You are on page 1of 5

Dalil naqli dan aqli Dalil, dalam kitab Bulughul Maram didefinisikan sebagai sesuatu yang menunjukkan kepada

apa yang diacari baik menghantarkan kepada yakin (meyakinkan hati berdasarkan bukti) atau dzan (membolehkan dua hal tetapi satu hal lebih kuat dari hal lainnya). (bulughul maram) Suatu dalil dikatakan naqli apabila suatu dalil itu adalah asli berasal dari Al Quran atas kalam Allah dan sunnah rasulullah SAW. Sedangkan dalil aqli (yang berarti akal) ialah dalil yang didalamnya terdapat keterangan berlandaskan pemikiran (akal). Melalui hal ini, dapat dipastikan bahwa segala sesuatu tentang dalil naqli adalah benar, namun tidak semuanya kuat, karena dalil naqli merupakan dalil yang keterangannya tertulis dalam Al Quran, dan juga tertulis dalam kitab hadist. Sedangkan dalil aqli hanyalah sebuah keterangan dari kalam Allah atau hadist (penjelasannya) dan dalil ini bisa jadi shahih, tidak shahih ataupun tidak dikenai suatu perkara karena sifatnya yang melalui pemikiran sesorang (biasanya ijma para sahabat, ataupun keterangan ulama). Oleh karena itu, ilmu medis atau kedokteran akan dibahas lebih lengkap dalam dalil-dalil naqli yang memiliki tafsiran atau ijma secara aqli (akal/logika). Dalam Al Quran sendiri, sangat sedikit perihal ilmu yang disampaikan. Kebanyakan adalah perintah dan larangan Allah SWT, sejarah, sirah, dan sebagainya. Namun Allah dalam firmanNya menyampaikan beberapa ayat secara general, implicit dan tidak detil tentang ilmu kedokteran, seperti reproduksi manusia, penyakit penyerta manusia, seks dan sebagainya. (Syekh Ghazali) Terdapat paling tidak tiga ayat dalam Al Quran yang berbicara tentang sperma (mani), yaitu: 1. Surah Al Qiyamah (75):36-39:

Apakah manusia mengira bahwa ia akan ditinggalkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?Bukankah dia dahulu nuthfah dari mani yang dituangkan

(ke dalam rahim), kemudian ia menjadi alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya? Lalu Allah menjadikan darinya sepasang lelaki dan perempuan ? 2. Surah An Najm (53):45-46:

Dan bahwa sesungguhnya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan, dari nuthfah apabila dipancarkan. 3. Surah Al Waqiah (56):58-59:

Maka terangkanlah kepada-Ku tentang apa yang kamu pancarkan (mani). Kamukah yang menciptakannya atau Kami? Ayat Al Qiyamah tersebut secara tegas menyatakan bahwa nuthfah merupakan bagian kecil dari mani yang dituangkan ke dalam rahim. Kata nuthfah dalam bahasa Al Quran adalah setetes yang dapat membasahi. Informasi Al Quran tersebut sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad kedua puluh ini menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedangkan yang berhasil bertemu dengan ovum hanya satu. Itulah yang dimaksud Al Quran dengan nuthfattum min manniy yumna (nuthfah dari manni yang memancar). (mukjizat quran) Selanjutnya, ayat An Najm tadi menginformasikan bahwa setets dari nuthfah yang memancar itu Allah menciptakan kedua jenis manusia lelaki dan perempuan. Sekali lagi Al Quran memberikan informasi yang sangat akurat. Penelitian ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma (mani lelaki), yaitu kromosom lelaki yang dilambangkan dengan huruf Y, dan kromosom perempuan yang dilambangkan dengan huruf X. Sedangkan ovum (milik perempuan) hanya semacam, yaitu dilambangkan dengan X. Apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memiliki kromosom Y, anak yang dikandung adalah lelaki, dan apabila X bertemu dengan X, anak yang dikandung adalah

perempuan. Jika demikian yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah itu. (mukjizat quran) Hasil pertemuan antara sperma dan ovum dinamai oleh Al Quran sebagai nuthfah amsyaj:

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes nuthfah amsyaj (yang bercampur). Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS Al Insan [76]:2) Menarik untuk diketahui bahwa kata amsyaj berbentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah masyaj. Sementara itu , nuthfah adalah bentuk tunggal, dan mentuk jamaknya adalah nuthaf. Sepintas terlihat bahwa redaksi nuthfah amsyaj tidak lurus (nuthfah tunggal, sementara amsyaj jamak), karena ia berkedudukan sebagai adjektif atau kata sifat dari nuthfah, sedangkan bahasa Arab menyesuaikan sifat dengan yang disifatinya. Jika feminin, sifatnya pun demikian, dan jika tunggal, sifatnya pun tunggal, maupun jika jamak juga jamak. Nah, di sini, terlihat bahwa nuthfah berbentuk tunggal, sedangkan amsyaj berbentuk jamak. (mukjizat quran) Al Quran bukannya keliru. Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa jika sifat dari satu hal yang berbentuk tunggal mengambil bentuk jamak, itu mengisayaratkan bahwa sifat tersebut mencakup seluruh bagian-bagian kecil dari yang disifatinya. Dalam hal nuthfah, maka sifat amsyaj (bercampur) bukan sekadar bercampurnya dua hal sehingga menyatu atau terlihat menyatu tetapi percampuran itu demikian mantap sehingga mencakup seluruh bagian dari nuthfah tadi. Nuthfah amsyaj itu sendiri adalah hasil percampuran sperma dan ovum, yang masing-masing memiliki 46 kromosom (setiap campuran tadi). (mukjizat quran) Jika demikian, wajar apabila ayat tersebut menggunakan bentuk jamak untuk menyifati nuthfah yang memiliki jumlah yang banyak dari kromosom itu. Dan informasi Al Quan tidak berhenti di sana. Dilanjutkannya bahwa nuthfah tersebut dalam proses selanjutnya menjadi alaqah dengan firman-Nya:

