You are on page 1of 32

Etika (FILSAFAT BIDANG MORAL) SEBAGAI CABANG FILSAFAT

Berawal dari filsafat yunani, yang dimulai dengan filsafat alam. Dilanjutkan dengan filsafat manusia. Pembahasan tentang manusia berkembang dari konteks keberadaannya, dan mulai mempertanyakan bagaimana manusia harus hdup agar hidupnya baik Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral . Dalam pemakaain sehari-hari, etika dapat dibedakan dalam tiga arti: (1) etika sebagai sistem nilai. Etika disini diartikan sebagai nilai-nilai dan normanorma moral yang menjadi pegangan hidup atau sebagai pedoman penilaian baikburuknya perilaku manusia, baik secara individual maupun social dalam suatu masyarakat; (2) etika sebagai kode etik. Etika diartikan sebagai kumpulan norma dan nilai-nilai moral yang wajib diperhatikan oleh pemegang profesi tertentu; (3) etika sebagai ilmu. Etika diartikan sebagai ilmu yang melakukan refleksi kritis dan sistematis tentang moralitas Menurut Robert C. Solomon dalam Etika: Suatu Pengantar, etika adalah bagian filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Kata etika menunjuk pada disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya, serta nilai-nilai hidup kita yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita. Etika bisa dibilang sesuatu yang membatasi. Membatasi dalam hal ini memiliki tujuan agar tidak terjadi deviasi nilai dalam sistem masyarakat. Sebenarnya pembenaran atau penyalahan tindakan mempunyai sifat relatif. Karena etika memiliki nilai subyektivitas, mencakup pandangan dan pemikiran individu yang terkadang dianggap berbeda dengan kaum mayoritas yang memiliki regulasi dan penataan yang telah dikukuhkan. Etika adalah ilmu yang reflektif dan kritis. Norma-norma dan pandangan moral dengan sendirinya sudah terdapat dalam masyarakat.

Pada hakikatnya, etika mengandung sebuah pilihan.[3] Kebebasan untuk memilih apa yang akan dilakukan, dijadikan dasar, atau hal-hal lain yang bersifat harus dipilih. Di sinilah ilmu dan etika membuat problematika. Ilmu yang saat ini semakin berkembang, terkadang mengabaikan nilai-nilai yang telah tertanam. Namun bila dipikirkan secara lebih mendalam, ilmu yang dalam

perkembangannya dikekang oleh nilai-nilai, seakan tidak memiliki kebebasan untuk maju. Menurut Aristoteles, jika sebelumnya sudah dipatok apakah bermanfaat atau tidak, ilmu tidak akan berkembang. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Etika adalah suatu nilai yang berasal dari pemikiran individu mengenai segala sesuatu yang baik atau buruk sebagai dasar serta pembatas tingkah laku individu dalam masyarakat sehingga sesuai dengan budaya masyarakat. Etika merupakan ilmu yang membahas standart nilai dalam memandang segala sesuatu. Dalam hal ini selalu terkait dengan tindakan individu baik dalam hubungannya dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Etika dapat diwujudkan dalam bentuk tata tertib yang prinsipnya mengatur tentang perilaku mahasiswa guna menunjang tercapainya tujuan. Misalnya dalam tata tertib dalam kehidupan kampus, tata tertib ujian, ketentuan-ketentuan pemilihan lembaga kemahasiswaan dll.

Pengertian etika Secara etimologis ethos(yunani) = adapt kebiasaan; cara bertindak. Sebagai ilmu : refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia. Sifat fisiologisnya : melampaui data daktual. Bertanya tentang yang harus dan tidak boleh, yang baik dan yang buruk. Etika merupakan salah satu dalam kelompok filsafat praktis yang merupakan suatu pemikiran yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandanganpandangan moral. Etika juga berkaitan dengan masalah predikat nilai susila dan tidak susila atau baik dan buruk. Sesungguhnya etika lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).

Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaranajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta. Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut: Terminius Techicus,

Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari tindakan manusia. Manner dan Custom,

Membahas etika yang berkaitan dengan tata caradan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah laku manusia.

Pembagian etika
FILSAFAT PRAKTIS ILMU FILSAFAT FILSAFAT TEORITIS Etika

Etika umum

Etika khusus

Individual

sosial

Etika deskriptif. Etika normative. Etika terdiri dari etika umum dan etika khusus. Menurut Magnis Suseno (1987), Etika umum : prinsip moral dasar. Etika khusus : etika terapan.

etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial, yang keduanya berhubungan dengan tingkah laku sebagai warga masyarakat. Etika individual membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri yang kaitannya dengan kedudukan sebagai warga negara. Sedangkan etika sosial membahas tentang kewajiban manusia sebagai anggota masyarakat atau umat manusia. Etika individual sangat berkaitan erat dengan etika sosial. Etika sosial berfungsi membuat manusia menjadi sadar akan tanggungjawabnya sebagai manusia dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat menurut semua dimensinya.

