You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara menggabungkan dan memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lain. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena metodemetode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita harus menimbang berbagai faktor termasuk status kesehatan mereka, efek samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani ,2007)

Lama penggunaan setiap metode kontrasepsi mempuyai kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, meskipun telah mempertimbangkan untung rugi semua kontrasepsi yang tersedia, tetap saja terdapat kesulitan untuk mengontrol fertilitas secara aman, efektif, dengan metode yang dapat diterima, baik secara perseorangan maupun budaya pada berbagai tingkat reproduksi. Tidak mengejutkan apabila banyak wanita merasa bahwa penggunaan kontrasepsi terkadang problematis dan mungkin terpaksa memilih metode yang tidak cocok dengan konsekuensi yang merugikan atau tidak menggunakan metode KB sama sekali (Maryani,2007).

Banyak alat kontrasepsi yang digunakan untuk mengendalikan kehamilan, mulai dari cara alami tanpa menggunakan alat, seperti dengan sistem kalender atau pantang berkala, hingga menggunakan alat seperti kondom, spiral, suntik atau pil. Masing-masing ada keluhan efek sampingnya (Jambi Independent, 2008).

Hasil survey BKKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) Jawa Tengah tahun 2005, alat kontrasepsi yang banyak dipakai oleh WUS ( Wanita Usia Subur) di Jawa Tengah adalah kontrasepsi hormonal suntik yaitu 2.497.665 WUS,

sedangkan pil 873.556 WUS, dan kondom 49.220 WUS. Demikian pula yang terjadi di Kabupaten Blora, jenis alat kontrasepsi yang paling banyak dipakai adalah kontrasepsi hormonal suntik yaitu sebesar 122.279 WUS sedangkan yang memakai pil sebanyak 16.376 WUS. Kontrasepsi hormonal jenis suntikan ini banyak dipakai karena pemakaiannya praktis, kerjanya yang efektif, harganya relatif murah, aman, dan angka kegagalan dari penggunaan kontrasepsi suntik kurang dari 1% ( BKKBN Jawa Tengah, 2005).

Tersedia 2 (dua) jenis suntikan yang disediakan dalam kontrasesi hormonal yaitu depomedroksiprogesteron Asetat ( Depoprovera), yang mengandung 150 mg DMPA yang diberikan setiap 3 (tiga) bulan dengan cara disuntik intramuscular dan DepoNoretisteron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2(dua) bulan dengan cara disuntik intramuscular. Keuntungan dari pemakaian kontrasepsi hormonal jenis suntikan ini adalah sangat efektif, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, dan aman. Efek samping dari penggunaan kontrasepsi suntik antara lain gangguan haid, permasalahan berat badan, terlambatnya kembali kesuburan, penurunan libido, sakit kepala, hipertensi, stroke (Saifuddin, 2006). Akseptor keluarga berencana yang menggunnakan kontrasepsi hormonal suntik dalam kurun waktu tertentu sering mengeluhkan masalah kesehatan, salah satu masalah kesehatan yang sering dialami.

Menopause merupakan masa yang dialami seorang wanita ketika akan memasuki masa tua. Menopause muncul secara alami sebagai siklus kehidupan yang harus di jalani seorang wanita. Menopause yang dikenal dengan masa berakhirnya menstruasi atau haid, sering dianggap sebagai momok dalam kehidupan seorang wanita.masa ini umumnya terjadi pada usia 50 tahun. Masa ini mengingatkan dirinya yang akan menjadi tua karena organ reproduksinya sudah tidak berfungsi lagi ( Kasdu, 2002)

Disebut menopause jika orang tidak lagi menstruasi selama 1 tahun. Umumnya terjadi pada usia 50 tahun. Sebagaimana awal haid, akhir haid juga bervariasi antara perempuan yang satu dngan yang lainnya. (Mangoenprasojo,2004)

Usia harapan hidup perempuan pada umumnya terus meningkat, baik di Negaranegara maju maupun di Negara-negara berkembang. (Baziad, 2005). Dengan meningkatnya usia harapan hidup maka jumlah wanita yang akan melalui masa

menopause akan meningkat. Menurut WHO pada tahun 2020 diperkirakan penduduk lanjut usia (lansia) diseluruh dunia akan melebihi 1 milyar jiwa, dimana wanita lebih banyak dari laki-laki. (Rambulangi, 2005).

