Professional Documents
Culture Documents
II. Bidang Biologi Lingkungan SB/P/BL/01 PEMANFAATAN LIMBAH ONGGOK UNTUK PRODUKSI ASAM SITRAT DENGAN PENAMBAHAN MINERAL Fe DAN Mg PADA SUBSTRAT MENGGUNAKAN KAPANG Trichoderma sp DAN Aspergillus niger
Kusmiati dan Ni Wayan Sri Agustini Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong Bogor 16911 Email: Kusmiati02@yahoo.com
ABSTRAK Onggok merupakan hasil samping dari pengolahan tepung tapioka yang dapat menyebabkan bertambah besarnya pencemaran lingkungan. Onggok mengandung selulosa yang merupakan bahan dasar untuk pembentukan asam sitrat pada fermentasi cair onggok. Proses fermentasi ini membutuhkan asupan unsur mineral dalam konsentrasi yang tepat agar pertumbuhan kapang yang diperoleh optimal. Penelitian bertujuan untuk mempelajari adanya pengaruh penambahan mineral besi dan magnesium menggunakan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger pada media onggok untuk memproduksi asam sitrat. Penelitian dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan berdasarkan penambahan mineral besi dan magnesium yaitu (1) kontrol, (2) besi 5 bpj, (3) magnesium 100 bpj dan (4) kombinasi besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj. Penelitian ini diawali pembuatan kurva pertumbuhan Trichoderma sp dan Aspergillus niger pada media onggok 10 % untuk mengetahui fase eksponensial dari proses fermentasi yang dilakukan selama 10 hari, selanjutnya dilakukan pemanenan dan filtrat yang diperoleh dianalisis kadar protein, glukosa dan aktivitas enzim Carboxy Methyl Cellulase menggunakan spektrofotometer UV-VIS, dan analisis kadar asam sitrat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada fermentasi cair kultur tunggal Trichoderma sp dalam media mengandung onggok 10 % dengan penambahan mineral besi 5 bpj sebesar 0,4272 g/l. Fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger pada media mengandung onggok 10 %, kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada penambahan besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l. Hasil dapat disimpulkan bahwa fermentasi onggok dengan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger lebih baik dibandingkan dengan kultur tunggal dan pemberian mineral Fe dikombinasi Mg menghasilkan asam sitrat lebih tinggi. Kata kunci : Onggok, kapang Trichoderma sp, Aspergillus niger, Mineral Fe, Mg, Asam sitrat
PENDAHULUAN Singkong atau ubi kayu dapat dijadikan sebagai makanan pokok atau diolah
menjadi tepung tapioka [1]. Dalam proses pengolahan tepung tapioka dihasilkan limbah berupa cairan dan padatan
856
(onggok).
Ketersediaan
onggok
terus
komersial penting sebagai bahan dasar berbagai proses industri. Kebutuhan dunia akan asam sitrat terus meningkat dari tahun ke tahun dan produksi asam sitrat tiap tahun meningkat 2 3 %. Asam sitrat dapat dihasilkan melalui proses fermentasi menggunakan Aspergillus niger [5,6]. Dalam fermentasi asam sitrat mikroorganisme
meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka. Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal
penanaman dan produksi ubi kayu. Setiap ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Limpahan limbah onggok pertanian akan yang merupakan sering
menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan [2]. Onggok memiliki kandungan protein rendah (kurang dari 5%), tetapi memiliki kandungan karbohidrat tinggi (sekitar 60%) sebagai sehingga media dapat dimanfaatkan untuk
diperlukan unsur mineral agar kapang dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal seperti mangan, magnesium, besi, seng dan tembaga. Nutrisi diperlukan untuk
pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim sehingga harus ada di dalam media pertumbuhan. Efek-efek yang ditimbulkan oleh mineral ini saling terkait sehingga konsentrasi yang tepat dari suatu mineral bergantung kepada konsentrasi mineral lainnya. Hasil penelitian terdahulu
fermentasi
menghasilkan senyawa penting seperti asam sitrat. Penerapan dengan proses fermentasi merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas dari onggok untuk menghasilkan asam sitrat [3]. Penelitian ini memproduksi asam sitrat menggunakan Trichoderma sp dan campuran Trichoderma sp dengan
menggunakan kapang Aspergillus untuk produksi asam sitrat dalam media ampas nanas dengan penambahan mineral besi, tembaga, Zn, mangan dan magnesium dari konsentrasi 0 hingga 200 bpj
Aspergillus niger dengan penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj pada media mengandung onggok 10 %. Trichoderma sp mempunyai kemampuan untuk memproduksi enzim selulase yang akan memecah selulosa menjadi glukosa (sakarifikasi) [4]. Produk selanjutnya dimanfaatkan oleh A. niger. Asam sitrat merupakan produk
menunjukkan bahwa kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj. [7,8]. Asam sitrat yang diperoleh dari proses fermentasi dapat dianalisis dengan menggunakan kromatografi cair kinerja
857
tinggi (KCKT). Sedangkan kadar glukosa, protein, dianalisis dan aktivitas dengan enzim dapat
15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah steril, media dimiringkan dan didinginkan hingga memadat pada suhu kamar. Media fermentasi
menggunakan
spektrofotometer UV-VIS. Tujuan memanfaatkan penelitian limbah ini onggok untuk yang
Media onggok
fermentasi 10 %
cair diberi
mengandung perlakuan
dikonversi menjadi asam sitrat dengan menggunakan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger serta
penambahan mineral sebagai berikut : 1) Kontrol (tanpa penambahan mineral Fe dan Mg) 2) Perlakuan Fe 5 bpj 3) Perlakuan Mg 100 bpj 4) Perlakuan Fe 5 bpj dan Mg 100 bpj Komposisi media fermentasi onggok 10 % dalam 50 ml akuades terdiri dari 0,7 ml (NH4)2SO410%; 0,75ml KH2PO4 1M; 0,15 ml Urea10%; 0,15 ml CaCl2 10%; 0,05 ml larutan mineral; 0,1 ml tween 80; 5 g onggok; 0,025 g pepton dan akuades hingga 50 ml. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
penambahan mineral besi, magnesium dan kombinasi keduanya untuk memperoleh produksi asam sitrat yang maksimal. BAHAN DAN CARA KERJA 1. Persiapan onggok Onggok atau limbah padat tepung tapioka direndam menggunakan HCl
0,3N, kemudian dibilas dengan akuades beberapa kali sampai pH netral. Setelah dicuci, onggok dikeringkan dalam oven dengan dihaluskan. 2. Persiapan media Media Regenerasi Media regenerasi yang digunakan adalah media agar miring PDA (Potato Dextrose Agar). Ditimbang 2 gram serbuk PDA, dilarutkan dengan 50 ml akuades dan dipanaskan sampai larut. Kemudian suhu 50C. Selanjutnya
Trichoderma sp dan Aspergillus niger diinokulasikan ke dalam media miring PDA secara aseptik. Kultur diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari untuk kapang Trichoderma sp dan 5 hari untuk A. niger. 3. Fermentasi Cair dalam media mengandung Onggok 10%. a. Inokulasi Trichoderma sp
dipipet masing-masing sebanyak 4 ml ke tabung reaksi. Tutup tabung reaksi dengan menggunakan kapas dan disterilisasi
Kultur Trichoderma sp segar yang berumur 3 hari dalam media PDA ditambahkan akuades steril sebanyak 7,5 ml. Kemudian diaduk sehingga spora tersuspensi. Suspensi spora diinokulasikan ke dalam media fermentasi steril sebanyak 2,5 ml. Kemudian diinkubasi dalam shaker pada suhu kamar selama 3 hari dengan kecepatan 150 rpm. Jumlah spora pada media cair onggok 10 % dihitung setiap hari dengan menggunakan
aktivitas
