Professional Documents
Culture Documents
A. LATAR BELAKANG Ekzema adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfk). Ekzema cenderung residif dan menjadi kronis. Ekzema berasal dari bahasa Yunani. Artinya air mendidih. Penggunaan kata ini merupakan refleksi kelainan kulit yang tampak berbintil, menggelembung pada permukaan kulit sperti buih air mendidih. Di Eropa, ekzema merupakan nama penyakit yang mempunyai ciri khas gatal. Di Amerika ekzema ini dinamakan Dermatitis. Ciri khasnya terutama keluhan gatal. Rasa gatal merupakan perwujudan rasa nyeri yang berada dibawah nilai ambang. Rangsangan dapat berbentuk trauma fisik, kimiawi, dan mekanisme alergi. (Banjarmasin post, 2005) Ekzema mempunyai banyak bentuk gambaran klinis, sehingga sulit dibuat defenisi untuk kata Ekzema. Disarankan istilah tersebut tidak dipakai lagi dan digantikan dengan istilah dermatitis. Sebenarnya istilah dermatitis sudah banyak dipakai untuk ekzema karena kontak, ekzema pada atopik, dan pada dermatitis seboroik. Pengarang lainnya beranggapan istilah ekzema dan dermatitis ini tidak sama. Ada yang lebih senang menggunakan istilah dermatitis. Karena pengertian dermatitis dan ekzema sampai saat ini masih juga diperdebatkan, penulis masih mengangap kedua istilah itu mempunyai pengertian yang sama. Jadi dermatitis adalah suatu reaksi peradangan kulit yang karakteristik terhadap berbagai rangsangan endogen ataupun eksogen. Penyakit ini sangat sering dijumpai. (Marwali, 2000) Dermatitis numularis merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap, dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular atau lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki. Lesi awal berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah. Dermatitis stasis merupakan suatu erupsi eksemantosa didaerah ekstremitas bawah karena ada gangguan vena perifer. B. RUMUSAN MASALAH Apa itu penyakit Dermatitis Numularis dan Dermatitis Stasis? Bagaimana cara pencegahan atau penyembuhan penyakit Dermatitis Numularis dan Dermatitis Stasis? Pengobatan atau terapi apa saja yang harus dilakukan dalam kasus Dermatitis Numularis dan Dermatitis Stasis. C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah:
Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis Dermatitis Numularis. Mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis Dermatitis Statis. Tugas kelompok Mata kuliah Patofisiologi II D. METODE DAN TEKNIK PENULISAN Metode yang kami gunakan yaitu: Telaah Internet Pengamatan langsung Berdasarkan pendapat narasumber Berdasarkan Teori E. SISTEMATIKA PENULISAN Makalah ini dibagi dalam beberapa bab yang sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Metode dan Teknik Penulisan E. Sistematika Penulisan Dermatitis Numularis A. Definisi B. Epidemiologi C. Etiologi D. Patofisiologi E. Manifestasi Klinis F. Pemeriksaan G. Diagnosis H. Diagnosis Banding I. Penatalaksanaan J. Komplikasi K. Prognosis
Bab II
Bab III Dermatitis Numularis A. Definisi B. Epidemiologi C. Etiologi D. Patofisiologi E. Manifestasi Klinis F. Pemeriksaan G. Diagnosis H. Diagnosis Banding I. Penatalaksanaan J. Komplikasi K. Prognosis Bab IV Penutup A. Kesimpulan B. Saran Daftar pustaka
menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numularis dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis dan dermis dari pasien dengan dermatitis numularis. Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis numularis. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numularis. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga memicu timbulnya inflamasi. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari pasien dermatitis numularis menurunkan aktivitas enzim chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses inflamasi. E. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala yang umum, antara lain: Timbul rasa gatal UKK kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau tambalan : 1. Bentuk numular (seperti koin) 2. Terutama pada tangan dan kaki 3. Umumnya menyebar 4. Lembab dengan permukaan yang keras Kulit bersisik atau ekskoriasi Kulit yang kemerahan atau inflamasi
Berdasarkan predileksinya dapat dibagi 2 bentuk klinis dermatitis numularis yaitu: Dermatitis numularis pada tangan dan lengan Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. Lesi ini jarang meluas. Dermatitis numularis pada tungkai dan badan
Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada sebagian kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga. Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous dan berkrusta, cepat meluas disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis numularis juga sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar ke kaki yang lain, lengan dan sering ke badan. F. PEMERIKSAAN Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ada penemuan yang spesifik. Untuk membedakannya dengan penyakit lain, seperti dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan prick test untuk mengidentifikasikan bahan kontak. Pemeriksaan KOH untuk membedakan tinea dengan dermatitis numularis yang mempunyai gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada kondisi lain yang sangat mirip dengan penyakit ini sehingga sulit untuk menentukan diagnosisnya (contohnya pada tinea, psoriasis) dapat dilakukan biopsi. G. DIAGNOSIS Dermatitis numularis dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Tingkat gatal dan terjadinya likenifikasi akan membedakannya dari neurodermatitis. Distribusi lesi biasanya pada kedua lutut, kedua siku dan kulit kepala. Pada psoriasis, lesinya kering, skuamanya lebih tebal dan iritasinya lebih ringan, patch test dan prick test akan membantu mengidentifikasikan penderita dengan dermatitis kontak. H. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding dari penyakit ini antara lain: Liken simpleks kronikus (neurodermatitis). Biasanya jarang, lesinya kering berupa plak yang likenifikasi dengan distribusi tertentu. Dermatitis kontak alergi. Morfologi klinis primer antara dermatitis kontak dan dermatitis numularis sering sulit untuk dibedakan. Pada dermatitis kontak biasanya lokal, dan ditemukan riwayat kontak sebelumnya. Untuk membedakan dapat dilakukan pemeriksaan patch test atau prick test. Pitiriasis rosea Merupakan peradangan yang ringan dengan penyebab yang belum diketahui. Banyak diderita oleh wanita yang berusia antara 15 dan 40 tahun terutama pada musim semi dan musim gugur. Gambaran klinisnya bisa menyerupai dermatitis numularis. Tetapi umumnya terdapat sebuah lesi yang besar yang mendahului terjadinya lesi yang lain. Lesi tambahan cenderung mengikuti garis kulit dengan distribusi pohon cemara dan biasanya disertai dengan rasa gatal yang ringan. Lesi-lesi tunggal berwarna merah muda terang dengan skuama halus. Bisa juga lebih eritematus. Pitiriasis rosea berakhir antara 3-8 minggu dengan penyembuhan spontan. Dermatitis atopik Umumnya pada pasien dengan lesi pada tangan. Patch test dan prick test dapat membantu jika terdapat riwayat dermatitis atopik. I. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaanya difokuskan pada gejala yang mendasari. Menghindari alergen.
Dermatitis numularis terutama pada anak sangat berkaitan erat dengan dermatitis atopik, menghindari alergen pada penderita atopik anak dapat menurunkan insidensi dermatitis numularis. Melindungi kulit dari trauma. Karena pada jenis ini biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada trauma pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi. Pemberian Emollients. Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi kekeringanpada kulit. Contoh emollients yang sering digunakan antara lain: aqueous cream, gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat lotions. Steroid topikal Untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi iritasi kulit. Dapat diberikan steroid dengan kombinasi antibiotik untuk dermatitis numularis dengan infeksi sekunder. Antibiotik oral maupun topikal. Untuk mengatasi infeksi sekunder. Digunakan antibiotik golongan sefalosporin sebagai drug of choice untuk pioderma misalnya cefadroxil dengan dosis oral 125-500 mg selama 7-10 hari. Kadang-kadang dermatitis numularis dapat sembuh total, hanya timbul lagi jika pengobatan tidak diteruskan. Antihistamin oral. Mengurangi gatal dan sangat berguna pada malam hari. Yaitu antihistamin H1 seperti Cetirizine dengan dosis oral 25-100 mg. Steroid sistemik. Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numularis yang berat, diberikan prednilson dengan dosis oral 40-60 mg dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan emolilients. J. KOMPLIKASI Infeksi sekunder. Dermatitis numularis pada anak seringkali dijumpai datang ke rumah sakit dengan infeksi sekunder. K. PROGNOSIS Pasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau perjalanan penyakit dari dermatitis numularis yang kronik dan cenderung sering berulang (residif). Mencegah atau menghindari dari faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan frekuensi untuk cenderung berulang dengan menggunakan pelembab pada kulit akan sangat membantu mencegah penyakit ini. Adapun prognosis bervariasi dalam setiap individu. Dermatitis numularis cenderung residif pada sebagian besar kasus. Umumnya prognosis dari penyakit ini adalah baik.
