You are on page 1of 7

MENGENAL CABE MERAH. Cabai merah berasal dari daratan Amerika Tengah dan Selatan.

Pertama kali dibudidayakan di Spanyol , kemudian menyebar sampai Asia dan Afrika. Tanaman ini termasuk jenis sayuran buah dengan rasa spesifik, yaitu pedas. Bentuknya bervariasi, dari bulat, bulat lonjong, sampai bulat panjang. Begitu juga ukurannya, ada yang kecil dan ada yang besar. A. Jenis dan Varietas Cabai Merah a. Cabai merah Cabai merah (Capsicum annuum L. var. Longum L. Sendt), menghasilkan buah yang bulat panjang dan runcing ujungnya. Saat masih muda berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi merah. Daging buah umumnya renyah, kadang-kadang lunak pada jenis tertentu. Rasanya manis dan agak pedas. Ada dua jenis cabai merah yang banyak dijual di pasaran, yaitu cabai merah besar dan cabai merah keriting. Beberapa varietas cabai merah antara lain Hot Beauty, Long Chili, dan Tit Super. b. Cabai bulat Cabai bulat (Capsicum annuum L. var. Brevita Finger Ruth), disebut juga dengan cabai udel atau cabai domba. Buahnya pendek dan ujungnya tumpul. Saat muda berwarna putih, setelah tua berubah menjadi merah. Rasanya tidak begitu pedas dan agak manis. Beberapa varietas cabai bulat antara lain paprika dan cabai manis Canape New. c. Cabai rawit Cabai rawit (Capsicum frutescens L.). disebut juga dengan cabai jemprit atau cabai cengek. Saat muda berwarna hijau, setelah tua menjadi berubah merah tua kecokelatan. Bentuk buah bulat lonjong. Daging buah lunak, rasanya sangat pedas. Ukurannya lebih kecil dan pendek dibandingkan dengan cabai merah. B. Morfologi a. Akar Akar cabai merupakan akar tunggang yang kuat dan bercabang-cabang ke samping membentuk akar serabut. Akar serabut cabai bisa menembus tanah sampai kedalaman 50 cm dan menyamping selebar 45 cm.

b. Batang dan cabang Tanaman cabai berbentuk semak, batangnya berkayu. Tipe percabangannya tegak dan menyebar dengan tajuk yang berbeda-beda, tergantung pada varietasnya. Tinggi tanaman cabai mencapai 100-120 cm dengan lebar tajuk cabangnya bisa sampai 100 cm. c. Daun Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai berbentuk ovote atau lanceolate, muncul di tunas-tunas samping yang tumbuh berurutan di batang utama. Daun cabai tersusun spiral, umumnya berwarna hijau atau hijau tua. d. Bunga Bunga cabai bersifat tunggal dan tumbuh di ujung ruas tunas. Mahkotanya berwarna putih atau ungu, tergantung pada varietasnya. Alat kelamin jantan dan betina terletak di satu bunga, sehingga termasuk bunga sempurna (hermaprodit). e. Buah Ukuran buah cabai beragam, dari pendek sampai panjang dengan ujung runcing atau tumpul. Bentuk buah umumnya bulat memanjang. Buah cabai memiliki rongga dengan jumlah berbeda-beda sesuai dengan varietasnya. Di dalam buah terdapat plasenta tempat biji melekat. Daging buah cabai umumnya renyah dan kadang-kadang lunak. f. Biji Biji cabai terletak di dalam buah, melekat sepanjang plasenta. Warnanya putih atau kuning jerami dan memiliki lapisan kulit keras di bagian luarnya. Bobot biji cabai yang telah kering rata-rata 120 butir/gram. Biji inilah yang digunakan sebagai benih untuk menghasilkan bibit tanaman baru. C. Syarat Tumbuh a. Kondisi dan ketinggian lahan Cabai merah dapat ditanam di berbagai jenis tanah, asalkan drainase dan aerasi tanah cukup baik. Jika ingin panen lebih cepat sebaiknya cabai merah ditanam di tanah lempung berpasir. Sebaliknya, jika ingin memperlambat panen menunggu harga jual tinggi, sebaiknya ditanam di tanah yang lebih berat atau tanah liat.

