You are on page 1of 30

LAPORAN KASUS PASIEN STROKE BERULANG PIS BEDA SISI SISTEM KAROTIS SINISTRA FR.

HIPERTENSI

I.

IDENTITAS No.DM Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pendidikan Status Pernikahan Pekerjaan MRS KRS : 26 18 64 : Tn. S D E : 69 Tahun : Laki-laki : Dok V Bawah : Sekolah rakyat : Menikah : Pensiunan PNS : 10 Agustus 2011 : 18 Agustus 2011

II.

ANAMNESIS (Alloanamnesis dan Autoanamnesis) a. Keluhan Utama: Kelemahan kedua anggota gerak, bicara pelo b. Riwayat penyakit sekarang : 5 hari SMRS pasien mulai mengalami bicara pelo (+), Lemah kedua anggota gerak, namun pasien mengeluh anggota gerak kanan terasa lebih lemah saat itu pasien sedang membelah kayu, tiba-tiba pandangan gelap (+),nyeri kepala (+), muntah (+), kejang (+), panas badan (+), pusing berputar (-), penglihatan ganda (-), penglihatan gelap sesaat (-), telinga berdenging disangkal, rasa baal di sekitar mulut di sangkal, pasien lemah di kedua anggota gerak, namun kedua tangan pasien masih bisa memegang gelas dan minum sendiri. Pasien merasa lemah dan harus di bantu orang lain untuk berjalan. Sekitar pukul 11.00 WIT SMRS pasien ke dokter praktek dan tekanan darah 180/90mmHg keesokan harinya kurang lebih jam 12.30 pasien dibawa kerumah sakit.

c. Riwayat Penyakit dahulu Riwayat hipertensi (+) kurang lebih dua tahun TD 150/? rata-rata tidak tahu, kontrol tidak teratur, minum obat namun lupa nama obatnya, riwayat merokok lupa mulai merokok di usia berapa, namun berhenti di usia 50 tahun sehari bisa menghabiskan 15 batang rokok bentoel biru, riwayat alkohol disangkal, sesak napas, rasa berdebar-debar disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK a. Vital Sign (17 Agustus 2011) Kesadaran compus mentis, tekanan darah 140/70mmHg ka=kiN=HR : 88 x/menit, suhu370C. Status Interna kepala : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-), leher : Pembesaran KGB (-), thoraks : Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-), paru :

Perkusi: Sonor seluruh lapangan paru, Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-), jantung :Perkusi : Redup, auskultasi :BJ I BJ II reguler, mur-mur (-), abdomen :Inspeksi : cembung, palpasi : Tidak ada nyeri tekan, auskultasi :

Bising usus (+), palpasi Hepar / Lien : Tidak teraba, ekstremitas Atas dan Bawah : Akral Hangat dan edema (-), sianosis (-). b. Status Neurologis RM : KK (-), L/K tidak terbatas, Brud I/II/III (-), SO : pupil bulat isokor, ODS 3mm, RC +/+,GBM : Baik ke segalah arah. Wajah : parese N. VII dektra sentral, Lidah : parese N.XII dekstra sentral. Motorik kesan tetraparese, Sensoris dan vegetatif : dalam batas normal, Fungsi luhur : MMSE 28 MCI (Mild cognitif impaimen), Bartel index 12 (moderate disability) RF : BTR/KPR/APR +/+, RP : Babinski +/-, Palmomental +/-.

Nervus Kranialis N. I N. II : Pasien dapat mencium aroma kopi yang diletakan di tepi hidung pasien. : Pasien dapat melihat benda yang sama dengan benda yang dilihat oleh pemeriksa. N. III, IV dan VI: Gerakan bola mata : Baik ke segala arah

N. V

: ( ramus oftalmik, maksilaris, mandibularis ) Pasien dapat merapatkan gigi dengan kuat,tidak terdapat deviasi rahang bawah, kekuatan otot pada waktu menutup mulut pasien dapat mempertahankan rahang bawahnya ke samping saat di beri tekanan waktu mengembalikan rahang bawah ke posisi tengah. Rasa raba Pada daerah dahi, mata,hidung, kening, selaput otak, sinus paranasalis dan sebagian mukosa hidung di rangsang dengan

sepotong kapas di ujungnya di runcingkan pasien tidak mengalami Thigmestesia (hilangnya rasa raba halus). Rasa Suhu Menggunakan dua botol plastik salah satu botol di isi air panas ( 40-500C)dan satunya lagi di isi air dingin (10-200C),pasien dapat membedakan rasa dingin dan panas (tidak mengalami hipestesia suhu) Rasa nyeri Menggunakan jarum pentul yang di tusukkan pada kedua sisi daerah oftalmik,pasien tidak mengalami gangguan rasa nyeri. N. VII : Kekerutan dahi menghilang, mata kurang dipejamkan, plika nasolabialis mendatar, sudut mulut menjadi lebih rendah. N. VIII : Pasien dapat mendengar bisikan suara,detak arloji dan gesek rambut. N. IX, X : Pasien tidak mengalami kesulitan menelan dan pasien tidak memiliki suara sengau (disfoni), uvula terletak ditengah. 3

N. XI

: Pasien dapat mengangkat bahu sebelah kanan dan kiri dan dapat melawan tahanan yang berlawanan saat menoleh kanan maupun kiri.