Berdasarkan data, wanita Indonesia yang memasuki masa menopause saat ini semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,0 juta atau 11,5% dari total penduduk.(Milyandra, 2010, Makalah Usia Harapan Hidup, http://mily.wordpresscom, diperoleh tanggal 6 April 2010.).

Umur menopause perempuan di Negara-negara maju seperti di Amerika Serikat dan Inggris adalah 51,4 tahun, sedangkan di Negara-negara Asia Tenggara adalah 51,09 tahun. Usia menopause untuk perempuan Indonesia adalah 50 tahun. (Baziad, 2005).

Banyak wanita yang mengalami usia menopouse tidak mengalami keluhan apapun. Meskipun tidak mengalami keluhan, namun dampak jangka panjang dari kekurangan estrogen adalah timbulnya osteoporosis dengan akibat meningkatnya kejadian patah tulang, meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner, demensia, stroke, dan kanker usus besar. ( Baziad, 2008).

Dua dekade lalu menopouse belum banyak dibicarakan. Menopouse dianggap hal alami, termasuk gangguan fisik yang menyertai. Seiring peningkatan usia harapan hidup, orang mulai menaruh perhatian pada menopouse. Jika orang hidup sampai usia 70 tahun, sedang menopouse terjadi pada usia 50 tahun, artinya sepertiga hidup wanita dijalani pada masa pasca menopouse. ( Mangoenprasodjo, 2004).

Banyak mitos-mitos yang dipercaya tentang kejadian-kejadian pada masa tersebut, seperti perubahan-perubahan perilaku, mudah marah atau suasana hati depresi tanpa sebab yang jelas. ( Kusumawardhani, 2006).

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahannya yaitu adakah hubungan yang bermakna antara penggunaan kontrsepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause pada ibu- ibu pasca menopause.

C . Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause pada ibu- ibu pasca menopause. 2. Tujuan Khusus a. mengetahui adakah hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause pada ibu-ibu pasca menopouse b. mengetahui jumlah akseptor kb suntik yang mengalami usia menopouse pada ibu-ibu pasca menopouse

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini di harapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya tentang hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause sehingga dapat digunakan untuk pengembangan di bidang ilmu keperawatan maternitas, yaitu sebagai bahan masukan mengenai factor-faktor yang dapat mempengaruhi usia menopause.

2. Bagi Masyarakat Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk mengetahui tentang hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause pada ibu-ibu pasca menopause, dan diharapkan agar dapat meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat khususnya ibu-ibu yang belum menopouse tentang :

a.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi usia menopouse khususnya pengaruh penggunaan

kontrasepsi hormonal (suntik). Beberapa faktor yang dapat diupayakan meliputi faktor psikis, jumlah anak, nutrisi. b. Pencegahan komplikasi/ dampak dari menopouse yang mungkin timbul dengan meningkatkan

asupan nutrisi yang baik sebelum menopouse terjadi sehingga komplikasi-komplikasi tersebut dapat dicegah. 3. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan materi tentang salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usia menopouse dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat. 4. Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta. Menambah kepustakaan sebagai salah satu sarana memperkaya ilmu pengetahuan pembaca khususnya mahasiswa tentang menopouse.

