You are on page 1of 28

MAKALAH KEWIRAAN

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

DOSEN PEMBIMBING : Ir. Agustina, MP

OLEH : DEWI AMELIA WIDIYASTUTI FARIDA NURUL JANAH MAYA UTAMI RAIHUL JANAH SITI MAHLIANI ( JID106015 ) ( JID106012 ) ( JID106017 ) ( JID106022 ) ( JID106019 )

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA BANJARBARU 2007

KATA PENGANTAR AssalamualaikumWarahmatullahi wabarakatuh Bismillahirrahmanirrahim Semoga Allah yang Maha Pemberi Rahmat berkenan melimpahkan kasih sayangnya pada kita semua. Shalawat serta salam semoga tercurah ke haribaan qudwah hasanah kita, Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, tabiin, tabiit-tabiin, dan seluruh pengikut beliau sampai akhir zaman yang setia mengamalkan sunnah-sunnahnya. Amin. Berbahagia sekali, akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Hak Asasi Manusia sebagai tugas mata kuliah Kewiraan ini dengan Ibu Ir. Agustina, MP selaku Dosen Pengajar. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Pengajar dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila ada kelebihan dari makalah ini semata-mata anugerah dari Allah SWT dan apabila ada kekurangan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kesalahan itu datangnya dari kami sendiri. Kritik dan saran sangat kami nantikan dari pembaca budiman untuk lebih sempurnanya makalah ini. Terakhir, harapan kami, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dan bernilai ibadah sehingga dapat menjadi tambahan amal bagi kami saat menghadap Allah kelak. Amin. Billahi taufiqul wal hidayah Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Banjarbaru, 15 April 2007 Penulis

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................................................................. BAB I . PENDAHULUAN..................................................................................... 1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1.3 Batasan Masalah.................................................................................... 1.4 Tujuan.................................................................................................... BAB II . ISI.............................................................................................................. 2.1. Islam Mempersatukan Agama Dengan Politik.................................... 2.2. Sumbangan Islam Dalam Gelapnya Politik......................................... 2.3. Isi Konsepsi Islam Dibandingkan Dengan Berbagai Teori Teori Kenegaraan Yang Sudah Pernah Dilahirkan................. BAB III ANALISA.................................................................................................. 3.1 Kiprah Agama Dalam Politik Indonesia Sekarang............................... BAB IV PENUTUP................................................................................................. 4.1 Kesimpulan............................................................................................ DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 4 6 6 8 8 9 i 1 1 1 1 2 3 3 3

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

ii ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dalam pengertian warga negara secara umum dinyatakan bahwa warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan khusus terhadap negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Berdasarkan pada pengertian tersebut, maka adanya hak dan kewajiban warga negara terhadap negaranya merupakan sesuatu yang niscaya ada. Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan lainnya yang merupakan derivasi dari hak-hak umum yang digariskan dalam UUD 1945. Di antara hak-hak warga negara yang dijamin dalam UUD adalah Hak Asasi Manusia yang rumusan lengkapnya tertuang dalam pasal 28 UUD Perubahan kedua. Dalam pasal tersebut dimuat hak-hak asasi yang melekat dalam setiap individu warga negara seperti hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya., bebas untuk berserikat dan berkumpul (pasal 28E), hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, hak atas status kewarganegaraan (pasal 28F), dan hak-hak asasi lainnya yang tertuang dalam pasal tersebut. Sedangkan contoh kewajiban yang melekat bagi setiap warga negara antara lain kewajiban membayar Pajak sebagai kontrak utama antara negara dan warga, membela tanah air (pasal 27), membela pertahanan dan keamanan negara (pasal 29), menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang dalam peraturan (pasal 28), dan berbagai kewajiban lainnya dalam Undang-undang Prinsip utama dalam

penentuan hak dan kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga (langsung atau perwakilan) dalam setiap perumusan hak dan kewajiban tersebut sehingga warga sadar dan menganggap hak dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka yang dibuat sendiri. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah yang dimaksud dengan hak asasi manusia. 2. Bagaimana peranan PBB terhadap hak asasi manusia. 3. Bentuk-bentuk hak asasi manusia. 4. Bagaimana hak asasi manusia dalam tinjauan Islam.. 1.3 BATASAN MASALAH 1. 2. 3. Pengertian dan hakikat hak asasi manusia. Ide kontemporer tentang hak asasi manusia. Bentuk-bentuk hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal tentang

HAM (DUHAM). 4. Hak asasi manusia dalam tinjauan Islam.