N. XII

: Saat menjulurkan lidahnya keluar pasien mengalami deviasi ke kanan ke arah yang lumpuh.

IV.

SKORING Siriraj Stroke Score : SSS = (2,5 x Kesadaran) + (2x Muntah) + (2 x Sakit Kepala) + (0,1 x Tekanan Darah Diastolik) (3 x Ateroma) 12. Kami tidak

menggunakan Siriraj Stroke Score karena onset > 24 jam. Gajah Mada Stroke Score

Pada pasien ini digunakan Gajah Mada Stroke Score sebagai scoring karena terjadi >24 jam didapat : Penurunan kesadaran (+), Nyeri kepala (+), dan reflex babinsky (+). Sehingga pasien dapat didiagnosis perdarahan intra serebral.

Bartel Index In ADL(Activity Daily Living) : KEMAMPUAN a. Tidak terkendali / tidak teratur (butuh pencahar) b. Kadang tidak teratur c. Terkendali / teratur Score 0 Nilai 1

No. Kegiatan 1. BAB (bowling)

1 2

2.

BAK

a. Tidak terkendali / tidak teratur (menggunakan kateter) b. Kadang tidak teratur c. Terkendali/teratur

1 2

3.

Membersihkan diri (mandi, sikat gigi, bercukur,dll) (GROMING)

a. Membutuhkan orang lain b. Mandiri

0 1

4.

a. Membutuhkan orang lain Penggunaan b. Bila memerlukan bantuan pada jamban (keluar beberapa aktivitas masuk WC) c. Mandiri memakai pakaian, menyiram wc. Makan (feeding) a. Tidak mampu / membutuhkan orang lain b. Membantu sebagian c. Mandiri

0 1

2 5. 0 2

1 2

6.

Berpindah posisi (transfer) Dari tempat tidur

a. b. c. d.

Membutuhkan orang lain (banyak) Membutuhkan 2 orang Membutuhkan 1 orang Mandiri /sendiri 5

0 1

ke kursi roda.

2 3

7.

Mobilitas

a. b. c. d.

Tidak mampu Memakai kursi roda Bila dipapah 1 orang Bisa sendiri / mandiri

0 1 2 3

8.

Berpakaian

a. Bila tergantung pada orang lain b. Membutuhkan bantuan orang c. Sendiri / mandiri

0 1 2

9.

Naik turun tangga a. Tidak mampu b. Memerlukan orang lain (step) c. mandiri

0 1 2

10.

Mandi

a. tidak mampu / dibantu b. mandiri

0 1

Ket : 0-4 : very severe disability 10-14 : moderate disability 20 : independent in (ADL)

5-9 : severe disability 15-19 : mild disability

Pada pasien ini didapatkan bartel index 12 yang masuk dalam moderat disability dan didapatkan kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas/kegiatan dalam tingkat sedang. V. DIAGNOSA KERJA DK : Stroke ulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra faktor resiko hipertensi

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG ( Tanggal 13 Agustus 2011 ) Lab : Leukosit 18.200 sel/mm3 Urinalisis : Eritrosit +2, bakteri +3, hypa (+), spora (+) (ISK) ( Tanggal 17 Agustus 2011 ) Lab : Leukosit 14.200 sel/mm3 ( Tanggal 18 Agustus 2011 ) Hasil cystografi : Tampak pembesaran prostat kesan BPH grad II + cystitis

VII.

TERAPI Bed rest 300 IVFD RL drip Remopain 2 ampul + Diazepam 1 ampul / 12 jam Terapi injeksi - Sohobion 2 x 1 ampul (iv) - Citicoline 2x 1 ampul (iv) - Ranitidin 2 x 1 ampul (iv) - Vit K 3 x 1 ampul (iv) Terapi oral - Amlodipin 1x10 mg tab. - HCT 1x 25 mg tab.

VIII.

