat apakah ada usahanya sendiri untuk keluar. Jika tidak, tentunya harus diberikan tali untuk keluar. Tali tersebut merupakan bentuk bantuan, pinjaman, hibah dan sebagainya," ungkap Hafith.

Di Kabupaten Rohul, katanya, akan dibentuk tim penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, pihak kecamatan diminta mendata semua warga miskin dan sangat miskin yang lebih akurat dan menyeluruh. Sehingga nantinya dapat dipetakan secara baik dan jelas.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik. Untuk kepentingan perencanaan pembangunan, secara resmi telah dirumuskan pengertian dari daerah tertinggal. Seluruh arah kebijakan dan afirmatif action harus merujuk kepada pengertian resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Suka atau tidak suka pengertian inilah yang menjadi dasar perumusan kebijakan dan alokasi anggaran. Dalam dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 07/PER/M-PDT/III/2007, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Pengertian ini memiliki kata-kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu:

Daerah kabupaten. Secara administratif, daerah tertinggal harus masuk dalam katagori kabupaten. Hal ini mengandung konsekuensi, bahwa daerah yang bernomenklatur kota, seperti Kota Sabang, Kota Banjar, dan Kota Tual tidak bisa dikatagorikan sebagai daerah tertinggal, betapapun mungkin secara fisik di kota-kota tersebut masih banyak wilayah tertinggal, atau bahkan terdapat desa-desa yang dikatagorikan tertinggal. Masyarakat dan wilayah. Ketertinggalan dilihat dari dua aspek pokok yaitu aspek masyarakatnya dan aspek wilayahnya. Kedua aspek ini dirinci kedalam enam kriteria pokok ketertinggalan yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Data untuk masing-masing kriteria ini bersumber dari data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dan Kementerian Keuangan, yaitu: Data Potensi Desa, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), dan Data Keuangan Daerah.

Relatif dalam Skala Nasional. Data-data masing-masing kabupaten diperbandingkan secara relatif dengan seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia.

Sejauh pengertian daerah tertinggal ini konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, maka pengertian daerah tertinggal yang dikeluarkan pemerintah dapat menjadi alat ukur dan alokator anggaran yang objektif. Jika sebaliknya, maka penetapan daerah tertinggal tersebut justru potensial menjadi penyebab disparitas baru.Upaya pemerintah untuk membuat kriteria objektif patut dihargai. Namun penghargaan ini hendaknya tidak menghalangi untuk mengkritisi beberapa hal yang perlu diungkapkan, sejauh mengandung kebenaran dan berguna bagi perjuangan mensejahterakan rakyat. Karena seperti telah disampaikan, penetapan daerah tertinggal ini akan mempengaruhi kebijakan dan alokasi anggaran pembangunan
3. Faktor Penyebab

Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain :

Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulaupulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang. Prasarana dan Sarana. Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah

tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan 4. Kriteria Penetapan Daerah Tertinggal Unit terkecil daerah tertinggal yang digunakan dalam Strategi Nasional ini adalah wilayah administrasi Kabupaten. Hal ini sesuai dengan kewenangan otonomi daerah yang secara penuh diberikan kepada pemerintah Kabupaten. Penetapan kriteria daerah tertinggal dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan 6 (enam) kriteria dasar yaitu : perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah, serta berdasarkan kabupaten yang berada di daerah perbatasan antarnegara dan gugusan pulau-pulau kecil, daerah rawan bencana, dan daerah rawan konflik. Ke-6 (enam) kriteria ini diolah dengan menggunakan data Potensi Desa (PODES) 2003 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2002 dan data Keuangan Kabupaten 2004 dari Departemen Keuangan. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka ditetapkan 199 kabupaten yang dikategorikan kabupaten tertinggal.