enzim
dengan
menggunakan spektrofotometer UV- VIS Analisis protein dengan metode Lowry. Larutan standar Bovin Serum Albumin (BSA) dibuat dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, 120, 160 bpj. Sebanyak 0,5 ml masing masing konsentrasi larutan standar BSA, filtrat sampel dan larutan blangko dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan dididihkan 0,5 selama ml 20 NaOH menit 1 N, dan
haemasitometer sampai fase eksponensial. Setelah itu dipanen. b. Inokulasi Aspergillus niger Perlakuan sama dengan butir a, tetapi pada saat hari ke-7 dilanjutkan dengan penambahan suspensi spora kapang
:CuSO45H2O
KNaTartrat 2% dengan perbandingan 50:1:1) diaduk homogen, didiamkan 10 menit. ditambah 0,5 ml Folin C dan aduk homogen. Dibiarkan selama 30 menit hingga terbentuk kompleks berwarna biru. Serapan larutan diukur dengan
Aspergillus niger segar yang berumur 5 hari sebanyak 2,5 ml. Kemudian
diinkubasi dalam shaker pada suhu kamar hingga hari ke-9 dengan kecepatan 150 rpm. Setelah itu dipanen. 4. Pemanenan Setelah diinkubasi selama 9 hari, masing-masing kultur Trichoderma sp dan A. niger disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Filtrat yang diperoleh disaring kedalam botol sampel untuk dilakukan analisis protein, glukosa, aktivitas enzim dengan spektrofotometer UV-VIS serta analisis kadar asam sitrat dengan KCKT. 5. Analisis protein, glukosa dan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada 750 nm. Data serapan yang diperoleh diekstrapolasikan ke dalam kurva standar BSA, sehingga diperoleh konsentrasi protein dalam sampel [9,10]. Analisis glukosa dengan metode DNS. Persiapan pereaksi DNS Pereaksi DNS dibuat dengan cara
melarutkan 1,497 g 3,5-dinitrosalisilat, 2,796 g NaOH, 43,22 g natrium kalium tartrat, 1,07 ml fenol, 1,17 g natrium
metabisulfit dan penambahan akuades hingga 200 ml. Lalu dicampur homogen.
859
Pengukuran kadar glukosa Larutan standar glukosa dibuat dengan menggunakan glukosa dengan konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, 600, 700, 800, 1000 6. bpj. Dipipet 0,5 ml larutan standar dari masing-masing konsentrasi, sampel dan balnko. kemudian ditambahkan dihomogenkan 0,5 dan ml akuades diinkubasi
Selanjutnya dididihkan selama 5 menit, didinginkan. Serapan larutan dibaca pada = 550 nm dengan spektrofotometer UVVIS. Nilai serapan sampel yang diperoleh diekstrapolasikan kedalam kurva standar enzim, sehingga diperoleh nilai aktivitas enzim dari masing-masing filtrat sampel. 7. Penetapan kadar asam sitrat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Sampel yang digunakan untuk
ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Selanjutnya dididihkan selama 5 menit dan didinginkan pada suhu ruang. Serapan larutan dibaca
pengukuran kadar asam sitrat dipilih dari hasil analisis glukosa dan aktivitas enzim spesifik yang tertinggi dari masing-masing perlakuan. Sampel disaring 0,22 dengan m
dengan spektrofotometer UV-VIS pada = 550 nm. Konsentrasi glukosa dalam filtrat sampel
menggunakan
millipore
kemudian disuntikkan ke dalam sistem KCKT sebanyak 2 l. Kondisi instrumen KCKT sebagai berikut: fase gerak
diperoleh dengan ekstrapolasi nilai serapan sampel ke kurva standar glukosa. Pengukuran aktivitas enzim dengan metode Mendels (DNS). Larutan standar dibuat menggunakan glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 bpj. Sebanyak 0,5 ml larutan standar glukosa dari masingmasing konsentrasi, filtrat sampel dan larutan blangko dipipet ke masing-masing tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0,5ml CMC1%, diinkubasi pada suhu 50C selama 30 menit. ditambahkan 3 ml pereaksi DNS, dicampur homogen.