FOLLOW UP RUANGAN Tanggal 17 Agustus 2011 Follow Up Kes : CM, GCS = 15 TD : 140/70 mmHg S R : 37oC : 24 kali/menit Terapi IVFD RL drip Remopain 2 ampul+Diazepam 1 ampul/12 jam Terapi injeksi - Sohobiont 2 x 1 ampul (iv) - Citicoline 2x 1 ampul(iv) - Vitamin K 3 x 1 7 Ket Lab:Leukosit:14.400/m m3 ,

N : 84 kali/menit Saraf Otak - Mata : Pupil (bulat, isokor 3 mm), RC(+/+), GBM : baik kesegala arah. - Wajah: Parese N.VII

dekstra sentral. - Lidah: Parase N. XII dekstra sentral MO : Tetraparese, atrofi(-), tremor (-/-) 4+ 4 4+ 4 Sen/Vegetatif: dbn FU : MMSE 28, Bartel Index 12 RF:BTR+/+, KPR+/+, APR +/+ RP:Babinsky+/, palmomentale +/-. DK : Stroke berulang PIS beda sisi sistem Karotis Sinistra Fr. Hipertensi DKT : BPH + cystitis

ampul (iv) - Ranitidin 2 x 1 ampul (iv) Terapi oral - Amlodipin 1x10 mg tablet - HCT 1x25 mg tablet

18 Agustus 2011

Kes : CM, GCS = 15 TD : 140/ 70 mmHg S R : 35,7oC : 18 kali/menit

IVFD RL drip Remopain 2 ampul + Diazepam 1 ampul / 12 jam Terapi injeksi -Sohobiont 2 x 1 amp (iv) -Citicoline 2x 1 amp (iv) -Vit K 3 x 1 amp (iv) -Ranitidin 2 x 1 amp (iv) Terapi oral 8

Cystografi : Kesan : Tampak BPH Grade II

N : 84 kali/menit Saraf Otak - Mata : Pupil (bulat, isokor 3 mm), RC (+/+),GBM - Wajah: Parese N.VII dekstra sentral - Lidah: Parase N. XII dekstra sentral MO : Tetraparese, atrofi (/-), tremor (-/-),

kekuatan otot 4+ 4 4+ 4 Sen/ Veg : dbn FL: MMSE 28, Bartel

- Amlodipin 1x10 mg tablet - HCT 1x25 mg tablet

Index 12 RF:BTR APR:+/+. RP:Babinsky(+/-), palmomental(+/-) Diagnosis : Stroke berulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra Fr. Hipertensi DKT : BPH grd II + cystitis IX. DIAGNOSA AKHIR DK : Stroke Ulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra Fr. Hipertensi DK : Tambahan X. TERAPI B. Nonfarmakologi 400 12,5 Diet rendah garam 1700 kkal Jangan lagi mengonsumsi rokok Kontrol ke polik jika obat habis dan disarankan minum obat teratur serta fisioterapi pasif di rumah. BPH + cystitis +/+, KPR+/+,

A. Farmakoterapi KPDA2x1(katrofein75mg,parasetamol mg, diazepam 1 mg, amitripilin

alopurinol 300 mg di buat dalam caps ) Clindamycin 1x300 mg HCT 1x25 mg amlodipin 1x10 mg Citicoline 2x 250 mg Methioson 2x1 tablet kalnex tablet

XI.

PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini adalah Quo ad vitam : Dubia ad malam Tanda-tanda vital pasien menunjukkan perubahan kearah yang normal namun pasien bisa saja mengalami perburukan kembali dan bisa menyebabkan kematian. Ad fungsional : Dubia ad malam Motorik pasien mengalami perbaikan. Pasien dapat kembali beraktifitas namun tidak mampu melakukan aktifitas yang dulu pernah dilakukan sendiri seperti menyetir mobil, membelah kayu dan lain-lain namun pasien bisa saja mengalami perburukan kembali. Ad sanationam : Dubia ad malam Pasien bisa sembuh namun prognosisnya bisa jelek, kedepanya kemungkinan pasien bisa mengalami stroke berulang kembali, apabila didukung dengan tidak teratur minum obat dan kontrol.

XII.

RESUME Seorang pria, 69 tahun telah di rawat 9 hari dengan keluhan lemah di kedua anggota gerak namun anggota gerak kanan lebih lemah. RPS : 5 hari SMRS SMRS ( 10.00 ) WIT sebelum SMRS pasien sedang membelah kayu, tiba-tiba padangan gelap (+),nyeri kepala (+), muntah (+), kejang (+), panas badan (+), terlihat pasien lemah di kedua anggota gerak dan pasien mengeluh anggota gerak kanannya lebih lemah, namun kedua tangan masih bisa memegang gelas dan minum sendiri,mulut mencong (+), dan bicara pelo, keluhan vetebrobasiler (-). RPD : Riwaya Hipertensi (+) kurang lebih sejak 2 tahun yang lalu, TD 150/? Rata-rata tidak tahu, kontrol tidak teratur, sehari SMRS pasien ke dokter praktek dan tekanan darah 180/90mmHg, riwayat merokok lupa mulai merokok di usia berapa, namun berhenti di usia 50 tahun sehari bisa menghabiskan 15 batang/hari rokok bentoel biru, riwayat alkohol disangkal, riwayat batuk lama, sesak napas, rasa berdebar-debar disangkal. Follow Up : kesadaran compus mentis, TD 170/90mmHg, N, R dan Suhu tidak tercantum dalam status, status Interna: Dalam dalam batas normal. Status Neurologis : SO : Mata pupil bulat isokor 3mm,RC +/+,GBM baik ke segalah arah,Wajah parese N. VII dektra sentral, 10

