You are on page 1of 27

7 tingkatan nafsu itu adalah :

1. Nafsu Amarah Nafsu ini adalah nafsu yang paling mudah menjerumuskan manusia kedalam panasnya api neraka. Orang yang memiliki nafsu ini tentu tidak kenal dengan yang namanya akhirat. Orang ini senang melakukan perbuatan yang dilarang asalkan dirinya bisa merasa senang dengan perbuatannya itu. Nafsu ini telah dijelaskan dalam surat yusuf : Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Yusuf 53)

Mereka yang memiliki nafsu amarah mudah putus asa jika diuji oleh Allah SWT. Maka dari itu mereka berlomba-lomba melakukan perbuatan dosa untuk membuat dirinya senang.

2. Nafsu Lawwamah Nafsu ini tingkatannya lebih tinggi daripada nafsu amarah. Orang yang berada pada tahap nafsu lawwamah ini sudah tau antara perbuatan yang dilarang dan amal kebajikan. Saat jatuh pada kejahatan dia masih merasa puas namun disisi lain ia menyesali perbuatannya itu. Dia Kadang ia berbuat baik dan setelah itu akan kembali melakukan perbuatan dosa lagi. Orang yang seperti ini masih belum bisa dijamin masuk surga.

3. Nafsu Mulhamah

Orang yang berada pada tingkatan ini apabila hendak melakukan amal kebajikan terasa berat. Namun dalam keadaan bermujahadah dia berbuat kebaikan-kebaikan karena ia sudah mulai takut pada kemurkaan Allah dan pedihnya api Neraka. Bila berhadapan dengan kemaksiatan, hatinya masih rindu dengan maksiat. Namu ia masih dapat melawan dengan membayangkan nikmatnya berada di Syurga. Dia sudah mengenal penyakit-penyakit yang berada dalam hatinya. Seperti iri hati, dengki, syirik, dll. Tapi dia masih belum bisa melawan. Bila penyakit-penyakit hati ini sudah tidak ada lagi, ia akan rasa satu kenikmatan baru dalam hatinya dan akan merasa benci dalam melakukan kejahatan. Dan pada saat itu dia telah meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik lagi yaitu nafsu Muthmainnah.

4. Nafsu Muthmainnah Orang yang berada dalam tingkatan ini sudah dijamin masuk surga. Sesuai dengan yang terkandung dalam surat Al-Fajr ayat 27-30 : Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha dan diredhai, maka masuklah ke dalam golongan hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam Syurga-Ku. Orang yang berada dalam tingkatan ini senantiasa dijauhkan dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah SWT dan selalu merasa sejuk hatinya, tenteram jiwanya,jika dia bisa melakukan suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa rindu pada Allah SWT.

5. Nafsu Radhiah Sifat dari nafsu ini adalah dia selalu menganggap yang makruh itu haram, dan yang sunat ia anggap itu kewajiban. Jika ia tidak melaksanakan apa yang disunatkan, ia merasa berdosa. Baginya takdir baik atau buruk adalah sama saja. mereka tidak peduli dengan urusan yang berbau dunia. Karena hati mereka hanya pada Allah dan ridho atas segala keputusan yang Allah berikan kepadanya.

6. Nafsu Mardhiyah Tingakatan ini lebih tinggi dari tingkatan nafsu radhiyah. Yang istimewa pada tingkatan ini adalah Bukan hanya orang pada tingkatan nafsu ini yang sangat mencintai Allah SWT, tapi Allah SWT juga sangat mencintainya. Dia buat Allah SWT cinta padanya dengan melaksanakan apa yang di sunatkan dan tidak melaksanakan sebuah dosa walaupun sekecil jarum di lautan. Sesuai dengan Hadist Qudsi :

Senantiasa hambaku mendekatkan diri kepadaku dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah sehingga Aku cinta padanya. Maka apabila Aku telkah mencintainya, jadilah Aku pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, perkataannya yang dengannya ia berkata, jadilah Aku tangannya yang dengannya ia berbuat, jadilah Aku kakinya yang dengannya ia melangkah, dan akalnya yang dengannya ia berpikir

7. Nafsu Kamilah Tingakatan yang ketujuh ini adalah tingkatan para Nabi dan Rasul, manusia yang suci dan sempurna. Yang terpelihara dari perbuatan tercela dan Allah selalu mengawasi dan membimbingnya.

Untuk meraih nafsu dari level yang paling bawah hingga level diatasnya dibutuhkan waktu yang bertahun-tahun hingga Allah SWT yakin akan usahanya. Untuk itu marilah kita tak terkecuali saya sendiri berlomba-lomba untuk meningkatkan level nafsu kita hingga ke tingkat yang lebih tinggi agar kita semua ditempatkan oleh Allah SWT di taman surganya yang tak dapat dilukis oleh panca indera kita karena keindahannya. Amiin

<Entitas/Lathifah- Kelembutan-Kesadaran manusia yang bersifat Robbaniyyah&Ruhaniyyah >

Qudroh & Irodah Allah swt menjadikan manusia Dua eksistensi yang berbeda : 1.Alam~Al-Kholqi )Sesuatu yang tercipta secara "Gradual/ "via sistem evolusi dibawah Arsy dalam wilayah kekuasaan Allah swt( : 5 Unsur ; Unsur Api,Udara,Air,Tanah.

2.Alam~Al-Amr

)Eksistensi Dunia yang tercipta langsung via titahNya " "di atas Arsy dalam wilayah kekuasaan Allah swt/ ( ;5 Entitas/Lathifah ( Robbaniyyah&Ruhaniyyah ): Kelembutan/Kesadaran manusia yang bersifat

* * * * *

Lathifatul-Akhfa'Lathitul-KhofiLathifatus-SirriLathifatur-RuhiLathifatul-Qolbi.

Untuk memahami sistem interiorisasi dalam "diri"

1.Qoshrun Unsur Jasmaniyyah. 2.Shodrun Lathifatun-Nafs ( Jiwa ). 3.Qolbun Lathifatul-Qolb ( Ruhaniyyah ). 4.Fuadun Lathifatur-Ruh ( Ruhaniyyah ). 5.Syaghofun Lathifatus-Sirri ( Ruhaniyyah ). 6.Lubbun Lathifatul-Khofi.( Ruhaniyyah ) 7.Sirrun Lathifatul-Akhfa ( Ruhaniyyah ). Konsep tersebu sejalan dengan hadits Nabi saw : , , , , , ,

" Aku membangun pada tubuh anak adam,itu istana<qoshr>,disitu ada shodr<dada>,didalam dada ada qolb<hati/tmp bolak blk ingatan>,didalam hati ada fuad<ingatan jujur>,didalam fuad ada syaghof<kerinduan>didalam syaghof ada lubb<sangat rindu>didalam lubb ada sirr<mesra>sedangkan didalam sirr ada AKU "

"Barangsiapa yang mengenal nafs ( dirinya ),maka ia mengetahui akan Tuhannya,dan barangsiapa mengenal dirinya,maka sungguh ia bodoh/tiada mengetahui."<al-hadits>.

"Barangsiapa yang didunia ini buta,maka di akhirat akan lebih buta lagi dan tersesat jalan"QS.17/72.

Nafs/Jiwa adalah Ruh yang telah masuk dan bersatu dengan jasad yang menimbulkan potensi kesadaran (ego) bersifat suci,bersih,cendrung mendekat kepada Allah mengetahui

akan Tuhannya.Akan tetapi setelah ruh bersatu dengan jasad,akhirnya ia melihat/mengetahui yang selain Allah swt dan karena itu terhalanglah ia dari Allah karena sibuknya dengan selain Allah sehingga sangat perlu di didik,dilatih dan di bersihkan agar dapat melihat,mengetahui dan berdekatan dengan Allah swt. Ruh yang masuk dan bersatu dengan jasad manusia memiliki lapisan-lapisan kelembutan(lathoif),sehingga dapat dikatakan bahwa 7 lathifah yang ada pada diri manusia itu adalah An-Nafs/Jiwa :

1.Al-Ammaroh-

{ ~ Biru QS.12/12 } : kesadaran yang cenderung pada tabi'at badaniyyah dan membawa Qolbu ke arah lebih rendah,menuruti keinginan duniawi yang terlarang,Jiwa ini merupakan sumber segala kejahatan dan akhlak tercela.Pusat mekanisme kerja jiwa ini berada dalam otak jasmaniyah yaitu pada lapisan pertama.Sehingga dari realitasnya yang tampak,jiwa ini berpusat di tengah-tengah kening,diantara dua alis mata,ia memiliki cahaya BIRU terang yang disebut .inilah essensi NAFS sebagai sebuah kesadaran.menurut TQN(Thoriqot Qodiriyyah Naqsyabandiyyah ),Jiwa ini memiliki 7 gejala yaitu : 1.Kikir./ 2.Berambisi dalam bidang dunia ( material )./ 3.Dengki dan iri hati./ 4.Bodoh,susah menerima kebenaran./ 5.Keinginan untuk melanggar syari'at (hidunistik)./ 6.Sombong,merasa diri besar./ 7.Marah-marah karena hawa nafsu./

Dalam hadits :< Kikir yang diperturutkan>. < Hawa nafsu yang diikuti>. < Bangga terhadap dirinya>.