Fungsi Etika Memberi orientasi kritis dan rasional dalam menghadapi pluralisme moral, yang diakibatkan oleh : Adanya aneka pandangan moral. Adanya gelombang modernisasi. Munculnya bebagai ideologi.

Fungsi etika menggariskan beberapa prinsip atau ukuran asas untuk menentukan apakah tingkah laku yang betul, apakah yang salah, apakah tingkah laku yang bertanggungjawab dan apakah yang tidak.

Tugas pokok etika mempelajari norma-norma yang dianggap berlaku. Mempersoalkan hak dari setiap lembaga normatif. Mengarahkan orang untuk : Kritis dan rasional. Percaya pada diri sendiri.

Bertindak sesuai yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral.

Penerapan Etika Plato dan Aristoteles telah menentukan apa yang disebut etika normatif, secara umum yaitu merupakan salah satu hal untuk menentukan cara berparilaku yang baik dalam kehidupan.Tujuan etika tergantung pada objek penelitian karena bebas menentukan tindakan dari apa yang kita pikirkan namun tetap disesuaikan dengan etika. Subyektif yaitu tergantung pada subjek apa yang ditanyakan.

Sedangkan Intersubjektif yaitu tergantung pada kesepakatan antara subyek. Beberapa penerapan etika dalam kehidupan sehari- hari: a) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Dalam diri individu Memanfaatkan dengan bijak teknologi yang tersedia Bergaul dengan teman yang baik Bekerja keras Tidak mudah mengeluh Selalu optimis Jauhkan dari sifat sombong Memiliki target Memanfaatkan waktu sebaik mungkin Introspeksi diri

b) Dalam bergaul di masyarakat 1. 2. 3. Menjadi teladan yang baik di masyarakat Berperilaku dan bertutur kata yang baik Menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

telah dipelajari Etika dan etiket Persamaan Keduanya menyangkut perilaku manusia. Keduanya mengatur perilaku manusaia secara normatif

Perbedaan Etiket menyangkut cara, etika menyangkut boleh atau tidak boleh suatu tindakan dilakukan. Etiket berlaku dalam pergaulan. Etika tetap berlaku, dengan atau tanpa kehadiran orang lain. Etiket lebih bersifat relatif, etika lebih bersifat absolut Etiket : penampilan lahiriah, etika penampilan batiniah

Etika dan Moralitas Moralitas Sistem nilai (tradisi kepercayaan dalam agama dan kepercayaan) Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran, diwariskan turun temurun Sebagai petunjuk konkret mausia dalam menjalankan hidupnya

Etika Sebuah refleksi kritis dan rasional tentang nilai, ajaran dan pandangan-pandangan moral Moralitas adalah seuah ajaran, sedangkan etika adalah sebuah ilmu (ilmu tentang moralitas)

Etika Objek nyata Teori dan ilmu Benar salah Pikiran (otak kiri) Rasional Masyarakat modern

Moral Adat-istiadat Nilai dan norma Baik buruk Perasaan (otak kanan) Dogmatis Masyarakat konservatif Tabel 1 Perbedaan etika dan moral

Etika dan Agama

Agama mendasarkan diri pada wahtu, sedangkan etika pada rasio Orang beriman menemukan orientasi dasar kehidupannya dalam agamanya. Etika membantu memberi orientasi rasional terhadap iman Secara khusus etika diperlukan untuk dua hal berikut: Mengatasi interpretasi yang berbeda-beda atas ajaran-ajaran moral yang termuat dalam wahyu Membantu pemecahan masalah-masalah moral yang baru muncul kemudian yang tidak secara langsung disinggung dalam wahyu

Nilai pada umumnya Nilai : sesuatu yang baik, yang dianggap berharga, yang memiliki suatu arti Nilai didahului oleh fakta Nilai berkaitan dengan subyek Nilai bersifat prktis-pragmatis Nilai hanya secara potensial ada dalam diri obyek

Nilai moral Ada bermacam-macam nilai Nilai moral sebagai nilai paling tinggi Berkaitan dengan tanggung jawab Berkaitan tuntutan hati nurani Mewajibkan secara mutlak Perlu diterapkan pada nilai-nilai (umum)

Norma pada umumnya Kaidah pertimbangan penilaian. Mengandung saksi dan pahala.

Jenis-jenis norma perilaku Norma khusus : norma teksnis dan permainan, bersifat sementara untuk mencapai tujuan tertentu . Norma umum : norma sopan santun, norma hukum dan norma moral.

Kekhususan norma moral Mulai berlakunya tidak dapt dipastikan. Belum tentu dapat dipaksakan dan dituntut pelanggarnya. Menentukan baik-buruknya perilaku dai sudut etis. Sebagai norma tertinggi. Tidak dapt dicabut walau semakin sedikit orang yang menghayatinya. Bisa bentuk positif atau negatif.

