You are on page 1of 15

1

PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI PERKARA PIDANA UNTUK MEWUJUDKAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh DR. ABDULLAH, SH., MS

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN PERADILAN BADAN LITBANG DIKLAT HUKUM DAN PERADILAN MAHKAMAH AGUNG RI 2011

PEMBATASAN UPAYA HUKUM KASASI PERKARA PIDANA UNTUK MEWUJUDKAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian Mahkamah Agung merupakan lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman dan sebagai puncak peradilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Dasar Negara RI tahun 1945 dan Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 dan sebagaimana diubah terakhir Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung. Secara yuridis Mahkamah Agung memiliki beberapa kewenangan di bidang yudisial dan non yudisial. Kewenangan Mahkamah Agung dibidang yudisial antara lain sebagai berikut : a. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Pasal 28 UU 14/1985). b. Menguji peraturan perundang undangan dibawah undang undang terhadap undang undang (Pasal 31 UU 14/1985 jo Pasal 31 A UU 3/2009); c. Memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam permohonan Grasi dan rehabilitasi (Pasal 35 UU 14/1985). Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa dan merupakan hak asasi yang diberikan peraturan perundang-undangan kepada pencari keadilan. Kasasi berasal dari kata Cassation dengan kata kerja Casser artinya membatalkan atau memecahkan.1 Peradilan kasasi dapat diartikan: memecahkan atau membatalkan putusan atau penetapan pengadilanpengadilan, karena dinilai salah menerapkan hukum. Meskipun secara

normatif Mahkamah Agung memiliki kewenangan mengadili perkara kasasi


1

Henry P. Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktek Sehari-hari, Upaya Penanggulangan Tunggakan Perkara dalam Pemberdayaan Fungsi Pengawasan Mahkamah Agung, Sinar Harapan, Jakarta, 2001, h. 201.

tidak serta merta dan pasti

melakukannya, melainkan tergantung pihak

pencari keadilan atau penuntut umum, mengajukan kasasi atau tidak dan tergantung syarat lain yang harus dipenuhi. Secara yuridis formal permohonan kasasi dapat diterima apabila memenuhi syarat formal antara lain: tenggang waktu mengajukan kasasi, surat kuasa khusus sempurna, masih ada upaya hukum yang disediakan oleh hukum acara (verzet, banding), memberikan memori kasasi dalam waktunya. Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa upaya hukum banding maupun kasasi merupakan hak terdakwa maupun penuntut umum dan bukan merupakan hak korban. Namun demikian hak tersebut dapat dimanfaatkan atau dikesampingkan. Penggunaan atau pengesampingan hak melakukan upaya hukum lebih didasarkan pada ketidakpuasan para pihak dalam menerima putusan pengadilan. Apabila yang menjadi indicator/ukuran adalah ketidakpuasan

terdakwa atau penuntut umum dan menolak putusan pengadilan, maka subjektivitasnya dan kepentingannya sangat tinggi. Ketidakpuasan dan subjektivitas serta kepentingan sangat terkait dengan harga diri para pihak. Harga diri merupakan nilai yang sangat tinggi dan tidak dapat diberi harga berapa pun. Dalam realitas sering dijumpai perkara sederhana, nilai objeknya rendah namun karena menyangkut kepentingan dan harga diri, maka para pihak sampai khilaf dalam memperjuangkan hak-haknya. Konsekuensinya dalam perkara apapun, nilainya berapapun,

meskipun pengadilan sudah memutus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan benar, pertimbangan putusannya telah didasarkan argumentasi hukum yang logis dan fakta yang terungkap dipersidangan, sepanjang sudah menyangkut harga diri sudah dapat dipastikan perkara tersebut akan sampai ke tingkat kasasi bahkan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan kembali. Apabila hal tersebut tidak dilakukan pembatasan baik formil maupun substansiil dalam upaya hukum khususnya kasasi maka Mahkamah Agung menerima limpahan permohonan kasasi yang tak pernah selesai. Mahmamah Agung merupakan lembaga Negara dan pengadilan Negara tertinggi, idealnya juga hanya mengadili perkara yang sangat