2.Al-Lawwamah-

{ ~ Kuning~Nabi Adam.QS75/2.} : Jiwa ini suatu kesadaran akan kebaikan dan kejahatan,sehingga ia suka mencela ( ) pada diri sendiri maupun pada orang lain.Jiwa ini berada pada cahaya HATI ( berwarna KUNING yang tak terhingga ).Pusat pengendalian jiwa ini dibawah qidam Nabi Adam as.Jiwa ini berada dibawah dominasi 9 sifat-sifat jelek manusia :

1.Suka mencela,mencaci./ 2.Senang menuruti keinginan hawa nafsu./ 3.Menipu./ 4.Bangga terhadap dirinya./ 5.Menggunjing,Mengumpat./ 6.Pamer terhadap amal & prestasinya./ 7.Menganiaya < tidak adil >./ 8.Berbohong./ 9.Lupa dari mengingat Allah swt./ Walaupun jiwa ini mendominasi manusia sifat-sifat jelek tersebut.Tetapi Lathifatul-Qolb juga merupakan sifat-sifat baik yaitu Iman/keyakinan akan kebenaran syari'at Islam,Penyerahan diri kepada ketentuan-ketentuan syari'at Allah swt,Tauhid,serta ma'rifat.

3.Al-Mulhimah- { ~ Merah~Nabi Nuh asQS.91/8.: Kelembutan jiwa ini merupakan kesadaran yang mudah menerima Intuisi ( Ilham ) dari Allah swt yang berupa pengetahuan. Pusat pengendali dibawah susu kanan berjarak sekitar dua jari.Ia memiliki hubungan dengan paru-paru jasmaniyah,Fana-Shifat.Mulhimah memiliki 7 sifat yang dominan :

1.Kedermawanan./ 2.Menerima puas dari yang ada./ 3.Berlapang dada,Murah hati./ 4.Rendah hati./ 5.Bertawbat./ 6.Bersabar ( tahan akan ujian )./ 7.Tahan menjalani penderitaan./ Dalam jiwa Mulhimah ini bersarang jiwa rendah kebinatangan / .jiwa binatang jinak memiliki kecendrungan hawa nafsu untuk bersenang-senang semata ( hidonisme ) terutama yang berkaitan dengan seksual.

4.Muthmainnah { ~ Putih~Nabi Musa.as~QS.10/7 }: Jiwa yang tenang diterangi oleh cahaya hati nurani,jiwa ini merupakan starting poin untuk tingkat kesempurnaan,dari thariqat menuju haqiqat.Jiwa ini didomonasi sifat-sifat terpuji : 1.Suka memberi demi ketaatan kepada Allah swt./ 2.Bertawakal kepada Allah seperti anak kecil dirinya pasrah kepada ibunya./ 3.Beribadah ( Ikhlash ) kepada Allah swt./ 4.Bersyukur krn merasa menerima nikmat dari Allah./ 5.Rela terhadap hukum dan ketentuan Allah swt./ 6.Merasa takut mengerjakan maksiat kepada Allah./ Dalam jiwa ini juga bersemayam sifat jahat yang sangat berbahaya binatang buas / jika muthmainnah tidak dihidupkan,maka yang muncul nafsu binatang buas,Kecenderungan hati untuk bersifat rakus,ambisius,menghalalkan segala cara,suka bertengkar & bermusuhan.

5.Rodhiyyah { ~ Hijau~Nabi Isa.QS.69:21: Jiwa ini didominasi oleh 6 sifat terpuji ;

1.Mulia ( dermawan ) senang shodaqoh,hadiah,dan beramal jariyah./ 2.Bertapa dari materi.Menerima materi hanya yang halal walaupun sedikit,dan meninggalkan yang syubhat walaupun banyak,apa lagi yang haram./ 3.Memurnikan niatnya kepada Allah swt./ 4.Berhati-hati dalam beramal ( memilih yang benar-benar baik menurut syari'at )./ 5.Latihan terus menerus / untuk menyiksa hawa nafsu dengan selalu menghias dir dengan Akhlaqul-karimah dan meninggalkan akhlaq yang bersifat hawayaniyyah. 6.Senantiasa memegang janji terutama janjinya kepada Allah swt./ Dalam jiwa ini juga bersarang sifat-sifat buruk yang sangat berbahaya yaitu sifat sifat kesetanan dan tabiat iblis seperti hasad,takabur,khianat,licik,busuk hati,munafiq.

6.Mardhiyyah. ~ Hitam~Nabi Muhammad saw QS.89:28} :Jiwa ini merupakan kelembutan yang paling dalam dari alam kesadaran manusia.Dengan demikian ia merupakan kesadaran yang paling bersih dari pengaruh unsur-unsur materi yang paling rendah.Jiwa ini didominasi 6 sifat mulia yang sangat utama yaitu : 1.Akhlaq yang Baik ( lahir-natin ).< .> 2.Meninggalkan sesuatu yang selain Allah.< > 3.Belas kasihan kepada semua makhluq.<. >. 4.Mengajak kepada maslahat.<.>. 5.Pemaaf/lapang dada terhadap semua kesalahan makhluq dan mencintainya.<. >. 6.Simpatik terhadap semua makhluq dengan maksud melepaskan mereka dari pengaruh tabiat dan nafsu mereka kepada cahaya ruhani yang suci. < > Dalam jiwa ini ada juga bersarang sifat-sifat jelek yang sangat berbahaya,yaitu sifat sifat ketuhanan yang tidak semestinya dipergunakan oleh manusia seperti takabur,ujub,riya',sum'ah.dan sebagainya.

7.Kamilah.

QS.5:3 }: Jiwa ini CAHAYA ILAHIYYAH YANG BENING TANPA CAHAYA~Raja Dzikir - sebenarnya merupakan kesadaran Ruhaniyyah dari oleh karena itu ia bersifat meliputi baik dari aspek Ruhaniyyah maupun Jasmaniyyah,ia & merupakan jiwa tertinggi bagi manusia secara realitas,manusia sebagai makhluq jasmani ruhani,hamba Allah sekaligus penguasa alam semesta.Manusia sebagai makhluq tertinggi diantara dua alam yaitu Alam-Malaikat & Alm-Syaithoni.Sedangkan jiwa kamilah sebagai Ruh yang bersih dari pengaruh unsur-unsur materi.Pusat pengendali jiwa ini berada .diseluruh tubuh manusia.mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki : Adapun jiwa ini didominasi oleh sifat-sifat mulia yang sangat utama yaitu

: 12-05-2551

. : ( ). : ( ). : ( ) . . . . : : ( ) : ( ) : ( ) : ( . ( ) . . )

Kajian Tasawuf Martabat Tujuh

MARTABAT TUJUH

Mengenai martabat pewujudan diri rahasia Allah swt atau dikenali juga dengan istilah Martabat Tujuh itu terbagi menjadi 7 alam, yang masing-masing martabat atau alam ini terkandung ia di dalam surah Al-Ikhlas: Qul huw Allah Ahad (Ahdah) Allah al-shomad (Wahdah) Lam yalid (Wahidiah) Walam yulad (Alam Ruh, Alam Malakut) Walam yakun lahu (Alam Mitsal, Alam Bapak) Kufuwan (Alam Ajsam, Janin di Rahim Ibu), Ahad (Alam Insan). Seperti firmanNya lagi dalam QS. Al-Rad:33, Maka, apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)? Mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah. Katakanlah, Sebutkanlah sifat-sifat mereka itu. Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di bumi, atau kamu mengatakan (tentang hal itu) sekadar perkataan pada lahirnya saja. Sebenarnya orang-orang kafir itu dijadikan (oleh syaitan) memandang baik tipu daya mereka dan dihalanginya dari jalan (yang benar). Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka baginya tak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk. NUR MATA HATI DAN HATI NUR-NUR ILAHI ADALAH KENDARAAN DAN RAHASIA HATI. NUR ITU IALAH TENTARA HATI, SEBAGAIMANA KEGELAPAN ADALAH TENTARA NAFSU. JIKA ALLAH S.W.T MAU MENOLONG HAMBA-NYA MAKA DIBANTU DENGAN TENTARA ANWAR (NUR-NUR) DAN DIHENTIKAN BEKALAN KEGELAPAN. NUR ITU BAGINYA MENERANGI (MEMBUKA TUTUP), MATA HATI ITU BAGINYA MENGHAKIMKAN DAN HATI ITU BAGINYA MENGHADAP ATAU MEMBELAKANG.