Sifat-sifat khas norma moral Kemutlakan norma moral . Pandangan dan praktek etis yang berbeda-beda dalam pelbagai kebudayaan dapat menimbulkan relativisme moral. Akan tetapi relativisme ini tidak taham uji karena beberapa konsekuensi berikut: Tidak mengakui perbedaan mutu etis antara berbagai kebudayaan Tolak ukur penilaian etis bagi perilaku siatu masyarakat hanya berdasarkan kaidah-kaidah moral (budaya, kebiasaan) masyarakat itu. Tidak mungkin terjadi kemajuan dalam bidang moral

Objektivitas norma moral Ada sifat subjektivitas norma moral Nilai dan norma moral tidak ditentukan oelh selera pribadi Dapat dilakukan diskusi / dialog mengenai norma-norma moral Objektivitas norma moral tidak menghapus kebebasan

Universalitas norma moral kalu absolut maka harus universal, berlakuu selalu dan dimana-mana mendapat tantangan dari etika situasi etika situasi dalam bentuk ekstrim tidak tahan uji

Kaitan norma dan nilai Norma sebagai ekspresi nilai. Norma sebagai pelindung nilai. Noram hanya pula arti karena ada nilai dibelakangnya.

Norma dapat juga menyembunyikan atau mengaburkan nilai.

Pola pelaksanaan norma Imperatif hipotesis Bersyarat, untuk mencapai tujuan tertentu Berdasarkan pengalaman

Imperatif kategoris Tidak bersyarat Berlaku utuk segala keadaan Tidak berdasarkan pengalaman

dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau burukyang baik itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini. Peranan moral akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu terjadi pada saat tahap peralihan dari kontemplasi ke tahap manipulasi. Pada tahap kontemplasi, masalah moral berkaitan dengan metafisik keilmuan, sedangkan pada tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adakah tentang aksiologi keilmuan. Dua perkara asas yang menjadi tumpuan dalam etika ialah akhlak individu seperti takrifan individu yang baik dan peraturan-peraturan sosial seperti peraturan mengenai benar atau salah (moraliti) yang menghadkan tingkah laku individu (Mohamad Mohsin & Hamdzun 2002).Sidi Gazalba dalam buku beliau Sistematika Filsafat merumuskan bahawa etika ialah teori mengenai lakuperbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk dan sejauh mana pula dapat ditentukan oleh akal. Menurut Abdul Fatah Hassan (2001) pula, etika menyelidik, memikirkan dan mempertimbangkan mengenai yang baik dan yang buruk. Etika melihat secara universal perbuatan manusia.

Etika juga merujuk kepada falsafah tingkah laku manusia yang dilihat dari aspek lahiriah dan batiniah.Ini tidak serupa dengan moral yang merupakan ajaran, kumpulan peraturan dan ketetapan, lisan atau bertulis mengenai bagaimana manusia perlu bertindak supaya menjadi manusia yang baik. Moral memandu manusia tentang cara bagaimana manusia harus bertingkah laku (tingkah laku baik) manakala etika pula mengenai mengapakah manusia mesti mengikuti arahan moral tersebut. Etika merupakan tingkah laku dan kelakuan moral yang dijangka diikuti oleh manusia sejagat manakala ilmu etika merupakan satu disiplin ilmu yang mengkaji tentang moral, prinsip moral, kaedah moral dan tindakan serta kelakuan manusia yang betul. Sebelum menentukan sejauhmana peran moral dalam penggunaan ilmu atau teknologi, ada dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral. Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontologi dan aksiologi. Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Hal ini ditegaskan oleh Charles Darwin bahwa kesadaran kita akan moral dalam penggunakan ilmu kita sejogyanya menggunakan pikiran kita . Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. Disinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan apa yang seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar. Menurut J.Osdar, oleh filsuf Yunani kuno, Aristoteles, kata etika dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Kata moral punya arti sama dengan kosakata etika. Kata moral berasal dari bahasa Latin, yakni mos (jamaknya mores). Artinya kebiasaan, adat. Di sini kata moral dan etika punya arti yang sama

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan. Berikut ini beberapa teori etika:

1. Egoisme Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis).Menurut teori ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi.Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis: a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain. b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri. c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri, tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan menolong orang lain

d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri. Alasan yang mendukung teori egoisme: a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut. b. Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip fundamental kepentingan diri. Alasan yang menentang teori egoisme etis: a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingankepentingan yang bertabrakan. b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran atas timbulnya rasisme.

2. Utilitarianisme Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu

tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satusatunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat.Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak (kepentingan orang banyak). Kritik terhadap teori utilitarianisme: a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani. b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi keuntungan mayoritas orang banyak.

3. Deontologi Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis.Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleology

Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Kant berpendapat bahwa kewajiban

moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional. Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat kritikan tajam terutama dari kaum agamawan.Kant mencoba membangun teorinya hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

4. Teori Hak Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar negara yang bersangkutan. b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain

c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak. Teori hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB.Piagam PBB sendiri merupakan salah satu sumber hukum penting untuk penegakan HAM.Dalam Piagam PBB disebutkan ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan berbagai undang-undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur hak-hak kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan, kebebasan dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak memperoleh memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak, kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang baik atau buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory) Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000).Teori keutamaan tidak menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis.Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina.Karakter/sifat utama dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik.Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis,

sifat utama yang perlu dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.

