You are on page 1of 16

1

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hukum islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash AlQuran maupun Al-Sunnah untuk mengatur kehidupan manusia yang berlaku secara universalrelevan pada setiap zaman dan ruang manusia. Keuniversalan hukum islam ini sebagai kelanjutan langsung dari hakikat islam sebagai agama universal, yakni agama yang substansi- substansi ajaranya tidak dibatasi oleh ruang dan waktu manusia, melainkan berlaku bagi semua orang islam dimana pun. Istilah hukum islam merupakan istilah khas indonesia, sebagai terjemahan dari al- fiqh alislamiy. Di dalam Al-Quran dan Al-sunnah, istilah al-hukm al islam menggunakan istilah alsyariah yang di dalam penjabaranya kemudian lahir al-fiqh dan berpendapat hukum islam adalah seperangkat norma hukum dari islam sebagai agama, yang berasal dari wahyu Allah, Sunnah Rasul-Nya, dan ijtihad para uliy amri.
Hukum Islam di Indonesia telah lama hidup dalam kesadaran hukum masyarakat Islam di Indonesia, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Ini dapat ditelusuri pada masa-masa awal Islam masuk Indonesia. Dimana diberlakukannya hukum islam di indonesia serta hukum islam membahas tentang permasalahan ekonomi.

B. Rumusan Masalah
Sejarah pemberlakuan, pelaksanaan dan Lembaga hukum islam?

Bagaimana para fuqoha Indonesia mempelajari ilmu fiqih? Hubungan ilmu fiqih dengan konsep ekonomi islam?

C. Tujuan Pembahasan
-

Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan dan pelaksanaan ilmu fiqih di Indonesia.

Mahasiswa dapat mengetahui lembaga peradilan, dan keterkaitan ilmu fiqih dengan konsep ekonomi di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pemberlakuan, Pelaksanaan dan Lembaga Hukum Islam Secara global sebuah negara(kerajaan) menjadi negara islam, secara otomatis hukum negara menjadi hukum islam. Harus diakui perubahan hukum harus tidak dapat dilakukan secara prematur, semuanya harus melalui proses sosiali sasi terhadap masyarakat(civilian). Oleh sebab itu hukum islam tidak dapat menggatikan hukum adat secara keseluruan. Setidaknya, sejarah itu menunjukkan bahwa proses Islamisasi sebuah masyarakat bukanlah proses yang dapat selesai seketika. 1. Hukum Islam pada Masa Pra Penjajahan Belanda Dalam konteks sejarah Nusantara, hukum Islam telah diterapkan pada masa-masa kerajaan Islam. Yang menjadi hukum di kerajaan-kerajaan itu adalah hukum-hukum syariat. Literatur yang dipakai dalam memutuskan hukuman di pengadilan adalah literatur fiqih dengan mazhab syafii.1 Samodra pasai merupakan tempat pertama Islam masuk ke nusantara, karena letaknya strategis untuk perdagangan melalui transportasi laut. Mazhab (aliran) hukum Islam yang berkembang dikerajaan Samudra pasai yaitu mazhab syafii.2 Hasrat memberlakukan hukum islam juga dilakukan para penguasa kesultanan Aceh. Ini terbukti dengan adanya teks bustan as-salatin, karangan Nuruddin Ar-Raniri, mencatat bahwa sultan Alaudin adalah raja yang alim, yang sangat menghendaki rakyatnya melaksanakan ajaran islam. Bahkan, di kesultanan Aceh penerapan hukum islam lebih jauh dilakukan melalui lembaga yang dirancamg bertanggung jawab dalam tugas yang demikian yaitu lembaga kadi. Masa kejayaan kesultanan Aceh terjadi pada masa sultan alaudin Riayat Syah tersebut. Pada masa itu,

.Daud Rasyid DKK, Penerapan syariat Islam di Indonesia antara peluang dan tantangan. (jakarta:Globalmedia, 2004). Hal. 54 2 .Warkum Sumitro, perkembangan Hukum Islam di tengah dinamika sosial politik di Indonesia. (malang: Bayumedia, 2005). Hal. 17

