You are on page 1of 7

Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida Kimia

Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Hama menjadi kebal (resisten) Peledakan hama baru (resurjensi) Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen Terbunuhnya musuh alami Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia Kecelakaan bagi pengguna

Kira-kira sudah berapa lama petani menggunakan pestisida kimia ini? Jadi bisa dibayangkan sendiri akibatnya bagi tanah pertanian di Indonesia.

Fungsi dari Pestisida Organik


Pestisida Organik memiliki beberapa fungsi, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa Menghambat reproduksi serangga betina Racun syaraf Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri

Bahan dan Cara Umum Pengolahan Pestisida Organik


Bahan mentah berbentuk tepung (nimbi, kunyit, dll) Ekstrak tanaman/resin dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan dipakai sebagai insektisida (serai, tembelekan/Lantana camara)

Contoh beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida Organik : Baca selengkapnya... INSEKTISIDA ORGANIK ATAU PESTISIDA NABATI Seperti halnya dengan manusia, tanaman juga akan mengalami sakit atau terserang hama maupun penyakit, bila kondisi fisiknya tidak baik. Dikarenakan adanya perubahan iklim /cuaca

atau memang sejak awal menggunakan benih /bibit yang tidak baik jadi mudah terserang , bisa juga dari kondisi tanahnya, dan lain-lain. Banyak kendala-kendala yang mempengaruhinya. Untuk mengatasinya tentu saja dapat menggunakan obat-obatan yang pilihannya banyak di pasaran. Tergantung dari tanamannya menderita apa dan kejelian serta kecerdasan kita untuk dapat memulihkan tanaman agar dapat sehat kembali. Bila kita menghendaki hidup sehat dan ramah lingkungan ada pilihan atau opsi yang ditawarkan yaitu menggunakan BAHAN-BAHAN ALAMI untuk mengusir atau menghalau musuhmusuh alami yang menyerang tanaman , tanpa harus mematikannya, sehingga siklus EKOSISTEM masih tetap terjaga. Adapun bahan-bahan INSEKTISIDA ALAMI itu adalah sebagai berikut: Tembakau, Kenikir, Pandan, Kemangi, Cabe Rawit, Kunyit , Bawang Putih, Gadung , Sereh dan masih banyak lagi yang dapat di pakai sebagai bahan-bahan pembuat insektisida alami . Bila melihat bahan-bahan tersebut , semua ada di lingkungan kita, mudah di dapat dan murah, yang pasti juga aman karena tidak beracun. Berikut Tabel yang menunjukan jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai Insektisida Alami atau Pestisida Nabati : Selanjutnya >>> TEH KOMPOS BISA DIPAKAI SEBAGAI PESTISIDA ORGANIK Perekayasa dari Lab. Remediasi Lingkungan, Balai Teknologi Lingkungan, BPPT, Ir. Dominikus H. Akhadi mengatakan, teh kompos bermanfaat selain sebagai sumber nutrisi, juga bisa dipakai sebagai pestisida alami untuk membrantas hama, kutu dan beberapa penyakit tanaman. Dengan menggunakan teh kompos ini bisa didapatkan produk pertanian yang sifatnya organik, karena tidak lagi digunakan pestisida buatan dan pupuk dari pabrik, sehingga hasil pertaniannya sangat aman bagi manusia dan lingkungan karena tidak lagi menimbulkan pencemaran, kata Dominikus di Pameran Teknologi Memperingati HUT BPPT Ke -29 di Jakarta, Jumat (24/8). Baca selengkapnya... Usir Pengganggu dengan Bahan Alam
Tanaman itu ibarat manusia. Ia bisa hidup sehat alias subur, bisa juga sakit akibat terserang penyakit. Banyak penyakit pada tanaman. Salah satunya adalah ulat. Si ulat merupakan bagian dari biang keladi pengrusak tanaman. Bagaimana menghindarinya? Kehadiran si ulat dan teman-temannya memang membawa kerisauan sendiri bagi pemilik tanaman jenis hortikultura. Mahkluk kecil pengacau ini bisa jadi merusak tampilan dan kesehatan tanaman, sehingga tak sedikit yang menggunakan alternatif semprotan racun pestisida untuk melindungi tanaman dari hama, penyakit, dan binatang.

Saat ini, penggunaan pestisida berbahan dasar zat kimia sudah mulai banyak ditinggalkan karena sudah banyak diketahui bahwa memakai bahan kimia itu bisa membahayakan, apalagi dengan takaran yang berlebihan. Kesuburan tanah jadi berkurang, serta pestisida kimia berbentuk cair itu bisa meresap di permukaan daun atau buah.