6. Teori Etika Teonom Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam kitab suci. Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia.Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia. 7. Konsekuensialisme Teori ini menjawab apa yang harus kita lakukan, dengan memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar daru teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.

8. Intuisionisme teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.

Etika menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, oleh Imanuel Kant, penghormatan kepada martabat manusia adalah suatu keharusan karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh ditaklukkan untuk tujuan lain.

Berbagai teori etika yang diuraikan di atas hakikatnya menjelaskan tindakan. Tindakan juga bisa dipandang dari dua sudut yaitu benar-salah, dan adiltidak adil (atau keadilan). Thomas Aquinas (1225-1274) menjelaskan bahwa terdapat berbagai macam keadilan antara lain: 1. Keadilan umum (general justice), yaitu kebaikan bersama, menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. 2. Keadilan distributif (distributive justice), yaitu kebaikan dalam membagi hasil, negara, perusahaan, dan sejenisnya harus membagi hasil yang sama kepada seluruh anggotanya 3. Keadilan komutatif (commutative justice), yaitu kebaikan dalam memberi hak, setiap orang harus memberi kepada oang lain apa yang menjadi haknya.

Bertens (2000:97-102) menjelaskan dalam keadilan distributif dijelaskan dengan berbagai teori antara lain:

1. Teori egalitarianisme, yaitu pembagian yang sama kepada seluruh anggota suatu organisasi; ini produk dari Revolusi Perancis 1789, landasannya adalah "sama rata sama rasa" 2. Teori sosialistis, yaitu pembagian berdasar kebutuhan, yang dinyatakan oleh Louis Blanc (1811-1882), "from each according his ability to each according to his needs". 3. Teori liberalistis, yaitu pembagian berdasar prestasi kerja; mereka yang bekerja yang mendapat pembagian hasil kerja. Hakikatnya tindakan itu merupakan hal yang primer bagi manusia karena tindakan dapat mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain, sedangkan pikiran itu merupakan ha1 yang sekunder bagi manusia karena pikiran tanpa disertai tindakan tidak ada artinya apa-apa, bahkan jika manusia hanya berpikir saja, ia akan menjadi "paranormal", tetapi pikiran (ide) itu memiliki peranan penting sebagai penuntun atau petunjuk untuk melakukan tindakan. Kattsoff (2004:344-357) menjelaskan bahwa berbagai jenis tentang etika antara lain: 1) Etika deskriptif, yaitu cabang dari sosiologi yang mendeskripkan perilaku sosial dan tanggapan terhadap moral sosial. 2) Etika normatif, yaitu tanggapan dan penilaian atas perbuatan berdasar normanorma sosial, menjawab pertanyaan "apa yang seharusnya dikerjakan?" 3) Etika kefilsafatan, yaitu mencari makna atas perbuatan 4) Etika praktis, yaitu menjelaskan perbuatan yang benar dan baik berdasar azas manfaat, misalnya dokter menyuntik mati pasien yang sudah lama sekarat, mahasiswa memberi contekan kepada temannya saat ujian. 5) Etika teologis, yaitu tindakan yang benar berdasar tujuan akhir yang ingin dicapai (kebahagiaan, kenikmatan), yang melahirkan: (a) etika hedonisme psikologis yaitu mengejar kenikmatanpribadi, dan (b) etika hedonisme atruistis (utilitarianisme), yaitu mengejar kebahagian dan kenikmatan seluruh masyarakat.

Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika. Ada tiga jawaban yang dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:

Revisionisme

Berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.

Sintesis Dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274). Hasilnya adalah etika filosofis menjadi lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat khusus.

Diaparalelisme F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) menganggap etika teologis dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti sepasang rel kereta api yang sejajar.

Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa pihak keberatan. Pandangan Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati. Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan etika filosofis telah diperkuat. Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara mereka. Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara keduanya. Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya saling menatap dari dua horizon yang paralel saja. Selanjutnya diharapkan dari hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.

6) Etika hipotesis, yaitu tindakan yang benar yang berakibat membahagian banyak orang; misalnya dokter menyuntik mati pasien yang lama sekarat, demi mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya. 7) Etika kepentingan atau etika kelas, yaitu tindakan yang benar berdasar kepentingan kelas sosial tertentu. Etika kelas ini disebut etika Marxis, karena Karl Marx membagi kelas sosial menjadi dua kelas, yaitu: (1) kelas pemilik alat produksi, atau kelas penguasa dan (2) klas bukan pemilik alat produksi, atau kelas dikuasai.

