You are on page 1of 11

1

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya dapat terselesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Perilaku Pengembangan Organisasi. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Konflik dan Stress.

Disadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati diterima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan serta perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata diucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2012

Penyusun

1.

DEFENISI KONFLIK

Konflik secara umum didefenisikan sebagai : A. Proses yang bermula ketika satu pihak menganggap pihak lain secara negatif mempengaruhi atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang menjadi kepedulian pihak pertama. [ROBS]. B. Ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota anggota atau kelompok kelompok organisasi yg timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya/pekerjaan yang terbatas atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi. [SUPS].

2.

DEFENISI KONFLIK MENURUT PARA AHLI 1. Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. 2. Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4). 3. Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah : Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another. Kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan

organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya. 4. Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17). 5. Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai: A. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain. B. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

3.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KONFLIK Ada 3 (tiga) macam fase dalam perkembangan pemikiran tentang konflik-

konflik di dalam organisasi. Adapun fase-fase yang dimaksud : 1. Fase klasik Dalam fase klasik di pandang bahwa konflik bisa muncul tapi bersifat sementara dan harus diselesaikan oleh pihak manajemen menurut pandangan pihak manajemen tersebut. Fase klasik juga meyakini bahwa apabila diberi waktu dan manajemen baik, konflik akan dapat dihilangkan secara sempurna. 2. Fase hubungan antar manusia Fase hubungan antar manusia mengakui bahwa konflik itu ada tapi bisa dihindari dan perlu diatasi. Konflik berhubungan dengan para pengacau, para primadona dan sebagainya. Fase ini menyatakan bahwa konflik itu buruk, dan damai itu baik. 3. Fase Kontemporer Pandangan komtemporer menyatakan bahwa konflik adalah hal tidak dapat dihindari dari kehidupan organisasi. Konflik bukanlah hal yang baik tapi juga bukan hal yang buruk. Konflik merupakan kenyataan hidup yang harus dipahami bukan ditentang.

4.

PANDANGAN

TRADISIONAL,

HUBUNGAN

MANUSIA

DAN

INTERAKSIONIS Transisi pemikiran konflik perkembangan pandangan tentang Konflik dibagi menjadi : A. Pandangan Tradisional (19301940an), keyakinan bahwa semua konflik membahayakan dan harus dihindari. B. Pandangan Hubungan Manusia (1940 1970an), keyakinan bahwa konflik merupakan hasil alamiah dan tidak terhidarkan oleh kelompok. C. Pandangan Interaksionis, keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam diperlukan. kelompok, namun konflik juga sangat

Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara lain: 1. Pandangan tradisional (The Traditional View) Pandangan ini menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang orang, dan kegagalaan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan. 2. Konflik Menurut Stoner dan Freeman Pandangan tradisional. Pandangan tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan. Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin organisasi.

Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas meminimalisasikan konflik. 3. Konflik Menurut Myers Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan, agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi dari tiap orang di kelompok atau organisasi itu sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut pandangan tradisional, konflik haruslah dihindari. 4. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View) Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi. 5. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis diri, dan kreatif.

5. PROSES KONFLIK Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik. Proses konflik tidak hanya mengacu kepada bentuk konflik yang nampak dari tindakan yang terbuka dan penuh kekerasan tapi juga bentuk yang tidak nampak seperti situasi ketidaksepakatan antar pihak. Proses konflik dapat dimulai dari sumber konflik yang meliputi tujuan yang saling bertentangan dan nilai-nilai yang berbeda. Selanjutnya dapat dilihat melalui konflik presepsi dan emosi, manifes konflik, dan hasil konflik. 1. Konflik presepsi dan emosi Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menunjukkan sumber konflik yang mengarahkan kepada salah satu atau kedua belah pihak untuk merasakan adanya konflik. Konflik harus dirasakan oleh pihak-pihak terkait, ada tidaknya konflik merupakan masalah persepsi. Oleh karena itu satu pihak atau lebih harus sadar akan adanya konflik. Untuk mengetahui apakah konflik tersebut termasuk konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dari konflik terkait dengan tugas (task related) dan konflik sosioemosional (socioemotional conflict). Dengan demikian langkah pertama proses konflik adalah adanya konflik yang dipersepsikan sebagai suatu kesadaran terhadap eksistensi konflik bukan konflik yang dirasakan secara emosional. 2. Manifes konflik Manifes konflik terjadi ketika konflik persepsi dan emosi dapat dilihat dalam keputusan dan prilaku yang dilakukan salah satu pihak kepada pihak lain. Manifes konflik juga dapat dinyatakan melalui gaya masing-masing dalam memecahkan suatu konflik, seperti seseorang mencoba untuk mengalahkan