Salinitas
Salinisasi Jumlah H2O yang berasal presipitasi tidak cukup untuk menetralkan jumlah H2O yang hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi. Sewaktu air diuapkan ke atmosfer, garamgaram tertinggal dalam tanah. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi. Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, Na2SO4, CaCO3 dan/atau MgCO3. dulu tanah-tanah yang terbentuk disebut tanah salin, tanah alkali putih, atau tanah solonchak. Mereka termasuk tipe tanah zonal. Salinisasi dapat juga terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanahtanah yang direklamasi dari dasar dipengaruhi oleh daerah pasang surut. Sodikasi dan Alkalinisasi Tanah salin : tanah yang mempunyai kadar garam netral larut dalam air laut dan tanah-tanah di daerah pantai yang

sedemikian sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dengan kebanyakan tanaman. Kurang dari 15% KTK tanah ditempati oleh NK dan biasanya nilai pH <> Tanah bergaram umumnya terdapat di daerah arid dan semiarid, dimana biasanya mencukupi kebutuhan evapotranspirasi tanaman. Sehingga akibatnya, garam tidak tercuci dari tanah malahan mereka berakumulasi dengan jumlah atau tipe yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Masalah garam tidak terbatas untuk daerah arid dan semiarid. Mereka dapat berkembang baik di daerah subhumid dan humid di bawah kondisi yang tepat. Prinsip kimia tanah dapat diaplikasikan langsung untuk mempelajari prinsip kimia tanah dan manajemen tanah bergaram. Karakterisasi Kimia Tanah Salin Tampak dari yang diuraikan di atas bahwa pH tanah bukan merupakan suatu metode yang baik untuk pencirian tanah-tanah ini. Tanah-tanah salin mempunyai pH tanah = 8,5 atau lebih rendah. Tanah-tanah sodik dapat memiliki pH tanah = 10, tetapi beberapa tanah ini dap[at bereaksi netral, sedang yang lain bereaksi masam. Untuk membedakan tanah-tanah salin dan sodik dari jenis-jenis tanah yang lain. Laboratorium Salinitas Amerika Serikat (Richards, 1954) mengusulkan garam terlarut dari kadar Na+ tertukarkan sebagai kriteria. Parameter-parameter tersebut dinyatakan dalam bentuk (1) daya hantar listrik (DHL) bagi kadar garam dan (2) persentase natrium dapat ditukar (PNT) bagi kadar Na+ tertukarkan.Salinitas tanah ditetapkan dengan mengukur DHL dalam mmho/cm pada ekstrak jenuh tanah. Yang tersebut terakhir ini diperoleh dari penghisapan dan penyaringan pasta jenuh-air.

Berdasarkan nilai PNT dan DHL dikenal tiga kelompok tanah yaitu : (1) tanah salin, (2) tanah salin-alkali, dan (3) tanah bukan salin alkali (sodik). Tanah salin dicirikan oleh DHL > 4 mmho/cm pada 25 oC, dan PNT < pnt =" 15%."> 4 mmho/cm pada 25oC, dan PNT > 15%. Jenis tanah ini mempunyai garam bebas dan Na+ yang dipertukarkan. Selama garam ada dalam jumlah berlebih, tanah-tanah tersebut akan terflokulasi dan pH nya biasanya 8,5. jika tanah ini dilindi, kadar garam bebas menurun dan reaksi tanah dapat menjadi sangat alkalin (pH > 8,5) akibat berhidrolisis Na+ yang dapat dipertukarkan. Tanah bukan salin-alkali dicirikan oleh DHL <> 15%. Kebanyakan dari Na+ -nya ada dalam bentuk dipertukarkan dan hanya sejumlah kecil dari garam bebasnya terdapat dalam larutan tanah. Nilai pH tanah berkisar dari 8,5 hingga 10,0. sebagai akibat irigasi, kondisi akan sangat alkalin dapat terbentuk pada tanah ini dan pH tanah setinggi 10 merupakan hal yang umum Pemilihan nilai kritis untuk DHL pada 4 mmho/cm dilaporkan didasarkan atas kemungkinan tingkat kerusakan tanaman akibat kadar garam. Nilai DHL 4 mmho/cm bermula dari Scofield tahun 1942, yang menganggap tanah bersifat salin pada DHL 4 mmho/cm atau lebih tinggi. Pada nilai DHL 4 mmho/cm, produksi banyak jenis tanaman terbatas. Kamphorst dan Bolt (1976) mengunjuk bahwa DHL sebesar 4 mmho/cm bersesuaian dengan suatu tekanan osmotik pada kapasitas lapang sebesar 5 bar. Pada DHL antara 2 dan 4 mmho/cm, hanya tanaman-tanaman yang sangat rentan yang sangat terpengaruh, sedang pada nilai-nilai <>+. tambahan pula, tanaman yang berbeda akan berbeda reaksinya terhadap nilai PNT yang sama (Kamphorst dan Bolt, 1976; Richards, 1945). Laboratorium Salinitas AS berdasarkan sejarah dan pengalaman telah menggunakan nilai PNT = 15% sebagai batas pembeda antara tanah bukan alkali dan tanah alkali. Pengaruh salinitas umumnya dapat diabaikan Hasil tanaman sangat rentan dapat terbatas Hasil banyak tanaman terbatas Hanya tanaman toleran memberikan hasil yang memuaskan Hasil beberapa tanaman serta toleran memuaskan

