You are on page 1of 30

[Type text]

RINGKASAN

A. Pengertian Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah). B. Jenis Penyakit Osteoporosis Bila disederhanakan, terdapat dua (2) jenis osteoporosis, yaitu : 1. Osteoporosis Primer 2. Osteoporisis Sekunder C. Faktor Faktor Risiko Osteoporosis Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang berisiko terkena osteoporosis, antara lain: a) Riwayat Keluarga b) Jenis Kelamin c) Usia d) Aktifitas Fisik e) Status Gizi f) Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium g) Kebiasaan Merokok h) Penyakit Diabetes Mellitus

D. Klasifikasi Osteoporosis a. Osteoporosis primer yang dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian: i. Tipe I (Post Menopausal) ii. Tipe II (Senile) b. Osteoporosis sekunder c. Osteoporosis idiopatik

[Type text]

E. Tanda Dan Gejala Osteoporosis Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsalatau lumbal.

F. Pencegahan Osteoporosis Pencegahan osteoporosi meliputi mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Melakukan olah raga dengan beban. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium.

G. Pengobatan Osteoporosis Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau

menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.

[Type text]

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001, National Institute Of Health (NIH) memajukan definisi baru Osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. Menurut WHO, osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis menduduki peringkat kedua, di bawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data internasional Osteoporosis Foundation, lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko seumur hidup untuk patah tulang akibat osteoporosis, bahkan mendekati 40%, sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%. Menurut hasil Analisis Data Resiko Osteoporosis yang dilakukan oleh Pusat Penelitan dan Pengembangan Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia dan dipublikasikan pada tahun 2006 menyatakan 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Osteoporosis atau kekeroposan tulang adalah kondisi dimana tulang menjadi tipis, rapuh, keropos dan mudah patah akibat berkurangnya massa tulang, khususnya kalsium, yang terjadi dalam waktu lama. Osteoporosis tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas atau khusus hingga terjadinya patah tulang, sehingga sering disebut sebagai silent disease.

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun
3

[Type text]

diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan. Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Di Amerika Serikat osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk, 1 diantara 2-3 wanita post-menopause dan lebih dari 50% penduduk di atas umur 75-80 tahun. Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis. Penyakit osteoporosis lebih banyak menyerang wanita, pria tetap memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. Sama seperti pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria juga dipengaruhi estrogen. Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause, sehingga osteoporosis datang lebih lambat. Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan naik menjadi 24 juta pada tahun 2015. Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran akan ancaman osteoporosis berdasar Studi di Indonesia: Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006). Berdasar data Depkes, jumlah penderita osteoporosis di Indonesia jauh lebih besar dan merupakan Negara dengan penderita osteoporosis terbesar ke 2 setelah Negara Cina.

[Type text]

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah pengertian osteoporosis ? 2. Apa saja jenis-jenis penyakit osteoporosis ? 3. Apa saja tanda - tanda osteoporosis ? 4. Bagaimana pencegahan osteoporosis ? 5. Apa saja faktor - faktor risiko osteoporosis ? 6. Bagaimana pengobatan osteoporosis ?

C. Tujuan Untuk mengetahui penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, faktor risiko, prevalensi patogenesis, klasifikasi, diagnosis, pencegahan dan juga pengobatan osteoporosis.

D. Manfaat Makalah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Institusi Pendidikan Makalah ini dapat dijadikan sebagai acuan pembelajaran dalam epidemiologi gizi pada penyakit Osteoporosis. 2. Akademik Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman di bidang ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam pengembangan mutu dan kemampuan dasar sebagai seorang public health mengenai penyakit Osteoporosis. 3. Bagi Masyarakat Dengan adanya makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan masyarakat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit Osteoporosis.

[Type text]

E. Metode Yang Dipakai Untuk metode penelitian pada makalah ini adalah berdasarkan Jurnal Internasional maupun Nasional yang telah dikumpul sebelumnya Yakni:
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yucel Gelislia,Yasemin Ersoyb,

Gulbahar Bilgin Konokmanc, dengan Judul Menentukan dampak pelatihan gizi


diberikan kepada perempuan pada pengetahuan mereka tentang osteoporosis.

Metode: Rancangan percobaan dengan "pre - test kelompok kontrol post" digunakan dalam penelitian ini. Populasi dari studi terdiri dari perempuan (n = 90) menghadiri kursus oleh Pusat Pendidikan Publik di kota ubuk, Ankara dan setiap sampel lainnya tidak diambil. Sebuah alat penilaian terdiri dari kuesioner dan tes pengetahuan digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitianini. Ini bentuk digunakan sebagai pre test dan post pada awal penelitian.

2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sri

Prihatini,

Vita

Kartika

Mahirawati, Abas Basuni Jahari, Herman Sudiman, dengan Judul Faktor Determinan Osteoporosis Di Tiga Provinsi Di Indonesia.