Tanah yang ideal untuk lahan bertanam cabai merah adalah gembur, remah, mengandung cukup banyak bahan organik (minimum 1,5%), cukup hara dan air, bebas gulma, bukan lahan bekas tanam-tanaman Solanaceae (terung-terungan), kemasaman (pH) tanah 6,0-6,5 dengan suhu tanah 24-30o C, dan kelembapannya lapang (lembap tetapi tidak terlalu basah). Cabai merah tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah hingga dataran tiggi sampai 1400 m dpl. Namun, di dataran tinggi pertumbuhannya lebih lambat dan umur panennya lebih lama dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah. Berikut ini tabel masa pertumbuhan cabai merah di dataran tinggi dan di dataran rendah. Tabel 1. Masa Pertumbuhan Cabai Merah di Dataran Rendah dan Tinggi Fase Pertumbuhan Persemaian Fase vegetatif Fase generatif Fase panen dan pascapanen Dataran Rendah 0-23 hss 0-30 hst 25-80 hst 70-75 hst Dataran Tinggi 0-33 hss 0-45 hst 30-90 hst 95-100 hst

Keterangan : 1. hss (hari setelah semai) 2. hst (hari setelah tanam) b. Iklim dan curah hujan Suhu udara sangat berpengaruh terhadap kehidupan cabai merah, dari saat pembibitan sampai saat produktif. Selama periode perkecambahan memerlukan suhu 20-24o C. Di atas nilai itu, proses perkecambahan akan berlangsung lambat. Pada masa pertumbuhan memerlukan suhu 27-30o C pada siang hari dan 18-25o C pada malam hari. Suhu pada malam kurang dari 15o C dan pada siang hari lebih dari 32o C bisa menghambat proses pembentukan buah. Curah hujan tinggi atau iklim basah tidak terlalu baik untuk cabai merah karena menyebabkan kerontokan bakal bunga, serta bisa membuat bunga dan buah tumbuh kecil. Selain itu, kelembapan yang tinggi akan merangsang perkembangan jamur yang berpotensi mengundang penyakit. Curah hujan yang cocok adalah sebesar 600-1250 mm dan tersebar merata di sepanjang masa pertumbuhannya. Cabai merah membutuhkan iklim kering dengan lama penyiraman 12 jam per hari, terutama pada masa pembungaan dan pembuahan. Untuk itu, sebaiknya cabai merah ditanam pada awal musim kemarau. Namun, untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, karena harga jualnya melonjak, cabai merah bisa ditanam pada musim hujan.

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT Salah satu kendala dalam budi daya cabai merah pada musim hujan adalah gencarnya serangan hama dan penyakit. Serangan itu terjadi sejak bibit di persemaian sampai panen. Kehilangan hasil panen karena serangan hama dan penyakit pada cabai bisa mencapai 10-80%. Oleh karena itu, pengendaliannya harus berlangsung sejak dini. Jika serangan sudah sangat berat bisa terjadi gagal panen. Pemantauan dan perawatan intensif lebih diutamakan daripada mengobati tanaman yang telah sakit. Pengendaliannya, berdasarkan konsep pemberantasan hama terpadu (PHT), yaitu pestisida sebagai alternatif terakhir jika pengendalian nonkimia kurang efektif. Penggunaan pestisida disesuaikan dengan jenis serangan. Tidak dianjurkan menggunakannya secara berlebihan, karena bisa menyebabkan terjadinya kekebalan pada hama dan penyebab penyakit, terbunuhnya musuh alami hama, dan meningkatkan kandungan residu berbahaya bagi konsumen cabai. A. Pengendalian Hama
a. Ulat tanah (Agrotis sp)

Hama ini menyerang bagian batang cabai yang masih muda dengan cara memakannya sampai batang terpotong. Pencegahan ulat tanah bisa dilakukan dengan mengambilnya secara manual dan memusnahkannya. Pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida Diptrex 95 SP atau Drusban 0,2% dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya.
b. Ulat buah (Dacus sp)

Buah adalah sasaran utama hama ini. Buah yang terserang akan membusuk dan rontok. Agar tidak menular, buah yang telah terserang harus dibuang atau dimusnahkan. Pengendalian hama ulat buah dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida, seperti Agrymicin, Buldok 25 EC, Cucacron 500 EC dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya.
c. Ulat grayak (Spodoptera sp)

Ulat grayak menyerang daun dan buah cabai. Gejala yang ditimbulkan oleh serangan hama ini adalah rusaknya daun dan buah cabai akibat gigitan ulat grayak. Pengendalian hama ini bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan lingkungan di sekitar tanaman.