5. Strategi pembangunan daerah tertinggal. Penyebab utama ketertinggalan suatu daerah diantaranya karena kebijakan pembangunan yang terlalu berdimensi sektoral. Hal ini dibuktikan dengan dominannya penerapan asas dekonsentrasi dan orientasi sektoral pemerintah pusat. Di daerah juga setali tiga uang (sama saja). Ini terlihat dari kuatnya ego dinas dan pendekatan sektoral dalam RPJM Daerah. Belum optimalnya pendekatan spasial dalam perencanaan pembangunan dapat dirasakan dari adanya ketimpangan antardaerah. Diabaikannya dimensi spasial membuat warna pembangunan daerah ditentukan "mekanisme pasar". Akibatnya modal dan orang cenderung memilih daerah yang menawarkan return yang lebih tinggi dan menarik, yang pada gilirannya daerah yang maju semakin maju, yang tertinggal tetap tertinggal. Melihat problematika ini maka kedepan perlu dilakukan reorientasi strategi pembangunan daerah tertinggal. Pertama, strategi pembangunan ekonomi lokal perlu lebih menekankan dimensi spasial. Daerah perlu mengombinasikan pendekatan sektoral berbasis kluster di mana saat ini bisnis / sektor unggulan daerah maupun rakyat miskin cenderung mengelompok. Kedua, perlu adanya integrasi strategi pembangunan perdesaan dengan strategi pembangunan perkotaan. Desa umumnya masih tertinggal dalam berbagai jenis infrastruktur. Dengan integrasi ini diharapkan dapat dikembangkan keterkaitan desa-kota (ruralurban linkage) dan jejaring antarkota (network cities). Ketiga, diperlukan Big Push bagi percepatan pembangunan daerah tertinggal. Teori Big Push ini pertama kali dicetuskan Paul Narcyz Rosenstein-Rodan. Pada 1943, Rosenstein-Rodan menulis artikel tentang "Problems of Industrialisation of Eastern and South-Eastern Europe". Dalam

teori yang belakangan dikenal dengan Big Push Model, ditekankan perlunya rencana dan program aksi dengan investasi skala besar untuk mempercepat industrialisasi di negara-negara Eropa Timur dan Tenggara. Dalam konteks daerah tertinggal, "daya dorong yang besar" bisa diartikan modal dan infrastruktur. Aksesibilitas modal dan keberpihakannya kepada daerah tertinggal merupakan langkah strategis. Pengembangan infrastruktur yang menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat-pusat bisnis, pasar, dan jejaring internasional tampaknya perlu menjadi prioritas bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Berdasarkan perhitungan awal KPDT total kebutuhan investasi di kabupaten tertinggal Tahun 2010-2014 mencapai sekitar Rp. 716 Triliun. Angka ini barangkali mendekati pemenuhan kebutuhan Big Push Model. Hanya saja upaya pemenuhan seluruh kebutuhan daerah tertinggal untuk keluar dari ketertinggalan hanyalah mimpi jika mengandalkan anggaran KPDT semata, karena alokasi anggaran APBN yang dikelola KPDT hanya sekitar Rp. 1 Triliun per tahun. Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan percepatan pembangunan daerah tertinggal perlu diupayakan dengan berbagai cara (yang syah) diantaranya melalui: (1) pemberian insentif kepada investor agar tertarik berinvestasi di daerah tertinggal, dan (2) mainstraiming alokasi anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk fokus pada penyelesaian ketertinggalan daerah. Semua gambaran permasalahan dan kebutuhan daerah tertinggal di atas merupakan sebuah tantangan. Harapannya sekarang terletak pada pembuktikan komitmen pemerintah. Keinginan mengentaskan ketertinggalan daerah hendaknya tidak berhenti pada dokumen perencanaan semata, apalagi sekedar basa-basi. Strategi pembangunan daerah tertinggal disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah. Strategi dimaksud meliputi: 1. Pengembangan ekonomi lokal, strategi ini diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, serta sumberdaya fisik) yang dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah dan masyarakat, melalui pemerintah daerah maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. 2. Pemberdayaan Masyarakat, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik 3. Perluasan Kesempatan, strategi ini diarahkan untuk membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkaitan dengan daerah maju 4. Peningkatan Kapasitas, strategi ini diarahkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal. 5. Peningkatan Mitigasi, Rehabilitasi dan Peningkatan, strategi ini diarahkan untuk mengurangi resiko dan memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam serta berbagai aspek dalam wilayah perbatasan