Lidah parese N.XII dekstra sentral,Motorik kesan tetraparese, Sen/veg : dalam batas normal, F.luhur : MMSE 28 masuk dalam MCI (Mild Cognitif Impaiment), RF dalam batas normal, RP Babinski +/-, Palmomental +/- Follow : TTV terdapat hipertensi, lainya dalam batas normal, SO Wajah parese N. VII dektra sentral, Lidah parese N.XII dekstra sentral,Motorik kesan tetraparese, Sen/Veg : Dbn, F.Luhur: MMSE 28, Bartel Index 12, RF : +/+, RP Babinski +/-, Palmomental +/ Terapi saat di rawat di ruangan : SF 30 derajat , IVFD RL drip Remopain 2 ampul + Diazepam 1 ampul / 12 jam,Sohobion 2 x 1 ampul (iv), Citicoline 2x 1 ampul (iv), Ranitidin 2 x 1 ampul (iv), Vit K 3 x 1 ampul (iv) Amlodipin 1x10 mg tab,HCT 1x 25 mg tab. Terapi oral pasien saat pasien pindah ke ruangan bedah : KPDA 2x1( katrofein 75 mg,parasetamol 400 mg, diazepam 1 mg, amitripilin 12,5, alopurinol 300 mg di buat dalam caps ), Clindamycin 1x300 mg, HCT 1x25 mg, amlodipin 1x10 mg, Citicoline 2x 250 mg, Methioson 2x1 tablet, kalnex tablet. Pasien pindah ruangan bedah pada tanggal 18 Agustus 2011 untuk penangan BPH. Di rawat ruang saraf selama 9 hari dengan diagnosa akhir stroke berulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra FR Hipertensi dengan diagnosa tambahan BPH + cystitis.

XIII.

PERMASALAHAN 1. Apakah diagnosa pada pasien ini? 2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini? 3. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini?

11

XIV.

PEMBAHASAN 1. Apakah diagnosa pada pasien ini? Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari ganggguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Berdasarkan tipe stroke terbagi : 1. Perdarahan Intraserebral Perdarahan yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Stroke ini paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal ganglia, dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemik yang disebabkan oleh stroke ini. Penyebab perdarahan intraserebral dibagi menjadi : Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) Disebabkan oleh hipertensi kronik yang disebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak. Perdarahan sekunder (bukan hipertensif) Terjadi antara lain karena tumor otak, post sroke iskemik, vaskulitis dll.

Gambar perdarahan intracerebral

12

2.

Perdarahan Subaraknoid Pecahnya pembuluh darah dan masuknya darah ke dalam rongga subaraknoid. Perdarahan subaraknoid merupakan salah satu kegawatdaruratan neurologi dengan gejala yang kadang kala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan sepanjang hidup) sebaiknya dicurigai sebagai suatu tanda adanya PSA. Derajat perdarahan subaraknoid (Hunt dan Hes) Derajat 0 : Tidak ada gejala dan aneurisma belum rupture Derajat 1 : Sakit kepala ringan Derajat 2 : Sakit kepala berat dengan tanda rangsangan meningeal dan kemungkinan adanya deficit saraf kranialis Derajat 3 : Kesadaran menurun dengan deficit fokal neurologi ringan. Derajat 4 : Stupor, hemiparesis sedang sampai berat, awal deserebrasi Derajat 5 : Koma dan serebrasi. Berdasarkan asalnya darah dibagi dalam : a. PSA primer : bila darah masuk langsung ke dalam rongga subaraknoid. b. PSA sekunder : bila darah berasal dari PIS juga mengisi rongga subaraknoid.

Gambar stroke perdarahan subaracnoid

13

3.

Infark otak Kematian pada sebagian jaringan otak disebabkan berkurangnya perfusi vaskuler akibat stenosis atau oklusi pembuluh darah. Berdasarkan patofisiologinya terbagi : a. Infark trombotik 1. Infark aterotrombotik 2. Infark Lakunar

Gambar infrak trombotik

b. Infark Emboli Infark Kardioemboli dan Infark Tromboemboli.

