You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dari waktu ke waktu keberadaan institusi rumah sakit semakin dituntut untuk memberikan pelayanan prima dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Kebutuhan ini sejalan dengan dua hal penting, yaitu semakin ketatnya kompetisi sector rumah sakit dan seiring dengan peningkatan kesadaran serta tuntutan pasien terhadap kualitas pelayanan rumah sakit. Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit (ICU). Saat ini pelayanan di ICU tidak terbatas hanya untuk menangani pasien oasca-bedah saja tetapi juga meliputi berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu disfungsi/gagal organ. Kelompok pasien ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan, ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain. Ilmu yang diaplikasikan dalam pelayanan ICU, pada dekade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa sehingga telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu Intensive Care Medicine. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas. Critical Care Medicine menjadi bagian yang penting dalam sistem kesehatan yang modern. Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi reversible life thretening organ dysfunction, yang kedua adalah untuk mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital.

Critical care medicine adalah multidisiplin ilmu. Ilmu-ilmu yang berkompetensi termasuk bedah, interna, anestesi, neurologi, dan neurosurgery termasuk subspesialis. Peranan perawat juga penting, perawat ICU harus diberikan pelatihan khusus. Di Amerika Utara, profesi seperti terapis respirasi memberikan evolusi terhadap critical care. Profesional ini mempunyai kemampuan manajemen ventilator, penggunaan obatobatan inhalasi, pengeluaran sekret respirasi. Spesialis lainnya termasuk farmasi, nutrisionis, pekerja sosial, fisioterapis. Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan manajemen yang efektif dan efisien, maka ICU harus dikelola sesuai suatu standar yang bukan saja dapat digunakan secara nasional tetapi juga dapat mengikuti perkembangan terakhir dari Intensive Care Medicine. Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia (IDSAI) dan Perhimpunan Dokter Intensive Care Indonesia (PERDICI) memandang perlu untuk meninjau ulang standar pelayanan ICU yang telah dibuat pada tahun 1992 yang kemudian dicetak ulang tahun 1995. Tinjau ulang standar ini disesuaikan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta konsep ICU di masa datang.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas permasalahan yang dapat kami angkat dari makalah ini adalah Bagaimanakah konsep dasar ICU ( Intenssive Care Unit ) ?.

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar dari ICU (Intenssive Care Unit ). 2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui pengertian / definisi dari ICU.

b. Untuk mengetahui sejarah ICU. c. Untuk mengetahui level level dalam ICU d. Untuk Mengetahui Fungsi ICU Dalam Bidang Medis. e. Untuk Mengetahui Tujuan ICU f. Untuk Mengetahui Etik Dalam ICU g. Untuk Mengetahui Prosedur Masuk Dalam ICU h. Untuk Mengetahui Indikasi Masuk ICU i. Untuk Mengetahui Alur Masuk Pasien Dalam ICU j. Untuk Mengetahui Kontraindikasi Pasien Masuk ICU k. Untuk Mengetahui Kriteria Pasien Keluar Dari ICU l. Untuk Mengetahui Perlakuan Terhadap Pasien ICU m. Untuk Mengetahui Tujuan Akhir Pengobatan n. Untuk Mengetahui Reaksi Pasien Dan Keluarga o. Untuk Mengetahui Pengelolaan Pasien ICU p. Untuk mengetahui Pengkajian Ulang Kinerja ICU

D. Metode Metode yang dipakai dalam penyususunan makalah ini adalah metode penelusuran

BAB II PEMBAHASAN

A.

Definisi ICU Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan

staf khusus dan perlengkapan yang khusus, yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsifungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan / disfungsi satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidupnya (reversible). Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care. Pasien yang semula dirawat karena masalah bedah/trauma dapat berubah menjadi problem medik dan sebaliknya. Adalah unit perawatan yang dikelola bertujuan untuk merawat pasien sakit berat dan kritis yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga terlatih serta didukung oleh kelengkapan peralatan khusus. Jadi ICU atau Intenssive Care Unit adalah ruang rawat inap di Rumah Sakit yang dilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat pasien yang yang mengancam nyawa seperti pasien dengan sakit berat dan kritis oleh karena kegagalan fungsi organ, bencana atau komplikasi yang memiliki harapan hidup.

Gambar 1 : Ruang ICU

B.

Sejarah ICU ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU modern

berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung menunjang ffal organ dan penanganan jantung koroner mulai tahun 1960. Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di Indonesia semakin besar (ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya penelitian tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program pelatihan ICU. Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis tersendiri, baik untuk dokter maupun perawatnya.