1.4

TUJUAN 1. Mengetahui pengertian dan hakikat hak asasi manusia. 2. Mengetahui peranan PBB terhadap hak asasi manusia. 3. Mengetahui bentuk-bentuk hak asasi manusia. 4. Mengetahui hak asasi manusia dalam tinjauan Islam.

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia Untuk memahami hakikat Hak Asasi Manusia, terlebih dahulu akan

dijelaskan pengertian dasar tentang hak. Secara definitif hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a) pemilik hak; b) ruang lingkup penerapan hak; dan c) pihak yang bersedia dalam penerapan hak (James W. Nickel, 1996). Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar tentang hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Dalam kaitan dalam pemerolehan hak paling tidak ada dua teori McCloskey dan teori Joel Feinberg (James W. Nickel, 1996). Dalam teori McCloskey dinyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati atau sudah dilakukan. Sedangkan dalam teori Joel Feinberg dinyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban). Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari pelaksanaan hak bila disertai dengan pelaksanaan kewajiban. Hal itu berarti antara hak dan kewajiban merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan dalam perwujudannya. Karena itu ketika seseorang menuntut hak juga harus melakukan kewajiban. Istilah yang dikenal di Barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah right of man, yang menggantikan istilah natural right. Istilah right of man ternyata tidak secara otomatis mengakomodasi pengertian yang mencakup right of

women, karena itu istilah right of man diganti dengan istilah human right oleh Elenor Roosevelt karena dipandang lebih netral dan universal. Sementara itu HAM dalam Islam dikenal dengan istilah huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah. Dalam Islam antara huquq al-insan ad-dhoruriyyah dan huquq Allah tidak dapat dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri tanpa adanya keterkaitan satu dengan lainnya. Inilah yang membedakan konsep Barat tentang HAM dengan konsep Islam. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1 disebutkan bahwa Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri maniusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara. Dengan demikian hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antar kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi dan mejunjung tinggi HAM, menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur pemerintahan baik sipil maupun militer) bahkan negara. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang haris dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak (kepentingan umum). Karerna itu, pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM harus diikuti dengan pemenuhan terhadap KAM (Kewajiban Asasi Manusia) dan TAM (Tanggung jawab Asasi Manusia) dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Jadi dapat disimpulkan bahwa hakikat dari HAM

adalah keterpaduan antara HAM, KAM dan TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang. Bila ketiga unsur asasi (HAM, KAM dan TAM) yang melekat pada setiap individu manusia, baik dalam tatanan kehidupan pribadi, kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan dan pergaulan global tidak berjalan secara seimbang, dapat dipastikan akan menimbulkan kekacauan, anarkisme dan kesewenang-wenangan dalam tat kehidupan umat manusia. Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu: a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis; b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa; c. HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang melindungi atau melanggar HAM (Mansour Fakih, 2003). 2.2 Ide Kontemporer Tentang Hak Asasi Manusia

2.2.1 PBB dan Hak Asasi Manusia Ide tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini merupakan senyawa yang dimasak di kancah Perang Dunia II. Selama perang tersebut, dipandang dari segi apa pun akan terlihat bahwa satu aspek berbahaya dari pemerintahan Hitler adalah tidak adanya perhatian terhadap kehidupan dan kebebasan manusia. Karenanya, perang melawan kekuatan Poros dibela dengan mudah dari segi perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar. Negara Sekutu menyatakan di dalam "Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa" (Declaration by United Nations) yang terbit pada 1 Januari 1942, bahwa kemenangan adalah "penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan

beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan". Dalam pesan berikutnya yang ditujukan kepada Kongres, Presiden Franklin D. Roosevelt mengidentifikasikan empat kebebasan yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang tersebut: kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan dari hidup berkekurangan, dan kebebasan dari ketakutan akan perang. Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Perang Dunia II menggugah suatu kebulatan tekad untuk melakukan sesuatu guna mencegah perang, untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis internasional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi. Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa / PBB, yang telah memainkan peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia. Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. Lantaran keyakinan ini, konsepsi-konsepsi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang paling awal pun bahkan sudah memasukkan peranan pengembangan hak asasi manusia dan kebebasan. Naskah awal Piagam PBB (1942 dan 1943) memuat ketentuan tentang hak asasi manusia yang harus dianut oleh negara manapun yang bergabung di dalam organisasi tersebut, namun sejumlah kesulitan muncul berkenaan dengan pemberlakuan ketentuan semacam itu. Lantaran mencemaskan prospek kedaulatan mereka, banyak negara bersedia untuk "mengembangkan" hak asasi manusia namun tidak bersedia "melindungi" hak itu. Akhirnya diputuskan untuk memasukkan sedikit saja acuan tentang hak asasi manusia di dalam Piagam PBB (UN Charter), di samping menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia (Commission on Human Rights) -- komisi yang dibentuk PBB berdasarkan sebuah ketetapan di dalam piagam tersebut -- untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Piagam itu sendiri menegaskan kembali keyakinan akan hak asasi manusia yang mendasar, akan martabat dan harkat manusia, akan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan serta antara negara besar dan negara kecil. Para penandatangannya mengikrarkan diri untuk

melakukan aksi bersama dan terpisah dalam kerja sama dengan Organisasi ini untuk memperjuangkan penghargaan universal bagi, dan kepatuhan terhadap, hak asasi manusia serta kebebasan-kebebasan mendasar untuk seluruh manusia, tanpa membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. Komisi Hak Asasi Manusia mempersiapkan sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia yang disetujui oleh Majelis Umum pada tanggal 10 Desember 1948. Pernyataan ini, yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (Universal Declaration of Human Rights), diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara" Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat "pengajaran dan pendidikan" serta lewat "langkah-langkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan, dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif terhadapnya". Dua puluh satu pasal pertama Deklarasi tersebut menampilkan hak-hak yang sama dengan yang terdapat di dalam Pernyataan Hak Asasi Manusia (Bill of Rights) yang termaktub di dalam Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak sipil dan politik ini meliputi hak atas perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi politik. Namun pasal 22 sampai 27 menciptakan kebiasaan baru. Pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial -- suatu standar bagi kehidupan yang layak -- dan pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa, sesungguhnya, semua orang mempunyai hak atas pelayanan-pelayanan dari negara kesejahteraan. Hak asasi manusia, sebagaimana yang dipahami di dalam dokumendokumen hak asasi manusia yang muncul pada abad kedua puluh seperti Deklarasi Universal, mempunyai sejumlah ciri menonjol. Pertama, supaya kita tidak kehilangan gagasan yang sudah tegas, hak asasi manusia adalah hak. Makna istilah ini tidak jelas -- dan akan menjadi salah satu obyek penelitian saya -- namun setidaknya kata tersebut menunjukkan bahwa itu adalah norma-norma yang pasti dan memiliki prioritas tinggi yang penegakannya bersifat wajib.

Kedua, hak-hak ini dianggap bersifat universal, yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Pandangan ini menunjukkan secara tidak langsung bahwa karakteristik seperti ras, jenis kelamin, agama, kedudukan sosial, dan kewarganegaraan tidak relevan untuk mempersoalkan apakah seseorang memiliki atau tidak memiliki hak asasi manusia. Ini juga menyiratkan bahwa hakhak tersebut dapat diterapkan di seluruh dunia. Salah satu ciri khusus dari hak asasi manusia yang berlaku sekarang adalah bahwa itu merupakan hak internasional. Kepatuhan terhadap hak serupa itu telah dipandang sebagai obyek perhatian dan aksi internasional yang sah. Ketiga, hak asasi manusia dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan dan penerapannya didalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara tertentu. Hak ini boleh jadi memang belum merupakan hak yang efektif sampai ia dijalankan menurut hukum, namun hak itu eksis sebagai standar argumen dan kritik yang tidak bergantung pada penerapan hukumnya. Keempat, hak asasi manusia dipandang sebagai norma-norma yang penting. Meski tidak seluruhnya bersifat mutlak dan tanpa perkecualian, hak asasi manusia cukup kuat kedudukannya sebagai pertimbangan normatif untuk diberlakukan di dalam benturan dengan norma-norma nasional yang bertentangan, dan untuk membenarkan aksi internasional yang dilakukan demi hak asasi manusia. Hak-hak yang dijabarkan di dalam Deklarasi tersebut tidak disusun menurut prioritas; bobot relatifnya tidak disebut. Tidak dinyatakan bahwa beberapa di antaranya bersifat absolut. Dengan demikian hak asasi manusia yang dipaparkan oleh Deklarasi itu adalah sesuatu yang oleh para filsuf disebut sebagai prima facie rights. Kelima, hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah. Adanya kewajiban ini, sebagaimana halnya hak-hak yang berkaitan dengannya, dianggap tidak bergantung pada penerimaan, pengakuan, atau penerapan terhadapnya. Pemerintah dan orang-orang yang berada di mana pun diwajibkan untuk tidak melanggar hak seseorang, kendati pemerintah dari orang

