Professional Documents
Culture Documents
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1991 dalam (http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/27) pendidikan diartikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan tersebut diperoleh secara formal yang berakibat individu mempunyai pola pikir dan perilaku sesuai dengan pendidikan yang telah diperolehnya. Sedangkan menurut Mortimer J. Adler dalam (http://sobatbaru.blogspot.com/2008/08/) Pendidikan adalah dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik Dari kedua pendapat di atas, maka sudah jelas terlihat bahwa hanya dengan proses pendidikan yang baik, akan melahirkan manusia-manusia yang berkualitas yang sangat berguna bagi keberhasilan pembangunan. John C. Bock (dalam Zamroni, 2000 : 2), mengidentifikasi peranan pendidikan sebagai berikut : (a) memasyarakatkan idiologi dan nilai-nilai sosio kultural bangsa, (b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial dan (c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3, dirumuskan bahwa pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berorientasi pada fungsi dan tujuan pendidikan Nasional tersebut, maka sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan (formal), mempunyai misi dan tugas yang cukup berat. Selanjutnya dikatakan bahwa sekolah berperan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam arti menumbuhkan, memotivasi dan mengembangkan nilai-nilai budaya yang mencakup etika, logika, estetika, dan praktika, sehingga tercipta manusia yang utuh dan berakar pada budaya bangsa (Sumidjo, 1999 : 71). Tercapainya tujuan pendidikan tadi, akan ditentukan oleh berbagai unsur yang menunjangnya. Makmun (1996 : 3-4) menyatakan tentang unsur-unsur yang terdapat dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) yaitu :(1) Siswa, dengan segala karakteristiknya yang berusaha untuk mengembangkan dirinya seoptimal mungkin melalui kegiatan belajar, (2) tujuan, ialah sesuatu yang diharapkan setelah adanya kegiatan belajar mengajar, (3) guru, selalu mengusahakan terciptanya situasi yang tepat (mengajar) sehingga memungkinkan bagi terjadinya proses belajar. Dari pendapat tersebut tersirat bahwa dalam meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari peran guru sebagai pihak yang mengajar dan membimbing siswa. Hal ini mengimplikasikan bahwa Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan suatu proses interaksi
antara guru dan siswa yang didasari oleh hubungan yang bersifat mendidik dalam rangka pencapaian tujuan (Surakhmad, 1994 : 52). Dalam proses belajar mengajar, motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi perubahan belajar ke arah yang lebih positif. Pandangan ini sesuai dengan Pendapat Hawley (Prayitno, 1989:3) : Siswa yang termotivasi dengan baik dalam belajar melakukan kegiatan lebih banyak dan lebih cepat, dibandingkan dengan siswa yang kurang termotivasi dalam belajar. Prestasi yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai motivasi yang tinggi. Begitu pula halnya bila kita lihat dalam proses belajar mengajar geografi. Siswa yang memiliki motivasi yang tinggi dalam mempelajari geografi akan melakukan kegiatan lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang kurang termotivasi dalam mempelajari geografi. Siswa yang yang memiliki motivasi yang tinggi dalam mempelajari geografi maka prestasi yang diraih juga akan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut menjadi landasan bagi penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Antara Motivasi dengan Prestasi Belajar Geografi Siswa Studi Kasus Pada Kelas XI IPS di SMA Negeri 2 Singaraja.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1.4.1 Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan yang positif bagi pelaksanaan proses pembelajaran, dikaitkan dengan hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa di SMA. 1.4.2 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti sendiri guna meningkatkan profesionalisme di bidang penelitian dan pengajaran. 1.4.3 Hasil penelitian ini berguna untuk memenuhi tugas dan persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan.
Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167). Diambil dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/06/teori-teori-motivasi/ 1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori klasik Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami koreksi. Penyempurnaan atau koreksi tersebut terutama diarahkan pada konsep hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah hierarki dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya. Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan koreksi dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : (a) Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang; (b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan
fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. (c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai titik jenuh dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fondasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif. 2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi) Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan : Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, mencapai performa puncak untuk diri sendiri, mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, serta meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil. Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah. 3. Teori Clyton Alderfer (Teori ERG) Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG . Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Existence dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; Relatedness senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : (a) Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; (b) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; (c) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia, artinya karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan salah satunya memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. 4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor) Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi ialah Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya. Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik. 5. Teori Keadilan Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima, artinya apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu : (a) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau (b) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu : (a) Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya; (b) Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri; (c) Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis; (d) Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai. Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain. 6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan. 7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan ) Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul Work And Motivation mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai Teori Harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Hal ini bermaksud apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah. Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan caracara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya. 8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut. Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi eksternal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku. Dalam hal ini berlakulah apa yang dikenal dengan hukum pengaruh yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru ketik yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru ketik tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru ketik tersebut menyenangi konsekwensi perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian hari. Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagai konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas. Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan gaya yang manusiawi pula. 9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakatan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang individu . Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. Istilah motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas. Dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah pendorongan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. (Purwanto, 2002: 71). Berdasarkan hal tersebut di atas motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu dorongan yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu (tujuan) yang terdiri dari faktor internal seperti: (a) persepsi seseorang mengenai diri sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan; (f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan. Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain: (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d)
situasi lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya. Diambil dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/06/teori-teori-motivasi/
Hamalik (2000 : 175) menyatakan fungsi motivasi adalah : 1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. 2. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Sebagai pengerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Kuat lemahnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan seseorang. Aspek motivasi dalam keseluruhan proses belajar mengajar sangat penting, karena motivasi dapat mendorong siswa untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Motivasi dapat memberikan semangat kepada siswa dalam kegiatan-kegiatan belajarnya dan memberi petunjuk atas perbuatan yang dilakukannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka harus dilakukan suatu upaya agar siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi. Dengan demikian siswa yang bersangkutan dapat mencapai hasil belajar yang optimal.
yang tinggi, namun pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi dalam belajar. Di sekolah tidak sedikit siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Untuk membantu siswa yang memiliki motivasi belajar rendah perlu dilakukan suatu upaya dari guru agar siswa yang bersangkutan untuk dapat meningkatkan motivasi belajarnya. Dalam rangka mengupayakan agar motivasi belajar siswa tinggi, seorang guru menurut Winkel (1991 ) hendaknya selalu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : (1) Seorang guru hendaknya mampu mengoptimalisasikan penerapan prinsip belajar. Guru pada prinsipnya harus memandang bahwa dengan kehadiran siswa di kelas merupakan suatu motivasi belajar yang datang dari siswa. Sehingga dengan adanya prinsip seperti itu, ia akan menganggap siswa sebagai seorang yang harus dihormati dan dihargai. Dengan perlakuan semacam itu, siswa tentunya akan mampu memberi makna terhadap pelajaran yang dihadapinya; (2) Guru hendaknya mampu mengoptimalisasikan unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran. Dalam proses belajar, seorang siswa terkadang dapat terhambat oleh adanya berbagai permasalahan. Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelelahan jasmani ataupun mental siswa. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan seorang guru (Dimyati, 1994 : 95) adalah dengan cara ; 1. memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan hambatan belajar yang di alaminya. 2. meminta kesempatan kepada orang tua siswa agar memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar. 3. memanfaatkan unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar. 4. menggunakan waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku belajar. Pada tingkat ini guru memperlakukan upaya belajar merupakan aktualisasi diri siswa. 5. merangsang siswa dengan penguat memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat mengatasi segala hambatan dan pasti berhasil. (3) Guru mengoptimalisasikan pemanfataan pengalaman dan kemampuan siswa. Perilaku belajar yang ditunjukkan siswa merupakan suatu rangkaian perilaku yang ditunjukkan pada kesehariannya. Untuk itu, maka pengalaman yang diberikan oleh guru terhadap siswa dalam meningkatkan motivasi belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (1994) adalah dengan cara ; 1. siswa ditugasi membaca bahan belajar sebelumnya, tiap membaca hal-hal penting dari bahan tersebut dicatat. 2. guru memecahkan hal yang sukar bagi siswa dengan cara memecahkannya. 3. guru mengajarkan cara memecahkan dan mendidik keberanian kepada siswa dalam mengatasi kesukaran. 4. guru mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran. 5. guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mampu memecahkan masalah dan mungkin akan membantu rekannya yang mengalami kesulitan. 6. guru memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesulitan belajarnya sendiri.