Pencegahannya bisa diaplikasikan insektisida, seperti Atabron 50 EC, Curracon 500 EC, Dharmafur 3G, Fenval 200 EC dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya. d. Thrips Hama thrips menyebabkan pucuk dan daun muda mengeriting, berubah warna menjadi keperakan sebbelum akhirnya mengering dan rontok. Hama yang berwarna abu-abu atau cokelat ini memiliki ukuran yang sangat kecil, hanya 1-1,5 mm. Pengendalian hama ini dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida, seperti Padan 50 SP, Dicarzol 25 SP, Decis 2,5 EC, Fenthrin 50 EC dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya. e. Belalang Belalang yang menyerang biasanya adalah belalang yang berukuran kecil. Bagian yang diserang adalah tunas muda dan batang. Akibat yang ditimbulkan oleh belalang adalah rusaknya daun dan batang karena gigitannya. Pencegahan belalang bisa dilakukan dengan cara mengambil dan memusnahkannya satu persatu atau memasang perangkap di sekitar lokasi tanam. Sementara itu, pengendaliannya bisa dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida seperti Orthene, Diazinon, Malathion, Bayrusil dan Folidol dengan dosis sesuai anjuran pada kemasannya.
f.

Lalat buah (Bactrocera dorsalis) Hama ini merupakan musuh utama dalam budi daya cabai karena menjadi penyebab busuknya buah. Lalat buah menyerang dengan cara menyuntikkan telurnya ke dalam buah cabai. Telur tersebut akan berkembang dan menjadi larva di dalam buah, saat itulah buah digerogoti dari dalam sampai busuk dan rontok. Pencegahan lalat buah bisa dilakukan dengan memasang perangkap berbahan aktif methyl eugenol. Sementara untuk pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida seperti Buldok 25 EC, Curracon 500 EC, Decis 2,5 EC, Mospilan 20 SP dengan dosis sesuai anjuran pada kemasannya.

B. Pengendalian Penyakit a. Penyakit bercak daun Penyakit bercak daun disebabkan jamur Cercospora sp, yang menyerang daun, batang, dan tangkai buah. Gejala serangannya muncul bercak-bercak kecil berbentuk bulat dengan

diameter 0,5 cm. Penyakit ini biasanya menyebabkan daun, buah, serta tangkainya layu dan rontok. Pencegahannya bisa dilakukan dengan memilih bibit yang berkualitas dan tahan penyakit. Pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan fungisida, seperti Anvil 50 SC, Alto 100 SL, Baycor 25 WP, Daconil 75 WP, Antracol 75 WP dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya. b. Penyakit layu fusarium Fusarium oxisporum merupakan jamur penyebab terjadinya penyakit layu fusarium. Penyakit ini menyerang daun cabai. Gejala yang ditimbulkan adalah layunya bagian bawah daun dan menyebar ke seluruh bagian daun. Penyakit ini banyak menyerang tanaman cabai yang ditanam di dataran tinggi yang terlalu lembap. Pencegahannya dilakukan dengan memilih bibit yang tahan penyakit dan menjaga kondisi lingkungan selalu stabil. Pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan fungisida Saco P atau Benlate dengan dosis sesuai anjuran pada kemasannya. c. Patek buah atau antraknosa Penyakit ini juga disebabkan oleh jamur. Gejalanya timbul cendawan berwarna merah muda atau hitam bundar pada buah muda dan buah yang sudah hampir matang. Lama kelamaan buah menjadi busuk, kering, dan akhirnya rontok. Pencegahan penyakit ini bisa dilakukan dengan mengatur jarak tanam dan menjaga sanitasi lahan. Buah yang terserang harus dimusnahkan agar tidak menular ke buah yang masih sehat. Pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan fungisida seperti Ridomil MZ, Previcur-N, Provit, Daconil, Antracol, Vondozeb dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya. d. Layu bakteri Gejala yang ditimbulkan oleh penyakit yang disebabkan bakteri Pseudomonas solanacearum ini adalah layunya daun seperti kepanasan. Lama-kelamaan, batang dan cabang tertular dan tanaman akan mati. Tanaman yang sudah terserang bakteri ini tidak boleh dibiarkan hidup, tetapi harus dimusnahkan agar tidak menulari tanaman yang lainnya. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman di lahan yang digunakan. Pengendaliannya dilakukan dengan mengaplikasikan bakterisida seperti Agrept 20 WP atau Agrimycin 15/1,5 WP dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasannya.

e. Penyakit akibat virus Virus yang menyerang biasanya dibawa hama inang, seperti kutu daun, thrips, dan tungau. Gejala serangan virus antara lain timbul bercak-bercak berbentuk lingkaran yang semakin lama semakin banyak di daun atau buah, daun mengeriting, tanaman terlihat kurus dan merana, akhirnya mati. Penyakit akibat virus belum bisa ditanggulangi karena tidak ada obatnya. Pencegahan yang terbaik adalah dengan selalu menjaga lingkungan sekitar lokasi lahan agar hama inang pembawa virus tidak datang. Selain itu, tanaman yang terserang harus dimusnahkan agar tidak menulari tanaman yang masih sehat. Sumber: Redaksi AgroMedia. 2007. Budi daya cabai merah pada musim hujan. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

You might also like