Aceh mulai berhubungan dengan pusat-pusat perkembangan Islam di tingat Internasional sehingga aceh dapat menjalin hubungan dengan Kerajaan Turki usmani.3 Mazhab hukum Islam yang berkembang di kerajaan Aceh yaitu Mazhab Syafii, yang pada masa pemerintahan sultan Iskandar Muda mempunyai seorang mufti yang terkenal bernama syekh Abdul Rouf Singkel. Selain itu, ada ulama besar Nuruddin Arraniri dengan kitab karangannya yang berjudul Sirathal Mustaqim. Kitab tersebut digunakan sebagai pedomanbagi guru-guru agama dan Qhodi.4 Mazhab Syafii berkembang pesat di Aceh. Banyak ulama-ulama mazhab Syafii yang berdomisili di Aceh. Hal tersebut tidak lepas dari semangat Sultan Iskandar Muda Makhkota Alam Syah dan sultan sesudahnya yang sangat menggalakkan kedatangan para ulama untuk kepentingan dakwah Islamiyah.5 Pengaruh dakwah Islam yang cepat menyebar hingga ke berbagai wilayah nusantara kemudian menyebabkan beberapa kerajaan Islam berdiri menyusul berdirinya Kesultanan Malaka yang juga menerapkan hukum Islam. Di kesultanan Malaka, aturan tersebut tertuang dalam undang-undang Malaka yang berisi regulasi kerajaan mengenai hampir semua aspek kehidupan di kerajaan, dan undang-undang laut Malaka. Yang lebih spesifik pada pengaturan aspek keamanan perdagangan maritim di kerajaan dalam upaya penerapan hukum Islam di kalangan masyarakat kerajaan. Dalam undang-undang Malaka, ditulis misalnya aturan mengenai hak dan kewajiban raja seta para elite politik di kerajaan. Ketentuan pernikahan termasuk hukum talak atau cerai, hukum pidana untuk menciptakan keagamaan di lingkungan kerajaan, dan regulasi mengenai kegiatan perdagangan. Sebagian besar aturan tersebut diadopsi dari hukum islam, selain hukum adat yang berlaku di masyarakat.6 Kenyataan serupa juga dapat ditemukan di kerajaan Banjar. Kentalnya hukum Islam di kerajaan Banjar ini tercermin dari baiat yang berbunyi patih barajaan Dika, Andika badayan Sara. Artinya, saya tunduk pada perintah Tuanku, karena Tuanku berhukumkan syara. Selain itu tumbuh daan berkembangnya hukum Islam di kerajaan banjar dibuktikan dengan terbentuknya

3 4

. Ibid. hal. 18 . Ibid. hal. 19 5 . Marzuki wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara. (Yogyakarta: Lkis, 2001). Hal. 114 6 . M. Hi, Penetapan Hukum Islam, dalam lintasan sejarah. (Malang:UIN Maliki Press, 2010). Hal. 132

para mufti atau qadli, yang pada waktu itu bertugas untuk menangani masalah-masalah di bidang hukum perceraian, perkawinan, kewarisan serta segala urusan yang berhubungan dengan hukum keluarga.7 Selain itu Mufti yang terkenal pada saat itu ialah Syaikh Muhammad Arsyad alBanjari. Kitab fikih karya Arsyad yang cukup terkenal adalah Sabil al-Muhtadin li Tafaqquh fi Amr ad-Din, yang pada dasarnya merupakan sarah dari kitab Sirathal Mustaqim karaya Nuruddin Arraniri.8 Guna mengefektifkan pelaksanaan hukum Islam di Kesultanan Banjar dan di masyarakat, maka diperlukan adanya lembaga yang khusus mengurusi dan menampung permasalahan pemberlakuan hukum Islam tersebut. Oleh karena itu Syekh Arsyad mengajukan saran untuk dibentuk Mahkamah Syariah dan Jabatan Mufti.9 Kesultanan-kesultanan tersebut sebagaimana tercatat dalam sejarah, itu tentu saja kemudian menetapkan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku. Penetapan hukum Islam sebagai hukum positif di setiap kesultanan tersebut tentu saja menguatkan pengamalannya yang memang telah berkembang di tengah masyarakat muslim masa itu. Fakta-fakta ini dibuktikan dengan adanya literatur-literatur fiqh yang ditulis oleh para ulama nusantara pada sekitar abad 16 dan 17. Dan kondisi terus berlangsung hingga para pedagang Belanda datang ke kawasan nusantara. 2. Penerapan Hukum Islam pada Masa Penjajahan Belanda Cikal bakal penjajahan Belanda terhadap kawasan nusantara dimulai dengan kehadiran Organisasi Perdagangan Dagang Belanda di Hindia Timur, atau yang lebih dikenal dengan VOC. Kedatangan belanda di Indonesia memberikan suatu dampak yang kurang baik. Hukum Islam yang bermazhab Syafii yang berlangsung cukup lama, di hapus pada pemerintah kolonial Belanda dan menggantinya dengan hukum belanda. Hukum syariat hanya dibatasi untuk bidangbidang keluarga seperti nikah, tala, ruju, dan yang sejenisnya.10