Etika Kelas Kattsoff (2004:355) menjelaskan, menurut Marx, etika kelas ialah tindakan yang benar karena membela kepentingan kelasnya. Kelas pemilik alat produksi, tindakan yang benar adalah mempertahankan dan mengembangkan kepemilikan atas alat produksi; kelas penguasa, tindakan yang benar adalah mempertahankan dan mengembangkan kekuasannya. Kelas bukan pemilik alat produksi, tindakan yang benar adalah merebut alat-alat produksi menjadi milik kaum buruh atau milik bersama; kelas yang dikuasi, tindakan yang benar adalah merebut kekuasaan menjadi penguasa. Kelas sosial juga dapat dikategorikan menjadi kelas revolusioner dan kelas reaksioner atau kelas konservatif. 1) Etika kelas revolusioner ialah tindakan yang benar adalah merebut kekuasaan politik, ha1 itu dilakukan oleh kaum borjuis Perancis melalui Revolusi Perancis 1789, kaum buruh Rusia melalui Revolusi Rusia 191 7, dan revolusi-revolusi bangsa-bangsa terjajah. 2) Etika kelas reaksioner ialah tindakan yang benar dalam mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi, ha1 itu dilakukan oleh kaum feodal dalam revolusi borjuis, dilakukan kaum borjuis dalam revolusi buruh, dilakukan oleh kaum kolonial dalam revolusi kemerdekaan. Kaum Marxis adalah penganut etika hedonistik karena mementingkan kelasnya sendiri dengan mengabaikan bahkan menghancurkan kelas lainnya yaitu

kelas feodal, kelas borjuis, dan kelas kolonialis. Mereka (kaum Marxis) menganut etika masyarakat tanpa kelas, yaitu tindakan yang benar untuk membangun masyarakat tanpa kelas, dimana tidak ada penindas dan yang ditindas; untuk mewujudkannya melalui revolusi sosialis. Di samping itu kaum Marxis mengadopsi etika relativisme, di mana tindakan benarsalah tergantung sistem sosial tertentu atau sistem kebudayaan tertentu. Definisi Ilmu Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh secara sistematis dengan metode- metode tertentu yang telah memenuhi persyaratan yang disepakati ilmuwan. Namun, dengan perkembangan yang semakin pesat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Ilmu dianggap sebagai sesuatu yang bebas nilai karena terkadang mengabaikan nilai- nilai (etika) di masyarakat, melampaui batas kemanusiaan, seperti kloning manusia. Pengembangan Ilmu seharusnya bisa menghasilkan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat meningkatkan kesejahteraan manusia yang tidak melepaskan diri dari etika sehingga dapat diterima secara menyeluruh oleh masyarakat. Etika digunakan sebagai landasan dalam bertindak dengan menyesuaikan pada nilainilai dan norma-norma, mengatur adab tingkah laku manusia. Etika terkadang disebut sebagai filsafat moral karena berisi konsep konsep moral, mengarahkan seseorang untuk kritis , rasional, percaya diri, bertindak sesuai adab yang berlaku. Etika Keilmuwan Istilah etika keilmuwan mengantarkan kita pada kontemplasi mendalam, baik mengenai hakekat, proses pembentukan, lembaga yang memproduksi ilmu lingkungan yang kondusif dalam pengembangan ilmu, maupun moralitas dalam memperoleh dan mendayagunakan ilmu tersebut. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri

mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Hubungan antara Ilmu dengan Etika Dalam psikologi, dikenal konsep diri dari Freud yang dikenal dengan nama id, ego dan super-ego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrathasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). Ego adalah penyelaras antara id dan realitas dunia luar. Superego adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani (JRakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu). Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka dapat saja hanya memfungsikan id-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya, dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu nafsu angkara murka yang mengendalikan tindak manusia dalam menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu pengetahuan. Dari hal tersebut, kebaikan yang diperoleh manusia adalah nihil. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan, penipisan lapisan ozon, adalah pilihan id dari kepribadian manusia yang mengalahkan ego maupun super-ego-nya. Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk mengendalikan potensi id (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya. Definisi etika ilmu ditinjau dari berbagai sudut pandang

Etika tidak hanya sebagai ilmu, namun dapat dikembangkan sebagai ilmu terapan yang dapat diaplikasikan secara langsung dalam mengatasi berbagai permasalahan memgenai kehidupan masyarakat. Oleh karenanya etika sendiri bias dijelaskan dengan menggunakan berbagai sudut pandang . Beberapa diantara pembagian etika adalah etika individual,etika sosial, dan etika terapan. Etika merupakan salah satu jalan yang dapat memecahkan kasus-kasus dalam masyarakat dengan prinsip-prinsip etisnya, oleh karena itu perlu dikaitkan dengan ilmu ilmu lainnya. Inilah yang dimaksud dengan etika ilmu yaitu suatu etika yang dikaitkan dengan bagaimana penerapan den pengembangan keilmuan yang baik dan benar tanpa menimbulkan masalah dalam masyarakat. Hal hal yang berkaitan dengan etika ilmu diantaranya;