E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Materi Penelitian ini mengambil materi keperawatan maternitas karena meneliti tentang usia terjadinya menopause terkait dengan penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik). Penelitian ini meneliti hubungan dua variabel yaitu hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopause. 2. Ruang Lingkup Responden Responden yang digunakan adalah ibu-ibu pasca menopouse usia rata-rata 45-65 tahun. 3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini di lakukan mulai dari penyusunan proposal skripsi pada bulan April 2012 sampai dengan penyusunan skripsi pada bulan Agustus 2013 4. Ruang Lingkup Tempat

F. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis yang hampir sama dengan penelitian tentang hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopouse pernah dilakukan oleh : 1. Nurul Munawaroh (2010), meneliti tentang Beberapa Faktor Ibu Yang Berhubungan Dengan

Usia Menopouse Pada Ibu-Ibu di Wilayah Desa Bumirejo Lendah Kulon Progo Yogyakarta Bulan Agustus 2010. Jenis penelitian yang dilakukan adalah survey analitik dengan pendekatan waktu retrospektif. Jumlah sampel sebesar 120 orang ibu-ibu yang sudah menopouse dan memenuhi kriteria inklusi sudah menopouse, usia rata-rata 51-65 tahun. Tehnik pengambilan sampel secara Area probability sampling. Analisis data hanya analisis bivariat. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian ini hanya meneliti tentang satu faktor yang dapat mempengaruhi usia menopouse yaitu Hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan Usia Menopouse pada Ibu-Ibu Pasca Menopouse. Persamaannya adalah meneliti tentang faktor yang mempengaruhi usia menopouse yaitu penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik). Sampel yang digunakan adalah ibu-ibu pasca menopouse usia rata-rata 45-65 tahun yang memenuhi kriteria inklusi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. 1. a.

Tinjauan Teoritis Kontrasepsi hormonal Pengertian Kontrasepsi mengandung kombinasi estrogen dan progesteron sintetik atau hanya progestin.

Estrogen menekan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan mencegah perkembangan folikel dominant. Estrogen juga menstabilkan bagian dasar endometrium dan memperkuat kerja progestin. Progestin menekan peningkatan Luteinizing Hormone (LH) sehingga mencegah ovulasi. Progestin juga menyebabkan penebalan mukus leher rahim sehingga mempersulit perjalanan sperma dan atrofi endometrium sehingga menghambat implantasi. Suntikan KB merupakan metode KB yang menjadi bagian gerakan keluarga berencana nasional serta peminatnya makin bertambah. Tingginya minat pemakain suntikan KB karena aman, sederhana, efektif, tidak menimbulkan ganggua dan dapat dipakai pada pasca persalinan. (IBG Manuaba, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan, 444) b. Mekanisme kerja suntikan KB Mencegah ovulasi degnan cara menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan ovum. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma Perubahan peristatik tuba falopii, sehingga konsep dihambat Mengubah suasana endometrium, sehinggat idak sempurna untuk implantasi hasil konsepsi.

c.

Bentuk Suntik KB 1. Depoprovera

Mengandung progesteron sebanyak 150 mgr dalam betnuk partikel kecil. Suntik setipa 12 minggu keuntungan datang setiap 3 bulan. Kerugian sering terjadi kelambatan datang bulan sekalipun telah menghetnikan suntikan,d apat terjadi perdarahan berkepanjangan di laru mensetruasi, perdarahan yang tidak teratur, badan terasa panas dan liang senggama kering.

2. Cyclofem Mengandung progesteron sebanyak 50 mg dan estrogen. Disuntikkan setiap bulan. Diharapkan dapt menstruasi setiap bulan karena komponen estrogennya. Kerugiannya sering terjadi kegagalan menstruasi yang diharapkan setelah pemakaian beberapa bulan efeknya hampir sama dengan depoprovera.

3. Norigest Turunan dari testoteron. Disuntikan setiap 8 minggu kerugiannya hampir sama dengan depoprovera.

d.

Keuntungan suntikan KB 1. Tingkat efektivitasnya tinggi 2. Pemberiannay sederhana setiap 8 sampai 12 minggu 3. Pencegahan kehamilan yang jangka panjang 4. Pengawasan medis yang ringan 5. Sedikit efek samping 6. Klien tidak perlu menyimpang obat suntik 7. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopouse. 8. Membantu mencegah kanker endoemtrium dan kehamilan ektopik 9. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara 10. Mencegah beebrapa penyebab penyakit radang panggul

e. Keterbatasan Suntikan KB 1. Sering ditemukan gangguan haid seperti : Siklus haid yang memendek atau memanjang Perdarahan yang banyak atau sedikit. Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak (spotting) Tidak haid sama sekali.

2. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikut 3. Permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering

4. Tidak menjamin perlindangan terhadap penularan ifneksi menular seksual, virus Hepatitis B atau Infeksi virus HIV. 5. Terlambatnya kembali keseburan setelah penghentian pemakaian 6. Pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (denstias). 7. Pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jaran), sakit kepala, nervositas, jerawat. 8. Masih terjadi kemungkinan hamil

f. Yang dapat menggunakan suntikan KB 1. Usia reproduksi 2. Nuli para dan yang telah memiliki anak 3. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi. 4. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesui 5. Setelah melahirkan dan tidak menyusui 6. Setelah abartus atau keguguran 7. Telah banyak anak tetapi tidak menghendaki rubektomi 8. Perokok 9. Sering lupa menggunakan kontrasepsi pil 10. Anemia defisiensi besi 11. Mendekati usia menopause yang tidak mau atautidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.

g. Yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntikan KB 1. Hamil atau dicurigai hamil (resiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran) 2. Perdarahan pervaginan yang belum jelas penyebabnya 3. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorhea 4. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara 5. Diabetes militus disertai komplikasi.

h. Waktu menggunakan kontrasepsi suntikan KB Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil. Nilai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diebrikan setiap saat, asalkan saja ibu

tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual.

Ibu yang menggunakan kontrasepsi normonal lain dan ingin mengganti dengan

kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara beanr dan ibu tersebut tidak hamil, suntukan pertama dapat segera diberikan tidak perlu menunggu sampai haid berikut datang. Bila ibu sedang menggunakan kontrasepsi jenis lain dan ingin mengantinya dengan

jenis kontrasepsi suntik yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntik yang sebelumnya. Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ining menggantinya dengan

kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan pemberiannay tidak perlu menunggu haik berikutnya datang. Bila ibu disuntik selama hari ke 7 haid, ibu tersbeut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual. Ibu ingin mengganti AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama dapat

diberikan pada hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid atau dapat diberikan setiapsaat setelah hasil ke 7 siklus haid, asajl saja yakin ibu tersebut tidak hamil. Ibu tidak haid a tau ibu dengan perdarahan tidak teratur, suntikan pertama dapt

diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak hamil dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual. 2. a. Menopouse Pengertian

Men dan pauseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid. Ini menandai berakhirnya kemampuan wanita untuk bereproduksi dan merupakan kejadian normal dalam kehidupan wanita. ( Kasdu, 2002: 9 ). Patofisiologi Kadar estrogen dan progesteron turun dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon FSH dan LH yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak. (Fox-Spencer,2007:18) b. Gejala Menopouse (Fox- Spencer 2007:20) 1. gejala fisik Hot flushes ( rasa panas pada wajah, leher dan dada)berlangsung selama beberapa menit, dapat juga merasa pusing,lemah atau sakit. berkeringat di malam hari, berdebar-debar, susah tidur, sakit kepala.

2. Gejala psikologis

Mudah tersinggung, depresi, cemas, mood yang tidak menentu, susah berkosentrasi

3. Gejala seksual Kekeringan vagina dan menurunnya libido c. Faktor yang mempengaruhi (Kasdu, 2002:17-19) Faktor psikis

Keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja di duga mempengaruhi perkembangan psikis seorang wanita. Menurut beberapa penelitian, mereka akan mengalami menopouse lebih muda, dibandingkan mereka yang menikah dan tidak bekerja/bekerja atau tidak menikah dan tidak bekerja. Jumlah anak

Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopouse, tetapi beberapa peneliti menemukan bahwa makin sering seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopouse. Pemakaian kontrasepsi

