You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Manusia dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari


pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu naqli dan aqli. Sumber yang bersifat naqli ini
merupakan pilar dari sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik
dalam agamanya secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Dan sumber yang
sangat otentik bagi umat Islam dalam hal ini adalah Alquran dan Hadis Rasulullah SAW.
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu yang selalu menjaga
Alquran dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang
janji. Sebagian di antara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya
yaitu para mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis
Nabi dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis.
Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul Hadis
yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di dalam Islam, terutama dalam
mengenal dan memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena hadis merupakan sumber ajaran
dan hukum Islam kedua setelah dan berdampingan dengan Alquran. Namun begitu perlu
disadari bahwa hadis-hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan hukum dan
pelaksanaan ibadah serta sebagai sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis yang Maqbul atau
yang diterima, yaitu hadis sahih dan hadis hasan. Selain hadis maqbul, terdapat pula
hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak serta tidak sah penggunaannya sebagai dalil hukum
atau sumber ajaran Islam. Bahkan bukan tak mungkin jumlah hadis mardud jauh lebih banyak
jumlahnya daripada hadis yang maqbul.
Untuk itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan mengamalkan
ajaran yang bersumber dari sebuah hadis. Artinya, sebelum meyakini kebenaran sebuah
hadis, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan.
Adapun salah satu cara untuk membedakan antara hadis yang diterima dengan yang ditolak
adalah dengan mempelajari dan memahami Ulumul Hadis yang memuat segala permasalahan
yang berkaitan dengan hadis.




A- PENGERTIAN ULUMUL HADIST
Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul Hadis
yang mengandung dua kata, yaitu ulum dan al-Hadis. Kata ulum dalam bahasa Arab adalah
bentuk jamak dari ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi bahasa
mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit
dan banyak. Sedangkan menurut istilah Ulama Hadits adalah :apa yang disandarkan kepada
Nabi SAW baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum
kenabian atau sesudahnya.
Sedangkan menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: perkataan, perbuatan, dan
penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah kenabian. Adapun sebelum
kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah
mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali
dengan apa yang terjadi setelah kenabian. Adapun gabungan kata ulum dan al-Hadis ini
melahirkan istilah yang selanjutnya dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadis
yang memiliki pengertian ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi
SAW.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul Hadis,
karena masing-masing membicarakan tentang Hadis dan para perawinya. Akan tetapi, pada
masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan dijadikan satu, serta
selanjutnya dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang
sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul
Hadis, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadis
setelah keadaannya menjadi satu adalah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ilmu
Hadis, karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama .






B- PEMBAGIAN ULUMUL HADIST
Para Ulama Hadis telah membagi Ilmu Hadis kepada dua bagian, yaitu Ilmu Hadis Riwayah
dan Ilmu Hadis Dirayah.
1) Ilmu Hadis Riwayah
Dari definisi tentang ilmu Hadis Riwayah di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis
Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan
penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW.
Objek Kajian Ilmu Hadis Riwayah
o cara periwayatan hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain.
o cara pemeliharaan hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.
Tujuan dan Urgensi Ilmu Hadis Riwayah
Adapun tujuan dan urgensi ilmu hadis riwayah ini adalah agar tidak lenyap dan sia-
sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam
penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian, hadis-hadis Nabi SAW dapat terpelihara
kemurniannya dan dapat diamalkan hukum-hukum dan tuntunan yang terkandung di
dalamnya, hal ini sejalan dengan perintah Allah SAW agar menjadikan Nabi SAW sebagai
ikutan dan suri teladan dalam kehidupan ini ,firman allah:
;- 4p~E 7 O) Oc4O *.-
NE4Ocq O4L=OEO }Eg 4p~E
W-ON_O4C -.- 4O4O^-4
4O=E- 4OEO4 -.- -LOOgVE
^g