7. guru menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri. Yusuf (1992 : 25) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan motivasi siswa, guru mempunyai peranan sebagai berikut : 1. Menciptakan lingkungan belajar yang merangsang anak untuk belajar. 2. Memberi reinforcement bagi tingkah laku yang menunjukkan motif. 3. Menciptakan lingkungan kelas yang dapat mengembangkan curiosity dan kegemaran siswa belajar. Dengan adanya perlakuan semacam itu dari guru diharapkan siswa mampu membangkitkan motivasi belajarnya dan tentunya harapan yang paling utama adalah siswa mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Tentunya untuk mencapai prestasi belajar tersebut tidak akan terlepas dari upaya yang dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi atau dorongan kepada siswa agar dapat meningkatkan motivasi belajarnya.
yang sudah dipelajari. Menurut Woodworth dan Marquis (dalam Sri, 2004 : 43) prestasi belajar adalah suatu kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan tes. Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan kemampuan aktual yang dapat diukur dan berwujud penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang dicapai oleh siswa sebagai hasil dari proses belajar mengajar di sekolah. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dari perbuatan dan usaha belajar dan merupakan ukuran sejauh mana siswa telah menguasai bahan yang dipelajari atau diajarkan.
siswa yang dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dicapai siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Benyamin S. Bloom (dalam Nurman, 2006 : 36), prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Saifudin Azwar (1996 :44) prestasi belajar merupakan dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai raport, indeks prestasi studi, angka kelulusan dan predikat keberhasilan. Melihat dari pengertian prestasi atau hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang berwujud perubahan ilmu pengetahuan, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang dapat diukur secara aktual sebagai hasil dari proses belajar. Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar (Tirtonegoro, 1984 : 43). Dalam setiap perbuatan manusia untuk mencapai tujuan, selalu diikuti oleh pengukuran dan penilaian, demikian pula halnya dengan proses pembelajaran. Dengan mengetahui prestasi belajar, dapat diketahui kedudukan anak di dalam kelas, apakah anak termasuk kelompok pandai, sedang atau kurang. Prestasi belajar ini dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun simbol pada periode tertentu, misalnya tiap caturwulan atau semester. Nasution (2001 : 439) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajaran, yang lazim diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Bila angka yang diberikan guru rendah, maka prestasi seseorang dianggap rendah. Bila angka yang diberikan guru tinggi, maka prestasi seorang siswa dianggap tinggi sekaligus dianggap sebagai siswa yang sukses dalam belajar. Ini berarti prestasi belajar menuju kepada optimal dari kegiatan belajar, hal senada diungkapkan oleh Woodworth dan Marquis (dalam Supartha, 2004 : 33) bahwa prestasi belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan tes. Bloom (dalam Nurman, 2006 : 37) mengatakan bahwa prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Wirawan seperti dikutip Supartha (2004 : 34) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam usaha belajar yang dilakukan dalam periode tertentu. Prestasi belajar dapat dipakai sebagai ukuran untuk mengetahui materi pelajaran yang telah diajarkan atau dipelajari. Sehubungan dengan itu, Masrun dan Martaniah (dalam Supartha, 2004 : 34) menyatakan bahwa kegunaan prestasi belajar diantaranya adalah : (1) untuk mengetahui efisiensi hasil belajar yang dalam hal ini diharapkan mendorong siswa untuk belajar lebih giat, (2) untuk menyadarkan siswa terhadap tingkat kemampuannya; dengan melihat hasil tes atau hasil ujiannya siswa dapat menyadari kelemahan dan kelebihannya sehingga dapat mengevaluasi dan bagaimana caranya belajar selama ini, (3) untuk petunjuk usaha belajar siswa, dan (4) untuk dijadikan dasar untuk memberikan penghargaan. Melihat dari pengertian prestasi atau hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang berwujud perubahan ilmu pengetahuan, keterampilan motorik, sikap dan nilai yang dapat diukur secara aktual sebagai hasil dari proses belajar. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, prestasi belajar dalam penelitian ini secara konseptual diartikan sebagai hasil kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka yang
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak baik berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dapat diukur dari tes atau hasil ujian siswa.
dengan penelitian ini maka untuk mengukur hasil (prestasi) belajar geografi siswa, digunakan analisis hasil belajar siswa yang terdapat pada nilai hasil dari jawaban siswa terhadap sejumlah pertanyaan yang diberikan oleh peneliti untuk mengukur prestasi belajar siswa. Adapun yang menjadi acuan dalam pembuatan tes prestasi belajar siswa adalah berdasarkan materi yang di bahas pada semester yang tengah berlangsung dimana tes prestasi belajar siswa dilaksanakan. Terkait dengan hal tersebut untuk lebih memperjelasnya dapat dilihat pada tabel standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas XI IPS semester 1 berikut : Standar Kompetensi Menganalisis fenomena biosfer dan antroposfer Kompetensi Dasar 1.1. Menjelaskan pengertian fenomena biosfer 1.2. Menganalisis sebaran flora dan fauna 1.3. Menjelaskan pengertian fenomena antroposfer 1.4. Menganalisis aspek kependudukan Memahami sumber daya 2.1. Menjelaskan pengertian sumber daya alam alam 2.2. Mengidentifikasi jenis-jenis sumber daya alam 2.3 Menjelaskan pemanfaatan sumber daya alam secara arif (Depdiknas, 2007)
kemampuan. Faktor eksternal dalam belajar adalah faktor yang berasal dari luar diri pelajar seperti penghargaan, hadiah, maupun hukuman. Belajar akan lebih berhasil bila individu yang belajar diberikan hadiah yang dapat memperkuat stimulus dan respon. Soeitoe (1987 :105) mengatakan suatu tingkah laku dalam situasi tertentu memberikan kepuasan selalu akan diasosiasikan. Suasana dan tempat belajar juga mempengaruhi individu dalam berlajar baik di sekolah dan di luar sekolah. Keadaan udara, cuaca, dan tempat belajar perlu diatur jangan terlalu dingin dan jangan terlalu panas. Disamping itu cahaya juga penting sekali bagi anak-anak yang berjam-jam lamanya harus menulis dan membaca dengan penuh konsentrasi. Ruangan yang tenang memberikan suasana yang gembira dari pada ruangan yang gelap. Cahaya dapat diperoleh baik dari sebelah kiri maupun sebelah kanan (Nasution, 1974 : 87). Muhammad Surya (1979), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, antara lain dari sudut si pembelajar, proses belajar dan dapat pula dari sudut situasi belajar. Dari sudut si pembelajar (siswa), prestasi belajar seseorang dipengaruhi antara lain oleh kondisi kesehatan jasmani siswa, kecerdasan, bakat, minat dan motivasi, penyesuaian diri serta kemampuan berinteraksi siswa. Sedangkan yang bersumber dari proses belajar, maka kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru yang menguasai materi pelajaran dengan baik, menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat, mampu mengelola kelas dengan baik dan memiliki kemampuan untuk menumbuh kembangkan motivasi belajar siswa untuk belajar, akan memberi pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar siswa untuk belajar. Sedangkan situasi belajar siswa, meliputi situasi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat sekitar. Secara skematis, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari skema tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor internal (minat, motivasi, kecerdasan, kondisi fisik, dan lain-lain) dan faktor eksternal (hadiah, guru/dosen, keluarga, sarana, kurikulum, lingkungan, dan lain-lain).
Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar perlu dilakukan penilaian (evaluasi). Dengan penilaian dapat diketahui kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai. Penilaian pendidikan adalah penilaian tentang perkembangan dan kemajuan siswa yang berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka serta nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, (Harahap dalam Supartha, 2004:36). Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui dan mengumpulkan informasi terhadap perkembangan dan kemajuan, dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum. Fungsi penilaian dapat dikatakan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan sekolah mempunyai tiga fungsi pokok yang penting, yaitu: (1) untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan, dalam rangka waktu tertentu, (2) untuk mengetahui sampai di mana perbaikan suatu metode yang digunakan guru dalam mendidik dan mengajar, dan (3) dengan mengetahui kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam evaluasi selanjutnya dapat diusahakan perbaikan, Purwanto (2000 : 10). Pendapat lain menyatakan bahwa fungsi penilaian dalam proses belajar mengajar antara lain: (1) untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar serta memperbaiki belajar bagi murid, (2) untuk memberikan angka yang tepat tentang kemajuan atau hasil belajar dari murid, (3) untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh murid, dan (4) untuk
mengenal latar belakang murid yang mengalami kesulitan belajar yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memecahkan kesulitan itu, (Harahap dalam Supartha, 2004:37). Penilaian dalam pendidikan ada beberapa jenis, yaitu penilaian formatif, sumatif, penempatan, dan diagnostik, (Harahap dalam Supartha, 2004:37). Di samping itu, dapat juga dikatakan bahwa jenis-jenis penilaian sebagai berikut: (1) ulangan harian mencakup bahan kajian satu pokok bahasan atau beberapa pokok bahasan untuk memperoleh umpan balik bagi guru, (2) ulangan umum merupakan ulangan yang mencakup seluruh pokok bahasan, konsep, tema, atau unit dalam catur wulan atau semester yang bersangkutan dalam kelas yang sama. Hasil ulangan umum selain untuk mengetahui pencapain siswa juga digunakan untuk keperluan laporan kepada orang tua siswa dan keperluan administrasi lain, bentuk alat penilaiannya adalah berupa pilihan ganda dan sering dilakukan secara bersama-sama pada suatu wilayah maupun wilayah tingkat I, (3) ujian akhir, ujian akhir ada yang bersifat nasional, ada yang bersifat regional, dan ada yang bersifat lokal. Hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan kelulusan siswa dan digunakan untuk pemberian surat tanda tamat belajar (Depdikbud, 1997 : 7). Teknik dan alat penilaian yang sering digunakan kepala sekolah adalah: (1) teknik tes, terdiri dari tes tertulis, yaitu: tes objektif dan tes uraian, tes lisan, dan tes perbuatan, (2) teknik non tes yang dilaksanakan melalui observasi maupun pengamatan (Depdiknas, 2000 : 4).
siswa menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti nampak ada perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika. 2) penelitian yang dilakukan oleh Maftukhah. 2007. dengan judul Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Geografi Siswa Kelas VIII SMP N 1 Randudongkal Kabupaten Pemalang Tahun 2006/2007.Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimakah gambaran tentang keadaan sosial ekonomi orang tua siswa kelas VIII SMP N 1 Randudongkal Kabupaten Pemalang, bagaimanakah pengaruhnya kondisi sosial ekonomi orang tua siswa yang berbeda terhadap prestasi belajar Geografi dan seberapa besar pengaruh kondisi sosial ekonomi siswa terhadap prestasi belajar Geografi. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimanakah kondisi sosial ekonomi orang tua siswa kelas VIII SMP N 1 Randudongkal dan pengaruhnya terhadap prestasi belajar Geografi dan untuk mengetahui besarnya pengaruh latar belakang sosial ekonomi orang tua siswa yang berbeda terhadap prestasi belajar Geografi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua siswa kelas VIII SMP N 1 Randudongkal tahun pelajaran 2006/2007 yang terdiri dari dari 6 kelas dengan jumlah 240 orang tua siswa. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 48 siswa dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan Proportional Random Sampling, yaitu diambil 20% untuk masing-masing kelas. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (kondisi sosial ekonomi orang tua) dan satu variabel terikat (Prestasi belajar geografi). Metode pengambilan data digunakan metode angket dan metode dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 54% responden memiliki kondisi sosial ekonomi orang tua yang tergolong tinggi (baik). Pengaruh antara kondisi sosial ekonomi orang tua siswa SMP N 1 Randudongkal terhadap prestasi belajar geografi sebesar sebesar 55,066. 3) Penelitian yang dilakukan oleh Kristian, Eka Yudha. Dengan judul Pengaruh Faktor Internal dan Sosial Ekonomi Orang tua Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Turen. Jurusan Ekonomi Pembangunan, Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang. Hasil penelitian di SMA Negeri 1 Turen menunjukkan bahwa analisis penagruh faktor internal terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh thitung 7,364 dan ttabel 1,991. Nilai thitung (7,364) > ttabel (1,991) dengan sig 0,000 < 0,05 maka faktor internal berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi. Analisis pengaruh sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh thitung 4,711 dan ttabel 1,991. nilai thitung (4,711) > ttabel (1,991) dengan sig 0,000 < 0,05 maka faktor sosial ekonomi orang tua berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi. Analisi pengaruh faktor internal dan sosial ekonomi orang tua terhadap prestasi belajar ekonomi diperoleh nilai Fhitung46,171 dan Ftabel 3,119. Nilai Fhitung (46,171) > Ftabel (3,119) dengan sig 0,000 < 0,05 maka faktor internal dan sosial ekonomi orang tua secara bersama-sama (simultan) berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar ekonomi.Besar R squareadalah 0,552 ini berarti prestasi belajar ekonomi (Y) dapat dipengaruhi oleh faktor internal (X1) dan sosial ekonomi orang tua (X2) sebesar 55,2% sedangkan sisanya 44,8% disebabkan oleh faktor lain.
Hubungan Antara Motivasi Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa Motivasi belajar adalah dorongan yang ada pada seseorang untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar sangat penting peranannya bagi siswa dalam usaha mencapai prestasi belajar yang tinggi. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi, cenderung menunjukkan semangat dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran, mereka biasanya kelihatan lebih menaruh perhatian bersungguh-sungguh dalam belajar dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan lebih tekun, bersemangat, lebih tahan dan memiliki ambisi yang lebih tinggi dalam mencapai prestasi belajar yang lebih baik, dibandingkan dengan siswa yang kurang atau tidak memiliki motivasi belajar. Mereka yang tidak memiliki motivasi belajar akan kelihatan kurang atau tidak bergairah dalam belajar maupun mengikuti pembelajaran di kelas, tidak menaruh perhatian terhadap pelajaran yang dipelajari, apatis dan tidak berpartisipasi aktif dalam belajar. Kondisi siswa yang kurang memiliki motivasi belajar sudah tentu tidak mampu menghasilkan prestasi yang memuaskan. Dalam kaitannya dengan materi pelajaran geografi, selama ini siswa cenderung tidak memiliki minat untuk mempelajarinya. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya motivasi yang diberikan oleh pengajar dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut di atas, maka dapat diduga adanya hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi belajar geografi siswa.
