You are on page 1of 10

Humas Dalam Pemerintahan PERAN dan fungsi Public Relations (PR) atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal

dengan Hubungan Masyarakat (Humas) di pemerintahan memiliki peran penting dalam pelaksaan birokrasi. Pemerintah sendiri, baik pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota maupun pusat pada dasarnya mempunyai tugas pokok yang dapat diringkas menjadi tiga fungsi hakiki, yakni pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan. Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Khusus pemerintahan di Indonesia, Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa pemerintah dibentuk untuk melindungi segenap tumpah darah dan rakyat Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut serta menciptakan perdamaian dunia. Secara implisit, maksud dari pembukaan UUD 1945 itu adalah sebagaimana dinyatakan oleh Rasyid (2000:13) bahwa pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama. Dengan demikian pemerintah mempunyai tugas pokok dan fungsi yang sangat luas dan kompleks. Terlebih proses demokratisasi telah mengubah paradigma pemerintahan saat ini, yakni dari government menjadi governance, dimana transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik menjadi tuntutan sekaligus ukuran keberhasilan sebuah pemerintahan yang demokratis. Kondisi demikian bermuara pada dua hal. Pertama, semakin menguatnya tuntutan masyarakat akan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik dalam implementasi fungsi-fungsi pemerintahan. Kedua, bagaimana pelayanan dan kebijakan publik yang dilakukan memenuhi tuntutan aspek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik tadi. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut pemerintah membutuhkan sumberdaya, dukungan lingkungan dan kelembagaan yang kuat.

Salah satunya adalah peran PR atau Humas. PR menempati arti penting dalam kegiatan operasional sebuah institusi, baik institusi pemerintahan maupun swasta, karena fungsi dan tugasnya sebagai image builder (pembangun citra) dari sebuah institusi.

Institusi yang baik dan tertanam dalam benak (mindset) para pelanggan adalah institusi yang mempunyai citra positif, sehingga membuat publik (pelanggan) meletakkan keyakinannya pada institusi tersebut. PR juga mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai jembatan antara institusi dengan publiknya pelanggannya). Kaitannya dengan fungsi-fungsi pemerintahan, PR adalah hal yang sangat esensial dan komponen yang terintegrasi dengan pelayanan publik atau kebijakan publik. Aktivitas PR profesional akan memastikan manfaat diterima oleh warganegara yang merupakan tujuan dari kebijakan publik atau pelayanan. Palaniappan dan Ramachandraiah (2008) menyebutkan enam kontribusi yang dapat dilakukan PR di pemerintahan: The Government public relations contributes to: 1. Implementation of public policy. 2. Assisting the news media in coverage of government activities. 3. Reporting the citizenry on agency activities. 4. Increasing the internal cohesion of the agency. 5. Increasing the agencys sensitive to its publics. 6. Mobilisation of support for the agency itself. Di masa mendatang peran PR dalam pemerintahan diperkiraan akan mengalami pertumbuhan luar biasa. Sebagai contoh, Pemerintah AS mempekerjakan 9.000 karyawan di bidang komunikasi yang ditempatkan di United States Information Agency (USIA).

Pada dasarnya keberadaan Humas sebagai salah satu unit di lembaga pemerintahan sudah tidak bisa ditawar lagi mengingat fungsinya yang dapat menunjang kegiatan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Humas bisa dijadikan garda depan dalam mempersiapkan masyarakat untuk menerima kebijakan lembaga serta sebaliknya menyiapkan mental lembaga/organisasi dalam memahami kepentingan publik. Guna menjalankan fungsi Humas tersebut, pendelegasian wewenang serta pembentukan unit dan struktur organisasi bagi kedudukan Humas sangatlah penting. Dengan pendelegasian yang jelas tersebut pejabat Humas dapat menyusun sistem secara terstruktur dalam menjalankan fungsifungsi organisasi, seperti menghadapi media publik; mengurus hubungan antara unit-unit

yang ada dalam lembaga induk maupun segala sesuatu yang berhubungan dengan instansi lain serta masyarakat luas. Humas merupakan fungsi strategis dalam manajemen yang melakukan komunikasi untuk menimbulkan pemahaman dan penerimaan publik. Dalam kegiatannya, Humas melakukan komunikasi dua arah antara organisasi dan publik untuk menciptakan pengertian dan dukungan bagi tercapainya maksud, kegiatan, jasa layanan, dan kebijakan lembaga.