. Warkum Sumitro, perkembangan Hukum Islam di tengah dinamika sosial politik di Indonesia. (malang: Bayumedia, 2005). Hal. 29 8 . Marzuki wahid dan Rumadi, Fiqh Madzhab Negara. (Yogyakarta: Lkis, 2001). Hal. 121 9 . Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: Rajawaligrafindo, 2012). Hal. 141 10 . Daud Rasyid DKK, Penerapan syariat Islam di Indonesia antara peluang dan tantangan. (jakarta:Globalmedia, 2004). Hal.55

Pada tanggal 25 Mei 1760, Belanda menerbitkan peraturan Resolutie der Indische Regeering yang kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. Melalui peraturan ini, dalam peraturan tersebut Belanda hanya mengakui berlakunya hukum Islam dalam bidang kekeluargaan (perka-winan dan kewarisan) dan menggantikan kewenangan lembaga-lembaga peradilan Islam yang dibentuk oleh para raja atau sultan dengan peradilan buatan Belanda dengan hakim-hakim Belanda dibantu oleh para penghulu qadhi Islam.11 Untuk membatasi ruang gerak ulama dalam mengembangkan hukum Islam, dikeluarkan Keputusan Raja tanggal 4 Februari 1859 No, 78 yang menugaskan kepada Gubernur Jendral untuk mencampuri masalah agama. Bahkan, harus mengawasi gerak-gerik para ulama bila dipandang perlu demi kepentingan ketertiban keamanan12. Untuk melaksanakan tugas itu pemerintah Belanda membentuk suatu komisi di bawah ketua Mr. Scholten van Dad Haarlem. Pada tahun 1882 terbentuklah peradilan Agama yang menjadi sebuah institusi yang mengurusi masalah di bidang perkawinan, kewarisan, hibah, sedekah dan wakaf. Sebelum menjadi sebuah institusi, peradilan agama masih berbentuk perorangan yang hakimnya dipegang oleh para penghulu atau ahli agama. Dengan di bentuk peradilan Agama menjadi sebuah institusi, jelaslah bahwa pemerintah Belanda mengakui bahwa hukum Islam (godsdiengtige Wetten) berlaku bagi orang Indonesia yang beragama Islam.13 3. Hukum Islam pada Masa Pendudukan Jepang Setelah Belanda menyatakan menyerah tanpa syarat kepada panglima militer Jepang untuk kawasan Selatan pada tanggal 8 Maret 1942, segera Pemerintah Jepang mengeluarkan berbagai peraturan. Salah satu diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942, yang menegaskan bahwa Pemerintah Jepag meneruskan segala kekuasaan yang sebelumnya dipegang oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda. Ketetapan baru ini tentu saja berimplikasi pada tetapnya posisi keberlakuan hukum Islam sebagaimana kondisi terakhirnya di masa pendudukan Belanda.
11

. http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2165:legislasi-harmonisasihukum-islam&catid=11:opini&Itemid=8 12 . Warkum Sumitro, perkembangan Hukum Islam di tengah dinamika sosial politik di Indonesia. (malang: Bayumedia, 2005). Hal. 37-38 13 . Ibid. Hal. 40-41