Adapun rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : (Dimodifikasi dari Arikunto, 1996 : 31) Keterangan : X Y = Motivasi belajar siswa = Prestasi belajar siswa
= Menyatakan hubungan
3.1.2
Identifikasi Variabel
3.1.2.1 Variabel bebas : motivasi belajar siswa 3.1.2.2 Variabel terikat : prestasi belajar siswa
3)
Minat dan ketajaman perhatian dalam belajar, meliputi: 1. Kebiasaan dalam mengikuti pelajaran dan 2. Semangat dalam mengikuti proses belajar mengajar;
4)
Prestasi dalam belajar, meliputi: 1. Keinginan untuk berprestasi, dan 2. Kualifikasi hasil;
5)
Mandiri dalam belajar, meliputi : 1. Penyelesaian tugas-tugas/PR, dan 2. Menggunakan kesempatan diluar jam pelajaran
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini ditentukan sebanyak 80 siswa atau seluruh siswa dari 2 kelas IPS yang ada, dengan alasan karena populasinya di bawah 100, sampel di ambil dari keseluruhan populasi yang ada sehingga disebut penelitian populasi.
materi pertanyaan akan disesuaikan dengan kondisi siswa berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan pada bab II. 2) Tes Metode tes adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan siswa terhadap materi pembelajaran setelah mengalami proses pembelajaran di kelas. Instrumen yang digunakan adalah tes yaitu tes pilihan ganda (multiple choice) dengan 5 (lima) pilihan jawaban. Tes ini disusun oleh peneliti berdasarkan standar isi dan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa pada materi pelajaran Geografi semester ganjil. Penggunaan kedua teknik tersebut sangat penting, dimana kedua teknik ini dilakukan secara bersama-sama untuk mendapatkan data yang akurat dan sarat makna.
SD = Standar Deviasi p q = proporsi siswa yang menjawab benar = proporsi jawaban salah (q = 1 p)
Perhitungan validitas butir soal hasil belajar siswa ini menggunakan bantuan program Mikrosoft Excel. (Langkah perhitungan terlampir) Tabel 3.1 : Ringkasan Hasil Uji Validitas Butir Tes Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja.
Nomor Butir 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
Jumlah p 56 51 49 53 51 36 35 36 42 53 47 33 39 50 53 51 41 37 34 37 36 29 47 39 46 34 31 28 44 42 46 34 31 33 54 46 27 31 53 51 44 45 43 48 0.563 0.638 0.613 0.663 0.638 0.450 0.438 0.450 0.525 0.663 0.588 0.413 0.488 0.625 0.663 0.638 0.513 0.463 0.425 0.463 0.450 0.363 0.588 0.488 0.575 0.425 0.388 0.350 0.550 0.525 0.575 0.425 0.388 0.413 0.675 0.575 0.338 0.388 0.663 0.638 0.550 0.563 0.538 0.600
q 0.438 0.363 0.388 0.338 0.363 0.550 0.563 0.550 0.475 0.338 0.413 0.588 0.513 0.375 0.338 0.363 0.488 0.538 0.575 0.538 0.550 0.638 0.413 0.513 0.425 0.575 0.613 0.650 0.450 0.475 0.425 0.575 0.613 0.588 0.325 0.425 0.663 0.613 0.338 0.363 0.450 0.438 0.463 0.400
Mp 25.607 29.490 27.245 30.151 29.490 30.056 30.143 28.639 26.762 26.226 27.702 28.182 28.436 26.860 30.151 29.490 27.854 28.054 26.059 30.027 29.111 31.172 27.809 29.205 31.609 32.235 34.290 26.179 30.114 27.190 31.609 32.235 34.290 27.636 26.352 31.609 33.370 34.290 30.151 29.490 28.591 27.022 28.953 27.813
Mt
SD
rpbis
rtabel 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271 0.271
Keterangan DROP VALID DROP VALID VALID VALID VALID DROP DROP DROP DROP DROP DROP DROP VALID VALID DROP DROP DROP VALID VALID VALID DROP VALID VALID VALID VALID DROP VALID DROP VALID VALID VALID DROP DROP VALID VALID VALID VALID VALID VALID DROP VALID DROP
25.738 10.130 -0.015 0.491 0.187 0.610 0.491 0.386 0.384 0.259 0.106 0.068 0.231 0.202 0.260 0.143 0.610 0.491 0.214 0.212 0.027 0.393 0.301 0.405 0.244 0.334 0.674 0.551 0.672 0.032 0.478 0.151 0.674 0.551 0.672 0.157 0.087 0.674 0.538 0.672 0.610 0.491 0.311 0.144 0.342 0.251
45 46 47 48 49 50
46 34 31 46 25 31
Dari tabel 3.1 di atas, dapat diketahui bahwa butir soal yang termasuk ke dalam kategori Valid adalah sebanyak 31 butir soal yaitu butir nomor : 2, 4, 5, 6, 7, 15, 16, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 29, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 48, 49, dan 50. Adapun butir soal yang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan adalah sebanyak 19 butir soal yaitu butir soal yang dikategorikanTidak Valid/Drop seperti butir soal nomor: 1, 3, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 17, 18, 19, 23, 28, 30, 34, 35, 42, dan 44. 2) Validitas Butir Non Tes Validitas butir kuesioner motivasi belajar siswa dipertimbangkan berdasarkan koefisien korelasi antara skor total dengan skor item. Mengingat kuesioner motivasi belajar bersifat non tes, maka statistik korelasi yang digunakan adalah statistik korelasi product moment (Guilford, 1973:85) sebagai berikut: rhitung = Dimana : rhitung = Koefisien korelasi Xi = Jumlah skor item Yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden
Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan harga rxy ke tabel r product moment, dengan ketentuan rxy dikatakan valid apabila rhit > rtabel pada taraf signifikansi 5%. Kuesioner motivasi belajar siswa ini diujicobakan terhadap 80 orang siswa yaitu SMA Muhammadiyah 2 Singaraja sebanyak 40 orang dan SMAN 2 Singaraja sebanyak 40 orang siswa. Perhitungannya menggunakan bantuan program Mikrosoft Excel. (Hasil perhitungan terlampir). Tabel 3.2 : Ringkasan Hasil Uji Validitas Butir Soal Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja. No Butir 1 2 rhitung 0.217 0.466 rtabel 0.287 0.287 keterangan DROP VALID
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
0.513 0.495 0.179 0.391 0.597 0.479 0.365 0.467 0.574 0.511 0.467 0.554 0.633 0.417 0.604 0.251 0.554 0.605 0.516 0.511 0.621 0.491 0.310 0.390 0.572 0.505 0.285 0.355 0.657 0.702 0.503 0.640 0.310 0.097 0.201 0.609 0.356 0.610 0.230 0.655 0.430 0.636 0.528 0.578
0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287 0.287
VALID VALID DROP VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID DROP VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID DROP VALID VALID VALID VALID VALID VALID DROP DROP VALID VALID VALID DROP VALID VALID VALID VALID VALID
Dari tabel 3.2 di atas, diperoleh 39 butir soal yang termasuk ke dalam kategori Valid adalah yaitu butir nomor : 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, dan 46. Adapun butir soal yang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan perbaikan atau termasuk dalam kategori drop adalah sebanyak 7 (tujuh) butir, yaitu butir soal nomor: 1, 5, 18, 29, 36, 37,dan 41.