tersebut mungkin sekaligus memiliki tanggung jawab utama untuk mengambil langkah-langkah positif guna melindungi dan menegakkan hak-hak orang itu. 6 Akhirnya, hak-hak ini menetapkan standar minimal bagi praktek kemasyarakatan dan kenegaraan yang layak. Tidak seluruh masalah yang lahir dari kekejaman atau pementingan diri sendiri dan kebodohan merupakan problem hak asasi manusia. Sebagai misal, suatu pemerintah yang gagal untuk menyediakan taman-taman nasional bagi rakyatnya memang dapat dikecam sebagai tidak cakap atau tidak cukup memperhatikan kesempatan untuk rekreasi, namun hal tersebut tidak akan pernah menjadi persoalan hak asasi manusia. Meski hak asasi manusia dianggap menetapkan standar minimal, deklarasideklarasi kontemporer tentang hak asasi manusia cenderung untuk mencantumkan hak dalam jumlah yang banyak dan bersifat khusus, dan bukannya sedikit serta bersifat umum. Deklarasi Universal menggantikan tiga hak umum yang diajukan oleh Locke -- yakni hak atas kehidupan, kebebasan, dan kekayaan pribadi -- dengan sekitar Hak Asasi Manusia dua lusin hak khusus. Deklarasi Universal menyatakan bahwa hak-hak ini berakar di dalam martabat dan harkat manusia, serta di dalam syarat-syarat perdamaian dan keamanan domestik maupun internasional. Dalam penyebarluasan Deklarasi Universal sebagai sebuah. "standar pencapaian yang bersifat umum," PBB tidak bermaksud untuk menjabarkan hak-hak yang telah diakui di mana-mana atau untuk mengundangkan hak-hak ini di dalam hukum intemasional. Justru Deklarasi tersebut mencoba untuk mengajukan norma-norma yang ada di dalam moralitasmoralitas yang sudah mengalami pencerahan. Meski tujuan sejumlah besar partisipan Deklarasi itu adalah untuk menampilkan hak-hak ini di dalam sistem hukum domestik maupun internasional, hak tersebut dipandang bukan sebagai hakhak hukum (legal rights) melainkan sebagai hak-hak moral yang berlaku secara universal (universal moral rights).

Turunan-turunan Deklarasi Universal tidak hanya meliputi pernyataan hak asasi manusia di dalam banyak konstitusi nasional melainkan juga sejumlah perjanjian internasional tentang hak asasi. Yang pertama dan barangkali yang paling berarti adalah Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention on Human Rights). Konvensi yang dicetuskan di Dewan Eropa (European Council) pada 1950 ini menjadi sistem yang paling berhasil yang dibentuk demi penegakan hak asasi manusia. Konvensi ini menyebutkan hak-hak yang kurang lebih serupa dengan yang terdapat di dalam dua puluh satu pasal pertama Deklarasi Universal. Konvensi tersebut tidak memuat hak ekonomi dan hak sosial; hak-hak ini dialihkan ke dalam Perjanjian Sosial Eropa (European Social Covenant), dokumen yang mengikat para penandatangannya untuk mengangkat soal penyediaan berbagai tunjangan ekonomi dan sosial sebagai tujuan penting pemerintah. Sejumlah kalangan mengusulkan agar suatu pernyataan hak asasi internasional di PBB hendaknya tidak berhenti menjadi sekedar suatu deklarasi melainkan juga tampil sebagai norma-norma yang didukung oleh prosedur penegakan yang mampu mengerahkan tekanan intemasional terhadap negara-negara yang melanggar hak asasi manusia secara besar-besaran. Rencana yang muncul di PBB adalah meneruskan Deklarasi Universal dengan perjanjian-perjanjian yang senada. Naskah Perjanjian Internasional (International Covenants) diajukan ke Majelis Umum guna mendapatkan persetujuan pada tahun 1953. Untuk menampung usulan mereka yang meyakini bahwa hak ekonomi dan hak sosial bukan merupakan hak asasi manusia yang sejati atau bahwa hak-hak tersebut tidak dapat diterapkan dalam cara yang sama dengan penerapan hak-hak sipil dan politik, dua perjanjian dirancang, yaitu Perjanjian Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) serta Perjanjian Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights). Lantaran permusuhan dalam era Perang Dingin saat itu, dan tamatnya dukungan bagi perjanjian hak asasi manusia yang dibuat Amerika Serikat, gerakan yang didasarkan pada Perjanjian Internasional ditangguhkan dalam waktu yang