Meskipun demikian, Pemerintah Pendudukan Jepang tetap melakukan berbagai kebijakan untuk menarik simpati umat Islam di Indonesia. Diantaranya adalah: a) Janji Panglima Militer Jepang untuk melindungi dan memajukan Islam sebagai agama mayoritas penduduk pulau Jawa. b) Mendirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama Islam) yang dipimpin oleh bangsa Indonesia sendiri. c) Mengizinkan berdirinya ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan NU. d) Menyetujui berdirinya Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada bulan oktober 1943. e) Menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai pasukan cadangan yang mendampingi berdirinya PETA. f) Berupaya memenuhi desakan para tokoh Islam untuk mengembalikan kewenangan Pengadilan Agama dengan meminta seorang ahli hukum adat, Soepomo, pada bulan Januari 1944 untuk menyampaikan laporan tentang hal itu. Namun upaya ini kemudian dimentahkan oleh Soepomo dengan alasan kompleksitas dan menundanya hingga Indonesia merdeka. Dengan demikian, nyaris tidak ada perubahan berarti bagi posisi hukum Islam selama masa pendudukan Jepang di ranah air. Kebijakan pemerintah Jepang terhadap peradilan Agama tetap meneruskan kebijakan sebelumnya (masa kolonial Belanda).14 Namun bagaimanapun juga, masa pendudukan Jepang lebih baik daripada Belanda dari sisi adanya pengalaman baru bagi para pemimpin Islam dalam mengatur masalah-masalah keagamaan. 4. Hukum Islam di Era Orde Lama dan Orde Baru Pada masa Orde Lama hukum Islam tidak mengalami perkembangan yang berarti dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Bahkan dikatakan pada masa itu hukum Islam berada pada masa yang amat Suram.15 Salah satu partai yang mewakili aspirasi umat Islam kala itu, Masyumi harus dibubarkan oleh Soekarno, dengan alasan tokoh-tokohnya terlibat
14 15

. Ibid. Hal. 86 . Ibid. Hal. 108

pemberontakan (PRRI di Sumatera Barat). Sementara NU bersama dengan PKI dan PNI kemudian menyusun komposisi DPR Gotong Royong yang berjiwa Nasakom. NU memiliki peran dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia walaupun tidak begitu berarti. Akan tetapi, peran untuk pengembangan hukum Islam di tengah-tengah masyarakat sangatlah besar, setidaknya bagi anggota-anggota yang memang penduduk mayoritas di Indonesia. Perkembangan hukum Islam di Indonesia mengalami masa yang amat suram. Namun, ada perkembangan unik di daerah Aceh. Pada tanggal 7 April 1962 Panglima Militer Aceh menyatakan menyutujui hasrat para pemimpin umat Islam untuk dipatuhinya beberapa unsur hukum Islam di daerah Aceh. Selanjutnya, tanggal 15 Agustus 1962 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menetapkan akan melaksanakan unsur-unsur syariat itu juga di usulkan untuk membentuk sebuah majelis. Usulan tersebut akhirnya terwujud dengan dibentuknya Majelis Ulama pada tahun 1966.[19] Menyusul gagalnya kudeta PKI pada 1965 dan berkuasanya Orde Baru, banyak pemimpin Islam Indonesia yang sempat menaruh harapan besar dalam upaya politik mereka mendudukkan Islam sebagaimana mestinya dalam tatanan politik maupun hukum di Indonesia. Apalagi kemudian Orde Baru membebaskan bekas tokoh-tokoh Masyumi yang sebelumnya dipenjara oleh Soekarno. Namun segera saja, Orde ini menegaskan perannya sebagai pembela Pancasila dan UUD 1945. Bahkan di awal 1967, Soeharto menegaskan bahwa militer tidak akan menyetujui upaya rehabilitasi kembali partai Masyumi. Meskipun kedudukan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum nasional tidak begitu tegas di masa awal Orde ini, namun upaya-upaya untuk mempertegasnya tetap terus dilakukan. Hal ini ditunjukkan oleh K.H. Mohammad Dahlan, seorang menteri agama dari kalangan NU, yang mencoba mengajukan Rancangan Undang-undang Perkawinan Umat Islam dengan dukungan kuat fraksi-fraksi Islam di DPR-GR. Meskipun gagal, upaya ini kemudian dilanjutkan dengan mengajukan rancangan hukum formil yang mengatur lembaga peradilan di Indonesia pada tahun 1970. Upaya ini kemudian membuahkan hasil dengan lahirnya UU No.14/1970, yang mengakui Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang berinduk pada Mahkamah