Allah s.w.t hanya bisa dikenal jika Dia sendiri mau Dia dikenali. Jika Dia mau memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan dipersiapkan dengan mengurniakannya warid. Hati hamba diterangi dengan Nur-Nya. Tidak mungkin mencapai Allah s.w.t tanpa dorongan yang kuat dari Nur-Nya. Nur-Nya adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke Hadrat-Nya. Hati adalah umpama badan dan ruh adalah nyawanya. Ruh pula yang berkait dengan Allah s.w.t dan perkaitan itu dinamakan al-sirr (rahasia). Ruh menjadi nyawa kepada hati dan sirr menjadi nyawa kepada ruh. Boleh juga dikatakan bahwa hakikat kepada hati adalah ruh dan hakikat kepada ruh adalah sirr. Sirr atau rahasia yang sampai kepada Allah s.w.t dan sirr yang masuk ke Hadirat-Nya. Sirr yang mengenal Allah s.w.t. Sirr adalah hakikat kepada sekalian yang mawjud. Nur Ilahi menerangi hati, ruh dan sirr. Nur Ilahi membuka bidang hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia hakikat-hakikat. Nur Ilahi yang berperanan

menyingkap tabir hakikat. Orang yang mengambil hakikat dari buku-buku atau dari ucapan orang lain, bukanlah hakikat sebenar-benarnya yang ditemuinya, tetapi hanyalah sangkaan dan khayalan semata-mata. Jika mau mencapai hakikat perlu mengamalkan wirid sebagai pembersih hati. Kemudian bersabar menanti sambil terus juga berwirid. Sekiranya Allah s.w.t kehendaki, maka warid akan didatangkan-Nya kepada hati yang asyik dengan wirid itu. Itulah keberuntungan yang besar yang dicapai oleh seseorang hamba semasa hidupnya di dunia ini. Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang karena ada kenyataan Allah s.w.t padanya. Mitsalkan kita berdiri di atas puncak sebuah bukit pada waktu malam yang gelap gulita. Apa yang dapat dilihat hanyalah kegelapan. Apabila hari siang, matahari menyinarkan sinarnya, kelihatanlah tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menghuni bukit itu. Kewujudan di atas bukit itu menjadi nyata karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya menlahirkan kewujudan dan gelap pula membungkusnya. Jika kegelapan hanya sedikit maka kewujudan kelihatan samar. Sekiranya kegelapan itu tebal maka kewujudan tidak kelihatan lagi. Hanya cahaya yang dapat menlahirkan kewujudan, karena cahaya dapat menghalau kegelapan. Jika cahaya matahari dapat menghalau kegelapan yang menutupi benda-benda alam yang nyata, maka cahaya Nur Ilahi pula dapat menghalau kegelapan yang menutup hakikat-hakikat yang gahib. Mata di kepala melihat benda-benda alam dan mata hati melihat kepada hakikat-hakikat. Banyaknya benda alam yang dilihat oleh mata karena banyaknya cermin yang memantulkan cahaya matahari, sedangkan cahaya hanya satu jenis saja dan datangnya dari matahari yang satu jua. Begitu juga halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena banyaknya cermin hakikat yang memantulkan cahaya Nur Ilahi, sedangkan Nur Ilahi datangnya dari nur yang satu yang bersumberkan Dzat Yang Maha Esa. Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah daripada kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi adalah untuk mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang bagi melihat kebenaran yang sememangnya tersedia ada, bukan mencari kebenaran baru. Cahayalah yang menerangi atau membuka tutupan hati. Nur Ilahi adalah cahaya yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan serta membawanya menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Apabila Nur Ilahi sudah membuka tutupan dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Bertambah terang cahaya Nur Ilahi yang diterima oleh hati bertambah jelas kebenaran yang dapat dilihatnya. Pengetahuan yang diperolehi melalui pandangan mata hati yang bersuluhkan Nur Ilahi dinamakan ilmu ladunny atau ilmu yang diterima dari Allah s.w.t secara langsung. Kekuatan ilmu yang diperolehi bergantung kepada kekuatan hati menerima cahaya Nur Ilahi.

Murid yang masih pada peringkat permulaan hatinya belum cukup bersih, maka cahaya Nur Ilahi yang diperolehinya tidak begitu terang. Oleh itu ilmu ladunny yang didapatinya masih belum mencapai peringkat yang halus-halus. Pada tahap ini hati masih bisa mengalami kekeliruan. Kadang-kadang hati menghadap kepada yang kurang benar dengan membelakangkan yang lebih benar. Orang yang pada peringkat ini perlu mendapatkan penjelasan dari ahli makrifat yang lebih arif. Apabila hatinya semakin bersih cahaya Nur Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap kepada yang lebih benar, sehingga dia menemui kebenaran hakiki.

TERBUKA MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU AKAN KEDEKATAN ALLAH S.W.T. PENYAKSIAN MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU AKAN KETIADAAN KAMU DI SAMPING WUJUD ALLAH S.W.T. PENYAKSIAN HAKIKI MATA HATI MEMPERLIHATKAN KEPADA KAMU BAHWA HANYA ALLAH YANG WUJUD, TIDAK TERLIHAT LAGI KETIADAAN KAMU DAN WUJUD KAMU.

Apabila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Nur Kalbu. Ia akan menerangi akal lalu akal dapat memikirkan dan merenungi tentang hal-hal ketuhanan yang menguasai alam dan juga dirinya sendiri. Perenungan akal terhadap dirinya sendiri membuatnya menyadari akan perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya. Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa dekatnya Allah s.w.t dengannya. Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahwa Allah s.w.t senantiasa mengawasinya. Allah s.w.t melihat segala gerak-gerinya, mendengar pertuturannya dan mengetahui bisikan hatinya. Jadilah dia seorang mukmin yang cermat dan berwaspada. Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai kepada martabat mukmin ialah: 1. Cermat dalam pelaksanaan hukum Allah s.w.t. 2. Hati tidak cenderung kepada harta, berasa cukup dengan apa yang ada dan tidak sayang membantu orang lain dengan harta yang dimilikinya. 3. Bertaubat dengan sebenarnya (taubat nasuha) dan tidak kembali lagi kepada kejahatan. 4. Ruhaninya cukup kuat untuk menanggung kesusahan dengan sabar dan bertawakal kepada Allah s.w.t. 5. Kehalusan keruhaniannya membuatnya berasa malu kepada Allah s.w.t dan merendah diri kepada-Nya. Orang mukmin yang taat kepada Allah s.w.t, kuat melakukan ibadat, akan meningkatlah kekuatan ruhaninya. Dia akan kuat melakukan tajrid yaitu menyerahkan urusan

