Professional Documents
Culture Documents
3/23/2009
Dr. Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Tasawuf, Penerbit : Bulan Bintang, Jakarta. Hal. 18.
Halaman .- 1 -
3/23/2009
sedang bertasawwuf. Dalam perspektif bahasa, tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana, sikap dan jiwa demikian itu pada hakekatnya merupakan akhlak yang mulia.2 Pengertian tasawwuf secara definitive banyak dilontarkan oleh para ahli berdasarkan pengalaman para ahli tasawwuf yang berpengaruh terhadap perkembangan tasawwuf itu sendiri, seperti Al-Bidayah, Al-Jahidah, dan Al-Mudzaqah. Tasawwuf merupakan istilah yang berhubungan erat dengan pengalaman kerohanian dan karena sifat batiniahnya berciri kas individual-subjektif, hal itulah yang membuat banyaknya definisi tasawwuf, sehingga kita sukar dalam mendapatkan kesepakatan, seolah olah setiap sufi dan orang yang ahli dalam tasawwuf memberikan definisi berbeda sesuai dengan pengalaman batinnya. Namun untuk memudahkan kita dalam memahami tasawwuf, tasawwuf merupakan kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dan kegiatan yang sungguh sungguh menjauhkan diri dari keduniawian guna mendekatkan diri pada Allah sebagai wujud yang mutlak. Hal yang menarik dari pecinta tasawwuf adalah mereka meletakkan dasar dasar teori pengenalan Tuhan dengan cara tertentu yang tidak bersifat rasional, melainkan melalui getaran hati sanubari lantaran iman dan ilham yang dilimpahkan Allah kedalam jiwa manusia, dengan tasawwuf, seorang sufi bisa lepas dari pengaruh duniawi dan berkonsentrasi kepada Allah yang maha kuasa, sangat berbeda dengan ahli kalam, yang mengenal Tuhan dengan upaya penyelidikan dan mempergunakan akal pikiran, sedangkan para ahli fiqih mencoba mempergunakan dalil naqli. Akhlak dilihat dari sudut bahasa (etimologi) adalah bentuk jamak dari kata khulk, dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangkai tingkah laku atau tabiat.3 Didalam Da`iratul Ma`arif, akhlak ialah sifat sifat manusia yang terdidik. Selain itu, pengertian akhlak adalah sifat sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, sedangkan perbuatan buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.4 Di dalam Enslikopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang
2 3
Dr. M. Solihin, Akhlak Tasawwuf, manusia, etika dan makna hidup, Penerbit : Nuansa, Bandung Hal. 150 Luis Ma`luf, Kamus Al-Munjid, Al-maktabah al-Katulikiyah, Beirut, Hal. 194 4 Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Akhlak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 1
Halaman .- 2 -
3/23/2009
merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia5. Senada dengan ungkapan diatas, juga telah dikemukakan oleh Imam Gazali dalam kita Ihya-nya bahwa Al-Khulk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Pada hakekatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Beberapa istilah lain yang senada dengan istilah akhlak ialah etika, moral, dan kesusilaan. Pokok pembahasan akhlak tertuju pada tingkah laku manusia untuk menetapkan nilainya, baik atau buruk, dan daerah pembahasan akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun masyarakat. Dalam perspektif perbuatan manusia, tindakan atau perbuatan dikategorikan menjadi dua, yaitu perbuatan yang lahir dengan kehendak dan disengaja (akhlaki) dan perbuatan yang lahir tanpa kehendak dan tak disengaja. Nah disinilah ada titik potong antara tasawwuf dengan akhlak yang akan dibahas pada makalah ini. Syariah berarti undang undang atau garis garis yang telah ditentukan termasuk didalamnya hukum hukum halal dan haram, yang disuruh dan dilarang, yang sunnah, yang makruh, dan yang mubah.6 Selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa syariah berarti amalan lahir yang penting dalam agama dan biasa dikenal dengan rukun Islam dan segala hal yang berhubungan dengannya. Syariat bersumber dari Al-Quran dan hadist.7 Di kalangan ahli-ahli hukum Islam, syariah diartikan seluruh ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, baik yang berhubungan dengan akidah, akhlak maupun aktivitas manusia baik diwujudkan dalam ibadah maupun muamalah.8 Haqiqah secara etimologi berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu, dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari`ah yang bersifat lahiriah, yaitu batiniah, sehingga rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syariah dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh orang sufi.
Soergarda Poerbakawatja, Enslikopedi Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta. Hal. 9 Dr. Asmaran As, M.A, Pengantar Studi Tasawuf, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Hal. 97 7 Dr. M. Solihin, Akhlak Tasawwuf, manusia, etika dan makna hidup, Penerbit : Nuansa, Bandung Hal. 166 8 Prof. Dr. H.M. Yasir Nasution, Cakrawala Tasawwuf, sejarah, pemikiran, & kontektualitas, Penerbit : Persada Pres, Jakarta. Hal. 77
6
Halaman .- 3 -
Copyright 03 Makalah Studi Tasawuf II. Hubungan antara tasawuf, akhlak, syariat dan hakekat
3/23/2009
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini menggunakan bahan bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat. Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat sifat yang dimiliki oleh Allah. Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat. Syariah merupakan amalan amalan lahir yang difardukan dalam agama, yang dikenal rukun Islam, dan segala hal yang berhubungan dengan hal itu tentunya yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist,
Halaman .- 4 -
3/23/2009
karena itu seseorang yang ingin memasuki dunia tasawwuf harus lebih dahulu mengetahui secara mendalam tentang isi ajaran Al-Quran dan Al-Hadist yang dimulai dengan amalan lahir, baik yang wajib maupun sunnah. Sehingga setiap sufi, pada akhirnya orang orang yang telah mengamalkan perintah illahi secara baik, benar, tuntas dan menyeluruh, sebab tanpa melalui tahapan ini seseorang tidak akan mampu naik ke jenjang yang lebih tinggi. Dan jika ada orang yang mengaku sebagai pengamal ajaran tasawwuf, tetapi ia meninggalkan syariah, maka dapat dikatakan bahwa ia mengikuti jalan yang sesat. Haqiqah juga dapat berarti kebenaran sejati dan mutlak, sebagai akhir dari semua perjalanan, tujuan segala jalan. Pelaksanaan ajaran Islam tidak sempurna, jika tidak dikerjakan secara integratif tentang empat hal, yaitu syariah, tariqah, haqiqah, dan ma`rifah, maka apabila syariah merupakan peraturan, tariqah merupakan pelaksanaan, haqiqah merupakan keadaan, maka ma`rifah merupakan tujuan, yaitu pengenalan Tuhan yang sebenar benarnya. Selain itu, syariah menurut para sufi diartikan dengan perintah dalam melaksanakan ibadah dan hakikah diartikan dengan musyahadah terhadap Tuhan.
Referensi Daudy, Ahmad, Dr., Kuliah Ilmu Tasawuf, Jakarta ; Bulan Bintang, 1998 Solihin, M, Dr., Akhlak Tasawwuf, Manusia, Etika Dan Makna Hidup, Bandung : Nuansa, 2005 Asmaran , As, M.A, Dr, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002 Asmaran , As, M.A, Dr, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002 Solihin, M., Dr., Akhlak Tasawwuf, Manusia, Etika Dan Makna Hidup, Bandung : Nuansa, 2005 Prof. Dr. H.M. Yasir Nasution, Cakrawala Tasawwuf, Sejarah, Pemikiran, & Kontektualitas, Jakarta : Persada Pres. 2004 Arberry, A.J., Tasawwuf Versus Syari`at, Jakarta : Hikmah. 1979
Halaman .- 5 -