Agung. Dengan UU ini, dengan sendirinya, hukum Islam telah berlaku secara langsung sebagai hukum yang berdiri sendiri. Penegasan terhadap berlakunya hukum Islam semakin jelas ketika UU no. 14 Tahun 1989 tentang peradilan agama ditetapkan. Hal ini kemudian disusul dengan usaha-usaha intensif untuk mengompilasikan hukum Islam di bidang-bidang tertentu. Dan upaya ini membuahkan hasil saat pada bulan Februari 1988, Soeharto sebagai presiden menerima hasil kompilasi itu, dan menginstruksikan penyebarluasannya kepada Menteri Agama. 5. Hukum Islam di Era Reformasi Soeharto akhirnya jatuh. Gemuruh demokrasi dan kebebasan bergemuruh di seluruh pelosok Indonesia. Setelah melalui perjalanan yang panjang, di era ini setidaknya hukum Islam mulai menempati posisinya secara perlahan tapi pasti. Lahirnya Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan semakin membuka peluang lahirnya aturan undang-undang yang berlandaskan hukum Islam. Terutama pada Pasal 2 ayat 7 yang menegaskan ditampungnya peraturan daerah yang didasarkan pada kondisi khusus dari suatu daerah di Indonesia, dan bahwa peraturan itu dapat mengesampingkan berlakunya suatu peraturan yang bersifat umum. Lebih dari itu, disamping peluang yang semakin jelas, upaya kongkrit merealisasikan hukum Islam dalam wujud undang-undang dan peraturan telah membuahkan hasil yang nyata di era ini. Salah satu buktinya adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam tentang Pelaksanaan Syariat Islam Nomor 11 Tahun 2002. Dengan demikian, di era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam untuk memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Kita dapat melakukan langkah-langkah pembaruan, dan bahkan pembentukan hukum baru yang bersumber dan berlandaskan sistem hukum Islam, untuk kemudian dijadikan sebagai norma hukum positif yang berlaku dalam hukum Nasional kita.

B. Cara Fuqoha Indonesia Mempelajari Fiqih. Dapat kita simpulkan bahwa perkembangan ilmu fiqih di Indonesia tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin negara(kerajaan). Ketertarikan pemimpin negra terhadap hukum islam merupakan faktor terbesar, yang menyebabkan hukum islam berkembang pesat. Bahkan di sebagian negara(kerajaan) hukum islam menjadi hukum yang baku dalam pemerintahannya. Serta hukum islam sudah menjadi kebutuhan sosial dalam masyarakat. Inilah yang menyebabkan para ulama dulu tertarik untuk mempelajari hukim islam secara detail. Berbagai cara mereka lakukan diantaranya : 1. Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari. Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah bin Abdur Rahman al-Banjari atau lebih dikenal dengan nama Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari lahir di Lok Gabang, 17 Maret 1710 meninggal di Dalam Pagar, 3 Oktober 1812 pada umur 102 tahun atau 15 Shofar 1122 6 Syawwal 1227 H. Pada saat usia 7 tahun ia suadah fasih membaca al-Quran, hal membuat sultan Tahilullah I tertarik kepanya dan memintanya untuk tinggal di istna untuk belajar bersama anak dan cucu sultan. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari mendapat pendidikan penuh di Istana sehingga usia mencapai 30 tahun. Kemudian sultan Tahilullah mengirimnya ke Haramyan untuk meperdalam ilmunya. Muhammad Arsyad mengaji kepada masyaikh terkemuka pada masa itu. Di antara guru beliau adalah Syekh Athoillah bin Ahmad alMishry, al-Faqih Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi dan al-Arif Billah Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Samman al-Hasani al-Madani. Pada Bulan Ramadhan 1186 H bertepatan 1772 M, sampailah Muhammad Arsyad di kampung halamannya, Martapura, pusat Kesultanan Banjar. Setelah 35 tahun mempelajara ilmu agam islam ia pulang ke tanah air untuk mengapdikan dirinya kepada kerajaan dan masyarakat.16 2. Syeikh Abdul Samad Al-Falembani. Nama lengkapnya adalah Abdul Shamad bin Abdullah Al-Jawi Al-Palimbani. Dilahirkan pada 1704 M / 1116 H di Palembang. Ayahnya seorang Sayyid, sedang ibunya seorang wanita Palembang asli. Pendidikan awalnya dijalani di Madrasah di Kedah. Meskipun Abdul Shamad banyak menghabiskan hidupnya di Haramayn, dia tetap selalu mempunyai
16

. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: Rajawaligrafindo, 2012). Hal. 141