kehidupannya kepada Allah s.w.t. Dia tidak lagi khawatir terhadap sesuatu yang menimpanya, walaupun bala yang besar. Dia tidak lagi meletakkan pergantungan kepada sesama makhluk. Hatinya telah teguh dengan perasaan rela terhadap apa jua yang ditentukan Allah s.w.t untuknya. Bala tidak lagi menggugat imannya dan nikmat tidak lagi menggelincirkannya. Baginya bala dan nikmat adalah sama yaitu takdir yang Allah s.w.t tentukan untuknya. Apa yang Allah s.w.t takdirkan itulah yang paling baik. Orang yang seperti ini senantiasa di dalam penjagaan Allah s.w.t karena dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t kurniakan kepadanya keupayaan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui Petunjuk Ladunny, tidak lagi melalui fikiran, kehendak diri sendiri atau angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan memberi kesan kepada hatinya (kalbu). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menafikan kewujudan dirinya dan dinisbatkannya kepada Wujud Allah s.w.t. Suasana ini timbul akibat hakikat ketuhanan yang dialami oleh hati.. Dia berasa benar-benar akan keesaan Allah s.w.t bukan sekadar mempercayainya. Pengalaman tentang hakikat dikatakan memandang dengan mata hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan Allah s.w.t dan hati merasakan akan keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud Allah s.w.t, tidak lagi melihat kepada wujud dirinya. Orang yang di dalam suasana seperti ini telah berpisah dari sifat-sifat kemanusiaan. Dalam berkeadaan demikian dia tidak lagi mengindahkan peraturan masyarakat. Dia hanya mementingkan soal perhubungannya dengan Allah s.w.t. Soal duniawi seperti makan, minum, pakaian dan pergaulan tidak lagi mendapat perhatiannya. Kelakuannya boleh menyebabkan masyarakat menyangka dia sudah gila. Orang yang mencapai peringkat ini dikatakan mencapai maqam tawhid sifat. Hatinya jelas merasakan bahwa tidak ada yang berkuasa melainkan Allah s.w.t dan segala sesuatu datangnya dari Allah s.w.t. Ruhani manusia melalui beberapa peningkatan dalam proses mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan Nur Kalbu memancar menerangi akalnya. Seorang mukmin yang akalnya diterangi Nur Kalbu akan melihat betapa dekatnya Allah s.w.t. Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang dinamakan ilmu al-yaqin. Ilmu berhenti di situ. Pada tahap keduanya mata hati yang terbuka sudah dapat melihat. Dia tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi melihat dengan mata hati. Kemampuan mata hati memandang itu dinamakan kasyaf. Kasyaf melahirkan pengenalan atau makrifat. Seseorang yang berada di dalam maqam makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperolehi keyakinan yang dinamakan ain al-yaqin. Pada tahap ain al-yaqin makrifatnya gahib dan dia juga gahib dari dirinya sendiri. Maksud gahib di sini adalah hilang perhatian dan kesadaran terhadap sesuatu perkara.. Beginilah hukum makrifat yang berlaku. Makrifat lebih tinggi nilainya dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah pencapaian terhadap persoalan yang terpecah-pecah bidangnya. Makrifat pula adalah hasil pencapaian terhadap hakikat-hakikat yang menyeluruh yaitu hakikat kepada hakikat-hakikat. Tetapi, penyaksian mata hati jauh lebih tinggi dari ilmu dan makrifat karena penyaksian itu adalah

hasil dari kemauan keras dan perjuangan yang gigih disertai dengan upaya hati dan pengalaman. Penyaksian (Syuhud al-Haq) adalah setinggi-tinggi keyakinan. Penyaksian yang paling tinggi ialah penyaksian hakiki oleh mata hati atau penyaksian yang haq. Ia merupakan keyakinan yang paling tinggi dan dinamakan haqq al-yaqin. Pada tahap penyaksian hakiki mata hati, mata hati tidak lagi melihat kepada ketiadaan dirinya atau kewujudan dirinya, tetapi Allah s.w.t dilihat dalam segala sesuatu, segala kejadian, dalam diam dan dalam tuturkata. Penyaksian hakiki mata hati melihat-Nya tanpa dinding penutup (hijab) antara kita dengan-Nya. Tiada lagi interval antara atau ruang antara kita dengan Dia. Dia berfirman, Dan Ia (Allah) tetap bersama-sama kamu di mana saja kamu berada. (QS.AlHadiid:4) Dia tidak terpisah dari kamu. Penyaksian yang hakiki ialah melihat Allah s.w.t dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu. Pandangannya terhadap makhluk tidak menutup pandangannya terhadap Allah s.w.t. Inilah maqam keteguhan yang dipenuhi oleh ketenangan serta kedamaian yang sejati dan tidak berubah-ubah, bernaung di bawah payung Yang Maha Agung dan Ketetapan Yang Teguh. Pada penyaksian yang hakiki tiada lagi ucapan, tiada bahasa, tiada ibarat, tiada ilmu, tiada makrifat, tiada pendengaran, tiada kesadaran, tiada hijab dan semuanya sudah tiada. Tabir hijab telah tersingkap, maka Dia dipandang tanpa ibarat, tanpa huruf, tanpa abjad. Allah s.w.t dipandang dengan mata keyakinan bukan dengan mata lahir atau mata ilmu atau kasyaf. Yakin, semata-mata yakin bahwa Dia yang dipandang sekalipun tidak ada sesuatu pengetahuan untuk diceritakan dan tidak ada sesuatu pengenalan untuk dipamerkan. Orang yang memperolehi haqq al-yaqin berada dalam suasana hatinya kekal bersama-sama Allah s.w.t pada setiap ketika, setiap ruang dan setiap keadaan. Dia kembali kepada kehidupan seperti manusia biasa dengan suasana hati yang demikian, di mana mata hatinya senantiasa menyaksikan Yang Hakiki. Allah s.w.t dilihat dalam dua perkara yang berlawanan dengan sekali pandang. Dia melihat Allah s.w.t pada orang yang membunuh dan orang yang kena bunuh. Dia melihat Allah s.w.t yang menghidupkan dan mematikan, menaikkan dan menjatuhkan, menggerakkan dan mendiamkan. Tiada lagi perkaitannya dengan kewujudan atau ketidakwujudan dirinya. Wujud Allah Esa, Allah s.w.t meliputi segala sesuatu.

TANDA KEJAHILAN AHLI HAKIKAT JIKA KAMU MELIHAT SESEORANG (AHLI HAKIKAT) MENJAWAB SETIAP PERTANYAAN DAN MENERANGKAN SETIAP PENGLIHATAN (MATA HATI) DAN MENCERITAKAN SETIAP YANG DIKETAHUINYA, MAKA KETAHUILAH BAHWA YANG DEMIKIAN ITU ADALAH TANDA KEJAHILANNYA.

Manusia digesa supaya menggunakan akal fikirannya untuk mengkaji tentang kejadiankejadian alam maya ciptaan Tuhan Maha Pencipta. Semakin mendalam pengetahuan tentang ciptaan Allah s.w.t, semakin kelihatan kebesaran dan keagungan-Nya. Bertambah pula keinsafan tentang kelemahan yang ada pada diri manusia terutamanya dalam menghuraikan hal ketuhanan. Ilmu pengetahuan yang mahir dalam perbahasan tentang makhluk menjadi tidak bermaya apabila mencoba menyingkap rahasia-rahasia ketuhanan. Bila mengakui akan kejahilan dirinya seseorang itu menyerahkan dirinya dengan beriman kepada Allah s.w.t. Penyerahan ini dinamakan taslim dan orang yang berbuat demikian dinamakan orang muslim. Orang yang beriman tidak membahaskan tentang Allah s.w.t karena mereka mengakui kelemahan akal dalam bidang tersebut. Bidang yang tidak dapat dinalar oleh akal masih mampu dijangkau oleh hati. Hati yang suci bersih mengeluarkan cahayanya yang dinamakan Nur Kalbu. Nur Kalbu menerangi akal dan bersuluhkan cahaya Nur Kalbu ini, akal dapat menyambung kembali perjalanannya dari station ia telah berhenti. Perjalanan akal yang diterangi oleh cahaya Nur Kalbu mampu menyingkap perkara-perkara yang gahib dan beriman dengannya walaupun akal manusia umum menafikannya. Terdapat perbedaan yang besar antara akal biasa dengan akal yang diterangi oleh nur. Akal biasa beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan dalil-dalil yang nyata dan logis. Akal yang beserta nur mampu menyelami di bawah atau di balik yang nyata yaitu perkara gahib, dan beriman kepada Allah s.w.t berdasarkan pengalaman tentang perkara-perkara gahib. Walaupun perkara gahib itu tidak dapat diterima oleh akal biasa, tetapi akal yang bersuluhkan nur tidak sedikit pun ragu-ragu terhadapnya. Pengetahuan yang terhasil dari cetusan atau tindakan nur ini dinamakan ilmu hakikat, ilmu ghaib, ilmu Rabbany atau ilmu ladunny. Walau apa pun istilah yang digunakan, ia adalah pengetahuan tentang ketuhanan yang didapati dengan cara mengalami sendiri tentang hal-hal ketuhanan, bukan menurut perkataan orang lain, dan juga bukan menurut sangkaannya sendiri. Hatilah yang mengalami hal-hal tersebut dan pengalaman ini dinamakan pengalaman rasa, dzawq atau hakikat. Apa yang dialami oleh hati tidak dapat dilukiskan atau dibahasakan. Lukisan dan bahasa hanya sekadar menggerakkan pemahaman sedangkan hal yang sebenar jauh berbeda. Jika hal pengalaman hati dipegang pada lukisan dan bahasa ibarat, maka seseorang itu akan menjadi keliru. Jika lukisan dan simbol diiktikadkan sebagai hal ketuhanan maka yang demikian adalah kufur! Pemegang ilmu gahib terdiri dari dua golongan. Golongan pertama adalah orang yang terlebih dahulu memasuki bidang pembelajaran tentang tawhid dan latihan penyucian hati menurut tarekat tasawuf. Pembelajaran dan latihan yang mereka lakukan tidak membuka bidang hakikat. Ini membuat mereka mengerti akan nilai dan kedudukan ilmu gahib yang sukar diperolehi itu. Mereka hanya dapat belajar, melatih diri, kemudian menanti dan terus menanti. Jika Allah s.w.t berkenan maka dikurniakan sinaran nur yang menerangi hati si murid itu. Si murid itu pun mengalami dan berpengetahuan tentang hakikat. Pengetahuan