Kinerja pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal salah satunya ditentukan oleh kualitas KPDT. Kedepan KPDT perlu meningkatkan kapasitas sumber daya internalnya. Bagaimanapun KPDT memiliki tugas dan fungsi yang sangat penting yaitu merumuskan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal (Perpres No. 9/2005). Bahkan KPDT memiliki tugas dan fungsi tambahan dalam operasional kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur perdesaan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi lokal (Perpres No. 90/2006). Dan hampir 50 % kabupaten di Indonesia menjadi "pasien" KPDT. Maka tidak salah jika kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat memiliki harapan yang tinggi atas peran yang semestinya dimainkan oleh KPDT di dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal. Penegasan Kabinet Indonesia Bersatu yang menempatkan daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik sebagai salah satu prioritas nasional seyogyanya disikapi oleh internal KPDT secara lebih profesional dan percaya diri sehingga bisa menjadi leader (imam) yang efektif. Hal lain yang perlu diperjelas yaitu menyangkut penetapan daerah tertinggal. Di sini perlu ada transfaransi dan konsistensi dalam methodologi, serta tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politis. Kekeliruan pemerintah dalam menetapkan status ketertinggalan suatu daerah akan berdampak pada efektifitas afirmatif action yang dilakukan kemudian.

5. Evaluasi dan Target Pembangunan Daerah Tertinggal Kabinet Indonesia Bersatu mengklaim bahwa sampai Tahun 2009 telah dapat mengentaskan 50 kabupaten tertinggal, sehingga dari 199 kabupaten tertinggal masih ada 149 kabupaten tertinggal yang perlu ditangani. Namun karena sampai Tahun 2009 terdapat 34 daerah otonom baru yang berasal dari daerah induk yang berstatus daerah tertinggal, maka KIB jilid II dalam lima tahun kedepan memiliki kewajiban membina 183 kabupaten tertinggal. Dalam rancangan RPJM Nasional 2010-2014 telah dipasang target bahwa pada Tahun 2014 ada 50 lagi kabupaten tertinggal yang harus terentaskan. Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) sebagai bagian dari portopolio KIB disamping memiliki target mengentaskan 50 kabupaten tertinggal pada akhir Tahun 2014, juga memasang tiga target lainnya, yaitu: a) meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal dari 6,6 % pada tahun 2010 menjadi 7,1 % pada Tahun 2014; b) berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal dari 18,8% pada Tahun 2010 menjadi 14,2% pada Tahun 2014; dan c) meningkatnya kualitas sumberdaya manusia (yang ditunjukkan oleh IPM) dari 67,7 pada tahun 2010 menjadi 72,2 pada Tahun 2014.

Prestasi dan komitmen pemerintah dalam menangani kesenjangan wilayah tidaklah keliru jika kita apresiasi dengan baik. Namun demikian ada beberapa catatan kritis yang perlu diperhatikan mengingat apa yang telah dilakukan pemerintah itu belum sepenuhnya sesuai harapan (masyarakat dan daerah). 6. Pengarus utamaan Kebijakan pemerintah dalam pembangunan adalah pembangunan untuk semua (development for all). Strategi yang dilakukan dalam pembangunan untuk semua antara lain: (1) pembangunan berdimensi kewilayahan di mana daerah adalah pusat pertumbuhan; (2) keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan melalui triple track strategy, yaitu progrowth, pro-job, and pro-poor; pembangunan yang menitikberatkan pada kemajuan kualitas manusianya melalui pembangunan aspek pendidikan, kesehatan, pendapatan, dan lingkungan kehidupan; pengembangan ekonomi lokal melalui penguatan keterkaitan antardaerah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur (Mardiasmo, 2010). Dalam upaya mengentaskan daerah-daerah tertinggal, perlu adanya langkah-langkah untuk mendorong agar lebih cepat pengentasan daerah tertinggal. 1. Kebijakan fiskal bagi daerah-daerah tertinggal. Dalam konteks ini, pemerintah sudah berusaha melakukan usaha-usaha untuk mewujudkan kebijakan tersebut melalui kebijakan, di antaranya melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dalam kaitan dengan DAK, pemerintah akan berusaha memprioritaskan seluruh daerah tertinggal untuk mendapatkan alokasi DAK. 2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia. Di antara kondisi daerah tertinggal adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia. Indeks pembangunan manusia (IPM) daerah tertinggal pada 2008, sebanyak 85 persen berada di bawah IPM Nasional (71,2). Ratarata tingkat kemiskinan daerah tertinggal sebesar 23,4 persen. Bahkan sebagian besar (75 persen) kabupaten daerah tertinggal berada di atas garis tingkat kemiskinan nasional (16,6 persen). Mencermati kondisi seperti itu, perlu ada tindakan khusus bagi daerah tertinggal, terutama berkaitan dengan masalah pendidikan dan kesehatan. 3. Tata kelola sumber daya alam. Memang beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumber daya alam. Tapi tidak sedikit daerah tertinggal yang memiliki sumber daya alam yang besar namun pemanfaatan sumber daya alamnya kurang dikelola dengan baik. Sehubungan dengan itu, perlu adanya tata kelola sumber daya alam yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan. Dengan potensi sumber daya alam yang ada, daerah-daerah tertinggal dapat mengembangkan produk-produk unggulannya, misalnya melalui Pru-Kab (Program Unggulan Kabupaten), sehingga ia dapat bersaing dengan daerah-daerah lainnya. 4. Harmonisasi dan sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi serta kabupaten). Dalam upaya mengentaskan daerah-daerah tertinggal, perlu

harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan antartingkatan pemerintahan, menjadi suatu yang niscaya dan keharusan. Bila tidak, usaha-usaha yang ada tak akan membuahkan hasil. Perlu adanya komitmen bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kelima, kerja sama stakeholder. Upaya mengentaskan daerah tertinggal perlu mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), baik dari kementerian dan lembaga terkait, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, maupun dari unsur masyarakat daerah tertinggal itu sendiri. Tanpa kerja sama dan dukungan para pemangku kepentingan, usaha-usaha mengentaskan daerah tertinggal akan berjalan lamban. Karena itu, dalam upaya mengentaskan daerah tertinggal, perlu ada tindakan afirmatif (affirmative action) bersama.

PEMBANGUNAN PARTISIFATIF

Seiring dengan penerapan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah atau yang lebih dikenal dengan otonomi daerah, maka peran daerah menjadi sangat penting artinya bagi upaya meningkatkan peran serta dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Semangat seperti itulah yang saat ini terus bergulir ditengah-tengah masyarakat, meskipun dalam prakteknya belum sebagaimana yang diharapkan banyak pihak. Barangkali itulah proses yang harus dilalui secara bertahap dan berkesinambungan untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Kalau merujuk pada UU No 22 Tahun 1999, yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain bahwa otonomi daerah memberikan keleluasaan daerah untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana suatu daerah melakukan perencanaan pembangunan di daerahnya masing-masing.

1. Perencanaan Pembangunan Partisipatif Salah satu pola pendekatan perencanaan pembangunan yang kini sedang dikembangkan adalah perencanaan pembangunan partisipatif. Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta sejak tahun 2001 telah mencoba melakukan perencanaan pembangunan partisipatif didalam kerangka

menggali aspirasi yang berkembang di masyarakat melalui musyawarah tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan dan kota. Sebuah langkah positif yang patut dikembangkan lebih lanjut, apalagi hal seperti itu masih dalam taraf pembelajaran yang tentu saja disana-sini masih terdapat kelemahan baik dalam tataran konsep maupun implementasinya di masyarakat. Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Nampaknya mudah dan indah kedengarannya, tetapi jelas tidak mudah implementasinya karena banyak factor yang perlu dipertimbangkan, termasuk bagaimana sosialisasi konsep itu di tengah-tengah masyarakat. Meskipun demikian, perencanaan pembangunan yang melibatkan semua unsur / komponen yang ada dalam masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, golongan, agama, status sosial, pendidikan, tersebut paling tidak merupakan langkah positif yang patut untuk dicermati dan dikembangkan secara berkesinambungan baik dalam tataran wacana pemikiran maupun dalam tataran implementasinya di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan ini yang membedakan dengan pola-pola pendekatan perencanaan pembangunan sebelumnya yang cenderung sentralistik. Dengan era otonomi daerah yang tengah dikembangkan di tengah-tengah masyarakat dengan asas desentralisasi ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam pengertian yang luas menjadi semakin baik dan meningkat. Lagipula, pola pendekatan perencanaan pembangunan ini sekaligus menjadi wahana pembelajaran demokrasi yang sangat baik bagi masyarakat. Hal ini tercermin bagaimana masyarakat secara menyeluruh mampu melakukan proses demokratisasi yang baik melalui forum-forum musyawarah yang melibatkan semua unsur warga masyarakat mulai dari level RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), Kelurahan, Kecamatan, sampai Kota.