C. 1.

Level ICU Level I / Primer

Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D), ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (High Dependency). Pelayanan ICU primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Di ICU level I ini dilakukan observasi perawatan ketat dengan monitor EKG Ciri ciri ICU level I : Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang gawat darurat dan ruang perawatan lainnya. Memiliki kebijaksanaan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.. Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.

Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru ( A,B,C,D,E,F ). Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat. Memiliki jumlah perawat yang cukup dengan sebagian besar terlatih. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan lab. tertentu ( Hb, Ht, Elektrolit, Gula darah dan Trombosit ) , Rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi. 2. Level II / Sekunder ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi. Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis), monitor invasif (monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu harus selalu ada. Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskular dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Ciri ciri ICU level II : Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang keperawatan lain Memiliki kebijaksanaan, kriteria yang masuk, keluar serta rujukan. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan Intensive Care atau bila tidak tersedia, dokter spesialis anestesiologi yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP (A, B, C, D, E, F). Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya. Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanik beberapa lama dan dalam batas tertentu melakukan pemantauan intensif dan usaha-usaha penunjang hidup.

Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki ruangan isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi. 3. Level III / Tertier

ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan. Personil di ICU level III meliputi intensivist dengan trainee, perawat spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah dan sekretariat yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua disiplin ilmu. Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis, pelayanan dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Ciri ciri ICU level III : Memiliki ruang khusus, tersendiri di dalam rumah sakit Memiliki kriteria penderita masuk, keluar serta rujukan. Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi/konsultan Intensive Care atau dokter ahli konsultan intensive care yang lain yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP ( A, B, C, D, E, F ). Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1 untuk pasien dgn ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya. Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / therapi intensif baik invasif maupun non invasif. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan fisioterapi selama 24 jam. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.

Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian. Memiliki staf tambahan yang lain : misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis , tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

D.

Fungsi ICU

Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi : 1. ICU Medik 2. ICU trauma/bedah 3. ICU umum 4. ICU pediatrik 5. ICU neonatus 6. ICU respiratorik Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung),Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.

E.

Tujuan ICU 1. Menyelamatkan kehidupan 2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut. 3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan. 4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien. 5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan pasien.

F.

Etik Di ICU Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus dilaksanakan

secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di pelayanan kesehatan atau bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam legalitas moral di ICU, misalnya tentang euthanasia.

G.

Prosedur Masuk ICU Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter di luar ICU setelah berkonsultasi dengan

doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan (misalnya lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti dengan konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggung jawab dokter pengirim. Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim, kecuali transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh pihak ICU. Selama pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan berbagai spesialis di luar dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai koordinatornya. Terhadap pasien atau keluarga pasien wajib diberikan penjelasan tentang perlunya masuk ICU dengan segala konsekuensinya dengan menandatangani informed concern.

H.

Indikasi Masuk ICU Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu

waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU. Beberapa contoh kondisi pasien yang dapat dipakai sebagai indikasi masuk ke ICU antara lain : Ancaman / kegagalan sistem pernafasan : gagal nafas, impending gagal nafas. Ancaman / kegagalan sistem hemodinamik : shock Ancaman / kegagalan sistem syaraf pusat : stroke, penurunan kesadaran. Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi : depresi nafas Infeksi berat : sepsis Dalam menentukan tindakan kepada pasien harus memperhatikan tingkat prioritas pasien sehingga penanganan yang diberikan sesuai dan tepat. Prioritas pasien antara lain : a. Prioritas 1 Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu, dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik, atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan

darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari macam terapi yang diterimanya. b. Prioritas 2 Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantaun intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya senantiasa berubah. c. Prioritas 3 Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner. Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU, dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan kepala ICU. Lagi pula pasien-asien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga): 1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ. 2. Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawatan yang nyaman saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan perintah DNR. Sesungguhnya, pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya. 3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.

4. Pasien yang secara fisiologis stasbil yang secara statistik risikonya rendah untuk memerlukan terapi ICU. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pascabedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi definitif dan atau observasi.

I.

Alur Masuk Pasien Di ICU Poliklinik / RS lain Rawat Inap

IBS UGD ICU

J.

Kontraindikasi Masuk ICU Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat

menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang mempunyai riwayat penyakit menular.

K.

Kriteria Keluar Dari ICU

Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila : 1. Meninggal dunia 2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau dapat pulang 3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau pasien harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri. Berdasarkan Prioritasnya, indikasi pasien keluar antara lain : Prioritas I : Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespons terhadap pengelolaan agresif.

Prioritas II : Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang. Prioritas III : Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain-lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya). Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU.

L.

Perlakuan Terhadap Pasien ICU Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena pasien

ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Di ICU, pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur. Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat.