yang diperolehi itu sangat berharga baginya dan dijaganya benar-benar, tidak dibukakannya kepada orang lain karena dia tahu yang orang ramai sukar memahami perkara yang telah dialaminya itu. Pemegang ilmu gahib golongan kedua tidak pula melalui proses pembelajaran dan latihan seperti golongan pertama. Golongan ini tiba-tiba saja dibukakan hakikat kepada mereka (hanya Allah s.w.t mengetahui mengapa Dia berbuat demikian). Oleh sebab mereka memperolehnya dengan mudah dan tanpa asas pengetahuan yang kuat, mereka tidak mengetahui nilai sesungguhnya dari pengetahuan yang mereka dapati itu. Mereka menyangkanya sebagai ilmu biasa. Lantaran mereka memahaminya mereka menyangka orang lain juga memahaminya. Sebab itu mereka mudah memperkatakan ilmu tersebut di hadapan orang ramai. Oleh sebab ilmu ini tidak dapat diceritakan kecuali dengan ibarat, satu daripada dua kemungkinan akan berlaku. 1.Pertama, lantaran orang ramai melihat latar belakang orang hakikat tadi tidak mempunyai asas agama yang kuat, bukan orang alim, maka mereka menganggapnya pembohong dan pembawa cerita khayal. 2.Kedua, kemungkinan ada orang yang mempercayainya tetapi kepercayaan itu tertuju kepada ibarat bukan kepada yang diibaratkan. Kedua-dua kemungkinan tersebut adalah tidak sehat. Sebab itu dilarang keras memperkatakan tentang ilmu hakikat kepada bukan ahlinya. Orang yang membeberkannya dengan mudah disebut orang jahil yang tidak tahu nilai berlian yang ada padanya.

Nur Sifat Allah s.w.t Menerangi Rahasia hati DITERANGI-NYA YANG LAHIR DENGAN CAHAYA ATSAR DAN DITERANGI-NYA RAHASIA HATI DENGAN NUR SIFAT-NYA. OLEH SEBAB ITU TERBENAM CAHAYA TERANG YANG LAHIR TETAPI TIDAK TERBENAM CAHAYA KALBU DAN SIRR (HATI DAN RAHASIA HATI). BERKATA ORANG BIJAK PANDAI : MATAHARI SIANG TERBENAM PADA WAKTU MALAM TETAPI MATAHARI HATI TIDAK TERBENAM. Makhluk ini asalnya adam (tidak ada). adam menerima kewujudan dari pengaruh perbuatan Allah s.w.t. Ada perbedaan antara perbuatan dengan kesan perbuatan. Mitsalnya, melukis adalah perbuatan dan lukisan adalah kesan perbuatan. Kesan kepada perbuatan adalah baru sementara perbuatan pula menunjukkan sifat si pembuat. Perbuatan tidak berpisah daripada sifat dan sifat tidak berpisah daripada dzat atau diri yang berkenaan. Kesan perbuatan tidak sedikit pun menyamai sifat yang asli. Kewujudan yang lahir dari kesan perbuatan Allah s.w.t tidak sedikit pun menyamai sifat Allah s.w.t. Apa saja

yang mengenai Allah s.w.t, termasuklah perbuatan-Nya adalah: lays kamitslih syai, tidak ada sesuatu yang serupa dengan-Nya. Kewujudan baru yang menjadi kesan kepada perbuatan Allah s.w.t dinamakan atsar. Alam semesta adalah atsar. Tidak ada dari kalangan atsar yang boleh dijadikan gambaran, ibarat atau lukisan untuk menceritakan tentang Pencipta atsar. Kewujudan atsar hanya boleh dijadikan dalil untuk menunjukkan Wujud Maha Pencipta. Jika tidak ada tindakan dari Maha Pencipta tentu tidak ada kewujudan yang menjadi kesan dari tindakan tersebut. Ahli ilmu merumuskan wujud alam menjadi bukti wujudnya Tuhan. Alam boleh menjadi bahan bukti karena sifatnya yang boleh dilihat dan ada kenyataan mengenainya Ia menjadi nyata karena ia diterangi oleh cahaya dan cahaya yang meneranginya adalah bahagian daripada atsar juga. Matahari, bulan dan bintang adalah atsar yang mampu memberikan cahaya. Sifat atsar adalah berubah-ubah, tidak menetap. Cahaya yang keluar darinya juga berubah-ubah, dari terang kepada gelap dan seterusnya terbenam. Allah s.w.t berfirman dalam QS. Al-Anaam: 75 79: Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim kebesaran dan kekuasaan (Kami) di langit dan di bumi, dan supaya menjadilah ia dari orang-orang yang percaya dengan sepenuh-penuh yaqin. Maka ketika ia berada pada waktu malam yang gelap, ia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: Inikah Tuhanku? Kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: Aku tidak suka kepada yang terbenam hilang. Kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), ia berkata: Inikah Tuhanku? Maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah ia: Demi sesungguhnya, jika aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, niscaya menjadilah aku dari kaum yang sesat. Kemudian apabila ia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah ia: Inikah Tuhanku? Ini lebih besar. Setelah matahari terbenam, ia berkata pula: Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri (bersih) dari apa yang kamu sekutukan (Allah dengannya). Sesungguhnya aku hadapkan muka dan diriku kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi, sedang aku tetap di atas dasar tawhid dan bukanlah aku dari orang-orang yang menyenkutukan Allah (dengan sesuatu yang lain). Ibrahim a.s mencari Tuhan dengan matanya bersuluhkan cahaya-cahaya atsar. Beliau a.s kecewa karena semua cahaya itu tidak menetap dan tidak bertahan. Lalu beliau a.s meninggalkan cahaya atsar dan menghadapkan hati serta Rahasia hatinya kepada Maha Pencipta. Barulah beliau a.s mendapat keyakinan yang teguh karena cahaya yang menerangi hati dan Rahasia hatinya tidak berubah, tidak pudar dan tidak terbenam. Beliau a.s melihat dengan jelas bahwa atsar tetap atsar, tidak ada satu pun yang boleh disekutukan atau disifatkan kepada Tuhan. Kekeliruan tentang Tuhan terjadi karena manusia melihat kesan perbuatan Tuhan sebagai perbuatan, kemudian meletakkan hukum bahwa perbuatan tidak berpisah daripada sifat dan sifat tidak berpisah daripada dzat. Oleh sebab itu perbuatan juga dzat. Jika dzat menjadi