Etika di depan ilmu dan teknologi Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kini semakin pesat, jika tidak dikendalikan maka nantinya akan dapat memicu timbulnya berbagai masalah. Kesenjangan akan nilai nilai adat dan kebudayaan kini juga semakin luntur, tidak semua ilmu dan teknologi bisa dikembangkan sebebas-

bebasnya.Oleh karena itu sangat dibutuhkan batasan yang bisa mengatur pelaksanaan dan pengembangan IPTEK saat ini. Beberapa diantara etika ilmu yang diterapkan adalah :

1. Etika Terapan Sikap pro, kontra atau netral dalam menghadapi masalah dengan mengetahui informasi yang sesuai, pembahasan berdasarkan rasio, senantiasa berpegang pada norma-norma moral. Hasilnya adalah lahirnya kode etik profesi yaitu suatu tingkah laku moral suatu kelompok dalam masyarakat yang dirumuskan melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota kelompok. Manfaat kode etik adalah menjamin kepentingan pasien serta sebagai petunjuk moral bagi suatu profesi. Kode etik dibuat oleh kelompok profesi itu sendiri yang akan menjadi self regulation serta selalu diawasi terus menerus pelaksanaannya.

2. Etika Profesi Profesi pada umumnya merupakan pekerjaan kelompok yang mengandalkan keahlian khusus, pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat sebagai sumber mencari nafkah. Ciri-ciri profesi (terutama profesi luhur) a) Memiliki kemampuan yang dituntut untuk itu b) Memilih kaidah dan standar moral yang tinggi c) Mengutamakan pengabdian kepada masyarakat d) Ada izin khusus untuk pelaksanaannya e) Menjadi anggota suatu organisasi profesi Prinsip prinsip etika profesi Sikap tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya, senantiasa hormat terhadap hak orang lain. Etika profesi khusus / luhur a) Etika profesi = Keseluruhan tuntutan moral yang harus ada dalam pelaksanaan sebuah profesi. b) Secara konkret hal itu terwujud dalam kode etik = kumpulan kewajiban yang mengikat para profesional dalam parkteknya. c) Memiliki idealisme tinggi dan realistis, yaitu sikap dan tindakannya dilandasi oleh motivasi untuk mau melaksanakan hal-hal yang luhur Menuju 3. Etika Bisnis 1.Pandangan praktis realis Menurut pandangan ini tujuan dan motivasi satu- satunya dari bisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan. Memang secara umum bisnis untuk mencari keuntungan, tanpa ada keuntungan maka tidaklah mungkin bisnis bisa berkembang , padahal dengan adanya bisnis dapat membuka lapangan pekerjaan, mengembangkan berbagai inovasi terbaru yang kreatif, hal ini memberikan sumbangan dalam kemajuan perekonomian negara. Apabila dipandang dari segi moral bisnis bukanlah sesuatu yang buruk, namun lebih baik lagi jika dalam bisnis diberika aturan agar tidak melampaui batas nilai- nilai yang sesuai di masyarakat. 2. Pandangan Ideal

Menurut pandangan ideal tujuan bisnis adalah untuk melayani kebutuhan dan meningkatkan standar hidup masyarakat. Keuntungan bukan tujuan utama, namun sebagai hasil dari bisnis ini.

3. Manfaat Studi Filsafat Etika Tujuan mempelajari etika bisnis adalah: 1) Menanamkan kesadaran dimensi etis dalam bisnis 2) Memperkenalkan pengetahuan moral dalam bisnis 3) Membantu pebisnis bersikap dan bertindak berdasarkan moral 4) Membantu pelaku bisnis berpikir kritis-dialektis dalam melakukan bisnis. Dalam mempelajari etika terjadi dilema etika dan problem etika. Dilema etika = problem moral yaitu mengevaluasi tindakan individu vs komunitas, itu artinya tindakan individu itu dinyatakan baik jika tidak bertentangan dengan moral komunitas setempat. Sedangkan problem etika yaitu mengevaluasi dan memilih standar moral yang digunakan sebagai pedoman bertindak. Dalam sistem sosial yang berbeda terjadi normal moral yang berbeda; individu mengalami kesulitan untuk memilih moral standar yang umum digunakan sebagai pedoman tindakan manusia. Moral standar itu pada umumnya adalah: 1) Perbuatan menolong sesama manusia di semua tempat itu dinyatakan perbuatan yang baik 2) Perbuatan berbohong dan menipu orang lain di semua tempat itu dinyatakan perbuatan yang buruk; manusia harus mengadopsi norma standar untuk pedoman tindakannya. Di samping itu manusia pada umumnya dilema dalam memahami etika dan nilai (value). Etika mempelajari tindakan baik-buruk berdasarkan ilmu, sedangkan nilai adalah sesuatu yang dihormati, dijunjung tinggi, dan diperjuangkan, ia merupakan keyakinan yang bersumber pada adat-istiadat dan ajaran Agama. Manusia juga mengalami kesulitan untuk memahami etika, etos, dan etiket. Etika adalah tindakan yang benar berdasar ilmu pengetahuan; ia bersikap kritis terhadap tindakan; etos ialah semangat atau dorongan untuk bertindak benar berdasar kebudayaan, oleh sebab itu ia dekat dengan moral; dan etiket ialah