Vt = Varian Total Kriteria derajat reliabilitas alat ukur yang digunakan yaitu: kriteria yang dibuat oleh J. Guilford (1973), sebagai berikut: r 11 0,20 derajat reliabilitas Sangat Rendah 0,20 r11 0,40 derajat reliabilitas Rendah 0,40 r11 0,60 derajat reliabilitas Sedang 0,60 r11 0,80 derajat reliabilitas Tinggi 0,80 r11 1,00 derajat reliabilitas Sangat Tinggi Dari hasil perhitungan terhadap tingkat reliabilitas tes hasil belajar Geografi siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja diperoleh hasil sebagaimana dituangkan dalam table ringkasan berikut: Tabel 3.3 : Tabel Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Tes Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI di SMAN 2 Singaraja
k 31
p 0.638 0.663 0.638 0.450 0.438 0.663 0.638 0.463 0.450 0.363 0.488 0.575 0.425 0.388 0.550 0.575 0.425 0.388 0.575 0.338 0.388 0.663 0.638 0.550 0.538 0.575 0.425 0.388 0.575 0.313 0.388
q 0.363 0.338 0.363 0.550 0.563 0.338 0.363 0.538 0.550 0.638 0.513 0.425 0.575 0.613 0.450 0.425 0.575 0.613 0.425 0.663 0.613 0.338 0.363 0.450 0.463 0.425 0.575 0.613 0.425 0.688 0.613
pq 0.231 0.224 0.231 0.248 0.246 0.224 0.231 0.249 0.248 0.231 0.250 0.244 0.244 0.237 0.248 0.244 0.244 0.237 0.244 0.224 0.237 0.224 0.231 0.248 0.249 0.244 0.244 0.237 0.244 0.215 0.237
pq 7.390
Berdasarkan nilai pada tabel 3.3 di atas, didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut: k = 31 Vt = 102,626 pq = 7,390 Hasil di atas dimasukkan ke dalam rumus KR-20: KR-20 = 0,96
Dari hasil perhitungan di atas didapat r11 = 0,96 dengan menggunakan kriteria derajat reliabilitas alat ukur yang digunakan yaitu: kriteria yang dibuat oleh J. Guilford (1973), sebagai berikut: r 11 0,20 derajat reliabilitas Sangat Rendah 0,20 r11 0,40 derajat reliabilitas Rendah 0,40 r11 0,60 derajat reliabilitas Sedang 0,60 r11 0,80 derajat reliabilitas Tinggi 0,80 r11 1,00 derajat reliabilitas Sangat Tinggi Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa tingkat atau derajat reliabilitas tes hasil belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori SANGAT TINGGI 2) Reliabilitas Instrumen Non Tes Untuk mengetahui tingkat keajegan (reliabilitas) kuesioner motivasi belajar siswa dilakukan dengan membuang item yang tidak valid, selanjutnya ditentukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach (Suharsimi, 1996:104) sebagai berikut: Keterangan: k = banyaknya butir tes
SDt = Varian skor total SDi = Varian skor butir ke-i Perhitungannya dengan menggunakan bantuan program Mikrosoft Excel. (Hasil perhitungan terlampir) Dari hasil perhitungan terhadap data penelitian yang diperoleh, dapat dibuat sebuah ringkasan sebagaimana dijabarkan dalam table berikut: Tabel 3.4: Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Belajar Geografi Siswa Kelas XI di SMAN 2 Singaraja. No Butir 2 3 4 6 7 8 k 39 k-1 38 Varbutir 0.895 0.304 0.592 0.449 0.661 0.402 Sigvarbutir Vartotal 32.024 338.651
9 10 11 12 13 14 15 16 17 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 30 31 32 33 34 35 38 39 40 42 43 44 45 46
0.679 0.668 1.216 0.587 0.953 0.666 1.024 0.641 1.073 1.031 0.957 0.920 0.589 0.992 0.727 1.134 0.538 1.451 0.599 0.283 1.112 0.488 0.583 0.929 0.521 1.008 0.720 1.134 1.364 0.800 1.144 0.735 1.456
Dari table 3.4 di atas diperoleh nilai dimasukkan ke dalam rumus Alpha Cronbach: r11= 0,93 Dari hasil perhitungan di atas, diperoleh r11= 0,93. dengan menggunakan kriteria derajat reliabilitas alat ukur yang digunakan yaitu: kriteria yang dibuat oleh J. Guilford (1973), sebagai berikut: r 11 0,20 derajat reliabilitas Sangat Rendah 0,20 r11 0,40 derajat reliabilitas Rendah
0,40 r11 0,60 derajat reliabilitas Sedang 0,60 r11 0,80 derajat reliabilitas Tinggi 0,80 r11 1,00 derajat reliabilitas Sangat Tinggi Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa tingkat atau derajat reliabilitas motivasi belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam kategori SANGAT TINGGI
=5 =4 =3
=1 =2 =3
(TS) = 2 (STS) = 1
(TS) = 4 (STS) = 5
Mi 0,5 SDi Mi + 0,5 SDi Sedang Mi 1,5 SDi Mi 0,5 SDi Rendah Mi 3,0 SDi Mi 1,5 SDi Sangat Rendah Keterangan: Mi = Rata-rata ideal SDi = Standar Deviasi Ideal. Selanjutnya, analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan antar variabel yang dianalisis. Menjawab rumusan masalah yaitu seberapa besar hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa di SMA Negeri 2 Singaraja yang didesain sebagai berikut: Gambar 01. Desain Penelitian X dan Y (Dimodifikasi dari Arikunto, 1996 : 31) Analisis korelasi yang digunakan adalah (PPM) Pearson Product Moment. Teknik analisis Korelasi PPM termasuk teknik statistik parametrik yang mengunakan data interval dan ratio dengan persyaratan tertentu. Misalnya: data dipilih secara acak (random); datanya berdistribusi normal; data yang dihubungkan berpola linier; dan data yang dihubungkan mempunyai pasangan yang sama sesuai dengan subjek yang sama. Kalau salah satu tidak terpenuhi persyaratan tersebut analisis korelasi tidak dapat dilakukan. Rumus korelasi PPM sebagai berikut: rXY = (Arikunto, 2000 : 425-426) Keterangan : rXY = koefisien korelasi yang dicari n X Y = banyaknya subjek pemilik nilai = nilai variabel X = nilai variabel Y
Korelasi PPM dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 < r < + 1). Apabila nilai r = 1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sebelum dilakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis yang terdiri dari: 1) Uji normalitas data, dan 2) Uji Linieritas (Candiasa, 2007:1-8)
1) Uji Normalitas Data Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS10 for Windows. Hasil keluaran SPSS10 for Windows terdiri dari tiga jenis keluaran yaitu: Processing Summary, Descriptives, Tes of Normality, dan Q-Q plots. Untuk tujuan uji normalitas data dalam penelitian ini digunakan teknik uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang diuji adalah: Ho : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal Aturan Pengambilan Keputusan: Normalitas dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi () tertentu (biasanya =0,05 atau =0,01). Sebaliknya, jika hasil uji signifikan maka normalitas data tidak terpenuhi. Cara mengetahui signifikan atau tidak signifikan hasil uji normalitas adalah dengan memperhatikan bilangan pada kolom signifikansi (Sig.) untuk menetapkan kenormalan, kriteria yang berlaku adalah sebagai berikut.
Tetapkan taraf signifikansi uji misalnya = 0,05 Bandingkan p dengan taraf signifikansi yang diperoleh Jika signifikansi yang diperoleh > , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika signifikansi yang diperoleh < , maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(Candiasa, 2007: 16-18) 2) Uji Linieritas Uji linearitas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas x terhadap variabel terikat y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keterkaitan koefisien garis regresi serta linearitas garis regresi, dengan menggunakan tabel sebagai berikut. Sumber Variasi Total Koefisien (a) Koefisien (b) Sisa Tuna Cocok Galat Dk N 1 1 (n-2) k-2 n-k JK JK (a) JK (b/a) JK (S) JK (TC) JK (G) KT JK (a) = F
s s
Untuk melakukan uji linieritas data, digunakan bantuan program SPSS10 for Windows.