Metode: Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional. Penelitian dilakukan di tiga provinsi Sulawesi Utara, sampelnya adalah laki-laki dan perempuan dewasa umur 25 sampai 70 tahun.kriteria eksklusi hamil, sakit (berbaring lama),cacat pada pergelangan kaki dan lumpuh tidak dapat beraktivitas. Data yang dikumpulkan adalah DMT sebagai variable terikatsedangkan variable bebas meliputi :umur dan jenis kelamin, genetic,asupan gizi,suplemen,gaya

hidup,merokok,dan konsumsi minuman beralkohol.

3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siki Kawiyana, Sub Bagian / SMF

Orthopaedi dan Traumatologi, Bagian Bedah FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar, dengan judul: Interleukin-6 Yang Tinggi Sebagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian Estrogen. Osteoporosis Pada Wanita Pascamenopause Defisiensi

[Type text]

Metode: penelitian analitik observasional dengan metode studi kasus-kontrol (casecontrolstudy), yaitu wanita paska menopause defisiensiestrogen yang osteoporosis sebagai kasus dan yang tanpaosteoporosis sebagai kontrol. Pemeriksaan massa tulang diukur dengan alat Densitometer DEXA (DEXA Bone Densitrometry) type: DPX Bravo, Merk: GE Lunar- USA. Pemeriksaan IL-6 menggunakan prosedur pemeriksaan Human Interleukin-6 Immunoassay (R&D system), yang menggunakan Cat.No. D6050. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Klinik Prodia, selama Agustus 2008 sampai Desember 2008. Besar sampel sesuai dengan rumus studi kasus kontrol berpadanan, sebesar 41 kasus (osteoporosis) dan 41 kontrol (tidak osteoporosis).

4. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

A Prentice* MRC Human

Nutrition Research, Elsie Widdowson Laboratory, Cambridge, UK, Dengan judul Diet, nutrisi dan pencegahan osteoporosis.

Metode: Risiko osteoporosis diukur dengan menggunakan Sonometer Sahara Tulang Klinis, dan T <-2.5 skor adalah kriteria osteoporosis.

5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tina Kaczor, ND, FABNO, dengan

judul Vitamin K dan Osteoporosis. Metode: Studi menunjukkan bahwa asupan makanan rendah hasil vitamin Kdalam undercarboxylation dari osteocalcin dan risiko patah tulang lebih tinggi, dengan hasil yang samar-samar pengukuran kepadatan mineral tulang (BMD). Booth et al dinilai konsumsi phylloquinone melalui kuesioner makanan di 553 perempuan dan 335 laki-laki di Framingham Heart Study 1988-1989. Kepadatan mineral tulang pada pinggul, tulang belakang dan lengan diukur pada awal dan sekali lagi pada empat tahun. Sementara tidak ada hubungan antara BMD dan asupan vitamin K, ada risiko relatif jauh lebih rendah dari pinggul patah tulang pada tertinggi (254ug / d) versu (56ug / d) terendah.

6. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatmah, dengan judul: Osteoporosis

dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa. Metode: dengan rancangan cross sectional dilakukan pada 812 lansia (295 pria dan 517 wanita) di 3 wilayah pedesaan (Kabupaten Magetan, Gunung Kidul,
7

[Type text]

Wono-giri), dan 3 wilayah perkotaan (Kota Surabaya, Yogya-karta, dan Semarang). Alasan penelitian dilakukan pada kelompok Suku Jawa adalah sebanyak 41,7% suku ini menempati urutan etnis terbesar dari seluruh total populasi Indonesia.1 Kelompok ini paling banyak menempati wilayah Propinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bahkan proporsi penduduk lansia Suku Jawa juga berada pada urutan terbesar di antara 4 suku lainnya di Indonesia yaitu Sunda, Melayu, Batak, dan Madura (48,6%).

7. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Steven M. Plaza, ND, LAc, and

Davi.s W. Lamson, MS, ND, dengan judul Vitamin K2 pada Metabolisme Tulang dan Osteoporosis. Metode : Evaluasi etiologi osteoporosis dalam individu tertentu dapat melibatkan pemeriksaan aspek hormonal, pola latihan, asupan gizi, pencernaan, dan penyerapan nutrisi. artikel ini membahas aspek vitamin K2 dalam pembentukan tulang. Subjek penyerapan gizi adalah relevan karena Ks adalah vitamin larut lemak, karena itu, malabsorpsi lemak dapat membuat kekurangan. baru-baru review 266) mengungkapkan ^ penyakit celiae adalah eommon dalam yang K (1 dalam etiologi diperlukan Dokumentasi dalam tulang

"menggarisbawahi karena

keterlibatannya dari 'K. vitamin

osteoporosis tulang yang

malabsorptiun vitamin pentingnya

faktor, berlimpah

termasuk menggambarkan

pemeliharaan. Pentingnya mudah dibuktikan oleh osteoporosis dan patah tulang akibat jangka panjang penggunaan obat antikoagulan warfarin, yang menghambat efek tulang-bangunan vitamin K.

8. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Randy P. McDonough, PharmD,

MS, RPh,William R. Doucette, PhD, Patty Kumbera, RPh,Donald G. Klepser, MBA, dengan judul Evaluasi Pengelolaan dan Mendidik Pasien Risiko dari glukokortikoid-induced Osteoporosis. Metode : Sembilan puluh enam pasien yang memakai orang dewasa kronis glukokortikoid terapi pada 15 apotek masyarakat. Pasien pada kelompok kontrol menerima perawatan biasa dan adat. Pasien dalam perawatan apotek menerima pendidikan dan pamflet pendidikan tentang risiko glukokortikoid

disebabkan osteoporosis. Selain itu, pengobatan apoteker kelompok dimonitor


8

[Type text]

terapi obat pasien, untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah terkait obat. Data termasuk glukokortikoid diambil oleh obat pasien,, dan osteoporosis faktor risiko dikumpulkan pada awal dan setelah 9 bulan pemantauan, dari Web berbasis survei selesai pada apotek. Menggunakan maksud untuk mengobati pendekatan, pra-pasca perubahan frekuensi adalah dibandingkan dengan kontras untuk kehadiran bifosfonat terapi, kehadiran terapi estrogen, kehadiran kalsium suplemen, diskusi diinduksi glukokortikoid osteoporosis risiko, diskusi kepadatan tulang tes, kehadiran uji densitas mineral tulang, dilaporkan tidak aktif, dan melaporkan diet rendah kalsium.

9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Siki Kawiyana, dengan judul

:Osteoporosis Patogenesis Diagnosis Dan Penaganan Terkini. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode studi kasus-kontrol (casecontrol study)

10. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SUDHAA SHARMA,VISHAL

R.TANDON*,

ANNIL

MAHAJAN**,

AVINASH

KOUR,

DINESH

KUMAR*** , dengan judul : AWAL PENAPISAN osteoporosis dan osteopenia PADA WANITA PERKOTAAN dari Jammu MENGGUNAKAN QU kalkanealis. Metode : Sebuah studi berbasis rumah sakit dilakukan pada 158 wanita dengan menghitung T-skor memanfaatkan QU kalkanealis sebagai alat diagnostik. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi wanita substansial memiliki oesteopenia dan osteoporosis setelah usia 45 tahun. Insiden osteoporosis (20,25%) dan osteopenia (36,79%) dengan jumlah maksimum dari kedua osteoporosis dan wanita osteopenik tercatat dalam kelompok usia (55-64 tahun). Setelah usia 65 tahun, ada kejadian hampir 100% baik osteopenia atau osteoporosis, menunjukkan bahwa ini meningkat dengan usia dan pada periode pasca menopause, sehingga menunjukkan kurangnya aktivitas estrogenik mungkin bertanggung jawab untuk ini tren meningkat. Agama, kasta dan diet memiliki pengaruh pada hasil osteopenik dan skor osteoporosis pada penelitian ini, tapi tetap saja harus dibuktikan dengan melakukan uji klinis secara acak yang lebih besar di masa depan.

[Type text]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah).

Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan resoprsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah. Tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pada tulang normal. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur konversi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah koulum femoris dan daerah tronkanter, dan patah tulang coles pada pergelangan tangan. fraktur kompresi ganda fertebra mengakibatkan deformitas skeletal. Osteoporosis merupakan penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga tulang cenderung untuk mengalami fraktur spontan atau akibat trauma minimal. (Consensus Development Conference, 1993).
10

[Type text]

B. Patofisiologi Osteoporosis

Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk, pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun dan terdapat lengkung vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut. Masa total tulang yang terkena mengalami penurunaan dan menunjukan penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena adanya variasi ketebalan trabekular pada individu normal yang berbeda.

Diagnosis mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.

Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor lingkungan. 1. Factor genetic meliputi: usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan. 2. Factor lingkungan meliputi: merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada

11

[Type text]

pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis. C. Tanda Dan Gejala Osteoporosis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosisdapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas padatulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsalatau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hinggakedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapiakan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertaioleh distensi perut dan ileus.

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan: 1. Patah tulang akibat trauma yang ringan. 2. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. 3. Gangguan otot (kaku dan lemah) 4. Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

D. Jenis Penyakit Osteoporosis

Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis primer dan sekunder. 1. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan, sedangkan osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal tertentu. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan
12

[Type text]

osteoporosis sekunder. Proses ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis primer. 2. Osteoporisis sekunder mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lainlain.

E. Prevalensi Osteoporosis

Prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita sebanyak 18-36%, sedangkan pria 20-27%, untuk umur di atas 70 tahun untuk wanita 53,6%, pria 38%. Lebih dari 50% keretakan osteoporosis pinggang di seluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Mereka yang terserang rata-rata berusia di atas 50 tahun. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima pria di Indonesia terserang osteoporosis atau keretakan tulang. (Yayasan Osteoporosis Internasional) Dua dari lima orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis. (depkes, 2006). F. Faktor Faktor Risiko Osteoporosis Ada orang-orang tertentu yang mempunyai risiko lebih besar mengalami osteoporosis. Di bawah ini diuraikan faktor risiko turunan dan faktor risiko lingkungan yang mempengaruhi berkurangnya massa tulang. 1. Faktor Risiko Turunan

a. Riwayat Keluarga Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan densitas tulang. Wanita yang mempunyaiibu pernah mengalami patah tulang panggul, dalam
13