Gambar infrak emboli

14

Dari uraian di atas maka pasien ini di diagnose dengan Stroke perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) oleh karena hipertensi kronik yang disebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak

Gambaran klinis suatu stroke : Kategori Klinis Perdarahan Intraserebral Perdarahan Subaraknoid saat Sering aktivitas Dapat Cardioemboli Tromboem boli Aterotromb otik Lakunar

Saat awitan Sering saat Sering aktivitas aktivitas

saat Sering saat Sering saat Sering saat aktivitas juga Dapat juga saat istirahat istirahat istirahat

saat istirahat

TIA Tanda TTIK Defisit neurologis Tekanan darah

+ +

Jarang -

Jarang -

+ -

+ -

Maximal at Maximal onset Tinggi onset Sedang/ Tinggi

at Maximal onset Normal/ Sedang

at Maximal at Worsening onset Normal/ tinggi Normal/ sedang/ tinggi

Worsening

Normal/ sedang/ tinggi -

Kaku kuduk CT Scan

+/-

Hiperdens

Hiperdens

Hipodens,dae rah kortikal

Hipodens, daerah subkortikal

Hipodens

Hipodens

Usia

Muda/Tua

Muda/Tua

Muda

Muda/Tua

Tua

Muda/Tua

Berdasarkan tabel diagnosa banding berbagai tipe stroke di atas, pada pasien ini didapatkan: 1. Saat pasien beraktifitas, yaitu saat pasien sedang membelah kayu. 2. Defisit neurologis stroke pertama adalah Maximal at onset pasien sudah mengalami defisit neuroligis berupa parase N.XII sentral dekstra yakni lidah pelo atau cadel ke arah 15

dekstra yang dialami pasien sejak 5 hari SMRS. Sehari kemudian SMRS mengalami tetraparese 3. Pasien masuk rumah sakit dengan tekanan darah 180/90 mmHg dan sebelumnya pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi 150/?mmHg, rata-rata tidak diketahui,kontrol tidak teratur. 4. TTIK (+). Pasien nyeri kepala, muntah (+), kejang (+), penurunan kesadaran (+) 5. Pasien berumur 69 tahun yang mempunyai resiko terkena stroke PIS Dengan demikian, pasien ini termasuk dalam kategori Stroke Perdarahan Intra Serebral. Berdasarkan lokasi lesi pembuluh darah yang terkena, terbagi dalam : 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebrobasiler

Gejala Umum Klinis Motorik

Sistem Karotis Hemiparese kontralateral dengan lesi Parese saraf otak motorik ipsilateral dengan ekstremitas sejajar Hemihipestesi kontralateral dengan lesi Gangguan sensibilitas saraf otak sensorik ipsilateral dengan ekstremitas Hemiamnopsia homonim kontralateral Amaurosis fugax Afasia (dominan otak kiri) Agnosia (non dominan)

Sistem Vertebrobasiler Hemiparese alternans dengan lesi Parese motorik saraf otak kontralateral dengan ekstremitas Hemihipestesi alternans dengan lesi Ganguan sensibilitas saraf otak sensorik kontralateral ekstremitas Hemianopsia homonim (satu atau dua sisi lapang pandang) Black out (buta kortikal) Gangguan keseimbangan Vertigo dan diplopia

Sensorik

Penglihatan

Gangguan lain

16

Adapun faktor resiko yang menyebabkan stroke pada pasien ini yaitu : o Faktor yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia Stroke paling sering terjadi pada usia lebih dari 65 tahun, tetapi jarang terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Resiko stroke meningkat dua kali setiap 10 tahun setelah usia 55 tahun. b. Jenis kelamin sering terjadi pada pria. Diperkirakan bahwa insideni stroke pada wanita lebih rendah dibandingkan pria,akibat adanya estrogen yang berfungsi sebagai proteksi pada proses aterosklerosis. Pengecualian pada usia 35 tahun sampai 44 tahun dan lebih dari 85 tahun, dimana insiden terkena stroke pada wanita lebih besar dari pria. Hal ini dikarenakan oleh faktor kontrasepsi oral dan kehamilan yang meningkatkan resiko stroke pada wanita muda. Banyaknya pria yang meninggal lebih dulu karena penyakit kardiovaskuler menyebabkan stroke pada wanita usia lanjut cenderung meningkat. o Faktor yang dapat dimodifikasi a. Riwayat stroke Pasien ini pernah menderita stroke, dan kemungkinan besar akan terkena stroke lagi karena penyakit stroke tidak diatasi. b. Hipertensi Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi biasanya tidak berdiri sendiri namun bersama-sama dengan penyakit lain yang dikenal dengan sindroma multifaktorial. Faktor-faktor ini meliputi hiperlipidemia, diabetes melitus, obesitas, dan kurang olahraga. Tekanan darah yang tinggi diduga dapat merusak endotel dan menaikkan permeabilitas pembuluh darah terhadap lipoprotein. Tekanan darah tinggi menyebabkan pengerasan dan penipisan dinding arteri dan membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh dan berpotensi mengakibatkan penyakit jantung lalu beresiko terhadap penyakit stroke. c. Merokok (+) Merokok merupakan penyebab utama untuk stroke iskemik dan perdarahan, konstribusi merokok terhadap terjadinya stroke melalui peningkatan kadar fibrinogen dalam darah, peningkatan agregasi trombosit, penurunan HDL (lemak baik), peningkatan LDL (lemak jahat) dan 17 peningkatan hematokrit, dimana

adanya kelainan komponen-komponen tersebut tersebut akan mengakibatkan kerusakan lapisan pembuluh darah (endotel) dan hal tersebut merupakan awal terjadinya aterosklerosis yang secara langsung dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba dan dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah, sehingga terjadi stroke perdarahan.