Prinsip komunikasi dua arah merupakan proses penyampaian suatu pesan seseorang atau kelompok untuk memberi tahu atau mengubah sikap opini dan perilaku kepada seseorang atau kelompok lain, baik berhadapan langsung maupun lewat media massa sehingga penyampaian pesan untuk mencapai target maupun tujuan akan tercapai. Dalam hal ini, reputasi positif lembaga induk akan diterima masyarakat luas, dan melaksanakan fungsi itu tidaklah mudah. Mereka harus mampu berkomunikasi dengan baik, efektif, efisien, baik tanpa media maupun dengan media massa seperti koran, majalah, radio, televisi, maupun pidato langsung. Di samping itu, M Linggar Anggoro (2002), mengungkapkan ada lima kriteria Humas, yaitu mampu menghadapi semua orang yang memiliki aneka ragam karakter dengan baik; dan mampu berkomunikasi dengan baik, yakni menjelaskan segala sesuatu dengan jelas, lugas baik lisan maupun tertulis atau bahkan secara visual.

Selain itu ia harus pandai mengorganisasi segala sesuatu termasuk memiliki perencanaan prima; mempunyai integritas personal, baik dalam profesi maupun pribadi; mempunyai imajinasi; dan serba tahu mengenai akses informasi yang seluas-luasnya. Selain itu yang lebih penting lagi adalah lembaga harus mendukukung secara penuh dengan kebijakan dan komitmen sebagai pimpinan puncaknya. Dengan adanya kerjasama yang baik antara unit kehumasan dengan lembaga induknya, maka diharapkan komunikasi dua arah sebagai ciri dari kehumasan akan berjalan dengan baik dan membuat tujuan lembaga tercapai serta masyarakat akan puas dan memberikan citra yang positif terhadap lembaga tersebut. (Hart)

Analisis Pengaruh Pemberdayaan Guru Terhadap Kinerjanya Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Sekolah Dasar Kota Surabaya peran tenaga guru dalam mengantarkan generasi muda untuk menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif sehingga mampu mewujudkan suatu kesejahteraan bersama. Sejarah peradaban dan kemajuan bangsa-bangsa di dunia membelajarkan pada kita bahwa bukan sumber daya alam (SDA) melimpah yang dominan mengantarkan bangsa tersebut menuju pada kemakmuran, tetapi ketangguhan daya saing dan keunggulan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi (ipteks) bangsa tersebutlah yan ... Humas Diknas Kota Surabaya. Eaglen Andrew dkk, (2000). Modelling the benefits of training to business performance in leisure retailing. Strategic Change. Aug 2000. Vol. 9, Iss. 5; Ferdinand, A. (2000). Structural Equation Modelling. AMOS 4.0. Semarang: Universitas Diponegoro. Furtwengler, D. (2002). Penilaian Kinerja. Yogyakarta: Andi. Haris, R. (2002). Personnel Administration in Education (3rd). Boston: Ally and Bacon Inc. International Education. (2000). Highlights from the Second World ... pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan berbagai kegiatan di masyarakat yang efektivitasnya tergantung kepada kualitas sumber daya manusia, baik dalam kemampuan intelektual maupun integritas moral dalam tanggung jawabnya pada kemasyarakatan.Sumber daya manusia, menurut Damanhuri (2004) merupakan salah satu faktor kunci dalam menuju kesejahteraan. Menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi, menjadi tuntutan pembangunan menuju kesejahter ... PENDAHULUAN.Upaya Pemerintah terhadap pemerintah tenaga guru sebenarnya telah dishylakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui berbagai bentuk keshybijakan. Ditetapkannya Undang Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen merupakan dasar kebijakan untuk memperkuat eksistensi tenaga kependidikan sebagai tenaga profesional, seperti profesi-profesi yang lainnya. Kualitas profesi tenaga guru selalu diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi pendidikannya maupun kegiatan in-service training, dengan berbagai bentuknya, seperti penshydishydikan dan latihan (diklat), penataran dan pelibatan dalam berbagai seminar untuk meng-update wawasannya dalam kompetensi pedagogi dan akademik. Pemerintah mulai menyadari betapa strategisnya peran tenaga guru dalam mengantarkan geneshyrasi muda untuk menjadi sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan kompetitif sehingga mampu mewujudkan suatu