Tuhan maka perbuatan juga Tuhan dan apa yang terbit dari perbuatan juga Tuhan. Begitulah kesesatan yang terjadi akibat percobaan melihat Tuhan dengan suluhan cahaya atsar dan menggunakan hukum logika-matematik. Seseorang haruslah melihat kepada asalnya yaitu adam (tidak wujud). Adam adalah lawan bagi Wujud. Jika manusia berpaling kepada adam maka dia akan terhijab dari Wujud Allah s.w.t. Pandangannya akan diliputi oleh atsar yang juga datang dari adam. Tidak mungkin manusia menemui jalan yang sebenarnya jika mereka melalui jalan yang berdasarkan asal kejadiannya yaitu adam. Tuhan adalah wujud, mustahil adam. Wujud-Nya Esa, tidak berbilang sedangkan wujud atsar yang dari adam berbilang-bilang. adam tetap tidak ada walaupun banyak makhluk yang diciptakan daripadanya. Penciptaan yang demikian tidak menambahkan Wujud. Walau sebanyak mana pun makhluk yang diciptakan namun, Allah s.w.t tetap Esa. Usaha untuk menemui keesaan Wujud Allah s.w.t dengan menuruti jalan adam adalah sia-sia. Kewujudan aspek kedua mestilah disingkap jika Allah s.w.t mau ditemui. Kewujudan yang perlu disingkapkan itu adalah yang berhubung dengan Wujud Allah s.w.t, bukan yang datangnya dari adam. Kewujudan yang berhubung dengan Wujud Allah s.w.t itu adalah ruhani. Firman-Nya dalam QS. Shaad:7172: (Ingatlah peristiwa) tatkala Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menciptakankan manusia Adam dari tanah; Kemudian apabila Aku sempurnakan kejadiannya, serta Aku tiupkan padanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu sujud kepadanya. Dan dalam QS. Al- Israa:85, Katakan, Ruh itu dari (perkara) urusan Tuhanku. Ruh adalah amr (urusan atau perintah) Allah s.w.t, tidak termasuk dalam golongan yang diperintah. Malaikat, jin dan lain-lain termasuk dalam golongan yang diperintah. Ruh manusia adalah satu Rahasia Allah s.w.t. Ia dinisbatkan kepada Allah s.w.t, bukan kepada Adam. Pada tahap amr (urusan) Tuhan ia dipanggil sirr (rahasia Allah s.w.t), atau rahasia hati. Pada tahap berkait dengan jasad ia dinamakan kalbu atau hati. Semua kualitas yang baik adalah berkait dengan toh dan semua kualitas yang jahat berkait dengan adam. Jika alam maya diterangi oleh cahaya atsar, hati dan rahasia hati yang dinisbatkan kepada ruh urusan Tuhan, diterangi oleh nur sifat Allah s.w.t. Kualitas hati dan rahasia hati adalah mengenal. Nur sifat Allah s.w.t itulah yang menerangi hati untuk menyaksikan kepada Tuhannya. Hati orang arif bi Allah yang diterangi oleh nur sifat Allah s.w.t tidak lagi dikelirukan oleh cahaya atsar dan benda-benda yang dipamerkan. Mata hati menyaksikan rububiyah pada segala perkara. Lahirnya sibuk dengan makhluk, hatinya menyaksikan rububiyah dan sirrnya (rahasia hati) tidak berpisah daripada Allah s.w.t walau sedetik pun. Sirr yang menerima sinaran Nur sifat Allah membawa sifat-sifat yang menceritakan tentang sifat Allah s.w.t yang menyinarinya. Manusia pilihan yang ditarik (majdzub) oleh sirr tersebut akan memakai sifat-sifat yang menceritakan hubungannya dengan Allah s.w.t. Nabi Muhammad s.a.w dikenali sebagai Habib Allah; Nabi Isa a.s sebagai Ruh Allah; Nabi Musa a.s sebagai Kalim Allah; Nabi Ibrahim a.s sebagai Khalil Allah. Manusia yang bukan nabi juga menerima pimpinan sirr yang menerima sinaran Nur sifat Allah dan dengan yang demikian

mereka dikenali. Abu Bakar dikenali sebagai Al-Shiddiq dan Hamzah sebagai Singa Allah. Manusia lain pula ada yang dikenali sebagai Abdul Malik, Abdul Wahab, Abdul Karim, Abdul Latif dan lain-lain. Hamba-hamba pilihan itu mendapat gelaran yang dihubungkan dengan Allah s.w.t karena Sirr mereka disinari oleh Nur sifat Allah, sebagai persediaan buat mereka untuk menanggung amanat Allah s.w.t. Firman-Nya dalam QS. Shaad:45 48, Dan (ingatkanlah peristiwa) hamba-hamba Kami; Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq serta Nabi Yaqub, yang mempunyai kekuatan (melaksanakan taat setianya) dan pandangan yang mendalam (memahami agamanya). Sesungguhnya Kami telah jadikan mereka suci bersih dengan sebab satu sifat mereka yang murni, yaitu sifat senantiasa memperingati negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka di Hadirat Kami adalah orang-orang pilihan yang sebaik-baiknya. Dan (ingatkanlah peristiwa) Nabi Ismail dan Nabi Ilyasa, serta Nabi Dzulkifli; dan mereka masingmasing adalah dari orang-orang yang sebaik-baiknya. Allah s.w.t mempersucikan hambahamba pilihan-Nya dengan menyinari sirr mereka dengan nur sifat-Nya dan dengan itu mereka menjadi sebaik-baik hamba yang menjalankan perintah Allah s.w.t. CARA HAKIKAT: Anjuran Dalam pengajian Ilmu Hakikat adalah dilarang sama sekali mendatangi dan juga pengetahuan ini di sampaikan kepada ulama syariat dan dinasihatkan supaya bertanya, berguru pada ahli hakikat lagi makrifat lagi mursyid. Jangan sesekali bilang sesat niscaya sesat itu akan kembali pada diri sendiri yang mengatakan. Selain dari cara syariaat dan cara tarekat, terdapat satu lagi untuk memendekatkan hubungan antara hamba dan tuhannya yaitu cara hakikat.Cara hakikat merupakan cara yang ketiga yaitu satu cara mendalami ilmu hakikat dengan menyelami dan mengenali diri sendiri, yang merupakan satu satu jalan yang di lalui oleh wali wali Allah, arif bi Allah. Mereka yang menjalani pengajian ilmu hakiki ini akan berikhtiar dengan tekun dan tabah untuk mendekatkan hubungan dirinya dengan Allah s.w.t., dengan cara membongkar, menyeliki dan menyaksikan diri sendiri yaitu diri rahasia yang ditanggung oleh dirinya dan berusaha untuk membentuk dirinya menjadi kamil-mukammil. Bagi mereka yang ingin melalui cara hakiki ini dinasihatkan terlebih dahulu melalui cara tarukat (menanggalkan), thuruqat (menapak) dan berhasil pula membersihkan dirinya dari dari segala bentuk syirik shaghir, syirik khafy dan dan syirik jaly. Mereka hendaklah menjalani perguruan dengan guru guru hakikat dan makrifat serta mursyid yang mempunyai pengetahuan yang luas serta mencapai pula ke tahap martabatnya. Untuk pengetahuan lebih jelas silakan bertanya pada guru-guru makrifat lagi mursyid. Orang orang hakiki yang sampai pada martabatnya bukan saja mulia di sisi Allah malah mendapat pula kemuliannya di tengah masyarakat. Adalah perlu ditegaskan di sini tujuan akhir pengajian HAKIKAT adalah untuk megembalikan diri Asal Mu Mula Allah yaitu pada

Lahir dan Batin yakni pada diri lahir dan diri batin pada martabat kemuliaan insan kamil mukammil. Tiada sesuatu pun pada dirinya kecuali Allah semata-mata. Dan balikmu semula Allah. Untuk itu pengajian hakikat ini mestilah ada kesinambungan dengan pengajian makrifat. Sesungguhnya kata hakikat dan makrifat dua perkataan yang tidak boleh di pisahkan. 1.MARTABAT TUJUH Dalam mengistilahkan Alam Tujuh atau Martabat Tujuh ini, ia tidak lepas dari istilah Asal Mu Mula Balik Semula Pada Tuhan, ini di sandarkan pada firman-Nya yang berbunyi: Inna lillah wa inna ilayh rajiun. Jatuh hujunnya Asal Mu Allah Balik Mu semula Allah. Oleh itu, di sini dua aspek utama dibahaskan; 1.Asal kejadian manusia yang dinyatakan melalui penjelasan pada Martabat Tujuh Atau Martabat Alam Insan. 2. Balik Mu semula Allah yaitu menerangkan persiapan untuk menyerah atau mengembalikan diri rahasia yang di kandung oleh jasad sebagaimana asalnya suci bersih. Diri Empunya Diri mentajallykan dirinya dari satu martabat ke satu martabat atau dari satu alam ke satu satu alam. Dalam kita memperkatakan alam atau Martabat Tujuh atau Martabat Alam Insan yang dikenali juga Martabat Tujuh, terkandung di dalam Surah AlIkhlas, di dalam Al Quran yaitu dalam menyatakan tentang kewujudan Allah yang menjadi diri rahasia kepada manusia itu sendiri dan membahas proses penwujudan Allah untuk diterima oleh manusia sebagai diri rahasianya. Proses pemindahan atau Tajally Dzat Allah s.w.t bermula dari alam ghayb al-ghuyyub, terbentuk diri lahir dan diri batin manusia ketika ia mulai bernafas di dalam kandungan ibu kemudian lahir ke dunia yaitu karena pada martabat ghayb al-ghuyyub adalah merupakan martabat manusia yang paling tingggi dan suci. Inilah martabat yang benar-benar diridlai oleh Allah s.w.t. Diri manusia pada martabat Insan Kamil adalah sebatang diri yang suci mutlak pada lahir dan batin, tiada cacat celanya dengan Allah s.w.t. yaitu Tuan Empunya Rahasia. Lantaran itu, Rasul Allah s.a.w pernah menegaskan dalam sabdanya, bahwa kelahiran seseorang kanakkanak itu dalam keadaan yang suci, tetapi yang mencorakkannya menjadi kotor adalah ibubapaknya. Jadi ibu-bapaklah yang mencorakkan sehingga kanak-kanak kotor termasuk masyarakatnya, bangsanya dan juga negaranya sekaligus dengan manusia itu sendiri hanyut mengikut gelombang godaan hidupnya di dunia ini.