[Type text]

usia tua akan dua kali lebih mudahterkena patah tulang yang sama. Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam halkebiasaan makan dan aktifitas fisik.

b. Jenis Kelamin Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogenyang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita punmengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun. Pada wanita postmenopausekerapuhan tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang.

c. Usia Kehilangan masa tulang meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Semakin bertambahusia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis karena tulang menjadi berkurang kekuatandan kepadatannya. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia antara 30 sampai 35tahun. Patah tulang meningkat pada wanita usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patahtulang baru meningkat pada usia >75 tahun. Penyusutan massa tulang sampai 3-6% pertahunterjadi pada 5-10 tahun pertama pascamenopause. Pada usia lanjut penyusutan terjadisebanyak 1% per tahun. Namun, pada wanita yang memiliki faktor risiko penyusutan dapatterjadi hingga 3% per tahun. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan kadar 1,25(OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsivitamin D, dan berkurangnya vitamin D dalam kulit.

d. Suku Asia. e. Kerangka Tulang Kecil Orang yang rangka tulangnya kecil cenderung lebih sering mengalami osteoporosis ketimbang orang dengan rangka tulang yang besar. f. Telapak Kaki Datar g. Berat badan dan body mass index (BMI) rendah (orang kurus lebih mudah terserang osteoporosis dari pada orang gemuk. h. Ruas tulang belakang membengkok ke samping (skoliosis)

2. Faktor Risiko Lingkungan

14

[Type text]

i. Aktifitas Fisik Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu berat pada usia menjelang menopause justrudapat menyebabkan penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti berjalan kaki padadasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulangkarena pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper (2000), membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan kepadatan tulangspinal. Aktivitas fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari estrogen.

j. Status Gizi Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang, meskipun hal ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar seperti zat gizi dan aktifitas fisik yang tidak teratur.Perawakan kurus cenderung memiliki bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risikoterjadinya kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan meningkatdan kepadatan tulang juga meningkat.

k. Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg) merupakan komponen utama pembentuk tulang. Sebagai mineral terbanyak, berat Ca yang terdapat pada kerangka tulang orangdewasa kurang lebih 1 kilogram. Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya ( Peak Bone Mass atau PBM) sekitar umur 20-30 tahun. Pada priode PBM ini jikamassa tulang tercapai dengan kondisi maksimal akan dapat menghindari terjadinyaosteoporosis pada usia berikutnya. Pencapaian PBM menjadi rendah jika individu kurang berolahraga, konsumsi Ca rendah, merokok, dan minum alkohol. Kalsium dan vitamin Ddibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang kuat. Kalsium juga sangat penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan fungsi saraf. Semakin bertambahnya usia, tubuh akansemakin berkurang pula kemampuan menyerap
15

[Type text]

kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria dan wanita lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak. Konsumsi Cayang dianjurkan National Osteoporosis Foundation (NOF) adalah 1000 mg untuk usia 19-50th dan 1200mg untuk usia 50th keatas. Sumber - sumber kalsium terdapat pada susu, keju,mentega, es krim, yoghurt dan lain lain.

l. Kebiasaan Merokok Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena osteoporosis karena zatnikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang dan juga membuat kadar dan aktivitashormone estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalammenghadapi proses pembentukan tulang.

m. Penyakit Diabetes Mellitus Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis. Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang sehingga meningkatkan pembentukkankolagen tulang, akibatnya orang yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat metabolisme vitaminD dan osteoporosis.

G. KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS

a) Osteoporosis primer yang dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian: 1. Tipe I (Post Menopausal) Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Collesfracture, dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkanluasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsiveterhadap defisiensi estrogen.

2. Tipe II (Senile) Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.
16

[Type text]

b) Osteoporosis sekunder Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh penyakitatau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme (kelebihan hormangondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks), multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obatobatan.

c) Osteoporosis idiopatik

Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

H. Ayat Tentang Osteoporosis

Peningkatan penduduk lansia akan terus meningkat seiring dengan perkembangan jaman dengan rasio wanita lebih banyak daripada pria. Peningkatan tersebut memberikan dampak yang cukup kompleks dari segi sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Di bidang kesehatan, para lansia tersebut dihadapkan dengan peningkatan penyakit menua yang menyertainya antara lain osteoporosis. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran:

17

[Type text]

Ia berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah/ rapuh dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku.[QS. Maryam :4]

Osteoporosis merupakan penyakit yang ditandai dengan keadaan massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat pada peningkatan fragilitas tulang dengan risiko terjadinya peningkatan fraktur tulang. Salah satu penyebab terjadinya osteoporosis adalah kekurangan hormon estrogen dalam tubuh wanita lansia yang disebut sebagai osteoporosis pascamenopause.