kesejahteraan bersama. Sejarah peradaban dan kemajuan bangsa-bangsa di dunia membelajarkan pada kita bahwa bukan sumber daya alam (SDA) melimpah yang dominan mengantarkan bangsa tershysebut menuju pada kemakmuran, tetapi ketangguhan daya saing dan keshyunggulan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi (ipteks) bangsa tersebutlah yang berperanan untuk meraup kesejahteraan. Bahkan SDM yang menguasai ipteks cenderung memanfaatkan teknologinya untuk menguasai SDA bangsa lain.Dinamika perkembangan masyarakat melaju sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga menuntut semua pihak untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam di masyarakat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan paradigma baru dalam ...

BEBERAPA CATATAN TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA1


1 Bahan

diskusi Seminar Nasional Lembaga-Lembaga Non-Struktural oleh Kantor Menpan Republik Indonesia, 1 Maret 2011. 2 Pendiri dan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2003-2008), Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (WANTIMPRES) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan (2009-2010), sekarang Penasihat KOMNASHAM, Penasihat Senior Mennegristek, terlibat sebagai Ketua Dewan Kehormatan dalam pelnbagai kasus pelanggaran kode etik KPU dan aktif mengajar serta membimbing mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan pelbagai universitas di daerah. Selain itu, juga aktif membina Jimly Asshiddiqie School of Law and Government, Ketua Dewan Pembina Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) dan Ketua Dewan Penasihat Ikatan Pengajar Hukum Tatanegara dan Hukum Adiministrasi Negara.

(Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.)2 KEBERADAAN LEMBAGA-LEMBAGA KHUSUS Lembaga-lembaga khusus atau special agencies merupakan gejala yang dapat dikatakan baru dalam dinamika penyelenggaraan kekuasaan negara modern. Menurut doktrin Montesquieu yang sebenarnya tidak pernah diterapkan dalam praktik yang nyata, lembaga-lembaga negara diidealkan hanya terdiri atas tiga lembaga utama penyelenggaraan kekuasaan negara, yaitu parlemen, pemerintah, dan pengadilan yang mencerminkan fungsi-fungsi legislative, executive, dan judicial. Namun, sejak akhir abad ke 19, dengan munculnya tuntutan agar negara mengambil peran lebih besar dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka jumlah lembaga-lembaga negara menjadi bertambah banyak pula sesuai dengan tuntutan kebutuhan menurut doktrin negara kesejahteraan (welfare state). Namun, sampai pertengahan abad ke-20, peran negara berkembang ekstrim sehingga pada akhir abad ke-20 berkembang pula kesadaran baru untuk mengurangi peran negara melalui pelbagai kebijakan liberalisasi, baik di bidang politik maupun ekonomi. Gelombang liberalisasi politik membawa akibat munculnya gelombang (i) demokratisasi dan (ii) desentralisasi, sedangkan liberalisasi ekonomi melahirkan kebijakan-kebijkan (i) efisiensi, (ii) deregulasi, (iii) debirokratisasi, dan (iii) privatisasi. Mulai tahun 1970-an, gerakan-gerakan ini berkembang luas sehingga menyebabkan terjadinya restrukturisasi bangunan organisasi negara dan pemerintahan secara besar-besaran. Sebagian fungsi yang sebelumnya ditangani oleh negara diserahkan kepada masyarakat atau dunia usaha untuk mengelolanya. Fungsifungsi yang sebelumnya ditangani oleh pemerintahan pusat diserahkan pengelolaannya kepada pemerintahan daerah. Bersamaan dengan itu, bentuk-bentuk organisasi yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan negara juga berubah pesat. Fungsi-fungsi yang sebelumnya bersifat eksklusif legislative, eksekutif, atau judikatif, mulai dirasakan tidak lagi mencukupi, sehingga doktrin pemisahan kekuasaan tidak lagi dianggap ideal. Yang dianggap lebih ideal justru adalah prinsip checks and balances atau prinsip pembagian kekuasaan atau sharing of power. Bahkan (i) untuk kepentingan efisiensi, muncul kebutuhan untuk melembagakan kebutuhan untuk mengintegrasikan pelbagai fungsi menjadi satu