yang lain atau menemukan suatu solusi yang menguntungkannya. Jadi prilaku merupakan manifes konflik, karena disinilah konflik itu tampak nyata. Untuk itu suatu kesalahan dan tindakan yang kurang bijak apabila tidak memahami siklus peningkatan konflik. Siklus konflik diawali dengan prilaku yang dikomunikasikan kepada pihak lain dengan cara menciptakan suatu persepsi konflik, sekalipun pihak yang pertama tidak mempunyai naluri untuk menunjukan konflik, pihak kedua boleh menciptakan persepsi konflik itu. 3. Hasil konflik (Outcames conflict) Jalinan aksi reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi. Hasil ini dapat positif dalam arti konflik itu menghasilkan suatu perbaikan kinerja kelompok dalam hal pengambilan keputusan dan kepaduan. Atau menghasilkan negatif dalam arti merintangi kinerja organisasi yang ditandai dengan adanya pergantian, situasi politik dan stres.

6.

CONTOH KASUS KONFLIK Sebagai contoh Angela memandang dirinya sebagai seorang yang

menyenangkan, tetapi karyawan yang lain memandang dari sisi jelek kepribadiannya. Rekan kerjanya adalah seorang teman baik Angela, menuduh Angela telah mencuri klien penting. Hubungannya semakin memburuk, rekan kerja Angela menyebarkan fitnah dan berita jelek. Angela mengadu, tetapi atasannya tidak memperhatikan pengaduannya. Rekan kerjanya akhirnya ditembak. Peristiwa ini menggambarkan bagaimana kesalahpahaman dan perselisihan paham meluas menjadi konflik sosioemosional, yang mengakibatkan hasil negatif bagi organisasi. Konflik adalah tidak baik untuk bisnis, sebab berdampak pada keputusan pegawai dan konsentrasi dalam bekerja. Konflik sosioemosional menyebabkan frustasi, ketidakpuasan pekerjaan, dan stres. Dengan perkataan lain, konflik menunjukan peningkatan pergantian dan ketidakhadiran pegawai.

7.

PROSES KONFLIK

Dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan : 1. Potensi Oposisi dan Ketidakcocokan / Ketidakselarasan. Kondisi yang menciptakan terjadinya konflik meskipun kondisi tersebut tidak

mengarah langsung ke konflik. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh : Komunikasi yg kurang baik dalam organisasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan antar anggota organisasi, Struktur tuntutan pekerjaan menyebabkan ketidaknyamanan antar anggota

organisasi dan Variabel Pribadi Ketidaksukaan pribadi atas individu lain. 2. Kognisi dan Personalisasi. Apabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik. Konflik yang dipersepsikan kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik yang menciptakan peluang terjadinya konflik-konflik yang dirasakan keterlibatan emosional saat konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan. 3. Keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Persaingan merupakan keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak mempedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut. Kolaborasi

merupakan situasi yg di dalamnya pihak-pihak yg berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak. Dan penghindaran keinginan menarik diri dari konflik. Serta akomodasi merupakan kesediaan satu pihak dlm konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri. Dan kompromi adalah satu situasi yang di dalamnya masing-masing pihak yg berkonflik bersedia sesuatu. 4. Perilaku. Pada tahap ini konflik tampak nyata, mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yg dibuat pihak-pihak yg berkonflik. 5. Hasil atau akibat. Pada tahap ini konflik dapat ditentukan apakah merupakan Konflik fungsional atau konflik disfungsional. mengorbankan

Konflik Fungsional merupakan konflik yang mendukung sasaran kelompok dan memperbaiki kinerjanya dan Konflik Disfungsional merupakan konflik yang menghambat kinerja kelompok. Apabila konflik disfungsional terjadi harus diredakan dengan manajemen konflik. Manajemen Konflik adalah penggunaan teknik teknik resolusi dan stimulasi untuk memperoleh level konflik yg diinginkan. Level tersebut.

