You are on page 1of 8

LEMBAGA KEUANGAN DAN BANK

API (Arsitektur Perbankan Indonesia), LPS(Lembaga Penjamin Simpanan) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
Reinaldy Marlianto (1210210075) Tri Cahyo Wibowo (1210210103) Febriansyah kuswendar (1210210209)

Universitar Pancasila
Ekonomi Akuntansi 2012

I. API (Arsitektur Perbankan Indonesia) A. Latar Belakang Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah

kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong

pertumbuhan ekonomi nasional. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) menjadi kebutuhan yang mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat fundamental industri perbankan. Krisis ekonomi tahun 1997 menunjukkan bahwa industri perbankan nasional belum memiliki kelembagaan perbankan yang kokoh dan infrastruktur perbankan yang baik. Krisis tersebut menyebabkan hancurnya keadaan ekonomi Indonesia. Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tidak dapat menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya disebabkan tidak tersedianya dana yang akan disalurkan kepada masyarakat. Tidak hanya itu, masyarakat sebagai konsumen bank secara beramairamai menarik dananya dari bank, sehingga bank menjadi bangkrut dan harus dilikuidasi. Keadaan ini menggambarkan belum kokohnya fundamental perbankan nasional. Sehingga secara fundamental masih harus diperkuat untuk dapat mengatasi gejolak internal maupun eksternal di dalam dunia perbankan. Dimana hal tersebut merupakan tantangan tidak hanya bagi industri perbankan secara umum tetapi juga Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasnya. Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam

mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari

perkembangan-perkembangan internasional.

yang terjadi pada perekonomian nasional

maupun

Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain

mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM. B. Tujuan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) bertujuan untuk memperkuat fundamental industri perbankan di Indonesia. Berikut ini adalah target BI dalam memperkuat fundamental perbankan di Indonesia: 1. Penguatan struktur perbankan nasional 2. Peningkatan kualitas pengaturan perbankan 3. Peningkatan fungsi pengawasan 4. Peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan 5. Pengembangan infrastruktur perbankan 6. Peningkatan perlindungan nasabah Selain itu, API juga bertujuan untuk memperkuat internal perbankan agar bank-bank mudah dalam mencari investor sebagai sumber pendanaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari keberadaaan API adalah, untuk menciptakan industri perbankan nasional yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

C. Tantangan Perbankan Untuk mewujudkan keadaan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun belakangan ini. Tantangan-tantangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah 2. Struktur perbankan yang belum optimal/stabil

3. Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang 4. Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan 5. Kapabilitas perbankan yang masih lemah 6. Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak sustainable 7. Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan 8. Perkembangan teknologi informasi

D. Beberapa Alasan Pentingnya Keberadaan Arsitektur Perbankan Indonesia Keberadaan API sangat penting dalam upaya menciptakan system perbankan yang sehat, kuat dan efisien karena: a. Bank merupakan institusi penting dalam menyediakan sumber dana untuk dunia usaha. Fungsi financial intermediary bank yakni kemampuan untuk mengumpulkan dana masyarakat dan kemudian membiayai pembangunan ekonomi menyebabkan perbankan menjadi industri yang penting bagi kelangsungan ekonomi suatu negara. b. Industri perbankan memiliki potensi risiko yang dapat memicu instabilitas perekonomian suatu negara bahkan perekonomian global. Potensi risiko ini menjadi lebih besar lagi karena adanya liberalisasi dan globalisasi, yang meningkatkan persaingan serta memicu bertambahnya jumlah, serta kompleksitas produk perbankan. c. API juga menggambarkan upaya Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan untuk lebih transparan dalam kebijakan perbankannya dan merupakan salah satu bentuk dari adanya peningkatan good governance di pihak Bank Indonesia. Keberadaan API dapat memudahkan perbankan untuk mengikuti kebijakan perbankan dengan antisipasi yang dapat dilakukan sejak jauh-jauh hari.

II. LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) A. Latar Belakang Pada tahun 1998, krisis finansial di wilayah Asia Tenggara telah diikuti dengan krisis ekonomi dan politik di Indonesia. Saat itu kondisi perekonomian sangat mengkhawatirkan yang diantaranya terlihat dari banyaknya bank-bank yang dilikuidasi, sehingga menimbulkan keresahan. Keresahan ini memicu krisis kepercayaan yang besar ditengah masyarakat atas stabilitas dunia perbankan. Kekhawatiran dan ketidakpercayaan inilah yang memicu Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang diharapakan dapat meyakinkan masyarakat untuk kembali menyimpan dananya di bank-bank agar dunia perbankan di Indonesia dapat hidup kembali. Diantaranya, Pemerintah mengatur tentang penjaminan dana nasabah pada bank umum dan bank perkreditan rakyat dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat Kemudian Pemerintah juga melakukan perubahan terhadap UU Nomor 7 Tahun 1992 melalui UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana salah satunya Undang-Undang ini menyatakan pembentukan badan hukum baru untuk melakukan kegiatan atas pinjaman atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga atau skim lainnya, yang disebut Lembaga Penjamin Simpanan (Pasal 1).

B. Pengertian LPS (Lemabaga Penjamin Simpanan) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada

22 September 2005. Dalam pelaksanaannya, LPS yang terdiri dari Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada Presiden. C. Tujuan LPS (Lemabaga Penjamin Simpanan) Tujuan LPS adalah menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.

D. Tugas LPS (Lemabaga Penjamin Simpanan) 1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan. 2. Melaksanakan penjaminan simpanan. 3. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan. 4. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik. 5. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

E. Wewenang LPS (Lemabaga Penjamin Simpanan) 1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan. 2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta. 3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS. 4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank. 5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4. 6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim. 7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu. 8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan. 9. Menjatuhkan sanksi administratif.

III. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem keuangan Indonesia porak poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan membentuk Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun 2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidangi berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan oleh UU, nyatanya sampai dgn 2002 draf pembentukan Otoritas Jasa Keuangan belum ada, sampai akhirnya UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi, menjadi UU No 24 2004 yang menyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mutlak dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Namun, RUU OJK harus dibahas simultan dengan paket RUU Keuangan lain, sperti RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU Pasar Modal serta amandemen UU Bank Indonesia, Perasuransian dan Dana Pensiun. Hal tersebut terungkap dalam seminar Reformasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mutlak dibentuk guna mengantisipasi kompleksitas sistem keuangan global. Namun, RUU OJK harus dibahas simultan dengan paket RUU Keuangan lain, sperti RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), RUU Pasar Modal serta amandemen UU Bank Indonesia, Perasuransian dan Dana Pensiun. Hal tersebut terungkap dalam seminar Reformasi. Sektor Keuangan memperkuat Fondasi, Daya Saing dan Stabilitas Perekonomian Nasional. Pembentukan OJK diperlukan guna mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. Di sisi lain, pembentukan OJK merupakan komitmen pemerintah dalam reformasi sektor keuangan di Indonesia.

B. Pengertian OJK Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010.

Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia perlu diperhatikan, oleh karena itu harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut.

C. Fungsi OJK (Otoritas Jasa Keuangan) 1. Mengawasi aturan main yang sudah dijalankan dari forum stabilitas keuangan 2. Menjaga stabilitas sistem keuangan 3. Melakukan pengawasan non-bank dalam struktur yg sama seperti sekarang. 4. Pengawasan bank keluar dari otoritas BI sebagai bank sentral dandipegang oleh lembaga baru.

D. Tujuan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) Tujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebagai berikut : a. Untuk mencapainya, BI dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian. b. Mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis. c. Menciptakan satu otoritas yang lebih kuat dengan memiliki sumber daya manusia dan ahli yang mencukupi.

You might also like