lama. Perjanjian itu belum juga disetujui Majelis Umum sampai 1966. Selama tahun-tahun tersebut ketika Perjanjian itu tampaknya tak berpengharapan, PBB mengeluarkan sejumlah perjanjian hak asasi manusia yang lebih terbatas yang bersangkutan dengan topik-topik yang relatif tidak kontroversial seperti pemusnahan suku bangsa / genosid, perbudakan, pengungsi, orang-orang tanpa kewarganegaraan, serta diskirminasi. Perjanjian-perjanjian ini umumnya ditandatangani oleh sejumlah besar negara -- walau tidak ditandatangani oleh Amerika Serikat -- dan lewat mereka PBB mulai memetik sejumlah pengalaman untuk menjalankan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia. Pada selang waktu antara Deklarasi Universal yang terbit pada tahun 1948 dan persetujuan akhir Majelis Umum bagi Perjanjian Intemasional yang keluar pada tahun 1966, banyak negara Afrika dan Asia yang baru terbebas dari kekuasaan penjajah, memasuki PBB. Negara-negara ini umumnya bersedia mengikuti upaya berani untuk menegakkan hak asasi manusia, namun mereka memodifikasikannya guna mewakili kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri: mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara Barat terhadap negara-negara sedang berkembang, serta menghancurkan apartheid dan diskriminasi rasial di Afrika Selatan. Perjanjian yang lahir pada tahun 1966 itu menyatakan kebutuhankebutuhan tersebut: keduanya berisi paragraf-paragraf yang serupa yang menegaskan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri dan untuk mengontrol sumber-sumber alam mereka sendiri. Hak atas kekayaan pribadi dan atas ganti rugi untuk kekayaan yang diambil oleh negara, yang tercantum dalam Deklarasi Universal, dihapuskan dari Perjanjian itu. Setelah persetujuan dari Majelis Umum keluar pada tahun 1966, Perjanjian itu memerlukan tanda tangan dari tiga puluh lima negara untuk diikat di dalam daftar para penandatangan. Negara ketiga puluh lima menerakan tandatangan pada tahun 1976, dan Perjanjian itu kini berlaku sebagai hukum internasional. 2.2.2 Ciri-Ciri Gagasan Hak Asasi Manusia Kontemporer

Kendati ide mutakhir hak asasi manusia dibentuk semasa Perang Dunia II, pengertian baru tersebut masih tetap menggunakan sejumlah gagasan umum tentang kebebasan, keadilan, dan hak-hak individu. Tidak begitu keliru untuk memandang naik daunnya kosa kata hak asasi manusia belakangan ini sebagai penyebarluasan gagasan lama belaka. Gagasan bahwa hukum kodrat atau hukum dari Tuhan mengikat semua orang dan mengharuskan adanya perlakuan yang layak adalah soal kuno, dan gagasan ini erat terkait dengan gagasan tentang hak kodrati di dalam tulisan-tulisan para teroretisi seperti Locke dan Jefferson maupun di dalam deklarasi hak seperti Deklarasi Hak Manusia dan Hak Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and the Citizen) di Perancis dan Pernyataan Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat (Bill of Rights). Gagasan bahwa hak-hak individu berhadapan dengan pemerintah bukanlah hal baru, dan orang dapat mengatakan bahwa gagasan hak asasi manusia yang ada saat ini hanya merupakan pengembangan konsep ini. Namun kalau kita menganggap bahwa Deklarasi Universal dan Perjanjian Internasional secara umum mewakili pandangan kontemporer mengenai hak asasi manusia, meskipun dapat mengatakan bahwa pandangan tentang hak asasi manusia saat ini memiliki tiga perbedaan dibanding konsepsi-konsepsi sebelumnya, terutama yang berlaku pada abad kedelapan belas. Hak asasi manusia yang ada saat ini bersifat lebih egalitarian, kurang individualistis, dan memiliki fokus intemasional.