Oleh sebab itu adalah menjadi tanggungjawab seorang manusia yang ingin kembali menuju jalan kesucian dan makrifat kepada tuhannya, selayaknyalah dia mengembalikan dirinya ke suatu tahap yang dikenali Kamil Al-Kamil atau di namakan tahap Martabat Alam Insan. Dalam membahas tingkatan atau martabat pentajallyan Allah Tuan Yang Empunya Diri yang menjadi rahasia manusia ianya melalui tujuh tingkatan. Tingkatan tersebut secara umumnya sebagai berikut: 1. Ahadah -Alam Lahut -Martabat Dzat 2. Wahdah-Alam Jabarut Martabat Sifat 3. Wahdiah-Alam Wahdiah Martabat Asma 4. Alam Ruh-Alam Malakut -Martabat Afaal 5. Alam Mitsal Alam Bapa 6. Alam Ajsam- Alam Ibu 7. Alam Insan Alam Nyata AL-IKHLAS (1-7) 1.MARTABAT TUJUH 1.1 ALAM AHDAH Pada pembahasan alam ghayb al-ghuyyub yaitu pada martabat Ahdah di mana belum ada sifat, belum ada ada asma, belum ada afaal dan belum ada apa-apa lagi yaitu pada martabat la tayin, Dzat Al-Haqq telah menegaskan untuk memperkenalkan Diri-Nya dan untuk diberi tanggungjawab ini kepada manusia dan di tajallykanNya DiriNya dari satu peringkat ke peringkat sampai lahirnya manusia berbadan ruhani dan jasmani. Adapun martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas pada ayat pertama: Qul huw Allah Ahad, yaitu Sa (Esa-Satu) pada Dzat semata-mata dan inilah dinamakan martabat Dzat. Pada martabat ini diri Empunya Diri (Dzat Al-Haqq) Tuhan Rabb Al-Jalal adalah dengan dia semata-mata yaitu dinamakan juga Diri Sendiri. Tidak ada permulaan dan tiada akhirnya yaitu Wujud Hakiki lagi qadim. Pada masa ini tida shifat, tiada asma dan tida afaal dan tiada apa-apa pun kecuali Dzat Mutlak semata-mata. Maka berdirilah Dzat itu dengan Dia semata-mata. Dalam keadaan ini dinamakan Ayn Al-Kafur dan diri dzat dinamakan Ahdah jua atau dinamakan KUNH DZAT. 1.2 ALAM WAHDAH

Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses pentajallyan. Diri Empunya Diri telah mentajallykan diri ke suatu martabat sifat yaitu La tayin tsani, pengungkapan nyata yang pertama atau disebut juga martabat noktah mutlak yaitu ada permulaannyan. Martabat ini dinamakan martabat noktah mutlak atau disebut juga Sifat Muhammadiyah. Martabat ini juga dinamakan martabat Martabat Wahdah, terkandung pada ayat Allah AlShomad yaitu tempat Dzat Allah tiada terselindung sedikit pun meliputi 7 petala langit dan 7 lapis bumi. Pada peringkat ini Dzat Allah Taala mulai bersifat. Sifat-Nya itu adalah sifat batin jauh dari nyata. Dapat diumpamakan sepohon pokok besar yang subur yang masih di dalam dalam biji, tetapi ia telah wujud, tidak nyata, tetapi nyata sebab itulah ia dinamakan Tsabit Nyata Pertama atau martabat la tayin awwal yaitu keadaan nyata tetapi tidak nyata (wujud pada Allah) tetapi tidak lahir. Pada peringkat ini Tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma dan di peringkat ini terkumpul Dzat Mutlak dan sifat batin. Di saat ini tidaklah berbau, belum ada rasa, belum nyata di dalam nyata yaitu di dalam keadaan yang dikenal dengan istilah Ruh Idlafy. Pada peringkat ini sebenarnya pada Hakiki Sifat. (Kesempurnaan sifat) Dzat Al-Haqq yang ditajallykannya itu telah sempurna cukup lengkap segala-gala. Masih terhimpun dan tersembunyi di samping telah lahir pada hakikinya. 1.3 ALAM WAHDIAH Pada peringkat ketiga, setelah tajally Diri-Nya pada peringkat la tayin awwal, maka Empunya Diri kepada Diri rahasia manusia ini, mentajallykan pula diri-Nya ke satu martabat Asma yakni pada martabat segala nama dan dinamakan martabat: Muhammad Munfashal, yaitu keadaan terhimpun lagi bercerai cerai atau dinamakan Hakikat Insan. Martabat ini terkandung dalam lam yalid yaitu sifat qadim lagi baqa, tatkala menilik wujud Allah. Pada martabat ini keadaan tubuh diri rahasia telah terhimpun pada hakikinya Dzat, sifat batin dan asma batin. Apa yang dikatakan berhimpun lagi bercerai-cerai karena pada peringkat ini sudah dapat di tentukan jenis masing-masing, tetapi belum lahir, masih di dalam Ilmu Allah, yaitu dalam keadaan Ayn Tsabitah. Artinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahasia Allah, belum terlahir, malah untuk mencium baunya pun belum dapat lagi. Martabat ini dinamakan juga wujud idlofy dan martabat wujud amm karena wujud di dalam sekalian jenis dan wujudnya bersandarkan pada Dzat Allah Dan Ilmu Allah. Pada peringkat ini juga telah terbentuk diri rahasia Allah dalam hakiki dan dalam batin, boleh dikatakan ruh di dalam ruh. Dinyatakan Nyata tetapi Tetap Tidak Nyata. 1.4 ALAM RUH Pada peringkat keempat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan, mengolahkan diri-Nya untuk membentuk satu batang tubuh halus yang dinamaka ruh. Jadi pada peringkat ini

dinamakan Martabat Ruh pada Alam Ruh. Tubuh ini merupakan tubuh batin hakiki manusia dimana batin ini sudah nyata Dzat, Shifat dan Afaalnya. Diri yang sempurna, cukup lengkap seluruh anggota-anggota batinnya, tida cacat, tiada cela. Keadaan ini dinamakan Alam Kharijah yaitu nyata lagi lahir pada hakiki dari Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan ia Jisim Lathif yaitu satu batang tubuh yang liut lagi halus. Dia tidak mengalami cacat cela dan tidak mengalami suka, duka, sakit, menangis, asyik dan hancur binasa. Inilah yang dinamakan Khalidat Allah. Martabat ini terkandung di dalam walam yulad. Dan berdirilah ia dengan diri tajally Allah dan hiduplah ia buat selama-lamanya. Inilah yang dinamakan keadaan Tubuh Hakikat Insan yang mempunyai awal tiada kesudahannya, dialah yang sebenarnyanya dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahasia Allah dalam Diri Manusia. 1.5 ALAM MITSAL Alam Mitsal adalah peringkat ke lima dalam proses pentajallyan Empunya Diri dalam menyatakan rahasia diriNya untuk ditanggung oleh manusia untuk menyatakan diri-Nya. Allah w.w.t. terus menyatakan diri-Nya melalui diri rahasia-Nya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahasia-Nya untuk dikandung pula oleh bapak yaitu dinamakan Alam Mitsal. Untuk menjelaskan lagi Alam Mitsal ini adalah dimana unsur ruhani yaitu diri rahasia Allah belum bercamtum dengan badan kebendaan. Alam mitsal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan dari alam Arwah (alam ruh) menuju ke alam nasut maka itu dinamakan ia Alam Mitsal dimana proses peryataan ini, pewujudan Allah pada martabat ini belum lahir, tetapi nyata dalam tidak nyata. Diri rahasia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di tajallykan kepada ubun-ubun bapak, yaitu pemindahan dari alam ruh ke alam Bapak (mitsal). Alam Mitsal ini terkandung ia di dalam walam yakun , yaitu dalam keadaan tidak bisa dibagaikan. Dan seterusnya menjadi di: wadi, mani yang kemudian disalurkan ke satu tempat yang berbaur diantara diri rahasia batin (ruh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu. Maka terbentuklah apa yang di katakan Manikam ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapak). Perlu diingat, tubuh rahasia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan rupa yang elok dan tidak binasa dan belum lagi lahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati. 1.6 ALAM AJSAM Pada peringkat keenam, selepas saja rahasia diri Allah pada Alam Mitsal yang dikandung oleh bapak, maka berpindah pula diri rahasia ini melalui Mani bapak ke dalam rahim Ibu dan ini dinamakan Alam Ajsam.