menyebabkan pengumpulan darah di vena superfisial, dengan arus berkurang dan karenanya mengurangi tekanan oksigen di kapiler dermis. Hipotesis penyatuan menyebabkan dermatitis stasis panjang. Ia percaya bahwa kandungan oksigen menurun darah menggenang menyebabkan kerusakan hipoksia untuk kulit di atasnya. Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa alih-alih dikumpulkan, darah stagnan dengan tekanan oksigen rendah, vena tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena telah meningkatkan laju aliran dan tekanan oksigen tinggi.Shunting arteriovenosa bisa menyumbang temuan ini, tetapi tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi vena ditemukan. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia / stasis telah menyebabkan banyak peneliti menganjurkan ditinggalkannya dermatitis stasis panjang. Penelitian selanjutnya difokuskan pada peran tungkai mikrosirkulasi dalam patogenesis kerusakan kulit akibat insufisiensi vena. Pada 1970-an dan 1980-an, peningkatan tekanan hidrostatik vena ditemukan akan dikirim ke mikrosirkulasi kulit, hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler kulit. Hal ini memungkinkan peningkatan permeabilitas makromolekul, seperti fibrinogen, bocor keluar ke jaringan pericapillary, kemudian, polimerisasi fibrin fibrinogen untuk menghasilkan pembentukan fibrin manset di sekitar kapiler kulit.Telah dihipotesiskan bahwa manset fibrin berfungsi sebagai penghalang untuk difusi oksigen, dengan mengakibatkan hipoksia jaringan dan kerusakan sel.Selanjutnya, fenomena pembentukan fibrin manset ditemukan pada penyakit yang lebih berat, seperti ulkus vena. Manset fibrin tidak ditemukan dalam ulkus karena penyebab selain hipertensi vena. Penurunan aktivitas fibrinolitik kutan telah diusulkan untuk berkontribusi pada pembentukan fibrin manset. Pembentukan manset fibrin, ditambah dengan fibrinolisis menurun, mengakibatkan fibrosis dermal yang adalah ciri khas dari dermatitis stasis maju. Leukosit diaktifkan menjadi terjebak dalam manset fibrin dan ruang perivaskular sekitarnya, melepaskan mediator inflamasi yang berkontribusi terhadap peradangan dan fibrosis. Ini leukosit melepaskan faktor pertumbuhan transformasi faktor pertumbuhan-beta1, mediator penting fibrosis dermal. Selanjutnya, upregulation molekul-1 adhesi antar sel vaskular (ICAM-1) dan adhesi sel vaskular molekul-1 (VCAM-1), yang chemoattractants ampuh untuk menjaga leukosit aktif di lingkungan perivaskular, terjadi. Temuan leukosit dimediasi produksi sitokin, dibantu oleh pembentukan fibrin manset, menyediakan link langsung antara sirkulasi vena disfungsional dan peradangan kulit dengan fibrosis. Herouy dkk menyarankan bahwa matriks metalloproteinase mungkin penting dalam renovasi kulit lesi pada orang dengan dermatitis stasis E. MANIFESTASI KLINIS Secara klinis biasanya terlihat kelainan di sisi medial yang dapat meluas ke seputar pergelangan kaki dalam berbagai gradasi. Awalnya dimulai dengan penebalan kulit dan skuamasi yang diikuti oleh likenifikasi. Saat penyembuhan seringkali kulit menjadi tipis, mengkilat dan hiperpigmentasi. Pada bagian proksimal lesi biasanya dijumpai adanya dilatasi dan varises vena-vena superfisialis. Keluhan subjektif berupa rasa gatal. Efloresensi akibat garukan berupa skuama, hiperpigmentasi dan erosi. Apabila penderita mengobati sendiri dapat terjadi dermatitis kontak, dan lesi bertambah tergantung pada iritannya.