Aturan pengambilan keputusan: Jika hasil analisis menunjukkan harga F tuna cocok (penyimpangan regresi) dan signifikansi > = 0,05. Berarti model regresi linear. Setelah persyaratan analisis data sebagaimana diuraikan di atas dipenuhi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap data penelitian. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Mencari koefisien korelasi variabel X dengan variabel Y dengan menggunakan rumus korelasi product moment angka kasar. rxly = (Arikunto, 2000 : 425-426) Keterangan : Rxly = koefisien korelasi yang dicari N X Y 2) = banyaknya subjek pemilik nilai = nilai variabel X = nilai variabel Y Melakukan uji signifikansi koefisien korelasi variabel X dengan variabel Y.
Kriteria : Ha : Ho : terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa. tidak terdapat hubungan positif signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa.
Jika rtab < rhit, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya terdapat hubungan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa.
Dimana: KP KP = r 2 x 100% r
= Koefisien Diterminasi
Kriteria derajat korelasi yang digunakan yaitu: kriteria yang dibuat oleh J. Guilford (1973), sebagai berikut: r 11 0,20 korelasi Sangat Rendah 0,20 r11 0,40 korelasi Rendah 0,40 r11 0,60 korelasi Sedang 0,60 r11 0,80 korelasi Tinggi 0,80 r11 1,00 korelasi Sangat Tinggi
Motivasi Belajar
Mean
95% Confidence Lower Bound 140.9563 Interval for Mean Upper Bound 147.8437 5% Trimmed Mean 144.3889 Median 143.0000 Variance 239.458 Std. Deviation 15.47444 Minimum 105.00 Maximum 188.00 Range 83.00 Interquartile Range 17.00 Skewness 0.101 0.269 Kurtosis 0.123 0.532 Dari tabel di atas, dapat diketahui gambaran data secara umum mengenai nilai maksimum, nilai minimum, range, standar deviasi, standar error, mean, median, varian dan sebagainya. Akan tetapi secara khusus tabel tersebut belum memberikan jawaban terhadap pertanyaan berapa banyak siswa yang memiliki motivasi tinggi, sedang dan rendah. Sebagaimana yang telah dijabarkan pada bab III tentang analisis deskriptif terhadap data penelitian. Dalam artian bahwa data tersebut perlu diurai kembali menjadi bagian yang lebih rinci ke dalam tabel frekuensi dan histogram, sehingga dapat dipahami dengan lebih mudah oleh orang lain. Guna keperluan penyusunan interval dan pembuatan grafik tingkat kecenderungan motivasi belajar siswa dilakukan beberapa langkah yaitu: 1) mengurutkan/merangking skor motivasi belajar dari yang skor terendah sampai kepada skor tertinggi, 2) mencari range dengan mengurangi skor maksimal dengan skor minimal, 3) mencari banyaknya kelas dengan rumus sturgess yaitu BK = 1 + 3,3 Log n, 4) menentukan panjang kelas dengan membagi range dengan banyaknya kelas, dan 5) membuat distribusi frekuensi sebagaimana berikut. Tabel 4.2: Frekuensi skor Motivasi Belajar Siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja Interval 105 116 127 138 149 160 171 JUMLAH Batas Bawah 104.5 115.5 126.5 137.5 148.5 159.5 170.5 Frekuensi Nilai Tengah 2 110 8 121 13 132 27 143 15 154 12 165 3 176 80
Dengan melihat tabel tersebut dapat diketahui skor motivasi siswa terbanyak pada interval 138 148 yaitu sebanyak 27 orang atau 33,75%, sebaliknya sebaran skor motivasi belajar siswa yang paling sedikit terdapat pada interval 105 115 sebanyak 2 orang (2,5%) dan interval 171 181
sebanyak 3 orang (3,75%). Apabila frekuensi skor perolehan motivasi belajar tersebut dimasukkan ke dalam grafik (histogram), maka akan tampak grafik sebagai berikut. Gambar 4.1: Grafik Tingkat Kecenderungan Motivasi Belajar Siswa Histogram Frekuensi Motivasi Belajar Sedangkan untuk mengetahui tingkat kecenderungan skor motivasi belajar siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja, dapat dilakukan dengan mencari mean ideal dan standar deviasi ideal sebagai berikut: 1) skor maksimal ideal 195 dan minimal 39, diperoleh mean ideal (Mi) = (Skor maksimal + skor minimal) sehingga diperoleh Mi = (195 + 39) =117, sedangkan SDi = 1/6 (skor maksimal skor minimal = 1/6 (195 39) = 26. Nilai SDi dan Mi kemudian dikonversikan ke dalam tabel kecenderungan dengan 5 (lima) kategori sebagaimana berikut. Mi + 1,5 SDi Mi + 3,0 SDi 117 + 1,5 (26) 117 + 3,0 (26) 156 195 Sangat Tinggi Mi + 0,5 SDi Mi + 1,5 SDi 117 + 0,5 (26) 117 + 1,5 (26) 130 < 156 - Tinggi Mi 0,5 SDi Mi + 0,5 SDi 117 0,5 (26) 117 + 0,5 (26) 104 < 130 - Sedang Mi 1,5 SDi Mi 0,5 SDi 117 1,5 (26) 117 0,5 (26) 78 < 104 Rendah Mi 3,0 SDi Mi 1,5 SDi 117 3,0 (26) 117 1,5 (26) 39 < 78 - Sangat Rendah Rata-rata (mean) skor motivasi belajar siswa sebesar 144,40 terletak pada rentangan 130 < 156 yaitu termasuk ke dalam kategori Tinggi.
0.269 0.532
Dari tabel di atas, dapat diketahui gambaran data penelitian mengenai prestasi belajar, di mana mean (rata-rata) skor perolehan siswa adalah 78,51. Varian sama dengan 47.063 dengan standar deviasi sama dengan 6.86026. Skor maksimal peroleh siswa adalah 94.00 dan skor minimum sama dengan 60.00. Sama dengan langkah yang dilakukan pada penyusunan interval dan pembuatan grafik motivasi belajar. Penyusunan interval dan pembuatan grafik tingkat kecenderungan prestasi belajar siswa juga dilakukan dengan beberapa langkah yaitu: 1) mengurutkan/merangking skor motivasi belajar dari yang skor terendah sampai kepada skor tertinggi, 2) mencari range dengan mengurangi skor maksimal dengan skor minimal, 3) mencari banyaknya kelas dengan rumus sturgess yaitu BK = 1 + 3,3 Log n, 4) menentukan panjang kelas dengan membagi range dengan banyaknya kelas, dan 5) membuat distribusi frekuensi sebagaimana berikut Tabel 4.4: Frekuensi skor Prestasi Belajar Siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja Interval 60 65 70 Batas Bawah 59.5 64.5 69.5 Frekuensi 2 5 12 Nilai Tengah 62 67 72
64 69 74
75 80 85 90 JUMLAH
79 84 89 94
27 16 13 5 80
77 82 87 92
Dengan melihat tabel tersebut dapat diketahui skor prestasi belajar siswa terbanyak pada interval 75 79 yaitu sebanyak 27 orang atau 33,75%, sebaliknya sebaran skor prestasi belajar siswa yang paling sedikit terdapat pada interval 60 64 sebanyak 2 orang (2,5%), interval 65 69 sebanyak 5 orang (6.25%) dan interval 90 94 sebanyak 5 orang (6,25%). Apabila frekuensi skor perolehan prestasi belajar tersebut dimasukkan ke dalam grafik (histogram), maka akan tampak grafik sebagaimana berikut. Gambar 4.2: Grafik Kecenderungan Prestasi Belajar Siswa Histogram Frekuensi Prestasi Belajar Sedangkan untuk mengetahui tingkat kecenderungan skor prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja, dapat dilakukan dengan mencari mean ideal dan standar deviasi ideal sebagai berikut: 1) skor maksimal ideal 100 dan minimal 0, diperoleh mean ideal (Mi) = (Skor maksimal + skor minimal) sehingga diperoleh Mi = (100 + 0) = 50.0, sedangkan SDi = 1/6 (skor maksimal skor minimal = 1/6 (100 0) = 16,67. Nilai SDi dan Mi kemudian dikonversikan ke dalam tabel kecenderungan dengan 5 (lima) kategori sebagaimana berikut. Mi + 1,5 SDi Mi + 3,0 SDi 50 + 1,5 (16,67) 50 + 3,0 (16,67) 75 100 Sangat Tinggi Mi + 0,5 SDi Mi + 1,5 SDi 50 + 0,5 (16,67) 50 + 1,5 (16,67) 58,33 < 75 - Tinggi Mi 0,5 SDi Mi + 0,5 SDi 50 0,5 (16,67) 50 + 0,5 (16,67) 41,67 < 58,33 - Sedang Mi 1,5 SDi Mi 0,5 SDi 50 1,5 (16,67) 50 0,5 (16,67)
25 < 41,67 Rendah Mi 3,0 SDi Mi 1,5 SDi 50 3,0 (16,67) 50 1,5 (16,67) 0 < 25 - Sangat Rendah Rata-rata (mean) skor prestasi belajar siswa sebesar 78,51 terletak pada rentangan 75 100 yaitu termasuk ke dalam kategori Sangat Tinggi.