2.3

Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia Dalam Deklarasi Universal tentang HAM (Universal Declaration of Human

Right) atau yang dikenal dengan istilah DUHAM. Hak Asasi Manusia terbagi ke dalam beberapa jenis, yaitu hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan perlindungan hokum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak

jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan) serta hak ekonomi, social dan budaya. Hak personal, hak legal, hak sipil dan politik yang terdapat dalam pasal 3-21 dalam DUHAM tersebut memuat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan. Hak bebas dari penyiksaan atu perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenangwenang. Hak untuk peradilan yang independent dan tidak memihak. Hak untuk praduga tak bersalah, sampai terbukti tak bersalah. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat. 10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik. 11. Hak atas perlindungan hokum terhadap serangan semacam itu. 12. Hak bergerak. 13. Hak memperoleh suaka. 14. Hak atas suatu kebangsaan. 15. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga. 16. Hak untuk mempunyai hak milik. 17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama. 18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat. 19. Hak untuk berhimpun dan berserikat. 20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanaan masyarakat.

Sedangkan hak ekonomi, social, dan budaay berdasarkan pada pernyataan DUHAM menyangkut hal-hal sebagai berikut, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hak atas jaminan sosial. Hak untuk bekerja. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh. Hak atas istirahat dan waktu senggang. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan. Hak atas pendidikan. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat. Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I-IV1945) memuat hak asasi manusia yang terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum. Hak kebebasan berkumpul. Hak kebebasan beragama. Hak atas penghidupan yang layak. Hak kebebasan berserikat. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan. Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut : 1. Hak untuk hidup Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup. meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa yaitu demi kepentingan hidup ibunya dalam

kasus aborsi atau berdasarkan putusan pengadilan dalam kasus pidana mati, maka tindakan aborsi atau pidana mati dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan. Hanya pada dua hal tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi. 2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (perkawinan yang dilaksanakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan), atas kehendak bebas calon suami dan isteri yang bersangkutan yakni kehendak yang lazim dari niat suci tanpa paksaan, penipuan atau tekanan apapun dan dari siapapun terhadap calon suami dan atau calon isteri. 3. Hak mengembangkan diri Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsadan negaranya. 4. Hak memperoleh keadilan Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk mem-peroleh keadilan

dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar. 5. Hak atas kebebasan pribadi Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di wilayah Rl. 6. Hak atas rasa aman Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. 7. Hak atas kesejahteraan

Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan, berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi melindungi dan memperjuangkan kehidupannya. Khusus mengenai: a) Hak milik tersebut mempunyai fungsi sosial yakni bahwa setiap penggunaan hak milik harus memperhatikan kepentingan umum bilamana menghendaki atau membutuhkan benar-benar, maka hak milik dapat dicabut menurut peraturan perundang-undangan. b) Setiap orang berhak untuk mendirikan serikat pekerja dan tidak boleh dihambat untuk menjadi anggotanya demi melindungi dan memperjuangkan kepentingannya serta menurut peraturan perundang-undangan. Tidak boleh dihambat disini maksudnya adalah bahwa setiap orang atau pekerja tidak dapat dipaksa untuk menjadi anggota dari suatu serikat pekerja. 8. Hak turut serta dalam pemerintahan Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemenntahan dengan langsung atau perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan. 9. Hak wanita Setiap wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan. Disamping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya.

10. Hak anak Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan, pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasan-nya secara melawan hukum.