Pemakaian kontrasepsi ini, khususnya kontrasepsi jenis hormonal. Hal ini bisa terjadi karena cara kerja kontrasepsi yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini akan akan lebih lama tau tua memasuki menopouse. Merokok

Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara merokok dengan usia seorang wanita memasuki menopouse. Kesimpulan dari penelitian-penelitian ini mengungkapkan, bahwa semakin aktif orang merokok di masa muda, semakin cepat atau dini ia memasuki usia menopouse. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan pendidikan. Apabila faktor-faktor diatas cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis. Kesadaran akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis lebih cepat dikenal. (Pakasi, 2000:15) d. Perubahan yang terjadi (Kasdu, 2000:26-29)

Perubahan organ reproduksi

a) Rahim Rahim mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya menipis. Jaringan miometrium (otot rahim) menjadi sedikit lebih banyak mengandung jaringan fibrotic (sifat berserabut secara berlebihan). Leher rahim (serviks) menyusut tidak menonjol kedalam vagina, bahkan lama-lama akan merata dengan dinding vagina. b) Saluran telur Lipatan-lipatan saluran menjadi lebih pendek, menipis dan mengerut. Rambut getar yang ada di ujung saluran telur atau fimbrae menghilang. c) Vagina Mengalami kontraktur (melemahnya otot jaringan), panjang dan lebar vagina juga mengalami pengecilan. Forniks ( dinding vagina bagian belakang dekat mulut rahim) menjadi dangkal. Atrofi vagina berangsur-angsur menghilang. Selaput lendir alat kelamin akan menipis dan tidak lagi mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis (pembentukan jaringan ikat dalam alat atau bagian tubuh dalam jumlah yang melampaui keadaan biasa). Perubahan hormon

Perubahan tubuh akibat berkurangnya hormon estrogen. (Pakasi,2000) Dasar pinggul Kekuatan dan elastisitasnya berkurang menghilang karena penciutan (atrofi) dan melemahnya daya sokong akibat turunnya alat-alat kelamin bagian dalam. Anus dan perinium Lemak dibawah kulit menghilang, atrofi otot sekitarnya yang menyebabkan tonus sfingter melemah dan menghilang. Kelenjar payudara Puting susu mengecil, kurang erektil, pigmentasi berkurang sehingga payudara mendatar dan mengendor. Perubahan fisik (Kasdu,2000:31-35)

Meliputi hot flushes (perasaan panas), keringat berlebih, vagina kering, tidak dapat menahan air seni, gangguan mata, nyeri tulang dan sendi, perubahan emosi. e. Komplikasi ( Fox-Spencer,2007:22-24) Osteoporosis

Pengeroposan tulang membuat sangat mudah tersa nyeri dan sangat berpotensi mengalami patah tulang. Masalah urogenital

Kemungkinan akan mengalami masalah seksual, ketidak mampuan mengendalikan buang air kecil (inkontinensia), dan infeksi dalam saluran kemih selama masa perimenopouse, tetapi tidak seperti gejala menopouse lainnya, hal ini mungkin menjadi masalah kesehatan jangka panjang setelah munculnya menpouse. Penyakit kardiovaskuler Permasalahan yang meliputi jantung dan sistem pembuluh darah yang memasok darah keseluruh tubuh seperti, angina, serangan jantung dan stroke. Terjadi peningkatan adar kolesterol setelah menopouse dan penumpukan kolesterol LDL (kolesterol jahat) yang dapat mempersempit dan menyumbat pembuluh arteri sehingga meningkatkan resiko terkena penyakit kardiovaskuler. Demensia