fundamental, bentuk tindak pidana yang berat serta mempunyai nilai objek perkara yang tinggi. Persoalannya untuk menentukan standart perkara yang fundamental indicatornya sangat sulit dan relatif, apalagi menyangkut harga diri. Peraturan perundang-undangan telah berusaha memberikan

mengatur pembatasan upaya hukum baik formil maupun substansial, namun pada akhirnya terbentur pada hak asasi setiap pencari keadilan dalam upaya memperoleh keadilan. Adapun pengaturan pembatasan upaya hukum antara lain sebagai mana diatur menurut ketentuan: Undang-Undang Nomor 5 tahun 2004 Pasal 45A: (1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya; (2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. putusan tentang praperadilan; b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau diancam pidana denda; c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. (3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal, dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung; (4) Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat diajukan upaya hukum; (5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung; Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 23 :

Putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain. Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 26 : (6) Putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak undang-undang menentukan lain. (7) Putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan bersangkutan, kecuali

pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain Undang Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang KUHAP pada Bagian Kedua, Bab XVII pasal 244 sampai dengan pasal 258. ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 pasal 244 : Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas. Pasal 246 : (1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan. (2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur. (3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera, mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara. Menurut

Pasal 247 : (1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi. (2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan. (3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya. (4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali.

Pasal 248 (1) Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah

menyerahkannya kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima. (2) Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu panitera membuatkan memori kasasinya. (3) Alasan yang tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (l) undang-undang ini. (4) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka hak untuk mengajukan permohonan kasasi gugur. (5) Ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (3) berlaku juga untuk ayat (4) pasal ini.

(6) Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak, oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi. (7) Dalam tenggang waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1), panitera menyampaikan tembusan kontra memori kasasi kepada pihak yang semula mengajukan memori kasasi. Pada hakekatnya Tujuan kasasi menurut M. Yahya Harahap : a. Mengoreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan. b. Menciptakan dan membentuk hukum baru. c. Pengawasan terciptanya keseragaman penerapan hukum. 2 Meskipun tujuan tersebut tidak menyebutkan ada hubungannya dengan terdakwa, namun akibat hukum apabila ditemukannya kesalahan dalam putusan, maka dapat berpengaruh pada nasib terdakwa. Oleh karena dalam faktanya demikian maka tidak terlalu salah apabila upaya hukum baik banding maupun kasasi bahkan peninjauan kembali oleh terdakwa diartikan sebagai upaya spekulatif untuk mengubah putusan yang diharapkan memberikan keuntungan kepada terdakwa atau penuntut umum. Pembatasan baik secara formal maun substansial harus diartikan sebagai suatu tatanan dan pengaturan dan menghindarkan kesalah pahaman bahwa pembatasan upaya hukum sebagai upaya pembatasan hak asasi. Pembatasan secara normative tersebut bertujuan untuk mewujudkan keadilan , kepastian hukum dan kemanfaatan bagi pencari keadilan. Namun demikian kemanfaatan yang dimaksudkan hanya dapat dirasakan oleh Negara cq penegak hukum dan terdakwa. Sedangkan korban dan masyarakat tidak dapat merasakan kemanfaatnya secara langsung. Pada masa mendatang dengan menerapkan konsep keadilan restorative maka penegakan hukum akan dirasakan oleh masyarakat, baik korban maupun masyarakat pada umumnya.
2

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, edisi II, Sinar Grafika, Jakarta, 2000, h. 539-542.

Dengan dilakukannya upaya hukum kasasi, tentunya berdampak pada peradilan yang berjenjang dan bertingkat, membutuhkan waktu lama dan membutuhkan biaya yang mahal, karena setiap tingkatan upaya hukum dikenakan membayar biaya baik tingkat banding maupun kasasi. Di lain pihak asas peradilan sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 2 ayat (4) menyebutkan: peradilan ringan. Asas ini bila direnungkan secara mendalam menghendaki peradilan yang sederhana atau tidak terlalu formal legalistic, acara yang ruwet dan berkepanjangan dan lebih mengutamakan keadilan dari pada kepastian hukum. Waktu yang dibutuhkan dalam proses yang sederhana adalah cepat dan biaya yang dibutuhkan dalam proses menjadi terjangkau oleh siapapun termasuk masyarakat tidak mampu. Asas ini masih menjadi keniscayaan dan masih dialam das sollen, karena realitanya semua proses peradilan pidana, prosesnya melalui beberapa institusi termasuk kompetensi absolutnya. Realitasnya KUHAP belum mengaplikasikan asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya

sederhana, cepat dan biaya ringan. Sistem peradilan pidana mendasarkan: is a violation of the state, defined by law breaking and guilty. Keadilan dipahami sebagai terbuktinya dakwaan dan penjatuhan pidana kepada pelaku oleh Negara sebagai pemegang kedaulatan penjatuhan pidana. Otoritas demikian pada akhirnya justru berimbas pada kondisi tidak terwakilinya kepentingan korban dan masyarakat dalam system. 3 Akibat yang timbul bukan penyelesaian masalah, melainkan melahirkan masalah baru antara lain: Proses dalam system peradilan pidana dianggap rumit, lama dan biaya tinggi;

Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif Di Indonesia, Fakultas Hukum, Prodi Kekhususan Sistem Peradilan Pidana, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009,h.1.

System yang tidak dapat menampung aspirasi korban dan masyarakat sebagai pihak yang dirugikan baik secara langsung atau tidak langsung atas tindak pidana yang ada;

Penyelesaian akhir dari suatu perkara pidana yang dianggap tidak menguntungkan baik bagi korban, masyarakat maupun terhadap pelaku itu sendiri.4

2. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut diatas maka masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut : Bagaimanakah bentuk pembatasan upaya hukum kasasi perkara

pidana yang dapat mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Bagaimanakah syarat syarat pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana yang dapat mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Bagaimanakah akibat yang timbul tanpa pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana terhadap biaya ringan. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Untuk mencari solusi bentuk pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana yang dapat mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Untuk menemukan syarat syarat pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana yang dapat mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. peradilan sederhana, cepat dan

Ibid. h. 2.

10

Untuk mengetahui akibat yang timbul tanpa pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana terhadap cepat dan biaya ringan. peradilan sederhana,

b. Manfaat Penelitian Bentuk pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana yang dapat digunakan untuk mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Syarat syarat pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana yang dapat digunakan untuk mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Akibat yang timbul tanpa pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan para pihak dalam hubungannya dengan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. 4. Metode Penelitian a. Pendekatan masalah Penelitian Pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana untuk mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan penelitian normatif.5 Pada dasarnya penelitian dilakukan dengan melakukan identifikasi berbagai ketentuan perundangundang khususnya yang mengatur tentang upaya hukum pada umumnya dan upaya hukum kasasi secara khusus. Penelitian juga dilakukan pendekatan secara filosofis, karena upaya hukum yang dilakukan Pembatasan
5

merupakan

manifestasi

tuntutan

rasa

keadilan.

upaya hukum

secara tidak langsung melakukan

Soerjono Soekanto dan Sri Pamudji, Pengantar Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, h. 15. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian dengan mendasarkan bahan hukum baik primer.maupun sekunder, berupa peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Kajian normatif memandang hukum dalam wujudnya sebagai norma, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kajian normatif sifatnya preskriptif ; yaitu bersifat menentukan , apa yang salah dan apa yang benar.

11

pembatasan hak asasi. Hak dan keadilan merupakan kajian filosofis, terkait dengan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan maka pendekatan yang digunakan adalah keadilan restoratif. Diharapkan dengan peradilan yang sederhana, cepat maka ada upaya melakukan perubahan prosedur dari legal formal yang hanya melibatkan Negara dan terdakwa, maka secara prospektif peradilan yang digagas melibatkan korban. Dalam KUHAP hak hak korban hamper hamper tidak memperoleh perlakukan yang proporsional. Berdasarkan system hukum acara, apabila korban sudah melapor, maka semua sudah diserahkan kepada Negara cq. Aparat penegak hukum. Apapun hasilnya atau putusannya, yang diberi hak untuk menerima dan menolak adalah Negara, korban tidak mempunyai hak untuk menerima atau menolaknya. Dalam rangka memperoleh data yang akurat maka berbagai aturan tentang upaya hukum yang menjadi hak asasi bagi pencari keadilan dan penuntut umum tersebut ditelusuri tentang ada tidaknya pembatasan dan berbagai alasan alasan yang digunakan oleh pencari keadilan/terdakwa atau penuntut umum untuk mengajukan upaya kasasi. Penelitian hukum pada dasarnya tidak memerlukan data lapangan (data empiris). Data empiris tersebut hanya sebagai penunjang untuk memberikan ilustrasi akibat yang timbul apabila tidak ada pembatasan upaya hukum kasasi dan dampak resikonya kepada waktu yang diperlukan dan beban Mahkamah Agung. Penelitian tentang pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana lebih memfokuskan pada studi kepustakaan atau
6