menggunakan asetonitril : air (60:40), fase diam:C18, laju alir 1 ml/menit, detektor yang digunakan refractive index, volume sampel 2 l dan volume standar 2 l. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan kapang diamati setiap hari dengan menggunakan
eksponensial kapang karena pada fase tersebut aktivitas enzim bekerja maksimal. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama 10 hari masa inkubasi,
860
menunjukkan bahwa jumlah sel pada penambahan kombinasi mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj lebih tinggi dibandingkan jumlah sel tanpa perlakuan (kontrol) atau dengan penambahan besi 5 bpj atau ditambah magnesium 100 bpj saja seperti terlihat pada Gambar 1. Hal ini disebabkan perlakuan konsentrasi mineral yang ditambahkan ke media fermentasi cair mempengaruhi pertumbuhan kapang. Salah satu usaha mengoptimumkan
Gambar
1.
Kurva
pertumbuhan
Trichoderma sp dan A. niger pada media fermentasi cair mengandung onggok 10%
2. Kadar Glukosa Onggok merupakan salah satu limbah yang memiliki kandungan polisakarida tinggi. Polisakarida yang terkandung
dalam onggok ini akan mengalami proses sakarifikasi yaitu dirombak membentuk glukosa melalui jalur glikolisis. Kadar glukosa diukur dalam suasana alkali menggunakan metode DNS tanpa
menggunakan CMC. Suasana alkali gula reduksi akan mereduksi asam 3,5-
batas maksimal dan bila melebihi batas akan menghambat laju pertumbuhan.
dinitrosalisilat (DNS) berwarna jingga membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat berwarna merah kecoklatan. Serapannya dapat diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 550 nm. Reaksi glukosa dapat dilihat pada
bertambahnya konsentrasi sehingga sel akan mengalami plasmolisa. Hasil pengamatan menunjukkan
Gambar 2.
penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj mencapai fase as 3,5dinitrosalisilat 3amino5nitrosalisilat (jingga) kecoklatan) Gambar 2. Reaksi glukosa dengan pereaksi asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS) Fermentasi cair kultur tunggal (merah as.
eksponensial pada hari ke-9, pada fase ini jumlah sel mencapai maksimum.
onggok 10 % kadar glukosa tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan mineral besi 5 bpj yaitu sebesar 40,858 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa mineral besi dengan konsentrasi 5 bpj dapat pertumbuhan optimal Gambar 3. Kadar glukosa pada media fermentasi cair mengandung onggok 10% menggunakan kultur tunggal Trichoderma kadar glukosa kultur sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral Fe dan Mg. Hasil ANOVA pada perlakuan kultur yang berbeda yaitu kultur tunggal
menunjang
tunggal Trichoderma sp pada perlakuan penambahan mineral magnesium 100 bpj dan kombinasi mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj dikarenakan hanya sebagian selulosa membentuk glukosa. Fermentasi Trichoderma cair sp kultur dan campuran A. niger
Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium perbedaan 100 sangat bpj menunjukkan terhadap
bermakna
kandungan glukosa (taraf uji 1%). 3. Kadar Protein Analisis kadar protein menggunakan metode Lowry. Protein akan bereaksi dengan folin Ciocalteau menghasilkan kompleks berwarna hijau kebiruan. Kadar protein semakin besar maka aktivitas spesifik enzim akan semakin rendah dan sebaliknya apabila kadar protein yang diperoleh rendah maka aktivitas spesifik enzim semakin tinggi. Larutan standar protein yang digunakan yaitu Bovine Serum Albumin. Hasil analisis kadar protein Dalam
magnesium 100 bpj yaitu sebesar 35,643 g/l. Hal ini menunjukkan bahwa kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger pada kombinasi mineral lebih optimal meningkatkan perombakan selulosa
menjadi glukosa. Dan penggunaan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger menunjukkan jumlah sel kapang yang lebih besar sehingga menunjang
pembentukan glukosa lebih tinggi. Hasil analisis kadar glukosa seperti diperlihatkan pada Gambar 3 berikut :
fermentasi
cair
kultur
tunggal
pembentukan protein. Hasil uji statistik pada perlakuan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral Fe dan Mg menunjukkan tidak ada perbedaan
bermakna terhadap kandungan protein. a. Aktivitas Enzim CMC-ase Gambar 4. Kadar protein pada media fermentasi cair mengandung onggok 10 % menggunakan kultur tunggal Enzim Carboxy Methyl Cellulase merupakan enzim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh Trichoderma sp yang berperan dalam proses sakarifikasi yaitu proses perombakan polisakarida dan
Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral Fe dan Mg.