2) Ilmu Hadis Dirayah
Mengenai pengertian Ilmu Hadis Dirayah, para ulama hadis memberikan definisi
yang bervariasi, namun jika dicermati berbagai definisi yang mereka kemukakan, maka akan
ditemukan persamaan antara satu dengan lainnya, terutama dari segi sasaran dan pokok
bahasannya.
ilmu hadis yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya,keadaan
para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya.
Dari definisi ini dapat dijelaskan beberapa hal, yaitu:
Hakikat Riwayat, yaitu kegiatan periwayatan hadis dan penyandarannya kepada orang
yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdis, yaitu perkataan seorang perawi.
Syarat-Syarat Riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang
diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat.
seperti sama perawi mendengar langsung bacaan hadis dari seorang guru, qiraah
murid membacakan catatan hadis dari gurunya dihadapan guru tersebut, ijazah
member izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu hadis dari seorang ulama
tanpa dibacakan sebelumnya,munawalah menyerahkan suatu hadis yang tertulis
kepada seseorang untuk diriwayatkan, kitabah menuliskan hadis untuk
seseorang, Ilam member tahu seseorang bahwah hadis-hadis tertentu adalah
koleksinya, washiyyat adalah mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang
dimilikinya, dan wajadah mendapatkan koleksi tertentu tentang hadis dari seorang
guru.
Macam-macam Riwayat, yaitu seperti periwayatan muttsahil (periwayatan yang
bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi terakhir,ataumunqathi
periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, atau di akhir, dan lainnya.
Hukum Riwayat, yakni al-qabul diterimannya suatu riwayat karena telah memenuhi
persyaratan tertentu, dan al-radd atau ditolak, karena adanya persyaratan tertentu yang
tidak terpenuhi.
Keadaan para Perawi, maksudnya adalah keadaan mereka dari segi keadilan mereka
al-adalah dan ketidakadilan mereka al-jarh.


Objek Kajian Ilmu Hadis Dirayah
segi persambungan sanad, yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah
bersambung mulai dari Sahabat sampai kepada periwayat terakhir yang
menuliskan atau membukukan hadis tersebut. Oleh karenanya tidak
dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak
diketahui identitasnya atau tersamar;
segi keterpercayaan sanad, yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam
sanad suatu hadis harus memiliki sifat adil dan dhabith atau kuat dan cermat
hafalan atau dokumentasi hadisnya.
segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz).
segi keselamatannya dari cacat (illat).
tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau ke-
dhaifan-nya. Hal tersebut dapat terlihat melalui kesejalannya dengan makna dan tujuan yang
terkandung di dalam Al-Quran.
Tujuan dan Urgensi Ilmu Hadis riwayah
Tujuan dan urgensi ilmu hadis dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan
hadis-hadis yang Maqbul atau yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk diamalkan dan
yang Mardud atau yang ditolak.
Ilmu hadis dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum dikenal
dengan Ulumul Hadis, Musthalahul Hadis, atau Ushul al-Hadis. Keseluruhan nama-nama di
atas meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama, yaitu ilmu yang
membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaanperawi sanad dan marwi matan
suatu hadis, dari segi diterima dan ditolaknya.





