You are on page 1of 10

KERAJAAN BALI

SEJARAH KERAJAAN BALI Kerajaan Bali merupakan sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau kecil yang tak jauh dari Jawa Timur dengan nama yang sama. Dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau Jawa karena letak kedua pulau ini berdekatan. RAJA-RAJA YANG MEMERINTAH Kerajaan Bali diperintah oleh Wangsa Warmadewa. 1. Kesari Warmadewa Dalam prasasti yang ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur disebutkan bahwa raja yang Khesari Warmadewa, istananya terletak di Sanghadwala. 2. Urgasena (915-942) Setelah meninggal, Abu dari jenasah dari raja Ugrasena dicandikan di Air Madatu. 3. Tabanendra Warmadewa (955-967) 4. Indra Jayasinga Warmadewa (967-975) Ia membangun dua buah pemandian di Desa Manukraya yang letaknya sekarang di dekat istana negara Tapak Siring. Desa itu

sekarang dikenal dengan Desa Manukraya dan telaga tersebut dinamakan Tirta Empul yang dalam prasasti disebut Air hampul, maksudnya air timbul Pemandian ini merupakan sumber air yang dianggap suci. 5. Janasadu Warmadewa (975-983) 6. Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan (983-989) 7. Darma Udayana Warmadewa (989-1011) Terkenal dengan nama Udayana yang naik takhta pada tahun 989 M. Dharmodayana memerintah bersama permaisurinya bernama Gunapriyadharmapadmi, anak dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Gunapriyadharmapadmi meninggal pada tahun 1001 M dan dicandikan di Burwan. Arca perwujudannya berupa Durga terdapat di Kutri, daerah Gianyar. Udayana memerintah sampai tahun 1011 M. Pada tahun itu, ia meninggal dan dicandikan di Banu Weka. Pernikahannya dengan Gunapriya menghasilkan tiga orang putra yaitu, Airlangga yang menikah dengan putri Dharmawangsa (raja Jawa Timur), Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak memerintah di Bali, ia menjadi raja di Jawa Timur. Raja Marakata menggantikan Raja Udayana sebab Airlangga berada di Jawa Timur. 8. Marakata Pangkaa (1011-1025)

Ia adalah anak Udayana yang memerintah di Bali, ia bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttuganggadewa. Masa pemerintahan Marakata bersamaan dengan masa pemerintahan Airlangga di Jawa Timur. Marakata adalah raja yang sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya, sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya. Untuk kepentingan peribadatan, ia membangun prasada atau bangunan suci di Gunung Kawi daerah Tampak Siring, Bali. 9. Anak Wungsu (1049-1077) Pada masa pemerintahannya, keadaan negeri sangat aman dan tenteram. Rakyat hidup dengan bercocok tanam, seperti padi gaga, kelapa, enau, pinang, bambu, dan kemiri. Selain itu, rakyat juga memelihara binatang seperti kerbau, kambing, lembu, babi, bebek, kuda, ayam, dan anjing. Daerah kekuasaan Anak Wungsu terbentang dari Bali Utara, Tengah, maupun Selatan. AnakWungsu tidak memiliki anak dari permaisurinya. Ia meninggal pada tahun 1077 M dan didharmakan di Gunung Kawi dekat Tampak Siring. 10. Sri Maharaja Sri Walaprabu 11. Paduka Sri Suradipa (1115-1119) 12. Sri Maharaja Sri Jayasakti (1133-1150) 13. Ranggajaya (1155-.)

14. Jayapanggus (1177-1284) Meninggalkan banyak prasasti dan Kitab Manawa Kamandaka. BIDANG PEMERINTAHAN Tahun 1284, Bali berada di bawah kekuasaan Kertanegara dari Singosari. Tahun 1265 S/1343 M, Bali menjadi daerah kekuasan Majapahit. Pada awalnya, pemerintahan dipusatkan di daerah Samprang, kemudian dipindah ke Gelgel dan Klungkung. Sistem pemerintahan, raja dibantu oleh penasehat. Dalam prasasti tertua (804-836 S) badan itu disebut dengan panglapuan, somahanda senapati di panglapuan, pasamaksa, dan palapkan. Senapati digunakan hampir semua raja-raja di Bali karena itulah senapati menjadi golongan pertama di Bali. Sementara itu, golongan kedua adalah pendeta Siwa dan Buddha. Berkaitan dengan itu, dalam prasasti di Bukit Kintamani terdapat keterangan pemberian ijin membangun pertapaan oleh para biksu. Di dalam prasasti tersebut, golongan pendeta agama Syiwa (Hindu) disebut Dang Accarya. BIDANG POLITIK Nama Bali sudah lama dikenal dalam beberapa sumber kuno. Dalam berita Cina abad ke-7 disebut adanya nama daerah yang bernama Dwapa-tan, yang terletak di sebelah timur Kerajaan Holing (Jawa). Menurut para ahli nama Dwa-pa-tan ini sama dengan Bali. Adat istiadat penduduk Dwapa-tan ini sama

dengan di Holing, yaitu setiap bulan padi sudah dipetik, penduduknya menulis dengan daun lontar, orang yang meninggal dihiasi dengan emas, dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas serta diberi harum haruman, kemudian mayat itu dibakar. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, pengaruh Buddha datang terlebih dahulu dibandingkan dengan pengaruh Hindu. Prasasti yang berangka tahun 882 M, menggunakan bahasa Bali menerangkan tentang pemberiani in kepada para biksu untuk mendirikan pertapaan di Bukit Cintamani. PengaruhHindu di Bali berasal dari Jawa Timur, ketika Bali berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ketika Majapahit runtuh, ada sebagian penduduk yang melarikan diri ke Bali, sehingga banyak penduduk Bali sekarang yang menganggap dirinya keturunan dari Majapahit.Prasasti yang menceritakan raja yang berkuasa di Bali ditemukan di desa Blanjong, dekat Sanur. BIDANG EKONOMI Dari beberapa prasasti yang dikeluarkan oleh raja-raja Bali dapat diketahui mengenai kehidupan dan mata pencaharian masyarakat Bali. Umumnya penduduk pulau Bali sejak zaman dahulu hidup terutama dari bercocok tanam. Kehidupan ekonomi yang berkembang di Bali adalah sektor pertanian. Hal itu dapat dibuktikan dengan kata-kata yang terdapat dalam berbagai prasasti yang menunjukkan usaha dalam sektor