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien? PENATALAKSANAAN UMUM STROKE A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat 1. Evaluasi cepat dan diagnosis Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka evaluasi dan diagnosis klinis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala klinis stroke akut meliputi: a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,cegukan (hiccup), gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor resiko stroke (hipertensi dan diabetes dan lainlain). b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher (misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen, kulit dan ekstremitas. c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsangan selaput otak, system motorik, sikap dan cara reflex, koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat ini adalah NIHSS. 2. Terapi Umum a. Stabilisasi jalan napas dan pernapasan Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan deficit neurologis yang nyata. 18

Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen < 95%. Perbaikan jalan napas termasuk pemasangan pipa orofaring pada pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau disfungs bulbar dengan gangguan jalan napas. Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia Pasien stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak memerlukan terapi oksigen Intubasi ETT ( Endo Trakea Tube) atau LMA ( Laryngeal Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia,atau syok, atau pada pasien yang beresiko untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang lebih dari 2 minggu, maka dianjurkan dilakukan trakeostomi. b. Stabilisasi Hemodinamik Berikan cairan kritaloid atau koloid intravena (hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa) Dianjurkan pemasangan CVC (central Venous

Catheter),dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan sebagai sarana untuk memasukkancairan dan nutrisi. Usahakan CVC 5-12mmHg. Optimalisasi tekanan darah Bila tekanan darah sistolik <120 mmHgdan cairan sudah mencukupi, maka obat obat vasopression dapat diberikan secara titrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berksar 140 mmhg. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama setelah stroke iskemik. Bila terdapat adanya penyakit jantung kongesti segera atasi. Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya. Hipovolemik harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan 19

aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung sekuncup harus dikoreksi. c. Pemeriksaan awal fisik umum Tekanan darah Pemeriksaan jantung Pemeriksaan neurologis umum awal: Derajat kesadaran Pemeriksaan jantung Pemeriksaan pupil dan akulomotor Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian tekanan intra kranial Pemantauan ketat terhadap penderita dengan resiko edema serebral harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan serangan neurologis pada harihari pertama setelah stroke. Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP.70mmHg. Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intra cranial meliputi : o Tinggikan posisi kepala 200-300 o Posisi pasien hendaknya menghindari penekanan vena jugularis o Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik o Hindari hipertermia o Jaga normovolemik o Osmoterapi atas indikasi Manitol ),25- 0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulang setiap 4-6 jam. Osmolaritas sebaiknya

20

diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi. Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV. e. Penanganan Transformasi Perdarahan Tidak ada anjuran tentang transformasi perdarahan asimtomatik, terapi transformasi perdarahan simtomatik sama dengan terapi stroke perdarahan antara lain dengan memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah arterial secara hati-hati. f. Pengendalian kejang Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang belum teratasi, maka perlu dirawat di ICU. Pemberian antikomvulsan profilaksis pada penderita stroke iskemik tampa kejang tidak dianjurkan. Pada stroke perdarahan intra serebral obat antikonvulsan profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan. g. Pengendalian suhu tubuh Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya, berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50C atau 37,50C, pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan hapusan (trakea, darah, dan urin) dan diberikan antibiotik. h. Pemeriksaan penunjang EKG Laboratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, faal hemostasis, kadar gula darah, analisis urin, analisa gas darah, dan elektrolit) Bila perlu pada kecurigaan perdarahan subaraknoid, lakukan punsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal Pemeriksaan radiologi Foto rontgen dada dan CT scan. 21

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat 1. Cairan Berikan cairan isotonic seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral pertahankan antara 5-12 mmHg. Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kg BB/hari (parentral maupun entral) Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari di tambah dengan pengeluaran cairan yang tidak tampak dan tambah lagfi 300ml per drajat celcius pada penderita panas). Elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan magnesium harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai terjadi nilai normal. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hendaknya dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemi. 2. Nutrisi Nutrisi entral paling lambat sudah harus diberikan dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun maka makanan diberikan melalui pipa nasogastrik Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan komposisi: Karbohidrat 30-40% dari total kalori Lemak 25-35% (pada gangguan napas dapat lebih tinggi 3555%) Protein 1.4-2.0 g/kgBB/hari (pada gangguan fungsi ginjal ,0.8 g/kg BB/hari) Apabila kemungkinan pemakaian pipa gastric diperkirakan .6 minggu pertimbangkan untuk gastroktomi.