Meskipun secara normal tidak mempengaruhi wanita sampai mereka berada pada masa pasca menopouse, munculya menopouse bisa menjadi peran dalam kemunduran memori. 3. a. Pasca menopouse Pengertian Disebut pasca menopouse bila telah mengalami menopouse 12 bulan sampai menuju senium. Senium adalah pasca menopouse lanjut setelah usia 65 tahun. Bila ovarium sudah tidak berfungsi lagi pada usia <40 disebut klimakterium prekok ( Baziad, 2003:1) b. Gejala fase pasca menopouse ( Bobak, 2004:1016-1018) Atrofi genitalia dan perubahan seksualitas Penurunan kadar estrogen menyebabkan epitel vagina menipis dan pH vagina meningkat sehingga timbul kekeringan, rasa terbakar, iritasi dan dispreunia. Pada beberapa wanita,

terjadi penyusutan uterus, vulva, dan bagian distral uretra. Namun perlu diketahui bahwa tidak semua wanita mengalami gejala atrofi vagina. Osteoporosis

Penurunan masa tulang seiring peningkatan umur, yang dihubungkan dengan peningkatan kerentanan fraktur. Hormon estrogen diperukan untuk mengubah vitamin D menjadi kalsitonin yang esensial dalam penyerapan kalsium. Penyakit jantung koroner

Wanita pasca menopouse beresiko menderita penyakit arteri koroner karena wanita mengalami penurunan kadar kolesterol HDL dalam serum sekaligus peningkatan kadar LDL.

B.

Kerangka Konsep

Faktor penyebab

1. Faktor psikis 2. Jumlah anak 3. Merokok 4. Sosial ekonomi

Menopouse dini normal

Pemakaian kontrasepsi hormonal (suntik)

Pernah memenggunak an Tidak pernah menggunakan

Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti

C.

Hipotesis

ada hubungan yang signifikan antara penggunaan kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopouse pada ibu-ibu pasca menopouse.

BAB III METODE PENELITIAN

a.

Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah survey analitik. Penelitian survey analitik adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana fenomena kesehatan itu terjadi. Kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dengan faktor efek, antar faktor risiko, maupun antar faktor efek (Notoatmodjo, 2005) Metode pengumpulan data yang digunakan berdasarkan pendekatan waktu retrospektif, yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang, artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi. Kemudian dari efek tersebut ditelusuri penyebab atau variabel-variabel yang mempengaruhi akibat tersebut. (Notoatmodjo, 2005)

b.

Variabel penelitian Variabel penelitian adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Sugiyono, 2007). Variabel pada penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel bebas (independent variable) yaitu pemakaian kontrasepsi hormonal (suntik) 2. Variabel terikat (dependent variable) yaitu usia menopouse 3. Variabel pengganggu : faktor psikis, jumlah anak, merokok, sosial ekonomi

c.

Definisi operasional penelitian Hubungan antara pemakaian kontrasepsi hormonal (suntik) dengan usia menopouse pada ibu-ibu pasca menopouse Kontrasepsi hormonal suntik adalah suatu cara pengendalian fertilitas untuk mencegah timbulnya kehamilan. Menggunakan metode wawancara dan skala data yang digunakan adalah skala interval. Usia menopouse adalah usia seorang wanita mengalami perdarahan haid yang terakhir. Menggunakan metode wawancara dan skala data yang digunakan adalah skala interval.

d.

Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi menurut Notoadmodjo (2005) adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2007) populasi adalah wilayah generalisasi yang atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi semua akseptor Kontrasepsi hormonal (suntik). Kriteria populasi : Kriteria inklusi Akseptor kb suntik Berusia antara 51-65 tahun

Kriteria eksklusi

2. Tehnik sampling

a. Kelompok kasus Tehnik atau desain sampling dengan area probability sampling b. Kelompok kontrol Tehnik atau desain sampling dalam penarikan sampel untuk kasus kelompok kontrol dengan menggunakan secara random sistematis (systematic random sampling), yaitu cara penarikan sampel dengan menggunakan pengacakan dengan urutan yang telah ditentukan (sistematis). Urutan yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan waktu pengambilan data. (Narimawati dan Munandar, 2008)

3. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili populasi (Sugiyono, 2007).

e.

Alat dan metode pengumpulan data Dengan lembar format wawancara.

f.

Metode pengolahan dan analisis data

You might also like