Jika signifikansi yang diperoleh > , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Jika signifikansi yang diperoleh < , maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Ternyata nilai signifikansi yang diperileh > atau 0,200 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data motivasi belajar siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja Berdistribusi Normal. Sedangkan sebaran data prestasi belajar siswa dengan menggunakan teknik yang sama dapat dilihat pada table berikut ini. Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data Prestasi Belajar Siswa dengan teknik Kolmogorof-Smirnov
Dari tabel di atas, nilai signifikansi yang diperoleh dengan teknik Kolmogorof-Smirnov adalah 0,89. Ternyata nilai signifikansi yang diperoleh > atau 0,89 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja Berdistribusi Normal.
Dari hasil perhitungan dengan program Excel dan SPSS diperoleh hasil koefisien korelasi sebagaiman tercantum pada table berikut. Tabel 4.8: Ringkasan hasil analisis korelasi antara variable motivasi (X) dan prestasi belajar (Y) Dari table di atas diketahui bahwa koefisien korelasi motivasi dan prestasi belajar sebesar 0,796. Selanjutnya dilakukan pengujian keberartian koefisian korelasi, sebagaimana tertera pada table berikut: Tabel 4.9: Koefisien Korelasi variable motivasi (X) dan prestasi Belajar (Y) Hipotesis penelitian yang diuji:
Ho : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan prestasi belajar pada siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja. Ha : Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan prestasi belajar pada siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja Dari table 4.9 diatas dapat dilihat bahwa harga koefisien korelasi sebesar 0,796 dan thitung sebesar 11,623 > ttabel = dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima atau Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi (X) dan prestasi belajar (Y) siswa kelas XI IPS SMAN 2 Singaraja. Selanjutnya, akan diukur besarnya kontribusi variable motivasi (X) terhadap variable (Y) dalam artian dianalisis kemampuan variable predictor (X) dalam memprediksi variable kriteriumnya. Dari hasil penelitian ini diperoleh koefsien determinasi (r2) sebagaimana diberikan pada table berikut. Tabel 4.10: Koefisien Determinasi korelasi motivasi (Y) dengan prestasi belajar (Y)
R Square pada table di atas menunjukkan nilai koefisien determinasi korelasi motivasi dan prestasi belajar sebesar 0,634 atau sebesar 63,40%. Yang berarti bahwa prestasi belajar siswa dapat diprediksi sebesar 63,40% oleh variable motivasi belajar, sisanya sebesar 36,60% merupakan kontribusi factor lain yang tidak diteliti.
ini mengungkapkan bahwa dengan mengontrol pengaruh variabel di luar variabel penelitian ternyata motivasi belajar dapat mempengaruhi prestasi belajar sebesar 63,40%. Akan tetapi kalau variabel lainnya seperti yang telah diungkap diatas tidak dikontrol maka, pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar tentunya tidak sebesar itu, bisa jadi lebih rendah dari hasil penelitian ini. Dari hasil observasi dan kuesioner yang diberikan kepada responden, ternyata motivasi belajar yang berasal dari dalam diri siswa sendiri seperti: ketekunan dalam belajar, ulet dalam menghadapi kesulitan belajar, kemandirian dalam belajar, minat dan perhatian terhadap materi pelajaran lebih berpengaruh dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan, perhatian orang tua, sarana-prasarana, kurikulum, hadiah dan hukuman, dan sebagainya. Siswa yang memiliki motivasi yang kuat dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas terlihat penuh semangat, antusias, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, aktif dalam pembelajaran, rajin dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, sehingga mereka memiliki daya tahan yang cukup lama dalam menyelesaikan studi, dibandingkan dengan siswa yang kurang memiliki motivasi. Siswa yang motivasinya tergolong rendah ini biasanya menunjukkan sikap bermalasan, mengantuk, dan perhatiannya terbagi kemana-mana di saat proses belajar sedang berlangsung. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh (Robbins, 1984, Huse dan Bowditch 1973, dalam Depdiknas 2007: 53-54) motivasi merupakan kemauan (willingness) untuk mengerjakan sesuatu. Kemauan tersebut tampak pada usaha seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih keras berusaha daripada seseorang yang memiliki motivasi rendah. Tetapi motivasi bukanlah perilaku. Ia merupakan proses internal yang kompleks yang tidak bisa diamati secara langsung, melainkan bisa dipahami melalui kerasnya usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Menurut Certo (1985 dalam Depdiknas 2007: 55), motivasi merupakan bagian dalam (innerstate) pribadi seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan tertentu dengan cara tertentu. Para teoritisi psikologi yang telah menganalisis proses motivasional dalam diri seseorang menemukan bahwa motivasi itu memiliki dua unsur, yaitu kebutuhan dan dorongan (Sprinthall dan Sprinthall, 1987). Kebutuhan merupakan kekurangan-kekurangan (deficiency) yang dimiliki oleh seseorang. Kekurangan-kekurangan ini bukan saja dalam aspek fisiologis melainkan juga dalam aspek psikologis (Robbins 1984; Sprinthall dan Sprinthall 1987 dalam Depdiknas 2007: 56-57). Kebutuhan-kebutuhan psikologi antara lain berupa air, makanan, tidur, dan seks. Semuanya didasarkan pada kekurangan fisikal dalam tubuh manusia, sedangkan kebutuhan-kebutuhan psikologis, antara lain berupa harga diri, pengakuan, kasih sayang, dan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan psikologis ini seringkali tampak lebih samar (subtle) dan lebih sulit diidentifikasi. Kebutuhan-kebutuhan, baik fisiologis maupun psikologis, menimbulkan dorongan-dorongan (drives) untuk bertindak memenuhinya. Gambar 4.3 : Proses Motivasional Secara teknis, proses dasar motivasional seseorang berawal dari adanya kekurangan dalam diri seseorang (innerdeficiencies) atau kebutuhan yang belum terpenuhi (unsatisfied needs). Kekurangan ini akan menimbulkan ketegangan (tension) yang mendorong seseorang untuk
bertindak (drive). Selanjutnya dorongan ini membangkitkan seseorang untuk bertindak (behavior) untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila tujuan ini tercapai berarti kekurangan atau kebutuhannya terpenuhi (satisfied need) dan sekaligus menghilangkan ketegangan. Sebaliknya, apabila tujuan ini belum tercapai, berarti kebutuhannya belum juga terpenuhi, maka akan timbul perilaku yang tidak tepat (inappropriate) dalam bentuk penyerangan (aggression) atau ketidakhadiran (absenteeism). Gambar 4.4 berikut, secara rinci menjelaskan proses motivasional dalam diri seseorang.