2. Penggerak Pembangunan Dalam pola pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif yang sedang dikembangkan ini pada dasarnya yang menjadi ujung tombak dan sekaligus garda terdepan bagi berhasilnya pendekatan perencanaan pembangunan partisipatif tiada lain adalah sejauhmana keterlibatan warga termasuk pengurus RT dan RW dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program pembangunan yang ada di lingkup RT dan RW tersebut. Lembaga organisasi RT dan RW sebagai sebuah lembaga masyarakat yang bersifat pengabdian yang dikelola oleh pengurus RT dan RW ini benar-benar patut diacungi jempol

karena pengabdian, ketulusan dan keikhlasan yang dilakukan bagi kepentingan masyarakat semata-mata dan jauh dari berbagai kepentingan pribadi. Barangkali pada level-level seperti inilah pembelajaran demokratisasi warga diimplementasikan bagi kepentingan warga masyarakat sekitarnya. Warga masyarakat yang mengajukan usulan program kegiatan, warga masyarakat pulalah yang melakukan dan sekaligus melakukan pengawasannya. Kesederhanaan, kebersamaan, dan kejujuran diantara warga yang sangat majemuk barangkali menjadi kata kunci perekat diantara mereka. Bukanlah rahasia lagi bahwa yang namanya pengurus RT dan RW ini sudah biasa kalau harus berkorban tenaga, pikiran, dan dana ketika melakukan berbagai program kegiatan yang ada di lingkup ke-rt-an maupun ke-rw-an, apalagi kalau menyambut adanya event-event tertentu. Bahkan tidak jarang mereka harus berhadapan langsung dengan berbagai permasalahan sosial kemasyarakatan, seperti masalah keributan / perkelahian antar warga, keamanan warga, dan sebagainya yang kadangkala jiwa menjadi taruhannya. Mudah-mudahan jiwa dan semangat pengabdian mereka tetap terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=pembangunan+politik&pbx=1&o q=pembangunan+politik&a 2. http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=pembangunan+di+bidang+politi k&pbx=1&oq=pembangunan 3. http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=pembangunan+di+bidang+keam anan+dan+ketahanan&pb 4. http://www.google.co.id/#hl=id&sclient=psyab&q=pembangunan+administrasi+dal am+rangka+administrasi+pembangunan&pbx=1&oq=pembangunan+adm&aq=2& aqi=g3&aql=&gs_sm=1&gs_upl=0l0l8l503l0l0l0l0l0l0l0l0ll0l0&bav=on.2,or.r_gc.r_ pw.r_qf.,cf.osb&fp=5c2f76e2da1f02fa&biw=1024&bih=578 5. http://panggungharjo.net/program/rencana-pengembangan-desa/ 6. http://id.shvoong.com/social-sciences/political-science/1986103-pembangunan-desadari modernisasi-ke/#ixzz1nm6zqCqT 7. http://dipisolo.tripod.com/content/artikel/partisipatif.htm 8. http://www.tempo.co/read/kolom/2010/05/04/155/Tindakan-Afirmatif-untukPembangunan-Daerah-Tertinggal 9. http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=16477 10. http://kawasan.bappenas.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=6 7&Itemid=65&limitstart=1 11. http://sosbud.kompasiana.com/2011/07/06/istilah-daerah-tertinggal-bermasalah/
12. http://utusanriau.com/news/detail/2216/2011/11/29/44-desa-di-rohul-tercatat-sangattertinggal

You might also like