22

Pada keadaan tertentu, yaitu pemberian nutrisi enteral tidak memungkinkan, dukungan nutrisi boleh diberikan secara parenteral. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-obatan yang diberikan. Contohnya, hindarkan makanan yang banyak mengandung vitamin K pada pasien yang mendapat warfarin. 3. Pencegahan dan penanganan komplikasi Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis vena dalam, emboli paru, dekubitus, dan kontraktur) perlu dilakukan. Berikan antibiotik atas indikasi dan usaha sesuai dengan tes kultur dan sensivitas kuman atau minimal terapi empiris sesuai pola kuman. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas. Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli Pada pasien tertentu yang beresiko menderita thrombosis vena dalam, heparin subkutan 5000 IU dua kali sehari. Resiko perdarahan iskemik dan intraserebral perlu diperhatikan. 4. Penatalaksanaan medis lain Pemantauan kadar glukosa darah perlu diperhatikan, hiperglikemia (kadar glukosa darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi insulin target yang harus dicapai adalah normoglikemik. Hipoglikemik berat (< 50 mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40 % intravena atau infuse glukosa 10-20% Jika gelisah dilakukan terapi psikologis Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi Berikan H2 antagonis apabila ada indikasi perdarahan lambung. Hati- hati dalam menggerakkan penyedotan lendir atau memandikan pasien karenan dapat mempengaruhi TIK Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernapasan stabil Kandung kemih kateterisasi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, MRI, Dupleks carotid, Sonografi dan lain-lain. 23 yang penuh dikosongkan sebaiknya dengan

Rehabilitasi Edukasi keluarga Rencana pengolahan pasien di luar rumah.

PENATALAKSANAAN PIS (PERDARAHAN INTRASEREBRAL) 1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat paada perdarahan intracranial dan penyebabnya : Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT scan atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan resiko perluasan

hematoma. Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang mengarah ke lesi yang struktural termasuk malformasi vaskuler dan tumor sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRA, dan venografi MR. 2. Tata laksana medis Perdarahan Intrakranial a. Pasien dengan defisiensi berat faktor koagulasi atau

trombositipenia berat sebaiknya mendapat terapi penggantian faktor koagulasi atau trombosit b. Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan sebaiknya tidak diberikan warfarin, tetapi mendapat terapi untuk mengganti vitamin K-dependent factor mengoreksi INR serta mendapat vitamin K intravena. c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut : Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR dan diberikan dalam waktu yang sama dengan terapi yang lain karena efek akan timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan resiko anafilaksis. FFP (fres frozen plasma) 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi faktor pembekuan darah apabila ditemukan sehingga 24

dengan cepat dapat memperbaiki INR. Terapi FFP ini untuk mengganti pada kehilangan faktor koagulasi. d. Faktor VIIa rekombinasi tidak mengganti semua faktor pembekuan, dan walaupun INR pembekuan bisa jadi tidak membaik e. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial dengan riwayat penggunaan antipletelet masih tidaj jelas dan dalam tahap penelitian. 3. Tekanan darah Penurunan tekanan darah yang tinggi pada pasien akut sebagai tindakan rutin tidak dianjurkan kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologi padasebagian pasien, tekanan darah dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke. Berbagai Guidelines (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut apabia TDS >200 mmhg tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi ntravena secara continue dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmhg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. 4. Penanganan di Rumah sakit dan pencegahan kerusakan otak sekunder Pemantauan awal dan penanganan pasien perdarahan intracranial sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang mempunyai keahlian perawatan intensif neurosains. Obat kejang dan antiepilepsi Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. 5. Operasi Evakuasi hematoma Pasien dengan perdarahan intraserebral yang mengalami perburukan neurologis, atau yang terdapat dekompresi batang otak dan atau hidrosefalus

25

akibat obstruksi ventrikel sebainya menjalani oerasi evakuasi bekuan darah secepatnya. Pada pasien ini di diagnosa Stroke ulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra FR Hipertensi dengan diagnosa tambahan BPH dan Cystitis.Pengolahan yang diberikan pada pasien ini adalah : A. Tindak Umum Bed rest tinggi posisi kepala 300 Memberikan makan peroral untuk pasien sadar dengan reflex muntah baik. Pasien degan penurunan kesadaran di beri makan melalui nasogastrik tube. Monitoring status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh. B. Tindakan Khusus Terhadap hipertensi untuk penurunan tekanan darah dilakukan dengan hati-hati. Berdasarkan guideline stroke 2011 adalah : Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut apabia TDS >200 mmhg tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi ntravena secara continue dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmhg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. pemberian antihipertensi amlodipin 1x10 mg dimana amlodipin

merupakan garam amlodipin besilat atau amlodipin asetat yang termasuk dalam golongan Calcium Channel Bloker yang bekerja dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer yang diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, pada pasien ini mempunyai hipertensi yang tidak terkontrol maka dikombinasikan dengan Hidroklortiazid 1x25 mg dimana hidrotiazid merupakan diuretik tiazida yang bekerja dengan meningkatkan tekanan eksresi natrium, klorida dan air sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel yang memungkinkan tekanan darah menurun dan di anjurkan diet rendah garam. Penanganan penurunan kemampuan kognitif pada pasien ini dimana pasien merupakan lansia dengan umur 69 tahun maka diberikan Obat 26

