You are on page 1of 2

Karbon aktif adalah karbon yang diproses sedemikian rupa sehingga pori-porinya terbuka dengan demikian akan mempunyai

daya serap yang tinggi. Menurut Hessiter (1951), karbon aktif merupakan karbon karbon yang berbentuk amorf yang sebagian besar terdiri dari karbon bebas serta memiliki permukaan dalam (internal surface) sehingga mempunyai kemampuan daya serap yang baik. Keaktifan untuk menyerap tergantung pada jumlah senyawa karbonnya yang berkisar antara 85 95 % karbon bebas. Karbon aktif mengandung elemen-elemen yang terikat secara kimia seperti oksigen dan hidrogen. Elemenelemen ini dapat berasal dari bahn baku yang tertinggal akibat tidak sempurnanya proses karbonisasi atau dapat pula terikat secara kimia pada proses aktivasi. Demikian pula adanya kandungan abu yang bukan bagian organik dari produk. Untuk tiap-tiap jenis karbon aktif, kandungan abu dan komposisinya ada bermacam-macam. Adsorbsi elektrolit dan elektrolit oleh karbon aktif dari larutan juga dipengaruhi oleh adanya sejumlah kecil abu. Adanya oksigen dan hidrogen mempunyai pengaruh besar pada sifat-sifat karbon aktif. Elemen-elemen ini berkombinasi dengan atom-atom karbon membentuk gugus-gugus fungsional tertentu. Gugus yang biasanya terdapat pada permukaan karbon adalah gugus karboksilat, gugus hidroksifenol, gugus qulnon tipe karbonil, normal lakton, lakton tipe fluoresin dan asam karboksilat antihidrat dan peroksida siklis (Cheremisinoff, 1978). Karbon organik total diukur dengan konversi karbon organik dalam air yang dioksidasi sempurna menjadi karbondioksida dan H2O. Analisis ini mengukur semua bahan yang termasuk dalam kategori senyawa organik. Pengukuran kandungan senyawa organik dalam air secara langsung dapat melalui analisis karbon organik total atau sering disebut dengan TOC (Total Organic Carbon). Pengukuran kandungan senyawa organik dengan cara TOC lebih cepat, dimana hanya membutuhkan waktu 5-10 menit (Agyptin, 2002). Menurut Greenberg (1992), hal-hal yang diperlukan untuk pengukuran karbon organic secara total dengan menggunakan metode TOC adalah kalor dan oksigen, radiasi ultraviolet, oksidasi kimia (dapat juga dengan pembakaran sederhana) yang bertujuan untuk mengubah karbon organik menjadi karbondioksida (CO2). Banyaknya karbon organik total dalam air dipengaruhi oleh tingkat pencemaran di dalam air itu sendiri. Karbon organic total (TOC) mengukur semua bahan yang bersifat organic. TOC diukur dengan konversi karbon organic dalam air limbah secara oksidasi katalitik pada suhu 9000 C menjadi karbon dioksida. Metode pengukuran polusi ini cepat (5-10 menit) dan dapat diulang, memberikan perkiraan kadar karbon organic dari air limbah secara cepat. Nilai TOC sangat berkorelasi dengan uji-uji BOD5 standar dan COD, bila limbah relatif seragam. Uji BOD dan COD menggunakan pendekatan oksigen, TOC menggunakan pendekatan karbon. Senyawasenyawa yang dianalisis dalam uji TOC, seperti selulosa, hanya memecah secara lambat dalam lingkungan alamiah. Nilai TOC akan berubah bila limbah diberi penanganan dengan berbagai metode. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Agyptin Nawang Mastuti. Juni 2002. Studi Penentuan Kadar Karbon Organik Total Glukosa dalam Air Menggunakan Oksidator K2Cr2O7 dan KMnO4 secara Spektrofotometri UV-Vis. Skripsi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Cheremisinoff, P.N. 1978. Carbon Adsorbtion Hand Book. Ann, Arba Science Publisher, Inc Ann Arban Michigan Greenberg A.E., 1992. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater, 18th Edition. American Public Health Association. Washington. Hessier, J.W. 1957. Activated Carbon Chemical Publishing Co, Inc. Broklyn, N.Y. 23 30. Anonim. 2008. Ekonomi Masyarakat Pedesaan. http://agro-ekonomi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 24 Maret 2009 pukul 18.00 WIB.

Apabila dilihat dari laju penurunan C dan N maka yang menjadi faktor pembatas dalam proses fermentasi adalah unsur C. Hal ini dikarenakan laju penurunan kadar C jauh lebih cepat daripada laju penurunan kadar N. Pada saat unsur C habis, masih banyak tersisa unsur N dan ini dapat menjadi racun bagi bakteri sehingga proses berhenti (Marchaim, 1992). Menurut Setiawan (2005), perbandingan optimal antara C dan N sebesar 100:25. Apabila rasio C/N terlalu tinggi yang berarti C yang ada terlalu banyak, maka setelah bakteri menggunakan sejumlah N yang ada untuk tumbuh, masih ada C yang belum digunakan. Sisa C tersebut akan membuat proses fermentasi menurun. Sebaliknya, apabila rasio C/N terlalu rendah, C akan cepat habis, sehingga pada saat pembentukan metana berhenti, masih tersimpan senyawa N. Senyawa N ini akan berubah menjadi amonia yang apabila jumlahnya berlebihan dapat meracuni bakteri. Menurut Noegroho Hadi (1980), pembentukan biogas merupakan proses biologis. Penggunaan bahan baku yang berupa bahan organik, berfungsi sebagai sumber karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi ini dilakukan oleh bakteri-bakteri dan mikroorganisme yang hidup di dalam tanah. Dekomposisi anaerobik dapat menghasilkan gas yang mengandung sedikitnya 60 % metana. Gas inilah yang biasa disebut dengan biogas. Salah satu cara menentukan bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem biogas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio C/N. Beberapa percobaan telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme dari bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N 8-20 (Anonim, 1998). Marchaim, U. 1992. Biogas Processes for Sustainable Development. Food and Agricultural Organization. Rome Noegroho Hadi, H. 1980. Teknologi Gas Bio sebagai Sumber Energi dan Pengembangan Desa. LPL No. XIII (4) Setiawan, Y. 2005. Mengubah Limbah Ternak Jadi Energi. www. iotpi.com Anonim. 1998. Dasar-Dasar Teknologi Biogas. Majalah Kampus Genta Edisi 117, Thn XXXIII, halaman 35-38.

You might also like