M.

Tujuan Akhir Pengobatan ICU Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam

mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum pasien sakit, tanpa defek atau cacat.

N.

Reaksi Pasien Dan Keluarga Pasien ICU Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan

kesulitan komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat dilakukan beberapa hal, antara lain : 1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan 2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu

3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral 4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin. Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat dilakukan beberapa hal, antara lain : 1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU 2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien 3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan perawat

O. Pengelolaan Pasien ICU Pendekatan Pasien ICU : 1. Anamnesis Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan sebelum diagnosis definitif ditegakkan. 2. Serah Terima Pasien Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek legal. 3. Pemeriksaan Fisik Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan, kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik : a. ABC

b. Jalan nafas dan kepala c. Sistem pernafasan d. Sistem sirkulasi

e. Sistem gastrointestinal f. Anggota gerak g. Monitoring rutin h. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea i. Cairan : Dehidrasi j. Perdarahan Gastrointestinal Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut. k. Nutrisi

Utamakan pemberian nutrisi enteral : Usia Lanjut Cadangan fisiologis terbatas Peningkatan penyakit penyerta Riwayat pemakaian obat Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan. Interaksi obat pada usia lanjut 4. Kajian hasil pemeriksaan Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto thorax, CT scan, efek pengobatan. 5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya 6. Informasi kepada keluarga

P. Pengkajian Ulang Kinerja Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur masuk dan keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan ini hendaknya dibuat oleh tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan bila ada penyimpanganpenyimpangan maka dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti. 1. PRASARANA a. Lokasi Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih sadar, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium, dan radiologi. b. Desain Standar ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Bangunan ICU: - Terisolasi - Mempunyai standar tertentu terhadap: a. Bahaya api b. Ventilasi

c. AC d. Exhausts fan e. Pipa air f. Komunikasi g. Bakteriologis h. Kabel monitor - Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata 1) Area Pasien: - Unit terbuka 1216 m2/tempat tidur - Unit tertutup 1620 m2/tempat tidur - Jarak antara tempat tidur: 2 m - Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur - Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur dan 1 cuci tangan Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit 3 outlet udaratekan, dan 3 pompa hisap dan minimum 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. Pencahayaan yang cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien. 2) Area Kerja, meliputi: - Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien. - Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin). - Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif skop. - Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup untuk resepsionis dan petugas admistrasi. 3) Lingkungan Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22o25o kelembaban 5070%. 4) Ruang Isolasi Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.

5) Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis. Alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih. 6) Ruang Tempat Pembuangan Alat/Bahan Kotor Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi. 7) Ruang Perawat Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan pimpinannya. 8) Ruang Staf Dokter Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor kepala bagian dan staf, dan kepustakaan.

9) Ruang Tunggu Keluarga Pasien 10) Laboratorium Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat. 2. PERALATAN a) Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku. b) Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat. c) Peralatan dasar meliputi: - Ventilator - Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas - Alat hisap - Peralatan akses vaskular - Peralatan monitor invasif dan non-invasif - Defibrilitor dan alat pacu jantung - Alat pengatur suhu pasien - Peralatan drain thorax - Pompa infus dan pompa syringe - Peralatan portable untuk transportasi - Tempat tidur khusus - Lampu untuk tindakan

- Continuous Renal Replacement Therapy Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisis dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan paramedik perlu tersedia untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi. 3. MONITORING PERALATAN (Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien). a) Tanda bahaya kegagalan pasokan gas. b) Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen. Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator. c) Pemantauan konsentrasi oksigen. Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistem pernafasan. d) Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e) Volume dan tekanan ventilator. Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan. f) Suhu alat pelembab (humidifier). Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g) Elektrokardiograf. Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h) Pulse oximetry. Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i) Emboli udara. Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara. j) Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan

inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2 ekspirasi.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ICU atau Intenssive Care Unit adalah ruang rawat inap di Rumah Sakit yang

dilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat pasien yang yang mengancam nyawa seperti pasien dengan sakit berat dan kritis oleh karena kegagalan fungsi organ, bencana atau komplikasi yang memiliki harapan hidup. ICU memiliki beberapa level yaitu, Level I / Primer pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D), Level II / Sekunder ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen yang selalu siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi, Level III / Tertier ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan. Tujuan dari ICU yaitu Menyelamatkan kehidupan dan mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut. Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif.

B. Saran Diharapkan kepada para perawat agar mampu melaksanakan manajemen ICU dalam penanganan pasien kegawatdaruratan dan dalam menangani pasien yang dirawat di ICU agar sesuai dengan standar yang ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.dokumen.org/pdf/28179 http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/20/konsep-dasar-intensive-care-unit-icu/

You might also like