2.4 HAM dalam Tinjauan Islam Islam sebagai sebuah agama dengan ajarannya yang universal dan komprehensif meliputi akidah, ibadah, dan muamalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah memuat ajaran mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah; dengan memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan sesame manusia maupun alam sekitar. Kesemua dimensi ajaran tersebut dilandasi oleh ketentuan-ketentuan yang disebut dengan istilah syariat atau fikih. Dalam konteks syariat dan fikih itulah terdapat ajaran tentang hak asasi manusia (HAM). Adanya ajaran tentang HAM dalam islam menunjukkan bahwa islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan dari ajaran islam itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa kecuali. Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentri atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendy disebut dengan ide perikemakhlukan.Ide kemakhlukan memuat nilai-nilai kemanusiaan dalam arti sempit. Ide perikemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap sesame makhluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar. Dalam Piagam Madinah paling tidak ada dua ajaran pokok yaitu: semua pemeluk islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa dan hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan pada prinsip: a. b. c. berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga saling membantu dalam menghadapi musuh bersama membela mereka yang terniaya

d. e.

saling menasehati menghormati kebebasan beragama

BAB III ANALISA 3.1. Pandangan Indonesia terhadap Nilai-nilai Hak Asasi Manusia

Dalam pandangan Indonesia nilai-nilai hak asasi manusia yang universal tersebut yang kita terapkan tanpa mengabaikan nilai-nilai lokal atau kultural yang melekat di akar budaya bangsa Indonesia. Kombinasi ini yang menghasilkan nilainilai hak asasi manusia yang kita sebut nilai-nilai hak asasi manusia yang non controversial. Bangsa Indonesia yang memiliki falsafah Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan ke dalam nilai-nilai hak asasi manusia yang meliputi bidang hak yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya serta hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Sejalan dengan pemikiran tersebut, negara mempunyai kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap warga negara tanpa kecuali. Dalam implementasinya keberadaan Direktorat Jenderal Perlindungan HAM dan Badan Penelitian dan Pengembangan HAM menjunjung amanat tersebut. 3.2 Kondisi Hak Asasi Manusia Pemerintah Catatan hak asasi manusia Pemerintah tetap buruk; walaupun ada perbaikan dalam beberapa bidang, masalah-masalah serius tetap ada. Petugas Pemerintah terus melakukan kekejaman, dan yang paling berat di antaranya terjadi di daerah-daerah konflek separatis. Anggota satuan keamanan membunuh, menganiaya, memperkosa, memukul, dan secara sewenang-wenang menahan warga sipil serta para anggota gerakan separatis, khususnya di Aceh dan pada tingkat yang lebih kecil di Papua. Beberapa petugas polisi kadang-kadang menggunakan kekuatan yang berlebihan dan kadangkala mematikan dalam menahan tersangka dan dalam usaha untuk memperoleh informasi atau pengakuan. Para perwira militer purnawirawan dan yang masih bertugas aktif, yang diketahui telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia berat, menduduki atau dipromosikan ke jabatanjabatan senior di lembaga pemerintahan dan TNI. Kondisi penjara tetap kejam. Sistem peradilannya korup, yang menambah kegagalan untuk memberikan ganti rugi kepada para korban pelanggaran hak asasi manusia atau meminta pertanggung

jawaban para pelaku. Para pelanggar dari satuan keamanan kadang-kadang menggunakan intimidasi dan penyuapan untuk menghindari keadilan. Perselisihan tanah menimbulkan banyak pelanggaran hak asasi manusia. Hal tersebut seringkali melibatkan pengusiran paksa, beberapa diselesaikan dengan kekuatan yang mematikan. Sebagaimana dalam tahun-tahun sebelumnya, Pemerintah memenjarakan beberapa pemrotes damai anti-pemerintah karena menghina Presiden atau menyebarkan kebencian terhadap pemerintah. Para politikus dan pembesar memperlihatkan keinginan yang lebih besar untuk mengambil tindakan hokum terhadap organisasi-organisasi berita yang menurut mereka pemberitaannya menghina atau menyerang, dan kecenderungan ini mempunyai suatu akibat yang menakutkan bagi beberapa pemberitaan investigatif. Para anggota satuan keamanan dan kelompok-kelompok lain kadang-kadang membatasi kebebasan berekspresi dengan mengintimidasi atau menyerang wartawan yang tulisannya menurut mereka tidak dapat diterima. Pemerintah membatasi pers asing untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah konflik di Aceh, Papua, Sulawesi dan Maluku. Pihak yang berwenang kadang-kadang mentolerir diskriminasi dan perlakuan kejam terhadap kelompok agama oleh para pelaku-pelaku individual. Pemerintah seringkali membatasi kegiatan organisasi non-pemerintah (LSM), khususnya di Aceh dan Papua. Perempuan menjadi korban kekerasan dan diskriminasi. Mutilasi alat kelamin perempuan (FGM) terjadi di beberapa daerah , walaupun jenis yang dipraktekkan sebagian besar bersifat simbolis. Pelanggaran seks dan kekerasan terhadap anak tetap merupakan masalah serius. Perdagangan orang merupakan suatu masalah yang serius. Diskriminasi terhadap orang cacat dan penganiayaan terhadap penduduk asli merupakan masalah. Pemerintah mengizinkan pembentukan dan pengoperasian serikat-serikat pekerja baru, tetapi seringkali gagal untuk menegakkan standar-standar tenaga kerja atau menangani pelanggaran terhadap hak pekerja. Pekerja anak yang dipaksa tetap merupakan masalah yang serius. Para teroris, orang-orang sipil dan kelompok-kelompok separatis bersenjata juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Kasus yang sering dibicarakan akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan yang terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri, di mana yang kita ketahui bahwa