C- SEJERAH PERKEMBANGAN ULUMUL HADIST
Pada dasarnya Ulumul Hadis telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadis di dalam
Islam, terutama setelah Rasul SAW wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun
hadis-hadis Rasul SAW dikarenakan adanya kekhawatiran hadis-hadis tersebut akan hilang
atau lenyap. Para sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadis. Mereka
telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu dalam menerima
hadis, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.
Adapun dasar dan landasan periwayatan hadis di dalam Islam dijumpai dalam
Alquran dan hadis Nabi SAW, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk
meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang lain, terutama dari orang
fasik. Firman Allah SWT:
Og^4C 4g~-.-
W-EONL4`-47 p) 747.~E} l-c
4:4[) W-EON4EO4:4- p
W-O+l1> `O~ l-E_O_
W-O):+- _O>4N 4` +UE
4-g`g4^ ^g
Hai orang-orang yang telah beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu
berita maka periksalah berita tersebut dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaan yang sebenarnya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu.(QS. Al-Hujurat: 6)
Dalam ayat al Quran tersebut jelas terdapat suatu prinsip ketentuan mengenai
pengambilan suatu berita sekaligus tata cara dalam menerima suatu berita tertentu; dengan
cara memperjelasnya serta menelitinya dan agar hati-hati dalam menyampaikan suatu berita
kepada orang lain. Dalam rangka melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya itu, maka para
sahabat telah menetapkan ketentuan-ketentuan dalam menyampaikan suatu berita sekaligus
dalam hal menerimanya, terutama ketika mereka meragukan terhadap kejujuran dari orang
yang menyampaikan berita tersebut. Atas dasar ini, maka nampak jelaslah kedudukan serta
nilai sanad dalam rangka untuk menerima atau menolak suatu berita.
Berpijak pada prinsip bahwa suatu hadis itu tidak dapat diterima kecuali sesudah
dikatahui sanadnya, maka munculah ilmu Jarh wa Tadil, dan (ilmu mengenai) pembicaraan
terhadap rawi-rawi hadis, serta cara pembicaraan terhadap rawi-rawi hadis, serta cara
mengetahui sanad-sanad yang muttasil dan yang munqati, dan mengetahui cacat-cacat yang
tersembunyi. Bahkan telah muncul pula pembicaraan pada sebagian rawi-rawi yang tercela.
Dalam kitab Mabahits Ulumul Hadist, disimpulkan bahwa yang mendasari lahir dan
berkembangnya Ilmu Hadis ada 2 hal pokok, yaitu adanya: 1 dorongan agama, dan
2 dorongan sejarah. Berikut akan penulis paparkan secara singkat kedua hal pokok tersebut:
Pertama: Dorongan Agama
Bahwasanya umat manusia memperhatikan warisan pemikiran yang dapat menyentuh
dan membangkitkan kehidupan mereka, memenuhi kecintaan hati mereka, menjadi pijakan
kebangkitan mereka, lalu mereka terdorong untuk menanamkannya pada anak-anak mereka
agar menjadi orang yang memahaminya, hingga warisan itu selalu hadir di hadapan mereka,
membimbing langkah dan jalan mereka.
Jika umat lain begitu perhatian terhadap warisan pemikiran mereka, maka umat Islam
yang mengikuti risalah Nabi Muhammad SAW juga tidak kalah dalam memelihara warisan
yang didapatkan dari Nabi SAW dengan cara periwayatan,menukil, hafalan, dan
menyampaikannya, serta mengamalkan isinya, karena itu bagian dari eksistensinya, dan
hidup umat ini tiada berarti tanpa dengan agama. Oleh karenanya Allah mewajibkan dalam
agama untuk mengikuti dan menaati Rasul-Nya, menjalani semua apa yang dibawa beliau,
dan meneladani kehidupannya.
Kedua : Dorongan Sejarah
Dalam sejarah, umat manusia banyak dihadapkan pada pertentangan dan halangan
sehingga mendorong untuk menjaga warisan mereka dari penyusupan yang menyebabkan
terjadinya fitnah dan saling bermusuhan serta tipu muslihat.
Dan umat Islam yang telah merobohkan pilar kemusyrikan, dan mendobrak benteng
Romawi dan Persia, menghadapi musuh-musuh bebuyutan, tahu benar bahwa kekuatan umat
ini terletak pada kekuatan agamanya, dan tidak dapat dihancurkan kecuali dari agama itu
sendiri, dan salah satu jalannya adalah pemalsuan terhadap hadis. Dari sini, kaum muslimin
mendapat dorongan yang kuat untuk meneliti dan menyelidiki periwayatan hadis, dan
mengikuti aturan-aturan periwayatan yang benar, agar mereka dapat menjaga warisan yang
agung ini dari penyelewengan dan penyusupan terhadapnya sehingga tetap bersih, tidak
dikotori oleh aib maupun oleh keraguan.