0 2 4 8 16 DHL (Daya Hantar Listrik) dalam mmho/cm pada 25


o

Gambar 8.2. pengaruh tingkat salinitas, yang dinyatakan dalam nilai DHL, terhadap hasil tanaman, menurut Laboratorium Salinitas AS. [ dari Richards (1954)]. Pengaruh Salinisasi Terhadap Pertumbuhan Tanaman Penggolokan garam yang mudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan tanaman. Penggolokan garam tersebut akan mengibas plasmolisis, yaitu suatu proses bergerak keluarnya H2O dari tanaman ke larutan tanah. Kehadiran ion Na+ dalam jumlah tinggi dapat mempertahankan partikel-partikel tanah tetap tersuspensi. Dengan pengeringan, tanah membentuk lempeng-lempeng keras,

dan terjadi pembentukan kerak di permukaan. Yang tersebut terakhir ini menurunkan porositas tanah dan aerasi terhambat secara parah. Nilai pH yang tinggi pada banyak di antara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersediaan sejumlah hara mikro. Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn. Irigasi Tanah Salin Reklamasi dan pengelolaan tanah-tanah salin dan sodik didasarkan terutama pada irigasi dan drainase yang tepat, pada pertukaran Na+ oleh Ca+ dan dalam kompleks pertukaran, dan pada penggunaan tanaman yang tahan terhadap garam. Bahaya Salinitas Untuk membuat tanah salin dapat ditanami, pencucian garam yang berlebih dengan biasanya dilakukan. Untuk itu diperlukan metode irigasi yang tepat dan

irigasi

penggunaan air irigasi dengan kualitas garam yang tepat. Dalam hal ini, daya hantar listrik (DHL) sering dipakai sebagai indeks bahaya salinisasi. Bahaya salinisasi dianggap rendah jika air irigasi yang digunakan mempunyai 0,75 mmho/cm (Richards, 1954; Taylor dan Ashcroft, 1972) Di daerah-daerah iklim kering, salinisasi merupakan suatu gejala alamiah. Oleh karena itu, kemungkinan salinisasi dianggap rendah jika air dengan DHL = 3,0 atau lebih tinggi digunakan untuk irigasi dalam kurun waktu bertahun-tahun, bahkan juga pada tanah-tanah bukan salin. KESEIMBANGAN GARAM DAN RASIO PENCUCIAN Irigasi kadang-kadang hanya membasahi tanah. Hal ini merupakan ancaman yang potensial bagi terbentuknya penggolokan garam. Dalam pengelolaan tanah-tanah salin dan sodik sesuatu disebut keseimbangan garam mendapatkan perhatian. Keseimbangan garam berarti bahwa jumlah garam yang dimasukkan ke dalam tanah harus sama dengan jumlah garam yang terlindi keluar dari tanah. Oleh karena itu, jumlah air yang ditambahkan harus melebihi yang diperlukan untuk membasahi tanaman. Jika air irigasi meningkat salinitasnya selama bertahun-tahun, nilai KP menjadi lebih besar. Bernstein dan Francois (1973) menyarankan pengelolaan irigasi sedemikian rupa sehingga mampu memasok kebutuhan air utama tanaman dengan air irigasi pada tingkat salinitas minimum. 1. Salinisasi Akibat Irigasi Bahaya salinisasi mungkin tidak hanya terbatas pada tanah-tanah di daerahdaerah beriklim agak kering dan kering. Kini telah merupakan praktek yang umum juga untuk menggunakan irigasi tambahan di daerah-daerah dengan musim hujan yang nyata. Dengan mudah diperolehnya air dari akuifer bawah tanah yang sangat besar di daerah dataran pantai selatan Amerika Serikat, banyak areal luas saat ini secara terus menerus diairi dengan sistem semprot (Sprinkler) yang berputar pada sumbunya. Namun ini belum ada rancangan sistem pembuangan yang memadai untuk air irigasi yang digunakan. Air irigasi yang mencapai tanah dibiarkan secara alamiah merembes melalui