tindakan kekerasan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia, misal hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi; hak bergerak; dan dan hak memperoleh pendidikan atau pengajaran. Beberapa kasus kekerasan yang mengarah perbuatan kriminal dilakukan oleh beberapa oknum praja IPDN yang menyebabkan kematian sesama praja. Tindak kekerasan tersebut umumnya berupa penganiayaan dari praja senior kepada praja yunior dengan dalih pendisiplinan. Menurut salah seorang dosennya, Inu Kencana Syafiie, sejak tahun 1990-an sudah ada 35 orang praja yang meninggal dunia, tapi baru 10 kasus yang terungkap. Beberapa kasus yang terungkap di media massa diantaranya:

Kasus terbaru adalah kematian seorang praja tingkat 2, Cliff Muntu, asal

Sulawesi Utara, pada hari Selasa tanggal 3 April 2007, yang mendapat tindak kekerasan dari praja tingkat 3.

Sebelumnya kasus kekerasan juga dialami praja Wahyu Hidayat, yang

meninggal dunia pada tanggal 3 September 2003 akibat penganiayaan seniornya. Dalam hal ini, delapan orang praja kemudian divonis 10 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sumedang.

Kasus lainnya adalah kematian Ery Rahman pada tanggal 3 Maret 2000 juga Kasus kematian Aliyan bin Jerani, praja dari Kalimiantan Barat yang

akibat penganiayaan seniornya.

dilaporkan tewas pada 8 Juni 1993 akibat terjatuh dari lantai dua Barak Lampung. Namun penyebab kematian ini diragukan oleh keluarganya sekarang, meskipun sebelumnya mereka menerima begitu saja laporan dari pihak IPDN.

Kasus anarkis juga terjadi dalam pertentangan antar kelompok praja, seperti

yang terjadi pada tanggal 1 Maret 2005 ketika terjadi aksi saling lempar piring antara sekelompok Wasana Praja (mahasiswa tingkat IV) dengan sekelompok Madya Praja (mahasiswa tingkat II). Akibatnya 11 orang praja mengalami lukaluka, beberapa sampai harus mendapatkan perawatan di RSHS Bandung.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan dapat diambil kesimpulan : Hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental.

Hakikat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban.

DAFTAR PUSTAKA Al-Maududi, Abu Ala. 1998. Hak Asasi Manusia dalam Islam. YAPI : Jakarta. Bahar, Safroeddin. 2002. Konteks Kenegaraan Hak Asasi Manusia. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta. Hussain, Syekh Syaukat. 1996. Hak Asasi Manusia dalam Islam. Gema Insani Press : Jakarta.

http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia. 15 April 2007. http://www.komnasham.go.id/home/. 15 April 2007. http://www.elsam.or.id/kkr/Trisakti.html. 15 April 2007. http://www.dephan.go.id/modules.php? name=Content&pa=showpage&pid=21&page=2. 15 April 2007. http://www.bphn.go.id/index.php? modName=berita&cfg=news&todo=news&id=20&sisid=e2f8f01a604097477 f409bad3d91a199. 15 April 2007. http://www.komisihukum.go.id/newsletter.php. 15 April 2007.

You might also like