library

based,

focusing on reading and analysis of the primary and secondary material


6

dan

tataran das sollen atau

apa yang seharusnya .7

Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Surabaya, 2005, h. 46, periksa pula Philipus Mandiri Hadjon, Pelatihan Metode Penelitian Hukum Normatif, Pusat Penelitian Pengembangan Hukum, Lemlit Unair, 1997, h. 6-7. 7 Achmad Ali, Menjelajah Kajian Empiris Terhadap Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta,1998, h.3.perhatikan pula J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, alih bahasa, Arif Sidharta, Citra Adhitya Bakti, Bandung, 1999, h. 150.

12

Dalam rangka untuk memperoleh pendapat hukum, maka diperlukan melakukan wawancara kepada para ahli dan praktisi hukum yang sengaja dipilih berdasarkan kompetensinya. Upaya tersebut

dimaksudkan untuk lebih menambah wawasan dan pendalaman kajian yang dimungkinkan adanya dengan penelitian tersebut. b. Sumber data/Bahan Penelitian Data/bahan hukum yang digunakan meliputi sumber bahan hukum yaitu: segala peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan materi yang sedang diteliti. Penelitian ini juga berusaha mengkaji temuan baru yang relevan

putusan kasasi yang dimungkinkan memperoleh kaidah hukum yang baru. Sebagai data atau bahan penunjang penelitian ini juga mengkaji data statistik perkara khususnya putusan Mahkamah Agung yang putus tahun 2009. Dalam penelitian ini juga dilakukan interview kepada para ahli dan praktisi hukum untuk memperoleh pendapat dan persepsi tentang relevan tidaknya, urgen atau tidaknya pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana dihubungkan dengan asas peradilan

sederhana, cepat dan biaya ringan. c. Tekhnik Pengumpulan Bahan Penelitian Bahan penelitian diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan dan menelusuri berbagai informasi, baik undangan, putusan kasasi Mahkamah peraturan perundangAgung R.I. serta

Yurisprudensi dalam rangka memperoleh data primer atau bahan hukum primer. Dalam rangka memperoleh pendapat ahli maupun para praktisi hukum secara komprehensif, maka dilakukan upaya

wawancara/interview dengan beberapa responden/ahli hukum dan praktisi hukum khususnya hakim diwilayah Pengadilan Tinggi

13

Jakarta,

Pengadilan

Tinggi

Makasar

dan

Pengadilan

Tinggi

Denpasar. Hasil penulusuran studi kepustakaan peraturan perundang-

undangan tentang upaya hukum kasasi perkara pidana dikumpulkan sedemikian rupa, selanjutnya dilakukan editing terhadap beberapa informasi dan pendapat hukum yang relevan dengan penelitian ini. Proses editing meliputi memilah dan memilih beberapa temuan informasi, selanjutnya akan digunakan sebagai bahan analisis. d. Analisis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian normatif, bahan hukum yang digunakan yurisprudensi. berupa Dalam peraturan memberikan perundang-undangan analisis peneliti dan

mencoba

memberikan gambaran yang lebih jelas, bersifat holistik, memahami makna dan memandang hasil penelitian sebagai spekulatif, 8 berdasarkan kualitas dan
9

bukan

kuantitas

bahan

hukum.