tanah-tanah dan kembali ke air tanah dalam kondisi yang lebih pekat. Sebagian besar air irigasi kemungkinan juga dapat menguap dan meninggalkan garam di permukaan tanah. Belum pernah dilakukan penyamakan bahaya potensial salinisasi dan dengan penggunaan air tersebut. Bahaya salinisasi tentunya agak berkurang dengan adanya iklim basah. Namun demikian, dalam jangka waktu bertahun-tahun dapat diperkirakan terjadinya penurunan kualitas air irigasi tersebut akibat penggunaan pupuk dalam jumlah tinggi dan dalam kondisi tidak adanya sistem drainase dan pembuangan yang memadai. Sumber pokok dari semua tanah ditunjukkan pada batu-batuan dan mineral dari kulit bumi, yang mana garam di lepaskan selama proses pelapukan kimia dan fisika di daerah humid, garam laut di bawa turun melalui profil tanah dengan aliran air hujan dan dilanjutkan dengan transportasi ke lautan atau ke laut di daerah arid, penyucian biasanya lebih dilokalisasikan. Garam cenderung beku mulai karena evaporasi, rata-rata transportasi, atau terkikis oleh daratan topografi. OH relatif,

Tanpa pencucian dan pelapukan mineral primer mungkin dapat menjadi esensial dengan pelapukan garam untuk akumulasi level yang berbahaya, tetapi derajat oksidasi ini seperti umumnya garam yang selanjutnya dilepaskan oleh tanah, lahan atau melalui proses pelapukan. Contohnya mineral (Mg dan Fe) yang ditemukan di wilayah tertentu. Jika ditemukan dalam jumlah cukup mineral dapat meningkatkan konsentrasi garam relatif yang terbawa air secara lambat sekitar 3-5 ml/liter. Mineral garam larut dengancepat, mineral yang tinggi kandungannya misalnya Cr dan Mg mungkin lebih dulu dilepaskan dengan sejumlah sodium dan potassium yang larut melalui pelapukan dimana mineral biasanya ditemukan dalam jumlah cukup untuk membangun timbunan garam. 2. Garam-garam fosil Garam fosil dapat ditemukan dalam jmlah besar disalinitas walaupun dalam jumlah sedikit dari air tanah. Hal ini dibuktikan oleh proyek irigasi Weltor dan Mohawk di Amazon, dimana air bawa tanah salin di daerah drainase terdapat banyak endapan salin. Pengairan di Meksiko terganggu oleh air garam berbahaya bagi irigasi tanaman. Garam fosil juga dapat larut ketiak penyimpaann air atau ransisi strukut air melebihi sedimentasi salin, danau Lake Mad di belakang Hanover Dam di Nevada selatan melebihi batas gypsifero pencairan gypsum ini biasanya pengembangan salinitas sungai Cola 3. Garam atmosfer Garam juga dapat dibawa ke sungai dan seterusnya oleh atmosfer. walaupun

precipitasi dalam lahan garam relatif bebas, air hujan biasanya terbentuk di sekitar intensitas kondensasi partikel garam atau debu. Total konsentrasi air hujan mungkin lebih dari 50 sampai 200 mg/lt dekat pantai tetapi menurun dengan cepat hanya beberapa mg/lt dalam air hujan benua. Pola tepat dari penurunan tinggi dari topografi setempat dan pelapukan, dan dengan pantai yang perubahan komposisi air hujan. Garam dalam air hujan terdekat kaya sodium, chloride dan magnesium. Presipitasi dalam tanah

didekomposisikan oleh Ca dan Mg sulfat serta bicarbonate. Jumlah garam yang berasal dari daerah arid semiarid mungkin berjumlah hanya beberapa kg/ha per tahun, tetapi jumlah yang lebih dari sepuluh sampai 100 per tahun

dapat terlarut, vegetasi beberapa daerah yang normal mencapai seimbang dengan dataran pantai mungkin bisa mengalir dari dalam sebagai konsentrasi relatif tinggi ketika periode dari keseimbangan air. 4. Aktivitas manusia Peningkatan konsentrasi Nitrogen atmosfer dan komponen struktur terkadang ditemukan dekat daerah industri . hal ini dapat meningkat akan jumlah pemberian garam dari atmosfir ke tanah di beberapa daerah selama pengeboran minyak dan proses transportasi air seperti irigasi, manusia juga bisa menambahkan garam ke suatu daerah dari dalam kulit bumi atau menyisipkan air melebihi strata.Kekuatan salinitas geologis sebagai contoh penyisipan danau Made melebih lapisan gypsum alami di Nevada dan Arizona dan tanda peningkatan salinitas melebihi danau di Colombo selama di bawa sungai.

You might also like