You are on page 1of 2

www.truzt.

biz

Urusan Selisih Kurs

PAJAK = AKUNTANSI (Kurs Tetap Tidak Berlaku Lagi) Dalam menghitung besarnya keuntungan sebagai Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak harus menghitung juga adanya keuntungan selisih kurs mata uang asing dari harta dan kewajiban moneter yang dimilikinya seperti kas, bank, utang, dan piutang. Jika ternyata selisihnya timbul kerugian maka kerugian tersebut merupakan beban yang dapat dikurangkan dari keuntungan Wajib Pajak. Selama ini pajak mengenal dua macam metode pengakuan keuntungan atau kerugian selisih kurs yaitu menggunakan kurs tetap dan menggunakan kurs akhir tahun. Kurs akhir tahun yang dipakai umumnya adalah kurs tengah BI.Ada perbedaan mendasar dari kedua penerapan kurs tersebut. Pada kurs tetap terjadinya fluktuasi kurs mata uang asing tidak mempengaruhi keuntungan atau kerugian selisih kurs. Keuntungan atau kerugian baru diakui pada saat direalisasikan yaitu pada saat utang dan piutang dilunasi atau saat saldo kas atau bank mata uang asing benar-benar dikonversikan atau ditukarkan dengan mata uang rupiah. Sedangkan dengan kurs tengah BI akhir tahun fluktuasi kurs mata uang asing diakui setiap akhir tahun buku yang dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian. Wajib Pajak harus menyesuaikan saldo perkiraan moneter dalam mata uang asing dengan menggunakan kurs tengah BI yang berlaku pada tanggal tutup buku tersebut. Pengakuan Selisih Kurs Dalam UU PerpajakanDalam UU Pajak Penghasilan sebelum diperbaharui dengan UU Nomor 36 Tahun 2008, pajak menerapkan dua azas dalam menghitung keuntungan atau kerugian selisih kurs yaitu azas realisasi dan azas konservatif. Penggunaan kurs tetap merupakan implementasi dari azas realisasi dan penggunaan kurs tengah BI akhir tahun merupakan implementasi dari azas konservatif. Wajib Pajak boleh memilih azas yang dikehendaki asalkan diterapkan secara konsisten. Keharusan bahwa keuntungan selisih kurs diakui sebagai penghasilan diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf 1, sedangkan kerugian selisih kurs diakui sebagai pengurang penghasilan diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e. Mengenai metode pengakuannya dijelaskan dalam penjelasan pasal tersebut.Dengan berlakunya UU Nomor 36 Tahun 2008 telah terjadi perubahan ketentuan perpajakan mengenai penghitungan selisih kurs yaitu dicabutnya penerapan azas realisasi murni dan menghendaki Wajib Pajak untuk segera mengakui adanya keuntungan atau kerugian selisih kurs pada setiap tanggal neraca terhadap aktiva dan kewajiban moneter yang dimilikinya. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat perbandingan antara bunyi penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf 1 dan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e dalam UU PPh lama dan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008.1. Bunyi Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf 1 dan Pasal 6 ayat (1) huruf e dalam UU Lama: Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf 1: "Keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter. Atas keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas." Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e: "Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisih kurs mata uang asing yang disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisih kurs dilakuakan pada saat terjadinya realisasi atas perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun..."Perhatikanlah kalimat yang dicetak tebal di atas terutama pada penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e bahwa pengakuan selisih kurs bisa menggunakan kurs tetap (histories) dan kurs tengah BI akhir tahun. Apabila menggunakan kurs tetap, kerugian/keuntungan diakui pada saat realisasi. Sedangkan kurs tengah BI kerugian/keuntungan harus diakui juga pada akhir tahun, meskipun belum terjadi realisasi. Dari penjelasan tersebut dapat dicontohkan sebagai berikut:1. Pada tanggal 1 September 2008 perusahaan membeli mata uang US sebanyak $US50.000 dengan kurs Rp 10.000,00. Dalam hal ini perusahaan akan mencatat uang tunai dalam mata uang asing sebesar Rp 500.000.000,00.Jurnal:1 Sept '08 Kas $US Rp 500.000.000,00 Kas Rp 500.000.000,00( pembelian $US50.000 dengan kurs Rp 10.000,00) 2. Pada tanggal 31 Desember 2008, kurs tengah BI yang berlaku untuk 1$ mata uang US adalah Rp 10.100,00 Dengan kurs tetap: Wajib Pajak tidak melakukan penyesuaian saldo mata uang asing. Dengan kurs tengah BI akhir tahun: Wajib Pajak melakukan penyesuaian saldo mata uang asing dengan kurs pada tanggal neraca sebesar Rp 10.100,00 sehingga nilai saldo mata uang asingnya menjadi Rp 505.000.000,00. Dalam hal ini Wajib Pajak mengakui adanya keuntungan atas kenaikan selisih kurs sebesar Rp 5.000.000,00.Jurnal:31 Des '08 Kas $US Rp 5.000.000,00 Keuntungan selisih kurs Rp 5.000.000,00(Penyesuaian saldo mata pembelian $US50.000 dengan kurs tengah BI Rp 10.100,00) 3. Pada tanggal 31 Maret 2009, seluruh mata uang US sebanyak $US 50.000 dijual dengan kurs Rp 9.750,00 Dengan kurs tetap: Wajib Pajak mengakui adanya penurunan mata uang dari Rp 10.000,00 menjadi Rp 9.750,00 sehingga Wajib Pajak mengakui adanya kerugian sebesar Rp 12.500.000,00 Jurnal: 31 Mar '09 Kas Rp Rp 487.500.000,00 Kerugian selisih kurs Rp 12 500.000.000,00(Pencatatan transaksi penjualan $US50.000 dengan kurs Rp 9.750,00)Dengan kurs tengah BI akhir tahun: Wajib Pajak mengakui kerugian kurs sebesar Rp 17.500.000,00 yaitu penurunan kurs dari Rp 10.100,00 menjadi Rp 9.750,00.Jurnal:31 Mar '09 Kas Rp Rp 487.500.000,00 Kerugian selisih kurs Rp 17.500.0 505.000.000,00(Pencatatan transaksi penjualan $US50.000,00 dengan kurs Rp 9.750,00)2. Penjelasan dalam UU baru (UU Nomor 36 Tahn 2008): Sebagaimana diuraikan di atas bahwa telah terjadi perubahan dalam penjelasan pasal-pasal yang mengatur keuntungan dan kerugian selilsih kurs. Adapun bunyi penjelasan pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf 1: "Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata ang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia."Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf e: "Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar
http://truzt.biz Menggunakan Joomla! Generated: 21 April, 2012, 06:27