tindakan baik-buruk berdasar norma sosial, ia dekat dengan adat-istiadat. Etos dan etikat adalah produk kebudayaan dalam suatu masyarakat tertentu tentang tindakan baik-buruk. Etika adalah produk pemikiran benar-salah suatu tindakan berdasar kondisi obyektif; dinyatakan benar jika pikiran cocok dengan kondisi obyektif, dan dinyatakan salah jika pikiran tidak cocok dengan kondisi obyektif.

Hukum dan Etika Hukum ialah seperangkat aturan yang dibuat oleh penguasa (kepala suku atau kepala negara) untuk mengatur interaksi anggotanya agar hidup tertib. Jika masyarakat hidup tertib, maka kekuasaan kepala suku atau kepala negara langgeng (status quo), dan masyarakat bisa hidup tenteram dan damai. Dalam interaksi sosial itu, yang berbuat melanggar hukum dihukum setelah diadakan pembuktian, dan berbuat baik dilindungi. Dalam kegiatan bisnis, hukum diperlukan untuk mengatur transaksi bisnis agar dalam traksaksi itu saling menguntungkan, atau tidak ada yang dirugikan. Di samping itu hukum dalam bisnis juga mengatur hubungan antara pemilik kapital dengan manajer dan buruh, yang dikemas dalam hukum perburuhan. Buruh harus dilindungi oleh hukum agar tidak menjadi obyek pemilik kapital, demikian juga pemilik kapital juga dilindungi oleh hukum agar hak miliknya tidak disalahgunakan oleh manajer dan buruh. Dalam praktek bisnis sering terjadi tindakan perusahaan yang melanggar hukum, antara lain tindakan yang merugikan: 1) Buruhnya dan karyawannya, misalnya uang lembur, uang cuti, uang pesangon, uang jasa, uang tunjangan kesehatan dan perumahan tidak dibayar oleh perusahaan dengan berbagai alasan; tindakan yang demikian itu perusahaan telah melakukan tindakan kriminal terhadap buruh dan karyawannya; tindakan tindakan kriminal terhadap buruh dan karyawannya; tindakan yang demikian disebut tindakan tidak etis dan tidak bermoral yang berakibat pemogokan buruh, pengunduran diri buruh, dan demontrasi buruh.

2) Perusahaan lain, misalnya tidak membayar utang, melakukan transaksi bisnis yang curang dan manipulasi, dan sebagainya; tindakan yang demikian itu perusahaan telah melakukan tindakan kriminal terhadap perusahaan lain; tindakan yang demikian disebut tindakan tidak etis dan tidak bermoral yang berakibat tidak ada pihak bersedia berbinis dengannya. 3) Masyarakat, misalnya dampak kegiatan operasi (industri) mengakibatkan pencemaran udara, air, dan kerusakan lingkungan fisik dan sosial; tindakan vang demikian itu perusahaan telah melakukan-tindakan kriminal terhadap masyarakat; tindakah yang demikian disebut tindakah tidak etis dan tidak bermoral yang berakibat masyarakt akan menghancurkan perusahaan, dengan jalan memboikot produknya, merusak pabriknya, dan lain sebagainya. Hukum berbeda dengan etika. Hukum berbicara pembuktian atas tindakan benar atau salah bedasar aturan yang dibuat penguasa. Etika berbicara tindakan benar atau salah berdasar ilu dan moral. Orang yang beretika dapat relatif tidak melanggar hukum karena tahu dan tundukk terhadap norma sosial. Dalam hukum tindakan salah bisa menjadi bena jika tindakan it menguntungkan penguasa, karena yang mengadili itu penguasa, demikian juga tindakan benar bisa menjadi salah jika tindakan itu merugikan penguasa. Tetapi dalam etika, hal itu sulit terjadi; suatu tindakan benar akan tetap benar dan tindakan salah akan tetap salah karena didasarkan pada penilaian masyarakat; penilaian masyarakat sulit dimanipulasi. Contoh kasus hukum yang paling mengerikan adalah orang dinyatakan bersalah (si A) oleh hakim dan dihukum bertahun yang tahun, kemudian dibebaskan karena terbukti yang bersalah orang lain (si B); contoh lainnya orang dihukum bertahun-tahun tanpa proses pengadilan, mereka dinyatakan bersalah karena menjadi simpatisan Partai Komunis Indonesia, itu terjadi di zaman Order Baru Indonesia (1965-1998).