10

hubungan yang baik dengan Nusantara. Dia meninggal pada tahun 1789 dalam usia 85 tahun setelah menyelesaikan karya yang terakhir dan paling masyhur, Sayr al-Salikin. Selama di Haramayn, ia terlibat dalam komunitas Kawi (komunitas orang Indonesia di Arab), dan menjadi kawan seperguruan Arsyad Al-Banjari, Abdul Wahab Bugis, Abdurrahman AlBatawi, dan Daud Al-Fatani. Keterlibatannya dengan komunitas Jawi membuat tanggap terhadap perkembangan sosio-religius dan politik Nusantara. 3. Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi Nama lengkapnya ialah Abu Abdul Muthi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi alJawi al-Bantani. Ia dilahirkan di Tanara, serang, Banten, pada tahun 1230 H/ 1813 M. Ayahnya seorang tokoh agama yang sangat disegani. Ia masih punya hubungan nasab dengan Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Pada usia 15 tahun, Nawawi muda pergi belajar ke Tanah Suci Makkah, karena saat itu Indonesia masih dijajah Hindia Belanda, yang membatasi kegiatan pendidikan di Nusantara. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke Indonesia untuk menyalurkan ilmunya kepada masyarakat. Tidak lama ia mengajar, hanya tiga tahun, karena kondisi Nusantara masih di bawah penjajahan oleh Belanda, yang membuat ia tidak bebas bergiat. Ia pun kembali ke Makkah dan mengamalkan ilmunya di sana, terutama kepada orang Indonesia yang belajar di sana. Banyak sumber menyatakan Syekh Nawawi wafat di Makkah dan dimakamkan di Mala pada 1314 H/ 1897 M, namun menurut Al-Alam dan Mujam Muallim, dua kitab yang membahas tokoh dan guru yang berpengaruh di dunia Islam, ia wafat pada 1316 H/ 1898 M. 4. Syeikh Yusuf al-Makassari. Syeikh Yusuf lahir tahun 1626 di Goa, Sulawesi Selatan. Pada usia 15 tahun dia belajar di Cikoang dan pada usia 18 tahun dia naik haji ke Mekkah sekalian memperdalam studi tentang Islam. Pada usia 68 tahun ia diasingkan oleh VOC ke pulau Sylon kemudian ke Kaapstad di Afrika Selatan. ia meninggal dunia tanggal 22 Mei 1699 dan dimakamkan di Faure, Cape Town. Makamnya terkenal sebagai Karamah yang berarti keajaiban, mukjizat. Sultan Gowa meminta kepada VOC supaya jenazah Syeikh Yusuf dibawa ke Tanah Airnya. Dia tiba di Goa 5 April 1705 dan dimakamkan kembali di Lakiung.

11

C. Kitap Fiqih, Kitab Perundang-undangan dan Ilmu Usul Fiqih. 1. Kitab Fiqih Kitab fiqih yang dikembangkan di daerah jawa dan sekitarnya menjadi sebuah rujukan(referensi) untuk memahami hukum islam, akan tetapi kitab yang digunakan tidak memuat pikiran imam Syafii secara langsung. Melainakan komentar atau komentar dari komentar ulama Timur Tengah pada masa abad ke-16 M.17 kitab paling awal yang dipelajari seorang yang mulai belajar adalah sebagai berikut : 1) Kitab al-Taqrib fil al-Fiqh karya Abu Suja; al-Isfhani(w. 593 H). 2) Fath al-Qarib karya Ibn Qasim(w. 918 H). 3) Kifayatu al-Akhyar karya Taqiyad-Din al-Dimasyqi(w. 829 H). Apabila ingin mendalami lagi dilanjutkan dengan kitab-kitab seperti berikut : 1) Iqna karya Syarbini(w. 977 H). 2) Hasyisyah karya Bajuri(w. 1277 H). 3) Fath al-Mauin karya Malibari(w. 975 H). 4) Nihayah al-Zaen karya Nawawi al-Bantani(w. 1897 M). 5) Ianah al-Thalibin karya Bkr bin Muhammad Syatta(w. 1300 H). 6) Minhaj al-qawim karya Ibn Hajar al-Haitami(w. 973/1566 M). Sedangakanuntuk daerah yang bernahasa melayu, ula Aceh yang pertama menulis kitab fiqh dengan huruf Arab-Melayu. Ulama-ulama itu sebagai berikut : 1) Nurddin al-Riniri(w. 1659 M di India). 2) Abd Rauf Al-Singkili(w. 1693 M). 3) Muhammad Arsyad al-Banjari(w. 1812 M). 4) Daud bin al-Fathoni(w. 1845 M).