kesatuan ke dalam fungsi yang bersifat campuran. Pertimbangan (ii) lain adalah munculnya kebutuhan untuk mencegah agar fungsi-fungsi kekuasaan tertentu terbebas dari intervensi politik dan konflik kepentingan. Karena kedua alas an inilah maka sejak akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, banyak bermunculan lembaga-lembaga baru di luar struktur organisasi pemerintahan yang lazim. Lembaga-lembaga baru ini ada yang disebut sebagai dewan, badan, atau lembaga, ada pula yang disebut komisi-komisi negara. Ada pula yang bersifat adhoc yang disebut dengan istilah satuan tugas atau komite. Di Indonesia sendiri selama ini dikenal adanya istilah Lembaga Pemerintahan Non-Departemen (LPND) yang setelah ditetapkannya UU tentang Kementerian Negara yang mengubah istilah departemen menjadi kementerian, maka istilah LPND itu harus diubah menjadi LPNK atau Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian. Namun, atas inisiatif beberapa kementerian, ada pula istilah lain yang diperkenalkan, yaitu Lembaga Non-Struktural (LNS). Dalam banyak literatur, ada juga yang menggunakan istilah independnet bodies, auxiliary agencie, self regulatory bodies, dan sebagainya. Semua istilah-istilah itu tidak dapat dipakai untuk pengertian yang bersifat umum sebab masing-masing lembaga dimaksud mempunyai cirri khasnya sendiri-sendiri. Ada bersifat independen, ada yang tidak, dan ada pula yang terkait langsung dengan fungsi-fungsi eksekutif, legislatif, judikatif, dan ada pula yang bersifat campuran. Agar bersifat umum, semua lembaga-lembaga itu, karena sifatnya yang khusus di luar struktur kementerian yang lazim dapat saja kita sebut dengan istilah lembaga-lembaga khusus (special agencies). Namun, untuk mengetahui secara lebih mudah pelbagai lembaga khusus dalam struktur organisasi negara dan pemerintahan kita, ada baiknya kita melihatnya dari keseluruhan konfigurasi kelembagaan negara dan pemerintahan kita saat ini. Karena setelah reformasi 12 tahun terakhir, format dan bangunan organisasi kelembagaan Negara dan pemerintahan kita secara keseluruhan memang perlu dievaluasi dan dikonsolidasikan kembali. Selama era reformasi ini, ada kecenderungan setiap kali kita membuat UU, selalu diiringi oleh keinginan dan kebutuhan rasional untuk membentuk lembaga baru. Demikian pula dalam 4 naskah Perubahan UUD 1945, telah lahir begitu banyak subjek hokum kelembagaan baru, yang kesemuanya dapat dikaitkan dengan pengertian lembaga Negara baru. Masing-masing lembaga baru itu, apabila diteliti satu per satu, niscaya mengandung ide yang sangat baik dalam dirinya masing-masing. Namun, sesudah 12 tahun reformasi, apabila keseluruhan konfigurasi kelembagaan yang ada itu dilihat secara sistematis dan seksama, maka niscaya kita akan mengetahui adanya inefisiensi dan bahkan kekacauan dalam sistem fungsi kelembagaan Negara kita. Oleh karena itu, Kantor Menpan harus mengambil peran strategis untuk mengaudit keseluruhan sistem dan fungsi kelembagaan negara dan pemerintahan kita dewasa ini. Audit fungsi oleh Menpan dapat dilengkapi dengan audit kinerja oleh BPK dan audit hokum oleh Sekneg secara menyeluruh dan sebaik-baiknya. Untuk itu kita perlu mengadakan telaah, antara lain, mengenai hal-hal sebagai berikut: PENGELOMPOKAN DAN KLASIFIKASI 1. Berdasarkan Dasar Hukumnya