Tantangan etika mengubah sikap 1. Perlu dibangun kesadaran moral akan niali ontologis segenap makhluk hidup 2. Manusia hrus segera mengubah sikapnya terhadap alam. Piet Leenhouwers (seorang guru besar filsafat di tilburg dan eindhoven) menegaskan : manusia harus mundur selangkah, dari raja despotis semesta alam, pusat dunia dan

kosmos, menjadi hamba, sebagai bertanggungjawab, yang juga tergantung dari kosmos (dari egosentris ke ekosentrisme) 3. Dua sikap ekstrim harus ditolak 4. Sikap yang tepat dalam memandang dan memperlakukan alam (paham mistisisme alam).

1. Penerapan Etika ilmu dalam kehidupan 2. Definisi secara umum kelompok

mengenai etika ilmu dalam kehidupan

KESIMPULAN

Dalam pemakaain sehari-hari, etika dapat dibedakan dalam tiga arti, yaitu etika sebagai sistem nilai, etika sebagai kode etik, etika sebagai ilmu. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu

mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Etika terdiri dari etika umum (prinsip moral dasar) dan etika khusus (etika terapan). Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai- nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik.

DAFTAR PUSTAKA Abbas Hanami M. 1980. Di sekitar Masalah Ilmu ; Suatu Problema Filsafat. Surabaya : Bina Ilmu.. 1983. Epistemologi. Yogyakarta : Yasbit Filsafat UGM Amri, Amsal. 2003. Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: Yayasan PeNA Anonim. 2009. Pengertian Etika. Available on Accessed

http://www.scribd.com/doc/8365104/PENGERTIAN-ETIKA December 2011

Arjana, Ib. 2010. Kajian Etika dan Filsafat Hedonisme. Available on http://arjanastahn.blogspot.com/2010/01/kajian-etika-dan-filsafat-hedonisme_09.html Accessed December 2011 Bakker, A. H. 1987. Dikos dan Kosmos : Makalah seminar Lingkungan Hidup. Yogyakarta : Yasbit Filsafat UGM Beni, Ahmad S. 2009. Filsafat Ilmu ( kontemplasi filosofis tentang seluk beluk sumber dan tujuan ilmu pengetahuan ). Bandung. Pustaka Setia. Bertens, K. 1999. Etika. Jakarta: Gramedia Brown, H. L. 1979. Perception, Theory and Commitmen, The New Philosophy of Science. Chicago : The University of Chicago press. Depdikbud. 1981. Filsafat Ilmu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dewi. 2009. EtikaKeilmuan. Available on

http://dewi.studentsblog.undip.ac.id/2009/05/29/etika keilmuan/ Accessed December 2011 Franz Magnis-Suseno, 1987. Etika Dasar: Masalah-masalah pokok Filsafat Moral. Yogyakarta:Kanisius, hal. 96. Huibers, T. 1986. Manusia Merenungkan Dirinya. Yogyakarta : Kanisius. Kattoff. L. Element of Philosophy. Diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dengan judul Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Tiara Wacana. Jacob T. 1987. Manusia, Ilmu dan Teknologi ; Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai. Yogyakarta : Tiara Wacana. Juhana, S Praja. 2003. Alran-Aliran Filsafat Dan Etika. Jakarta. Prenada Media.

Junaidi, Wawan. 2009 Etika Ilmu dan Ilmu Pengetahuan. Available on http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/06/etika-ilmu-dan-ilmupengetahuan.html Accessed December 2011. Lachman, S. J. 1960. The Foundation of Knowledge. New York : Vantage Press. Louis O. Kattsoff, 1986. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 349. Maspaitella, Elifas Tomix. Manusia dalam Diskursus Filsafat. Available on http://kutikukata.blogspot.com: Accessed December 2011 Muladi. Etika Keilmuwan, HAM, dan Demokrasi. Makalah kuliah perdana Pascasarjana Universitas Diponegoro Ramadhan, M Suradi. 2009. Teori Nilai (Etika). Available on

www.dpdimmriau.co.cc. Accessed December 2011. Robert C. Solomon, 1984. Etika: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga, hal.4. Searles, H.Tanpa tahun. Logics and Scientific Methods. Diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dan Sri Budiyah. Yogyakarta : Fakultas Filsafat UGM. Sumarna, Cecep. 2008. Filsafat Ilmu. Bandung: Mulia Press. Suparlan, Suharsono. 2008. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta. Ar-Ruzz Media. Suria Sumantri, Jujun. Ed. 1978. Ilmu dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakikat Ilmu. Jakarta : Gramedia. Suryanto. Kesusilaan=LI. www.google.com: Tritarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Suseno, Magnis. 1988. Kuasa dan Moral. Jakarta : Gramedia. Suwarto Adi. 2007. Kehidupan Tiruan dan Etika Ilmu. Available on http://www.kompas.com/kompas-cetak/0711/05/opini/3969705.htm Accessed December 2011 Ululalbab, Wahyu. 2009. Nilai, Etika, Idealisme Dalam Filsafat. Available on http://wahyu-ululalbab.blogspot.com. Accessed December 2011 www.wikipedia.com: Filasafat. Diakses pada 21 Oktober 2008

You might also like