Gambar 4.4 : Proses Motivasional Perilaku Siswa Sumber: Kolasa, B (1969 dalam Depdiknas 2007). Introduction to Behavioral Science in Bussiness, New York, John Wiley & Sons, halaman 256. Dengan demikian, sebenarnya motivasi seseorang dalam organisasi, misalnya siswa dalam sekolah sebagai pelajar, berangkat dari adanya kebutuhan dalam dirinya. Kebutuhan ini membuat orang berperilaku atau bertindak untuk memenuhinya. Dengan perkataan lain, bahwa seseorang itu melakukan aktivitas tertentu selalu didorong oleh motif tertentu, yaitu upaya memenuhi kebutuhan dirinya. Itulah sebabnya, para teoritisi psikologi pendidikan yang membahas tentang motivasi selalu memasukkan teori-teori kebutuhan sebagai salah satu bagian dari pembahasannya. Namun, sangat keliru jika hasil penelitian ini dianggap sebagai hasil yang mutlak keberterimaannya dalam proses pembelajaran, karena faktor-faktor lain yang tidak diteliti juga memiliki dampak atau pengaruh yang sama besar bahkan mungkin lebih besar dari motivasi belajar. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai hasil penelitian ini, yakni dengan menggabungkan motivasi dengan IQ, status sosial ekonomi, jenis kelamin atau variabel lainnya, sehingga diketahui sumbangan masing-masing variabel secara jelas.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Rata-rata motivasi belajar siswa pada mata pelajaran geografi Kelas XI IPS di SMA Negeri 2 Singaraja adalah sebesar 144,40 dengan nilai tertinggi 188,00 dan nilai terendah yang diperoleh adalah sebesar 105,00. Termasuk kedalam kategori TINGGI.
2. Rata-rata prestasi belajar siswa pada mata pelajaran geografi Kelas XI IPS di SMA Negeri 2 Singaraja adalah sebesar 78,51 dengan nilai tertinggi 94, 00 dan nilai terendahnya adalah 60,00. Termasuk kedalam kategori SANGAT TINGGI. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran geografi di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singaraja dengan koefisien korelasi sebesar 0,796. Termasuk kedalam kategori TINGGI.
5.2 Saran
Dengan memperhatikan pada kesimpulan tersebut di atas maka penulis mengajukan saran sebagai berikut : Dalam penelitian ini motivasi belajar berperan signifikan dalam meningkatkan hasil belajar siswa, maka: 1. Pihak sekolah hendaknya menanamkan motivasi belajar kepada siswa. 2. Dan khusus untuk guru, di samping melaksanakan tugas-tugas mengajarnya hendaknya juga memberikan motivasi belajar terhadap siswa yang diajarnya. 3. Demikian juga halnya dengan para siswa harus memiliki motivasi tinggi untuk selalu belajar agar menjadi generasi muda yang tangguh dan mampu bersaing dalam menjalani hidupnya kelak di kemudian hari. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta -. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Candiasa. 2007. Statistik Multivariat. Bahan Ajar. DIKSH . Undiksha Singaraja. Depdikbud. 1997. Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Jakarta : Puslitbang Sisjian Balitbang Depdikbud. Depdiknas. 2000. Penyusunan Butir Soal dan Instrumen Penilaian. Jakarta , 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Geografi SMA/MA. Jakarta , 2007. Pendidikan dan Pelatihan Supervisi Akademik dalam Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta Dimyati & Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Kependidikan, Dirjen Dikti Depdikbud. Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta Djalal, M.F. 1986. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa Asing. Malang: P3T IKIP Malang
Guilford. 1973. Pshycological Testing, Allyn Bacon. Inc Hamalik, Oemar. 2000. Psikologi Belajar dan Manager. Bandung : Sinar Baru Algessindo , 1994. Metode Belajar dan kesulitan-Kesulitan Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2008/11/27/pengertian-pendidikan/ (online) di akses tgl 1 Januari 2009 http://sobatbaru.blogspot.com/2008/08/pengertian-pendidikan-agama-islam.html (online) diakses tanggal 1 Januari 2009 http://pakdesofa.blog2.plasa.com/archives/50 (online) di akses tanggal 29 Desember 2009 http://www.infoskripsi.com/Proposal/Proposal-Skripsi-Pengaruh-Cara-Belajar.html (online) di akses tgl 21 desember 2008 http://akhmadsudrajat.wordpress.com/ 2008/02/06/teori-teori-motivasi/ (online) di akses tanggal 22 Oktober 2009 Makmun, Abin Syamsudin. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosdakarya. Moeliono, Anton, dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka. Natawijaya, 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta : CV. Mutiara Natawidjaja, Rahman. 1988. Peranan Guru dalam Bimbingan. Bandung : Abardin. -. 1992. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud. Nasution, Farid. 2001. Hubungan Metode Mengajar Dosen, Keterampilan Belajar, Sarana Belajar dan Lingkungan Belajar dengan Prestasi Belajar Mahasiswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. Jilid 8. Nomor 1. Nasution, Noehi. 1974. Psikologi Pedidikan. Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Dan Universitas Terbuka. Nurman, Muhammad. 2006.Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Inkuiri dan Ekspositori Terhadap Sikap Politik Berdemokrasi dan Prestasi belajar Siswa Pada Pembelajaran PPKn di SMA (Studi Eksperimen tentang Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Sikap Politik Berdemokrasi dan Prestasi Belajar PPKn Siswa di SMA NW Pancor Lombok Timur) Tesis (tidak diterbitkan) Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. Nurkancana, Wayan dan Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional
Prayitno, Elida. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta : PPLPTK Depdikbud. Purwanto, M. Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya. . 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Riduwan.2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta. Sardiman, A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Raya Grafindo Persada. Saifudin Azwar. 1996. Pengantar Psikologi Intelegensi. Jogyakarta : Pustaka Pelajar. Subagia, I Wayan & Sudiana, I Ketut. 2002. Materi Kuliah Strategi Belajar Mengajar (KIMP 401). Singaraja : IKIP Suryabrata, S. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta : CV. Rajawali Surya, Muhammad. 1996. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung : Jurusan PPB FIB IKIP Bandung. -. 2001. Guru Sebagai Perekat Bangsa. Majalah Gerbang. Edisi ke 3. Soeitoe, Samuel. 1987. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Sumidjo,Wahjo.1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Surachmad, Winarno. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito. Supartha, I Wayan. 2004. Validitas Prediktif Nilai Tes Kemampuan Awal Akademik Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA Unggulan Se-Kota Denpasar. Tesis (tidak diterbitkan) Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada -. 1996. Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosdakarya. Sri Swastiningsih, Ketut. 2004. Pengaruh Umpan Balik Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Dalam Pembelajaran Statistik (Suatu Eksperimen di Universitas Warmadewa Denpasar) Tesis (Tidak diterbitkan) Program Pascasarjana IKIP Negeri Singaraja. Tirtonegoro, Sutratina. 1984. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya. Jakarta : Bina Aksara.
Winkel, W.S. 1987. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : Gramedia. Yusuf, Syamsu. 1993. Dasar-dasar Pembinaan Kemampuan Proses Belajar Mengajar. Bandung : CV. Andria. Zamroni, 2000. Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf Publising.