F. PEMERIKSAAN Sering kali dermatitis stasis di awal perkembangan penyakit sulit dibedakan dengan infeksi jamur. Untuk dapat membedkannya dapat dilakukan pemeriksaan KOH pada daerah lesi. Dermatitis stasis tidak menunjukkan gambaran spora dan hifa. G. DIAGNOSIS Dermatitis stasis dapat didiagnosa melalui pengolahan informasi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Meskipun tiap bagian dari anamnesis adalah penting, yang perlu diperhatikan adalah usia penderita, aktivitas penderita, dan penyakit penyerta seperti penyakit diabetes dan penyakit jantung-pembuluh darah. Pemeriksaan fisik dengan gambaran khas pada tungkai bawah menjadikan diagnosis dermatitis stasis dapat ditegakkan. H. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding antara lain: Dermatitis kontak (dapat terjadi bersamaan dengan dermatitis stasis) Dermatitis numularis Penyakit Schamberg. I. PENATALAKSANAAN Prinsip pengobatannya adalah menghindarkan gangguan aliran vena dan edema. Harus dihindari banyak berdiri lama, kalau pasien gemuk, berat badannya harus diturunkan. Pada dermatitis yang akut, dapat diberikan salep yang tidak menimbulkan iritasi dan sensitasi kulit, misalnya salep iktiol 2% dalam salep seng oksida. (Marwali Harahap, 2000) J. KOMPLIKASI Kelainan lebih lanjut akan timbul infeksi sekunder dan terjadi kerusakan jaringan (nekrosis), timbul daerah iskemik yang dapat memacu ulkus yang disebut ulkus varikosum. (Purnawan Junadi dkk, 1992)
K. PROGNOSIS Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka panjang (kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan kondisi dan pembengkakan.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Bentuk dermatitis ini sering mengenai remaja, dewasa muda dan umur yang lebih tua serta jarang pada anak-anak dengan riwayat dermatitis atopi. Penyebabnya tidak diketahui. Bentuk-bentuk infeksi lainnya pada dermatitis, seperti adanya kolonisasi Staphylococcus aureus, yang mana dapat memperberat kondisi penyakitnya walau tidak tampak pada gejala klinis. Pada satu studi menunjukkan dermatitis numularisis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua, terutama yang sangat sensitif dengan aloealergi. Umumnya prognosis dari penyakit ini adalah baik dan dapat sembuh dengan pengobatan steroid (dengan atau tanpa kombinasi antibiotik) topikal. B. SARAN Merujuk pada pada hasil pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1. Peneliti selanjutnya agar dapat lebih memahami tentang penyebab penyakit dermatitis 2. Masyarakat agar lebih memahami tentang faktor-faktor penyebab dari penyakit dermatitis sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit dermatitis 3. Kepada pihak institusi POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR agar dapat memperbanyak literatur tentang penyekit dermatitis guna mempermudah jalannya penyusunan penelitian bagi peneliti selanjutnya, sehingga lebih baik dan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan khusunya pada penyakit- penyakit tertentu.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anita, J et al. 2006. Mast Cells, Nerves and Neuropeptides in Atopic Dermatitis and Nummular Eczema. Arch Dermatology Research 295 (1): 2-7. DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004 Djuanda, A dkk. 2005. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. IJ Kang, MK Shin. 2007. Patch Testing in Nummular Eczema: Comparison of Patch Test Results between Nummular Eczema and Atopic Dermatitis. Korean Journal Of Dermatology 45(9): 871-876. Loren, E et al. 2010. Dermal Dendritic Cells In Psoriasis, Nummular Dermatitis, and NormalAppearing Skin. Journal of the American Academy of Dermatology Lange L, et al. 2008. Elevated Levels of Tryptase in Children with Nummular Eczema. Journal of Allergy Jul; 63(7):947-9. Shankar, K et al. 2005. Relevance of Patch Testing in Patients with Nummular Dermatitis. Indian Journal Dermatology Venereology Leprology 71(6):406-8. Siregar, R dkk. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC: Jakarta. Sumber Internet: http://antholeo.wordpress.com/2010/07/08/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengankejadian-dermatitis-di-puskesmas-x/
http://health.yahoo.net/adamcontent/stasis-dermatitis-and-ulcers/2 http://aditya1986.wordpress.com/2010/08/06/dermatitis-stasis-dan-dermatitis-dishidrosis-pompholyx/
11