pertanian, seperti suwah, parlak (sawah kering), gaga (ladang), kebwan (kebun), dan kaswakas (pengairan sawah). Dalam prasasti Songan Tambahan salah sebuah prasasti dari raja Marakata ada disebutkan istilah-istilah yang berhubungan dengan cara mengolah sawah dan menanam padi yaitu : amabaki, atanem, amantum, ahani, anutu. Proses penanaman padi pada waktu itu disebut sebagai berikut, yaitu dimulai dengan mbakaki (pembukaan tanah), kemudian mluku (membajak tanah), tanem (menanam padi), mantum (menyiangi padi), ahani (menuai padi) dan nutu (menumbuk Padi). Dari keterangan di atas jelaslah bahwa pada masa pemerintahan Raja Marakata, bahkan mungkin pada masa sebelumnya, pertanian khususnya pengolahan tanah di Bali telah maju. Hidup berkebun juga telah umum pada masa itu. Macam-macam tanaman yang merupakan hasil perkebunan antara lain adalah nyu (kepala), kelapa kering (kopra), hano (enau), kamiri (kemiri), kapulaga, kasumbha (kesumba), tals (ales, keladi), bawang bang (bawang merah), pipakan (jahe), mula phala (wartel dan umbi-umbian lainnya), pucang (pinang), durryan (durian), jeruk, hartak (kacang hijau), lunak atau camalagi (asam), cabya (nurica), pisang atau byu, sarwaphala (buah-buahan), sarwa wija atau sarwabija (padi-padian), kapas, kapir (kapuk randu), damar (damar). BIDANG SOSIAL BUDAYA

Ada 2 jenis kelompok masyarakat di Bali pada waktu itu terkait dengan Kekuasaan Majapahit di Bali. Pertama, kelompok masyarakat Bali Aga (Bali Asli) yang umumnya tinggal di desa Trunyan. Kelompok ini hanya sebagian kecil dan secara ekonomi belum kuat . Kedua, kelompok yang tinggal di sebagian besar Pulau Bali yang disebut dengan wong Mojopahit, yaitu orang-orang yang datang dari Majapahit. Struktur masyarakat Bali dibagi ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Tetapi pembagian kasta ini tidak seketat seperti di India. Begitu pula dalam pemberian nama awal pada anakanak di lingkungan masyarakat Bali memiliki cara yang khas, yaitu: a. Wayan untuk anak pertama; b. Made untuk anak kedua; c. Nyoman untuk anak ketiga; d. Ketut untuk anak keempat. Ada juga nama Putu untuk panggilan anak pertama dari kasta Brahmana dan Ksatria. Hasil-hasil kesusastraan yang diciptakan di Bali baru mulai bermunculan pada waktu pemerintahan Dalem Waturenggong (1460-1550). Lebih-lebih setelah pustakaan Majapahit banyak dibawa ke Bali. Pada zaman itulah datang ke Bali Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wau Rauh) yang mengarang banyak kitab-kitab kesusastraan. Secara garis besar, hasil kegiatan estetika manusia itu meliputi tiga kegiatan

seni antara lain : a. Kenyataan lahiriah (kesenian/karya seni). b. Aktivitas (tindakan yang memungkinkan lahirnya karya seni). c. Perasaan yang bersangkutan dengan karya seni. Kesenian lain yang dikenal ialah semacam kesenian yang disebut Culpika dan Citakara. Dalam bahasa Indonesia istilahistilah tersebut berarti : pemahat patung untuk istilah Culpika dan pelukis untuk istilah Citrakara. Istilah-istilah tersebut memberikan suatu gambaran bahwa pada masyarakat Bali kuno sudah ada orang mempunyai keahlian di bidang seni pahat dan seni lukis. jenis bangunan yang merupakan peninggalan dari zaman kuno itu beberapa diantaranya masih dapat ditemukan sampai saat ini antara lain : Prasada di Pura Magening (Tampaksiring), kompleks percandian Gunung Kawi, Goa Gajah, Wihara-wihara/pertapaan-pertapaan di sepanjang sungai Pakerisan dan Kerobokan dan lain sebagainya. KEPERCAYAAN Masyarakat Bali banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur dengan budaya masyarakat asli Bali sebelum Hindu. Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh hubungan keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang

mereka anggap dapat menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma. SUMBER SEJARAH Prasasti peninggalan Kerajaan Bali, antara lain : 1) Prasasti berangka tahun 804 S atau 882 M yang berisi tentang pemberian izin kepada para biksu untuk membuat pertapaan di Bukit Kintamani, namun prasasti ini tidak menyebut nama raja. 2) Prasasti berangka tahun 896 dan 911 menyebut istana raja yang terletak di Singhamandawa. Diperkirakan Singhamandawa terletak di antara Kintamani (Danau Batur) dan Pantai Sanur (Blanjong), yakni sekitar Tampaksiring dan Pejeng. 3) Prasasti semacamtugu di Desa Blanjong, dekat Sanur yang berangka tahun 836 atau 914 M. Prasasti itu menyebut raja yang memerintah bernama Raja Kesari Warmadewa.

You might also like