Islam menjelaskan bahwa penyakit apapun macamnya, Allahlah yang menjadikannya dan Allah pula yang menyediakan obatnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW : Sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan penyakit, melainkan Dia telah menurunkan buat penyakit itu penyembuhannya, maka berobatlah kamu. [HR Nasai dan Hakim]

Hal ini menjadi dasar bagi setiap muslim untuk selalu berusaha mencari obat dari setiap penyakit yang ada, termasuk osteoporosis pascamenopause yang sudah dijelaskan di atas.

Allah menurunkan segala penyakitnya tanpa menjelaskan secara terperinci mengenai jenis penyakitnya dan Allah menurunkan obatnya tanpa menyebutkan detail apa obatnya dan bagaimana memakainya. Masalah ini harus dipecahkan oleh manusia dengan akal, ilmu dan penyelidikan yang sekarang dinamai science bersama teknologinya.

18

[Type text]

BAB III PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massatulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehinggaresiko fraktur menjadi lebih besar.

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyatIndonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalumenyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatanuntuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan denganmempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan.

Untuk Hasil-hasil penelitian pada makalah ini adalah berdasarkan Jurnal Internasional maupun Nasional yang telah dikumpul sebelumnya Yakni:

19

[Type text]

1) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yucel Gelislia,Yasemin Ersoyb, Gulbahar Bilgin Konokmanc dengan Judul Menentukan dampak pelatihan gizi
diberikan kepada perempuan pada pengetahuan mereka tentang osteoporosis.

Bahwasanya Hasil Penelitiannya adalah : HASIL: Ketika kami memeriksa pengetahuan wanita di atas osteoporosis sebelum pelatihan, perbedaan antara kelompok tidak berbeda bermakna secara statistif (p <0,05). Dengan penerapan metode yang berbeda dari pelatihan beberapa yang lebih besar perbedaan yang ditentukan pada tingkat pengetahuan wanita di atas osteoporosis (f = 150, 68, p <, 01). Tergantung pada hasil ini, kemungkinan untuk mengatakan bahwa tingkat pengetahuan perempuan dalam wajah - to - face, buku pegangan dan kontrol kelompok berbeda secara signifikan. Pada akhir tes Scheffee dilakukan untuk menentukan arah dari perbedaan ini, ditetapkan bahwa perbedaan itu antara wajah - to - face kelompok dan kelompok kontrol, dan buku tangan dan kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa metode wajah - untuk pendidikan wajah cukup efektif dalam pelatihan wanita di atas osteoporosis. Metode Handbook memiliki tingkat moderat efek. Tidak ada perbedaan ditemukan di tingkat pengetahuan perempuan dalam kelompok kontrol. Empat

puluh% perempuan termasuk dalam studi ini berpikir bahwa mereka kekurangan dalam pengetahuan, 66,7% meminta gizi pendidikan dan 58,9% menyatakan mereka ingin memiliki pendidikan dari seorang guru gizi. Sebuah pendidikan yang efisien dan berkesinambungan gizi harus dimasukkan dalam kebijakan pendidikan negara dan pendidikan gizi harus terjadi di lembaga pendidikan resmi dan pribadi. 2) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dengan Judul faktor determinan osteoporosis di tiga provinsi di indonesia Bahwasanya Hasil Penelitiannya adalah : HASIL: Hasil studi ini menunjukkan bahwa proporsi risiko osteoporosis pada laki-laki cenderung lebih tinggi (24,4 %) dibandingkan dengan perempuan (21,2%). Padahal secara biologis, risiko pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Namun bila dilihat menurut kelompok umur, risiko osteoporosis pada laki-laki cenderung lebih tinggi pada usia < 55 tahun, sedangkan pada umur >= 55 tahun, proporsinya lebih tinggi pada perempuan. Osteoporosis erat kaitannya
20

[Type text]

dengan proses penuaan dimana cadangan kalsium menipis dengan bertambahnya usia. Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya sekitar umur 20-30 tahun. Jika konsumsi kalsium dalam makanan sehari-hari cukup, tingkat massa tulang dapat dipertahankan sampai usia 40 tahun. Setelah periode itu, tingkat massa tulang akan menurun perlahan-lahan seiring bertambahnya usia yaitu berkurang sekitar 0,4% per tahun.

3) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siki Kawiyana Sub Bagian / SMF Orthopaedi dan Traumatologi Bagian Bedah FK Unud / RSUP Sanglah Denpasa Dengan judul Interleukin-6 Yang Tinggi Sebagai Faktor Risiko Terhadap Kejadian Osteoporosis Pada Wanita Pascamenopause Defisiensi Estrogen Bahwasanya Hasil Penelitiannya adalah : HASIL: Penelitian ini menunjukkan bahwa kadar IL -6 lebih tinggi pada yang osteoporosis dibandingkan dengan yang tidak osteoporosis pada wanita pasca menopause defisiensi estrogen. Kadar IL -6 yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya osteoporosis pada wanita pascaa menopause defisiensi hasil esterogen. Interleukin -6 atau ( IL -6) dapat dipakai sebagai predictor dan lebih waspada akan terjadinya osteoporosis.

4) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

A Prentice*MRC Human

Nutrition Research, Elsie Widdowson Laboratory, Cambridge, UK Dengan judul: Diet, nutrisi dan pencegahan osteoporosis. Bahwasanya Hasil Penelitiannya adalah : HASIL: Pada populasi dengan risiko sedang-tinggi osteoporosis, kasus-kontrol

dan studi kohort di negara-negara dengankalsium dekat asupan rata-rata untuk tingkat yang direkomendasikan memiliki menunjukkan tidak ada hubungan antara asupan kalsium dan risiko pinggul fracture 58 - 62. Kalsium asupan, dengan ratarata 800 mg

hari, bukan penentun kehilangan tulang longitudinal yang lebih 4 tahun dalam kel ompok Framingham orang tua (rata-rata umur 75 tahun) dari USA63. Sebaliknya, studi di Diet, nutrisi dan pencegahan osteoporosis 231 populasi dengan rata-rata asupan rendah menyarankan meningkatkan risiko patah tulang pinggul dengan kalsium menurun intake64 - 67. Studi di Southern Europe66, 67 mengamati bahwa risiko terbesar patah tulang di antara mereka dengan terendah konsumsi
21

[Type text]

susu dan keju, indikasi dari sangat rendah kalsium asupan, tetapi tidak ada pengurangan risiko tambahan itu diberikan oleh asupan atas rata

Brata. Sebuah terakhir, sering dikutip,metaanalisis telah menyarankan penurunan kejadian patah tulang pinggul dengan asupan kalsium meningkat seperti bahwa setiap tambahan 300mg kalsium dalam diet adalah terkait dengan rasio odds dari 0,96 untuk patah tulang pinggul (4%

pengurangan resiko) 68. Perkiraan tersebut menjadi 0,92 (8% pengurangan) setelah menerapkan koreksi untuk pengukuran mungkin errors68. Ini berarti bahwa setiap mg 1000 / d adalah dikaitkan dengan penurunan 24% risiko patah tulang pinggul. Namun, pemeriksaan lebih dekat dari studi individu menunjukkan bahwa efek ini tampaknya terbatas pada populasi dengan rata-rata relatif rendah kalsium asupan (Gambar 1) dan bahwa asumsi bahwa hubungan linear di kisaran asupan kalsium tidak sah. Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa, pada populasi beresiko osteoporosis fraktur, ada ambang batas risiko meningkat di bawah ini sekitar 400-500 mg/d30.

5) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tina Kaczor, ND, FABNO Dengan judul Vitamin K dan Osteoporosis. Bahwasanya Hasil Penelitiannya adalah : HASIL: Studi menunjukkan bahwa asupan makanan rendah hasil vitamin K dalam undercarboxylation dari osteocalcin dan risiko patah tulang lebih tinggi, denga hasil yang samar samar pada pengukuran kepadatan mineral tulang (BMD). Booth et al dinilai konsumsi phylloquinone melalui kuesioner makanan di 553 perempuan dan 335 laki-laki di Framingham Heart Study 1988-1989. Kepadatan mineral tulang pada pinggul, tulang belakang dan lengan diukur pada awal dan sekali lagi pada empat tahun. Sementara tidak ada hubungan antara BMD dan asupan vitamin K, ada risiko relatif jauh lebih rendah dari pinggul patah tulang pada tertinggi (254ug / d) versus (56ug / d) terendah quintiles.46 Sebuah analisis sepuluh tahun, calon dari 72.327 bahwa wanita usia 38 asupan

63 di kelompok Studi Nurses 'Health menunjukkan

vitamin K bawah 109mcg/day dikaitkan dengan usia tertinggi disesuaikan, risiko relatif pinggul fracture.47 Mereka juga menemukan patah tulang pinggul yang terbalik terkait dengan konsumsi selada, makanan yang memberikan kontribusi paling besar untuk keseluruhan asupan vitamin K, dengan pengurangan risiko
22

[Type text]

relatif sebesar 45% antara pemakan sekali atau lebih setiap hari selada versus sekali atau kurang mingguan konsumen. Keterbatasan studi ini mencakup epidemiologi efek perancu potensial dari keseluruhan pola makan yang buruk dan gaya hidup tidak sehat

seperti vitamin K terutama ditemukan dalam makanan terkait dengan sehat diet.

6) Berdasarkan

penelitian

yang dilakukan

oleh

Fatmah*,

dengan

judul

Osteoporosis dan Faktor Risikonya pada Lansia Etnis Jawa. Hasil : Diperoleh 812 subyek penelitian. Proporsi osteoporosis di desa sedikit lebih rendah daripada kota. Perempuan memiliki proporsi osteoporosis dua kali lebih besar daripada laki-laki. Terdapat peningkatan osteoporosis berdasarkan umur. Tingkat pendidikan, beban pekerjaan harian, dan aktivitas fisik berhubungan dengan osteoporosis. Responden dengan tingkat pendidikan akhir yang rendah memiliki mean dan proporsi osteoporosis lebih tinggi daripada tingkat pendidikan tinggi/menengah. Persentase osteoporosis responden pada aktivitas fisik rendah dan beban pekerjaan harian rendah lebih tinggi dibandingkan tingkat berat. Asupan kalsium dan protein tidak berhubungan dengan kejadian osteoporosis.

7) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Steven M. Plaza, ND, LAc, and Davi.s W. Lamson, MS, ND, dengan judul : Vitamin K2 pada Metabolisme Tulang dan Osteoporosis. Hasil : Pembentukan tulang dan keropos tulang melibatkan

kompleks array dari nutrisi dan sinyal molekul. Artikel ini mencakup pengaruh vitamin K (paling khusus K2) pada proses ini sebagai yang terpisah dan berbeda dari kebutuhan nutrisi lainnya. In vitro studi menunjukkan vitamin K2 jauh lebih aktif dari Ki baik dalam pembentukan tulang dan mengurangi keropos tulang. Penelitian pada manusia menunjukkan potensi vitamin K2 sebagai intervensi strategis untuk osteoporosis. Ini pengobatan sudah digunakan secara umum di luar atjalan Serikat Amerika. "dengan dosis khas dari 45 mg sehari. Studi mengkonfirmasi efektivitas vitamin K2 untuk penurunan BMD dari berbagai cau.ses, termasuk menopause osteoporosis, Parkinson penyakit, penggunaan leuprolid atau prednisolon. Empedu sirosis, aktivitas stroke, dan
23

[Type text]

anoreksia. Hanya sedikit, jika ada. beberapa vitamin dan mineral suplemen mengandung vitamin K2. Para penulis merekomendasikan hal ini lebih luas ditambah karena memiliki aktivitas bermanfaat jauh melampaui

osteoporosis. Suplementasi menjadi lebih penting bagi mereka dengan kecenderungan untuk malabsorpsi lemak. Penyebab umum adalah malabsorpsi celiac penyakit, yang mempengaruhi satu dari 266 orang.

8) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Randy P. McDonough, PharmD, MS, RPh,William R. Doucette, PhD,Patty Kumbera, RPh, Donald G. Klepser, MBA. Dengan judul : Evaluasi Pengelolaan dan Mendidik Pasien Risiko dari glukokortikoid-induced Osteoporosis. Hasil : Kontras adalah signifikan dalam mendukung

pengobatan apotek untuk frekuensi pasien yang memakai suplemen kalsium (Kontrol [-6,9%] vs Pengobatan [17,1%], P <0,05). Tidak ada kontras lainnya adalah signifikan. 9) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Siki Kawiyana, dengan judul: Osteoporosis, Patogenesis, Diagnosis, dan Pengobatan terakhir. Hasil : Pada sel stroma osteoblastik dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya : IL-6, RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.

10) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh SUDHAA SHARMA,VISHAL R.TANDON*, ANNIL MAHAJAN**, AVINASH KOUR, DINESH

KUMAR***, dengan judul : AWAL PENAPISAN osteoporosis dan osteopenia PADA WANITA PERKOTAAN dari Jammu MENGGUNAKAN QU kalkanealis. Hasil : Hasilnya menyarankan bahwa populasi wanita substansial memiliki oesteopenia dan osteoporosis setelah usia 45 tahun. Insiden osteoporosis (20,25%) dan osteopenia (36,79%) dengan jumlah maksimum dari kedua osteoporosis dan wanita osteopenik tercatat dalam kelompok usia (55-64 tahun). Setelah usia 65 tahun, ada kejadian hampir 100% baik osteopenia atau osteoporosis, menunjukkan bahwa ini meningkat dengan usia dan pada periode pasca menopause, sehingga menunjukkan kurangnya aktivitas estrogenik mungkin bertanggung jawab untuk
24

[Type text]

ini tren meningkat. Agama, kasta dan diet memiliki pengaruh pada hasil osteopenik dan skor osteoporosis pada penelitian ini, tapi tetap saja harus dibuktikan dengan melakukan uji klinis secara acak yang lebih besar di masa depan. B. Pencegahan Osteoporosis

Pencegahan

osteoporosi

meliputi

mempertahankan

atau

meningkatkan

kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Melakukan olah raga dengan beban. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu). Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir akhir inimenjadi perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan teoriosteoblast. Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkankepadatan tulang.

Berenang

tidak

meningkatkan

kepadatan

tulang.

Estrogen

membantu

mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaandengan progesteron. Terapisulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulangdan mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang,tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Stimulasi pembentukan tulang:

a. Fluorida:

Fluorida menstimulasi osteoblast dan meningkatkan kekompakan massa tulang.Bagaimanapun efeknya pada insiden fraktur masih kontroversi dan
25

[Type text]

mungkin tidak saling berhubungan. Pada penelitian klinik terbaru didapatkan bahwa masukan 75 mg sodiumfluorida perhari, akan ditemukan peningkatan massa tulang trabekula pada vertebrae.

b. Anabolik steroid:

Diduga pembentukan anabolik steroid dapat meningkatkan massa tulang pada osteoporosis. Penggunaan jangka panjang dapat mempunyai efek samping termasuk sterilisasi seperti efek sampingnya pada metabolisme karbohidrat dan lemak serta padafungsi hati.

c. Hormon parathiroid:

Data

menunjukkan

bahwa

adanya

peningkatan

massa

tulang

selama penyelidikan klinik berkelanjutan pada penggunaan hormon ini seperti terapi anabolik.

d. Bahan lain:

Efek positif dari 1,25 dihidroxyvitamin D3 dan 1 hidroxyvitamin D pada insiden fraktur nyata pada beberapa studi dalam hal subyek osteoporosis yangmenunjukkan penyerapan kalsium, terutama pada usia muda dan mereka dengan masukankalsium rendah.

e. Olah raga:

Modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah ragayang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga yang direkomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda, jogging.