Martabat ini dinamakan martabat Inssan Kamil yaitu batang diri rahasia Allah telah dikamilkan dengan kata diri manusia, dan akhirnya ia menjadi Kamil Al-Kamil. Yaitu menjadi satu pada lahirnya kedua-dua badan ruhani dan jasmani. Kemudian lahirlah seoarang insan melalui faraj ibu. Sesungguhnya martabat kanak-kanak yang baru dilahirkan itu adalah yang paling suci yang dinamakan Insan Kamil. Martabat ini terkandung ia di dalam lahu kufuwan yaitu bersekutu dalam keadaan Kamil Al-Kamil dan nyawa pun di masukkan dalam tubuh manusia. Selepas cukup tempuh dan masanya dan diri rahasia Allah yang menjadi Kamil Al-Kamil itu dilahirkan dari perut ibunya, maka disaat ini sampailah ia pada Martabat Alam Insan. 1.7 ALAM INSAN Alam ketujuh yaitu alam Insan, ini terkandung ia di dalam Ahad yaitu Sa (Esa-Satu). Di dalam keadaan ini, maka berkumpullah seluruh proses pewujudan dan peryataan diri rahasia Allah s.w.t. di dalam tubuh badan insan yang mulai bernafas dan dilahirkan ke alam maya yang fana ini. Maka alam insan ini dapat dikatakan satu alam yang terkumpul seluruh proses pentajallyan diri rahasia Allah dan pengumpulan seluruh alam-alam yang ditempuhi dari satu peringkat ke satu peringkat dan dari satu martbat ke satu martabat. Oleh karena ia merupakan satu perkumpulan seluruh alam-alam lain, maka mulai alam maya yang fana ini, bermulalah tugas manusia untuk menggembalikan balik diri rahasia Allah itu kepada Tuan Empunya Diri. Proses penyerahan kembali rahasia Allah ini hendaklah bermulah dari alam maya ini lantaran itu persiapan untuk balik kembali asalnya mula kembalimu semula hendaklah disegerakan tanpa berlengah-lengah lagi. 2.TUJUAN MARTABAT ALAM INSAN 1. Ada pun tujuan utama pengkajian dan keyakinan Martabat Alam Insan ini; 2. Bertujuan memahami dan memegang satu keyakinan Mutlak bahwa diri kita ini sebenar benarnya bukanlah diri kita, tetapi kembalikan semula asalnya Tuhan. 3. Dengan kata lain untuk memperpanjangkan kajian, kita juga dapat mengetahui pada hakikatnya dari mana asal mula diri kita sebenarnya hinggalah kita lahir di alam maya ini. 4. Dalam pada itu dapat pula kita mengetahui pada hakikatnya kemana diri kita harus kembali. 5. Apakah tujuan sebenar diri kita di lahirkan. 6. Dalam memperkatakan Martabat Alam Insan Dengan memahami Martabat Alam Insan ini, maka sudah pastilah kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini adalah pantulan sifat Allah taala semata-mata. Diri sifat yang ditajallykan untuk menyatakan sifat-Nya sendiri yakni pada alam shaghir dan alam kabir. Dan Allah taala

memuji Diri-Nya dengan asma-Nya sendiri dan Allah taala menguji Diri-Nya sendiri dengan Afaal-Nya sendiri. Dalam memaparkan Martabat Alam Insan kita membahas diri kita sendiri. Diri kita dari sifat Tuhan yang berasal daripada ghayb al-ghuyub (Martabat Ahdah) yaitu pada martabat Dzat hingga lahir kita bersifat dengan sifat bangsa Muhammad. Oleh yang demikian wujud atau lahir kita ini bukan sekali-kali diri kita, tetapi sebenarnya diri kita ini adalah penyata kepada diri Tuhan semesta alam semata-mata. Firman-Nya: Inna lillah wa inna ilayh rajiun, Sesungguhnya asal dirimu itu dari Allah dan hendaklah kembali pulang kepada-Nya (Tuhan Asal Diri Mu). Setelah mengetahui dan memahami secara jelas lagi terang bahwa asal kita ini adalah dari Tuhan pada Martabat Ahdah dan nyatanya kita sebagai pantulan sifat-Nya pada Martabat Alam Insan, maka pada Alam Insan inilah kita memulakan langkah untuk mensucikan sifat diri kita ini pada martabat sifat kepada martabat ketuuhanan kembali yaitu asal mula diri kita sendiri atau Martabat Dzat. Sesungguhnya Allah s.w.t diri kita pada Martabat Ahdah menyatakan diri-Nya dengan sifatNya sendiri dan memuji sifat-Nya sendiri dengan asma-Nya sendiri serta menguji sifat-Nya dengan afal-Nya sendiri. Sesungguhnya tiada sesuatu sebenarnya pada diri kita kecuali diri sifat Allah, Tuhan semesta semata-mata. Sekian peryataan kuliah ini akan di sambung di lain kali. (21/08/2004) 3.PROSES MENGEMBALIKAN DIRI Dalam proses menyucikan diri dan mengembalikan rahasia kepada Tuhan Empunya Rahasia, maka manusia itu semestinya mempertingkatkan kesuciannya sampai ke peringkat asal kejadian rahasia Allah taala. Manusia ini sebenarnya mesti menapaki dan melalui dari Alam Insan pada nafsu amarah ke Martabat Dzat yaitu nafsu Kamaliah yaitu maqam Izzat Al-Ahdah. Lantaran itulah tugas manusia semestinya mengenal hakikat diri ini lalu balik untuk mengembalikan amanah Allah s.w.t. tersebut sebagaimana mula proses penerimaan amanahnya pada peringkat awalnya. Sesunggunya Allah dalam mengenalkan diri-Nya melalui lidah dan hati manusia, maka Dia telah mentajallykan Diri-Nya menjadi rahasia kepada diri manusia. Sebagaimana dikatakan dalam hadis qudsy: ( )

TUJUH LATHIFAH SIMPUL BATHIN

By kisunan Dan 7 titik batin yang kita sebut dengan lathifah, yaitu: 1. Latifatul-qolby Di sini letaknya sifat-sifat syetan, iblis, kekufuran, kemusyrikan, ketahayulan dan lain-lain, letaknya dua jari dibawah susu sebelah kiri, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya, Insya Allah pada tingkat ini diganti dengan Iman, Islam, Ihsan, Tauhid dan Marifat. 2. Latifatul-roh Di sini letaknya sifat bahimiyah (binatang jinak) menuruti hawa nafsu, , letaknya dua jari dibawah susu sebelah kanan, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah di isi dengan khusyu dan tawadhu. 3. Latifatus-sirri Di sini letaknya sifat-sifat syabiyah (binatang buas) yaitu sifat zalim atau aniaya, pemarah dan pendendam, , letaknya dua jari diatas susu sebelah kiri, Kita buat dzikir sebanyakbanyaknya Insya Allah diganti dengan sifat kasih sayang dan ramah tamah. 4. Latifatul-khafi Di sini letaknya sifat-sifat pendengki, khianat dan sifat-sifat syaitoniyah, , letaknya dua jari diatas susu sebelah kanan, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat syukur dan sabar. 5. Latifatul-akhfa Di sini letaknya sifat-sifat robbaniyah yaitu riya, takabbur, ujub, suma dan lain-lain, , letaknya ditengah-tengah dada, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat ikhlas, khusyu, tadarru dan tafakur. 6. Latifatun-nafsun-natiqo Di sini letaknya sifat-sifat nafsu amarrah banyak khayalan dan panjang angan-angan, , letaknya tepat diantara dua kening, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifat-sifat tenteram dan pikiran tenang. 7. Latifah kullu-jasad

Di sini letaknya sifat-sifat jahil ghaflah kebendaan dan kelalaian, , letaknya diseluruh tubuh mengendarai semua aliran darah kita yang letak titik pusatnya di tepat ditengah-tengah ubun-ubun kepala kita, Kita buat dzikir sebanyak-banyaknya Insya Allah diganti dengan sifatsifat ilmu dan amal

You might also like