1.1. UUD 1.2. UU 1.3. PP 1.4. Perpres 1.5. Peraturan Menteri 1.6. Peraturan Daerah 1.7. Peraturan Kepala Daerah 2. Berdasarkan Struktur dan Fungsi Politiknya 2.1. Fungsi Legislatif-Regulatif: a. Dependent, terkait dengan lembaga legislative; b. Independent Self-Regulatory Bodies; c. Campuran, terkait dengan lembaga legislative dan executive dan/atau judisial. 2.2. Fungsi Eksekutif-Administratif: a. Dependent, terkait dengan lembaga executive; b. Independent, meski terkait dengan lembaga executive; c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga eksekutif dan lembaga lainnya. 2.3. Fungsi Judisial dan Penegakan Hukum: a. Dependent, terkait dengan lembaga judicial; b. Independent, meski terkait dengan lembaga judicial, seperti independent judicial commission; c. Campuran, terkait dengan fungsi lembaga judicial, dan fungsi lainnya. 2.4. Fungsi Campur-Sari: a. Dependent, terkait dengan pelbagai fungsi lembaga eksekutif, legislative, dan judicial; b. Independent, mesti terkait dengan lembaga eksekutif, legislative dan judicial. TUJUAN DAN MANFAAT 1. Efisiensi pelayanan; 2. Pemusatan (konsentrasi/integrasi) fungsioonal; 3. Independensi dari intervensi politik dan mencegah konflik kepentingan; 4. Pronsip pembagian habis fungsi-fungsi kekuasaan negara dan pemerintahan sehingga tidak ada yang tumpang tindih. POLA KONSOLIDASI DAN INTEGRASI Setelah dievaluasi secara seksama, akan ditemuka adanya lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang bersifat tumpang tindih dalam norma dan praktik kerjanya di lapangan. Untuk itu, ada baiknya keberadaan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan yang saling bertumpang tindih itu ditangani dengan pelbagai pilihan kebijakan sebagai berikut:

1. Pembubaran lembaga yang bersangkutan secara tegas; 2. Penetapan bidang-bidang koordinasi lembaga-lembaga dimaksud dengan kementerian Negara yang sudah ada berdasarkan prnsip bahwa tugas-tugas pemerintahan harus dipandang telah terbagi habis dalam pembidangan kabinet pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden, baik sebagai Kepala Pemerintahan ataupun Kepala Negara; 3. Penggabungan fungsi ke unit kerja kementerian Negara yang ada sesuai dengan prinsip pembagian habis tugas-tugas pemerintahan sebagaimana dimaksud di atas; 4. Penggabungan dengan lembaga lain yang sejenis; 5. Penggabungan dengan lembaga lain dengan peningkatan fungsinya sesuai dengan kebutuhan; 6. Penguatan dan peningkatan fungsi dan kewenangan lembaga-lembaga yang dipandang kurang berguna, atau tidak sebanding dengan energy social, ekonomi, dan politik yang diserapnya dengan produk pelayanan yang dapat dihasilkan untuk kepentingan Negara dan rakyat; 7. Jika ada ide-ide kelembagaan baru, tambahkan saja fungsinya ke dalam struktur dan fungsi kementerian negara atau lembaga lain yang sudah ada. MODEL INTEGRASI 1. Sekretariatnya digabungkan; 2. Satuan kerja anggarannya disatukan 3. Lembaganya dibangun dengan sub-sub, seperti komisi dengan sub-komisi; 4. Digabung dengan tupoksi baru; 5. Digabung ke dalam tupoksi lembaga lain; 6. Akhiri tugas dan fungsinya sama sekali atau dibubarkan. AGENDA AKSI Penting disadari bahwa pengkajian mengenai problem tumpang tindih, malfungsi, dan bahkan disfungsi kelembagaan negara dan pemerintahan ini sudah banyak dilakukan. Seminar juga sudah sering diadakan. Bukupun sudah banyak diterbitkan. Saya sendiri pun sudah menulis dan menerbitkan buku khusus untuk ini, pertama kali pada tahun 2004, dengan judul Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Karena itu, yang penting dilakukan sekarang ini adalah bertindak dengan menetapkan keputusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditata kembali dengan kreatif dan luwes serta terlalu terjebak dalam sikap rule-driven yang dogmatis dan kaku. Beberapa langkah konkrit yang dapat diusulkan sehubungan dengan hal itu antara lain adalah sebagai berikut: 1. Presiden menetapkan dan mengumumkan kebijakan moratorium penghentian pembentukan LNS atau lembaga khusus baru;

2. Adakan performance audit oleh BPK atau audit kinerja dan audit fungsional (tupoksi) oleh Menpan, serta audit hokum (legal audit) oleh Sekneg. 3. Susun desain kebijakan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek tentang efektifitas dan efisiensi fungsi LNS (lembaga khusus). 4. Aksi percontohan dimulai dengan pembubaran LNS atau lembaga khusus yang mudah dan tidak berisiko terhadap keseluruhan sistem administrasi negara atau pemerintahan, yang berada dalam lingkup kewenangan Presiden, seperti misalnya Komisi Hukum Nasional.

You might also like