C.

Pengobatan Osteoporosis

26

[Type text]

Menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya. Kebanyakan 40% dari perempuan akan mengalami patah tulang akibat dari osteoporosis selama hidupnya. Maka tujuan dari pengobatan ini adalah mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).

I.

Diet: dewasa muda harus mencapai kepadatan tulang yang normal dengan mendapatkan cukup kalsium (1000mg/hari) dalam dietnya (minum susu atau makanmakanan tinggi kalsium seperti salmon), berolahraga seperti jalan kaki atau aerobik dan menjaga berat badan normal.

II.

Spesialis: orang dengan fraktur tulang belakang, pinggang, atau pergelangan tanganharus dirujuk ke spesialis ortopedi untuk manajemen selanjutnya.

III.

Olah raga: modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olahraga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga yangdi rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda, jogging.

Disamping itu ada beberapa obat-obatan yang berperan penting untuk membantu mengatasi juga dapat diberikan seperti dibawah ini:

I.

Estrogen: untuk perempuan yang baru menopause, penggantian estrogen merupakansalah satu cara untuk mencegah osteoporosis. Estrogen dapat mengurangi ataumenghentikan kehilangan jaringan tulang. Dan apabila pengobatan estrogen dimulai pada saat menopause akan mengurangi kejadian fraktur pinggang sampai 55%.Estrogen dapat diberikan melalui oral (diminum) atau ditempel pada kulit.

II.

Kalsium: kalsium dan vtamin D diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang. a. Konsumsi perhari sebanyak 1200-1500 mg (melalui makanan dan suplemen). b. Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU diperlukan untuk meningkatkankepadatan tulang.
27

[Type text]

III.

Bifosfonat: pengobatan lain selain estrogen yang ada: alendronate, risedonate, danetidronate. Obat-obatan ini memperlambat kehilangan jaringan tulang dan beberapakasus meningkatkan kepadatan tulang. Pengobatan ini dipantau dengan memeriksaDXAs setiap 1 sampai 2 tahun. Sebelum mengkonsumsi obat ini dokter anda akanmemeriksa kadar kalsium dan fungsi ginjal anda.

IV.

Hormon lain: hormon-hormon ini akan membatu meregulasi kalsium dan fosfat dalamtubuh dan mencegah kehilangan jaringan tulang. a. Kalsitonin b. Teriparatide

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN :

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. terdapat dua (2) jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis PRIMER DAN osteoporosis sekunder , faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang berisiko terkena osteoporosis, antara lain: Riwayat Keluarga, Jenis Kelamin, Usia, Aktifitas Fisik, Status Gizi, Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium, Kebiasaan Merokok, Penyakit Diabetes Mellitus. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas padatulang belakang. Pencegahan osteoporosi meliputi mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Pengobatan osteoporosis difokuskan kepada memperlambat atau menghentikan kehilangan mineral, meningkatkan kepadatan tulang, dan mengontrol nyeri sesuai dengan penyakitnya.
28

[Type text]

B. SARAN :

Memberikan edukasi yang jelas kepada penderita tentang penyakitnya untuk meringankan penyakit, serta pengobatan yang efektif dan efisien pada penderita untuk mendapatkan hasil yang baik dan mencegah kekambuhan.

DAFTAR PUSTAKA

Setiyohadi Bambang, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dalimartha Setiawan.2001. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita OSTEOPOROSIS. Jakarta: Penebar Swadaya. Sunaryati Septi Shinta. 2011. 14 Penyakit Paling Sering Menyerang dan Sangat Mematikan. Jogjakarta: Flashbooks Bustan. 2007. Epidemiologi.Jakarta :Rineka Cipta. Isbagio. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Osteoporosis. Jakarta : Daniel Kurnia Dewi. 2009. Osteoarthritis. Yogyakarta : Fitramaya. Prentice A. Diet, Nutrition and the Prevention of Osteoporosis. Public Health Nutrition 2004;7:227-43.

29

[Type text]

Roeshadi D. deteksi dini osteoporosis pada wanita pra dan pasca menopause. (Disertasi). Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga; 1997.

http://www.scribd.com/doc/61392189/Gizi-Makalah-Osteoporosis (Diakses tanggal 29 April


2012)

http://darkcurez.blogspot.com/ (Diakses tanggal 29 April 2012)

30

You might also like