Konsekuensi analisis yang digunakan adalah kualitatif didasarkan atas penalaran deduktif Penalaran deduktif mengandung disiplin

logika. Apabila premis-premis suatu deduksi benar secara logis, maka kesimpulannya mesti benar.10 5. Sistematika pembahasan Penelitian tentang pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana untuk mewujudkan peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan memerlukan perhatian secara bijak. Dilihat dalam variable pertama tentang pembatasan upaya hukum kasasi tentunya menimbulkan
8

Sutarno dalam Ida Bagoes Mantra, Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2004, h. 27.
9

Poespoprodjo dan EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, Dasar Dasar Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, Pustaka Grafika , Bandung 1999, h. 23. Penalaran deduksi yaitu pemikiran didalam akal kita yang berpijak dari pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus. 10 Chalmers, Apa itu yang dinamakan Ilmu, Hasta Mitra, Jakarta, 1983,h.6.

14

pembatasan secara normative berdasarkan syarat formal maupun substansial yang seolah-olah membatasi hak pencari keadilan dan penasihat hukum. Dilain pihak telah ada asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan yang belum memperoleh apresiasi yang proporsional dalah peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan memperoleh hasil yang berkualitas dalah upaya melakukan reformasi peradilan khususnya peradilan pidana di Indonesia. Dalam Laporan penelitian akan disusun sistematika sebagai berikut : Bab I : Memberikan uraian tentang latar belakang dan rumusan masalah penelitian. Dalam latar belakang diungkapkan das sollen dan das sein sehingga merefleksikan ketidak cocokan antara das sollen dan das sein. Ketidak cocokan tersebut merupakan masalah yang dirumuskan secara sederhana. Selanjutnya diuraikan tentang tujuan dan manfaat penelitian. Dengan adanya ungkapan tujuan dan manfaat penelitian maka hasil penelitian bukan hanya untuk kepentingan peneliti, tetapi dapat digunakan penegak hukum dan lembaga aparat

masyarakat yang berkepentingan. Dalam

penelitian ini juga disampaikan sumber data atau bahan hukum yang digunakan, prosedur untuk memperoleh bahan hukum, serta metode yang digunakan dalam penelitian dalam rangka

menunjukkan originalitas, trasparansi dan pertanggungjawaban peneliti secara ilmiah.

Bab II : Membahas tentang bentuk

pembatasan upaya hukum kasasi memberikan

perkara pidana. Pembahasan ini diawali dengan

gambaran secara holistic tentang hak asasi menyangkut upaya hukum bagi pencari keadilan, bentuk dan macam pembatasan upaya hukum, baik menurut Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman maupun hukum acara pidana menurut Undang Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang KUHAP.

15

Dalam sub bab berikutnya akan dibahan tentang urgensi dan relevansi dilakukannya pembatasan upaya hukum kasasi. Dalam sub bab berikutnya juga dibahas tentang substansi asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan menurut pendekartan

restorative justice. Bab III : Dalam bab ini dibahas syarat syarat pembatasan upaya hukum kasasi perkara pidana. Dalam sub bab akan diuraikan tentang syarat syarat formal pembatasan tentang yang relevan digunakan untuk memberikan upaya kasasi perkara pidana. Disamping

syarat formal juga diuraikan tentang syarat substansial dan hakekat tujuan upaya hukum kasasi menurut hukum. Dalam sub bab berikut juga dibahas tentang korelasi syarat syarat kasasi perkara pidana dengan asas peradilan sederhana dan cepat dan biaya ringan. Bab IV : Dalam bab ini menyajikan data perkara kasasi di Mahkamah Agung, khususnya perkara pidana sebagai gambaran awal, dan segala keterbatasan Mahkamah Agung. Upaya hukum kasasi perkara pidana tanpa pembatasan akan menghasilkan jumlah

menumpuuknya berkas perkara, sehingga peradilan menjadi lambat. Gambaran tersebut membuahkan suatu pemikiran bahwa upaya hukum kasasi harus diatur sedemikian rupa oleh sehingga secara normatif tidak setiap perkara dapat diajukan kasasi dengan memberdayakan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Dalam sub bab berikut dibahas tentang Hak asasi tanpa batas dalam peradilan dapat mengaburkan keadilan, dan pembatasan upaya hukum kasasi dapat mewujudkan keadilan, peradilan sederhana dan cepat dan biaya ringan. BAB V: Penutup yang menyajikan kesimpulan dan saran atau rekomendasi. KEPUSTAKAAN.

You might also like