17

. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: Rajawaligrafindo, 2012). Hal. 161

12

Akibat pengaruh Modernis karya fiqih dengan mazhab lain mualai masuk ke Indonesia, seperti Biayah al-Mujtahid karya Ibn Rusyd, kiyab ini menganalisis ke empat mazhab terbesar di dunia. Pada tahun 1954 terbit Fiqih Islam karya H. Sulaiman Rasyid. 2. Kitab Perundang-undangan Berdasarkan Hukum Islam. Seperti yang sudah kita ketahui bahwasannya setiap negara(kerajaan) pasti memiliki system perundang-undangan yang disusun dalam hukum islam, sebagi berikut : a. Undang-undang Kerajaan Malaka. Risalah Hukum Kanun merupakan kitab perundang-undangan kerajaan malaka, disusun pada masa Sultan Muzaffar Syah(1446-1456 M). Diperkirakan kitan undang-undang ini masih berbaur dengan hukum adat dan Islam. b. Undang-undang Kerajaan Aceh Darussalam. Kitab Undang-undang kerajaan ini adalah Kitab Adat Mahkota Alam, disusun pada masa Sultan Iskandar Muda. Kitab ini sudah tersusun secara sistematis dan sdh tidak menggukan hukum adat. c. Di Banten, seorang pengamat Belanda yang menulis pada tahun 1786 melaporkan bahwa orang Banten memiliki kitab hukumnya sendiri. Kitab ini berisi hukum alamiyah dan kebangsaan. d. Perundang-undangan Kerajaan Mataram. Hukum Kisas yang diciptakan pada masa Sultan Agung . e. Perundang-undangan Kerajaan Cirebon. Pepakem yang diterbitkan oleh Dr. Hazeu pada tahun 1905.18 Ini tidak berarti daerah-daerah lain tidak memiliki kitab perundang-undangan, diduga kitab Risalah Hukum Kanun Digunakan secara meluas di berbagai kerajaan melayu di Asia Tenggara.

18

. Ibid. Hal. 166

13

3. Ilmu Ushul Fiqih Perkembangan ilmu usul fiqih tidak secepat perkembangan ilmu fiqih, pada awal abad ke-20 barulah ilmu usul fiqih diperhatikan secara serius. Perharrtian rterhadap usul fiqih sebenarnuya rtelah dimulai oleh Suyaikh Nawawi al-Banrtani. Dianrtara murid Nawawi adalah Ahmad Khartib al-Minangkabaawi dan Hasuyim Asuyari. Sekembalinuya muridnuya ke Idonesia, mereka mengembangkan ide-ied pembaharuan yang dikembangkan oleh Muhammad Abduh, yaitu : 1. Mengangak umart islam untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh dan prakrtik keagamaan bukan Islam. 2. Pembaruan pendidikan Islam di tingkat universitas. 3. Mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam disesuaikan dengan kebutuhan hidup modern. 4. Mempertahankan Islam. Ahmad Khatib al-Minangkabawi mempelopori perjalanan usul fiqih, karena usul fiqih adalah suatu sarana untuk berijitihad. Pada tahun 1920 Majalah Pembaru Minangkabau membahas kitab AlAsybah wa al-Nadzair fiqawid wa Furu Fiqih al-Syafiiyah, sebuah karya usul fiqih karya Jalaluddin as-Suyuthi. Ahmad Hamid Hakim menuliskan tiga jilid buku usul fiqih sederhana untuk digunakan di madrasah dengan judul Mabadi Awwaliyah, Al-Sullam, dan Al-Bayan. Pada tahun 1920-an Majalah Pembaru Minangkabau mulai menggukana Bidayatul al-Mujtahid karya Ibn Rusydyang berusaha membandingkan dan menganalisis berbagai mazhab dalam hal banyak. Dewasa ini usul fiqih merupakan mata pelajaran wajib dihampir semua pesantren maupun perguruan tinggi. Namun, jumlah kitab yang digunakan dalam pendidikan usul fiqih tidak sebanyak kitab fiqih. D. Hubungan Ilmu Fiqih Dengan Konsep Ekonomi Islam.