Kemudian kami jadikan nuthfah itu alaqah (QS Al Muminun [23]:14) Pakar pakar embriologi menegaskan bahwa setelah tejadi pembuahan /percampuran (amsyaj), maka nuthfah tersebut berdempet di dinding rahim, dan inilah yang dimaksud oleh Al Quran dengan alaqah. (mukjizat quran) Kata alaqah sendiri dalam kamus-kamus bahasa mempunyai banyak arti, antara lain segumpal darah atau sejenis cacing yang terdapat dalam air (cacing ini apabila diminum bersama air dapat melengket di tenggorokan. Kata dasar dari alaqah adalah aliqa yang berarti tergantung/melengket. Al Quran menggunakannya dalam konteks uraiannya tentang reproduksi manusia untuk makna terakhir ini. Yaitu ketika nuthfah tersebut melengket di dinding rahim. (mukjizat quran) Kedua, tentang hadits yang berkaitan dengan ilmu kedokteran biasanya lebih menitikberatkan pada etika medis. Sebagai contoh pada saat ini yang seringkali kontroversial adalah perihal meneliti anatomi tubuh manusia menggunakan kadaver atau tranplantasi organ atau vaksin yang mengandung barang haram atau contoh lainnya. (mukjizat quran) Pada tahun 1987, Majelis Tertinggi Urusan Keislaman Mesir menjelaskan melalui hadist riwayat Abu Daud sebagai berikut: Diterima dari Abu Darda ra. katanya, Sabda Rasulullah SAW., Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan menurunkan obat, dan menjadikan penyakit itu obatnya. Maka berobatlah kamu, tetapi jangan berobat dengan barang yang haram! Mengenai ucapannya sesungguhnya Allah menurunkan , maksudnya ialah menciptakan dan mengadakan. Diturunkan-Nya penyakit sebagai ujian dan cobaan bagi hamba-Nya, sebagimana diturunkan-Nya obat sebagai rahmat dan kurnia bagi mereka. Kemudian dan menjadikan bagi setiap penyakit itu obatnya, artinya sebagaimana Ia menciptakan penyakit dan menguji makhluk dengan demikian, maka diciptakan-Nya pula obat dan dituntutnya mereka untuk mengenal dan mengetahuinya, agar mereka dapat mengobati penyakit dan menyembuhkannya. Kalimat selanjutnya maka berobatlah kamu, tetapi jangan berobat dengan barang yang haram! menunjukkan perintah yang wajib sebagaimana larangan yang berarti haram. Dan obat yang haram paling terkenal di

kalangan mereka ialah khamar atau minuman keras, lalu menyusul segala macam najis kecuali air seni unta, disebabkan diterimanya keterangan tegas mengenainya, artinya tentang berobat dengannya pada hadist yad, walaupun dikatakan bahwa ia najis. Kemudian racun yang tak dapat dijamin kita akan terhindar dari bahayanya. Pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, berisi: Rasulullah SAW melarang obat yang keji-yakni racunmaka tidak boleh berobat dengan barang yang diharamkan atas mereka, sedangkan menurut hadits yang diriwatkan oleh Bukhari dari Ibnu Masud mengenai minuman keras, disebutkan: Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kamu, dalam barang yag diharamkan-Nya atas kamu.(majelis tertinggi urusan keisalaman mesir) Pada hadist lain, riwayat HR Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah, disebutkan bahwa:
Dari Aisyah ra., Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya mematahkan tulang mayat itu sama (dosanya) dangan mematahkannya pada waktu hidupnya."etika pengobatan islam Menginjak perihal etika kedokteran mengenai pelajaran anatomi bahwa sesungguhnya adalah hal yang berdosa apabila dilakukan. Namun, demi suatu kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia, insya Allah, dengan niat yang baik, sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, akan membawa rahmat. Dengan kata lain, ada aturan mainnya ketika seseorang melakukan penelitian, seperti: ketika seorang peneliti adalah wanita, kadaver juga wanita (masih berlakunya hokum aurat) dan sebaliknya, serta dikuburkannya kembali setelah penelitian berakhir. Etika pengobatan islam Sebetulnya hadist dan ijma mengenai tata cara pengobatan, etika, obat-obatan dan lain sebagainya yang bersangkutan dengan ilmu kedokteran masih banyak. Oleh karena itu, hendaknya ketika mengetahui suatu hadist dipertimbangkan keshahihannya.

Referensi:

a. Shihab, M. Quraish. 2007. Mukjizat Al-Quran. Bandung: PT Mizan Pustaka b. Al Ghazali, Syekh Muhammad. 2003. Penerjemah: Badruzzaman A. Induk AlQuran. Jakarta: Penerbit Cendikia c. Al Bassam, Abdullah bin Abdurrahman. 2006. Syarah Bulughul Maram. Jilid 1. Jakarta: Pustaka Azzam
d. Rahman, Fazlur. 1999. Etika Pengobatan Islam. Bandung: Mizan e. Majelis Tertinggi Urusan Keislaman Mesir. 1987. Seluk Beluk Penyakit Ketabiban dan Pakaian. Bandung: Penerbit Angkasa

You might also like