Dan di antara aturan-aturan yang diberlakukan pada masa sahabat adalah:
1- Mengurangi periwayatan hadis .
Mereka khawatir dengan banyaknya riwayat akan tergelincir pada kesalahan dan
kelalaian, dan menyebabkan kebohongan terhadap Rasul SAW. Selain itu mereka juga
khawatir dengan memperbanyak periwayatan akan menyibukkan umat Islam terhadap as-
Sunnah dan mengabaikan Al-Quran
2- Ketelitian dalam periwayatan.
Para sahabat sangat berhati-hati dalam menerima hadis tanpa adanya perawi yang
benar-benar dapat dipercaya, karena mereka sangat takut terjadinya kesalahan dalam
periwayatan hadis Nabi SAW.
3- Kritik terhadap riwayat.
Adapun bentuk kritik terhadap riwayat adalah dengan cara memaparkan dan
membandingkan riwayat dengan Al-Quran, jika bertentangan maka mereka tinggalkan dan
tidak mengamalkannya.
Ketelitian dan sikap hati-hati para Sahabat Nabi SAW tersebut diikuti pula oleh para
ulama yang datang sesudah mereka, dan sikap tersebut semakin ditingkatkan terutama setelah
munculnya hadis-hadis palsu, yakni sekitar tahun 41 H setelah masa pemerintahan Khalifah
Ali bin Abi Thalib r.a. Semenjak itu mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad Hadis
dengan mempraktikkan ilmu al-jarah wa al-tadil, dan sekaligus mulai pulalah ilmu ini
tumbuh dan berkembang.
Setelah munculnya kegiatan pemalsuan hadis dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab, maka beberapa aktivitas tertentu dilakukan oleh para Ulama Hadis dalam
rangka memelihara kemurnian hadis, yaitu seperti:
a) melakukan pembahasan terhadap sanad hadis serta penelitian terhadap keadaan setiap
para perawi hadis, hal yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan;
b) melakukan perjalanan dalam mencari sumber hadis agar dapat mendengar langsung dari
perawi asalnya dan meneliti kebenaran riwayat tersebut melaluinya.

Demikianlah kegiatan para ulama hadis di abad pertama Hijrah yang telah
memperlihatkan pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Hadis. Bahkan pada akhir abad
pertama itu telah terdapat beberapa klasifikasi hadis, yaitu: Hadis Marfu, Hadis Mawquf,
Hadis Muttashil, dan Hadis Mursal. Dari macam-macam hadis tersebut, juga telah dibedakan
antara hadis maqbul, yang pada masa berikutnya disebut dengan hadis shahih dan hadis
hasan, serta hadis mardud yang kemudian dikenal dengan hadis dhaif dengan berbagai
macamnya.
Pada abad kedua Hijrah, ketika hadis telah dibukukan secara resmi atas prakarsa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-
Zuhri, para ulama yang bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadis tersebut
menerapkan ketentuan-ketentuan Ilmu Hadis yang sudah ada dan berkembang sampai pada
masa mereka. Mereka memperhayikan ketentuan-ketentuan hadis shahih, demikian juga
keadaan para perawinya. Hal ini dilakukan lantaran semakin banyaknya para penghafal hadis
yang telah wafat.
Pada abad ketiga Hijrah yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah
perkembangan Hadis, mulailah ketentuan dan perumusan kaidah-kaidah Hadis ditulis dan
dibukukan, namun masih bersifat parsial.
Pada abad keempat dan kelima hijrah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang
membahas tentang Ilmu Hadis yang bersifat komprehensif. Selanjutnya, pada abad setelah itu
mulailah bermunculan karya-karya di bidang Ilmu Hadis ini yang sampai saat ini masih
menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadis. Adapun ulama yang pertama kali
menyusun kitab dalam bidang ini adalah al Qadhi Abu Muhammad al Hasan.









DAFTAR PUSTAKA
DRS.M.agus solahuddin m.ag,ulumul hadist.
Nawir yuslem,ulumul hadist.
Azami, Memahami Ilmu Hadis.
Syekh Manna Al-Qaththani, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhal Abdurrahman.
Al-quran,terj prof. H.mahmud junus.

You might also like