8.

POTENSI PERTENTANGAN ATAU KETIDAKSELARASAN Potensi pertentangan atau ketidakselarasan, yaitu tahap munculnya

kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. kondisi tersebut dapat dipadatkan dalam tiga katagori umum yaitu : 1. Komunikasi

Kondisi-

Komunikasi dapat menjadi sumber konflik diakibatkan kesulitan semantik, kesalahpahaman dan kegaduhan.

9.

CONTOH STUDI KASUS MANAJEMEN KONFLIK Tn. C berusia 40 tahun. Seseorang yang menginginkan untuk dapat

mengakhiri hidupnya (Memilih untuk mati. Tn. C mengalami kebutaan,diabetes yang parah dan menjalani dialisis). Ketika Tn. C mengalami henti jantung, dilakukan resusitasi untuk mempertahankan hidupnya. Hal ini dilakukan oleh pihak rumah sakit karena sesuai dengan prosedur dan kebijakan dalam penanganan pasien di rumah sakit tersebut. Peraturan rumah sakit menyatakan bahwa kehidupan harus disokong. Namun keluarga menuntut atas tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit tersebut untuk kepentingan hak meninggal klien. Saat ini klien mengalami koma. Rumah sakit akhirnya menyerahkan kepada pengadilan untuk kasus hak meninggal klien tersebut.

10

Tiga

orang

perawat

mendiskusikan

kejadian

tersebut

dengan

memperhatikan antara keinginan/hak meninggal Tn. C dengan moral dan tugas legal untuk mempertahankan kehidupan setiap pasien yang diterapkan dirumah sakit. Perawat A mendukung dan menghormati keputusan Tn.C yang memilih untuk mati. Perawat B menyatakan bahwa semua anggota/staf yang berada dirumah sakit tidak mempunyai hak menjadi seorang pembunuh. Perawat C mengatakan bahwa yang berhak untuk memutuskan adalah dokter

10. EMPAT SUMBER KONFLIK ANTAR PRIBADI 1. Perbedaan personal Perbedaan antar individu seperti pendidikan, tradisi keluarga, dan budaya dapat menjadi sumber konflik. 2. Defisiensi informasi Kegagalan komunikasi karena menggunakan informasi yang beda atau salah informasi. 3. Ketidaksesuaian peran Tugas dan fungsi antar pribadi berbeda dan saling tergantung, namun perannyaq mungkin tidak sesuai , misanya antar manajer produksi dan manajer penjualan 4. Tekanan lingkungan Dalam lingkungan dengan sumber daya yang langka atau menyusut terdapat tekanan kompetitif atau ketidakpastian yang tinggi merupakan sumber konflik.

11

11. KONFLIK ANTAR KELOMPOK Perilaku antar kelompok terjadi bila individu dalam sebuah kelompok berinteraksi secara kolektif maupun secara individu dengan kelompok atau anggota lain dalam konteks kelompok referensi.

12. SEGI POSITIF KONFLIK 1. Meningkatkan kohesivitas/keterpaduan / kebersamaan kelompok 2. Meningkatkan loyalitas 3. Meningkatkan orientasi aktivitas berbasis kinerja yang menjadi

tanggungjawabnya

13. SEGI NEGATIF KONFLIK 1. Meningkatnya kepemimpinan otokratis 2. Penilaian yang berlebihan 3. Menurunnya komunikasi organisasi 4. Meningkatnya penyimpangan persepsi/serba curiga (Stereo type yang negative)

REFERENSI :
1. http//www.google.com 2. Robbins Stephen P. dan Judge Timothy A., Perilaku Organisasi:

OrganizationalBehaviour Buku 2 Edisi 12: Jakarta : Salemba Empat, 2011.

You might also like