14

Ekonomi Islam bukan sekedar ekonomi Syariah. Ia adalah ekonomi yang melambangkan peradaban dan tamaddun Islam yang mempunyai spektrum yang begitu luas. Dalam hal ini, kaitan ekonomi Islam dengan ilmu-ilmu Islam lainnya jelas bukan hanya dengan ilmu fiqh saja, melainkan dengan ilmu-ilmu lain yang terkait dengan peradaban Islam itu sendiri. Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci. Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.19 Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad. Fiqh Muamalat mempunyai sudut kedekatan dengan ilmu ekonomi (Islam), tetapi ilmu ekonomi jauh lebih besar cakupannya dari sekedar dimensi hukum dan etika dalam fiqh muamalat. Ilmu ekonomi merangkum science yang tidak dirangkum dalam fiqh muamalat. Walaupun begitu, ilmu ekonomi Islam pastinya menggunakan fiqh muamalat sebagai salah satu kerangka ekonomi normatifnya.20

19 20

. http://satriaqu.blogspot.com/2012/01/fiqih-muamalah.html . Ugi Suharto, Paradigma Ekonomi Konvensional Dalam Sosialisasi Ekonomi Islam, (ISEFID Review Journal of The Islamic Economic Forum for Indonesian Development, 2004). hal. 42

15

BAB III Penutup A. Kesimpulan


Secara global sebuah negara(kerajaan) menjadi negara islam, secara otomatis hukum negara menjadi hukum islam. Harus diakui perubahan hukum harus tidak dapat dilakukan secara prematur, semuanya harus melalui proses sosiali sasi terhadap masyarakat(civilian). Oleh sebab itu hukum islam tidak dapat menggatikan hukum adat secara keseluruan. Setidaknya, sejarah itu menunjukkan bahwa proses Islamisasi sebuah masyarakat bukanlah proses yang dapat selesai seketika. Perkembangan ilmu fiqih di Indonesia tidak terlepas dari peranan seorang pemimpin negara(kerajaan). Ketertarikan pemimpin negra terhadap hukum islam merupakan faktor terbesar, yang menyebabkan hukum islam berkembang pesat. Bahkan di sebagian negara(kerajaan) hukum islam menjadi hukum yang baku dalam pemerintahannya. Serta hukum islam sudah menjadi kebutuhan sosial dalam masyarakat. Inilah yang menyebabkan para ulama dulu tertarik untuk mempelajari hukim islam secara detail. Kitab fiqih yang dikembangkan di daerah jawa dan sekitarnya menjadi sebuah rujukan(referensi) untuk memahami hukum islam, akan tetapi kitab yang digunakan tidak memuat pikiran imam Syafii secara langsung. Melainakan komentar atau komentar dari komentar ulama Timur Tengah pada masa abad ke-16 M. Sedangakanuntuk daerah yang bernahasa melayu, ula Aceh yang pertama menulis kitab fiqh dengan huruf Arab-Melayu. Perkembangan ilmu usul fiqih tidak secepat perkembangan ilmu fiqih, pada awal abad ke-20 barulah ilmu usul fiqih diperhatikan secara serius. Perharrtian rterhadap usul fiqih sebenarnuya rtelah dimulai oleh Suyaikh Nawawi al-Banrtani. Dianrtara murid Nawawi adalah Ahmad Khartib al-Minangkabaawi dan Hasuyim Asuyari.

15

16

Daftar Pustaka
Rasyid Daud DKK, Penerapan syariat Islam di Indonesia antara peluang dan tantangan. (jakarta:Globalmedia, 2004). Sunanto Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: Rajawaligrafindo, 2012). Suharto Ugi, Paradigma Ekonomi Konvensional Dalam Sosialisasi Ekonomi Islam, (ISEFID Review Journal of The Islamic Economic Forum for Indonesian Development, 2004). Sumitro Warkum, perkembangan Hukum Islam di tengah dinamika sosial politik di Indonesia. (malang: Bayumedia, 2005). http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2165:le gislasi-harmonisasi-hukum-islam&catid=11:opini&Itemid=8 http://satriaqu.blogspot.com/2012/01/fiqih-muamalah.html

You might also like