neuroprotektor Citicolin 2x250 mg dimana fungsi citicoline untuk mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel, terutama di daerah penumbra. Obat-obatan ini berperan dalam mengisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu. Brainact (Citicoline) mengandung suatu zat gizi penting untuk integritas dan fluiditas membran sel otak. Senyawa ini juga dapat berubah menjadi asetilkolin, suatu neurotransmitter penting untuk komunikasi antar sel sehat serta untuk menyimpan memori dan menyalurkannya. Pasien diberikan Vit. K 3x10 mg/ml selama perawatan di ruangan saraf. 3. Tindakan mencegah komplikasi Pencegahan timbulnya dekubitus dengan mobilisasi pasif, yaitu tiap 2 jam pasien dimiringkan ke kiri dank e kanan, juga posisi terlentang secara bergantian. Hasil laboratorium didapatkan leukositosis dengan jumlah leukosit 18.200 sel/mm3 (13 agustus 2011) dan 14.200 sel/mm3 (17 agustus 2011) untuk penanganan infeksi maka diberikan antibiotik Clindamycin 1x300mg dimana clindamycin merupakan antibiotic lincosamide dengan efek bakteriostatik terhadap organisme gram positif aerob dan pathogen anaerob, mekanisme kerjanya berikatan dengan sub unit 50s dari ribosom bakteri dan menghambat tingkat awal dari sintesis protein. Pada pasien ini ada riwayat merokok maka disarankan untuk tidak merokok kembali. 4. Terapi Fase Pasca Akut Fisioterapi aktif dengan fisioterapi otot . Fisioterapi mungkin dilakukan bila kondisi pasien sudah stabil. Fisioterapi ini guna untuk mencegah terjadinya atrofi otot serta risiko kontraktur. Fisioterapi ini bertujuan untuk Mengoptimalkan anggota tubuh yang terkena stroke. Fisioterapi pasif, Latihan gerak yang dibantu oleh keluarga. Memperbaiki gaya hidup pasien (life style), mulai dari aturan

makanan, olah raga, serta mengurangi hal-hal yang dapat memicu timbulnya stress.

27

Penatalaksanaan pasien ini pada umumnya telah diusahakan sesuai mungkin dengan anjuran yang ada, beberapa pemeriksaan (CT Scan kepala, USG carotis dan Echocardigrafi ) tidak dapat dikerjakan dikarenakani kendala tidak tersedianya alat sehingga tidak dapat diterapkan sesuai dengan semestinya, yang diberikan pada pasien ini sudah memenuhi prosedur yang ada dan pasien dilakukan pemeriksaan foto Cystografi untuk pemeriksaan penunjang BPH grad II.

3. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien ini? Pada pasien ini tidak didapatkan komplikasi.

28

XV.

KESIMPULAN Telah dibahas kasus seorang laki-laki, 69 tahun yang telah dirawat selama kurang lebih 9 hari di ruang saraf kelas dua. Gejala pada pasien ini mendukung adanya stroke perdarahan dan pasien ini memiliki faktor resiko terhadap terjadinya stroke yaitu hipertensi tidak terkontrol dan riwayat merokok. Hasil diagnosa akhir pasien ini adalah Stroke ulang PIS beda sisi sistem karotis sinistra FR Hipertensi dengan diagnosa tambahan BPH+cystitis dengan demikian, terapi yang diberikan selain untuk penyakit stroke adalah untuk mengendalikan faktor resiko sehingga dapat mencegah terjadinya stroke berulang kembali dan terapi untuk komplikasi yang terdapat pada pasien. Secara umum penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai dengan standar Guideline Stroke.

29

Daftar Pustaka

1.

Amirudin, Kuswura, F.F, Limoa, R.Arifin, Wuysang Gerrad.2005. Gambaran Umum tentang Gangguan Perdarahan Darah Otak, Kapita Selekta Neurologi Edisi II.Gajah Mada University Press,cetakan ke lima.

2. 3.

Sylvia A.Prince, Loraine M Willson.2005.Patofisiologi Volume 2.Jakarta:EGC. Soertidewi Lyna, Tiksnadi Amanda.2006. Buku Saku Tentorium Neurologi. Jakarta:Departemen Neurologi FKUI.

4. 5.

Stroke. Didapat dari : www.scribd.com . Diakses pada tanggal 7 Juli 2011 Kustila, Ela.2002 .Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Stroke

Aterotrombotik.Bandung:__ 6. Mims Indonesia. Didapat dari : www.mims.com . Diakses pada tanggal 7 Juli 2011. 7. Pramudianto, Arlina,dkk. 2010. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Popule. 8. Guideline Stroke, 2011. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pokdi Stroke.

30

You might also like