www.truzt.biz

Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia." Berdasarkan bunyi penjelasan; pasal tersebut maka mulai sejak berlakunya UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 aturan perpajakan mengenai selisih kurs mengikuti ketentuan yang diatur dalam PSAK, dalam hal ii adalah PSAK Nomor 10. Pengakuan Selisih Kurs Sesuai PSAK Nomor 10 PSAK Nomor 10 mengatur tentang transaksi dalam mata uang asing. Dinyatakan bahwa transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing. Transaksi dalam mata uang asing tersebt kebanyakan timbul dari transaksi berupa pembelian dan penjualan barang dan jasa yang harganya didenomisasikan dalam mata uang asing dan pinjam meminjam dalam mata uang asing. Dalam paragraf 8 dijelaskan bahwa setiap transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi disebut krs spot (spot rate). Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa untuk alasan praktir, suatu krs yang mendekati kurs tanggal transaksi contohnya suatu kurs rata-rata selama seminggu (kurs mingguan) atau sebulan mngkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam mata uang asing yang terjadi selama periode itu. Namun jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan. Dalam paragraf 14 juga dijelaskan bahwa selisih kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dengan tanggal penyelesaian (settlement date) dari pos moneter dalam mata uang asing. Bila tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian terjadi pada periode yang sama maka selisih kurs dibebankan seluruhnya pada periode tersebut, namun jika tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian berada dalam beberapa periode akuntansi, maka pembebanan selisih kurs dibebankan pada setiap periode akuntansi dengan memperhatikan perubahan kurs untuk setiap periode. Dari uraian paragraf 14 bisa kita lihat bahwa PSAK tidak menganut asas kurs tetap. Artinya pada setiap akhir tahun buku pos-pos moneter dalam mata uang asing harus dilakukan penyesuaian kembali dengan menggunakan kurs pada tanggal neraca, sehingga diakuilah adanya selisih krs antara kurs pada tanggal catat dengan kurs pada tanggal neraca. Hal itu dinyatakan secara lebih jelas dalam paragraf 9 bahwa pada setiap tanggal neraca: (a) Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebgai indikator yang objektif; (b) Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan (c) Pos non-moneter yagn dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan.

http://truzt.biz

Menggunakan Joomla!

Generated: 21 April, 2012, 06:27

You might also like