selulosa yang terdapat di dalam onggok menjadi glukosa. Hasil analisis aktivitas
media tanpa penambahan besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj (perlakuan kontrol) sebesar 4,826 g/l, sedangkan fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan penambahan kombinasi besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj sebesar 6,556 g/l. Kadar protein yang diperoleh dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil pada penelitian
CMC-ase
pada
substrat
onggok
ditunjukkan pada Gambar 5. Aktivitas fermentasi enzim cair tertinggi kultur pada tunggal
Trichoderma sp terdapat pada perlakuan penambahan mineral magnesium 100 bpj diperoleh sebesar 3948,4 U/ml. Aktivitas enzim tertinggi fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger terdapat kombinasi pada perlakuan besi penambahan 5 bpj dan
mineral
menggunakan substrat kulit padi dengan A. niger dan Trichoderma viride diperoleh sebesar 0,58 mg/ml [6]. Hal ini
kemungkinan pada penelitian ini didukung oleh faktor perbedaan mineral sehingga substrat pada dan media
penambahan fermentasi
meningkatkan
863
diperoleh sebesar 0,94 U/mg protein. Demikian halnya fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger aktivitas spesifik tertinggi pada
penambahan mineral magnesium 100 bpj diperoleh sebesar 0,355 U/mg protein. Gambar 5. Aktivitas enzim CMC-ase pada fermentasi cair mengandung onggok 10% menggunakan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral Fe dan Mg. Hal ini menunjukkan bahwa mineral magnesium 100 bpj dan kombinasi 4. Kadar Asam Sitrat Analisis kadar asam sitrat dilakukan dengan menggunakan KCKT, untuk Hasil uji statistik ANOVA perlakuan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj menunjukkan perbedaan sangat bermakna terhadap
mineral besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj lebih optimal dalam meningkatkan
pertumbuhan sel sehingga mendukung metabolisme sel dan aktivitas enzim. Mineral besi dan magnesium merupakan kofaktor dalam sistem enzimatis sehingga mineral tersebut dapat membantu enzim berfungsi sebagai katalis yang menunjang berjalannya proses metabolisme enzim. Aktivitas enzim dalam penelitian ini diperoleh lebih besar dibandingkan
mengetahui jumlah asam sitrat yang diproduksi selama fermentasi pada media cair yang mengandung onggok 10% dengan perlakuan penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj. Hasil analisis asam sitrat dengan KCKT
tercantum pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Kadar asam sitrat pada media mengandung onggok 10% menggunakan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan Fe dan Mg. Kadar asam sitrat Perlakuan (g/l) Kultur tunggal Kultur campuran
dengan hasil pada penelitian sebelumnya yang menggunakan substrat kulit padi yang difermentasikan dengan A. niger dan T. viride diperoleh sebesar 2,79 U/ml [6]. Aktivitas spesifik enzim tertinggi pada fermentasi cair kultur tunggal
864
Trichoderm a sp +A.
Trichoderma sp dan A. niger lebih meningkatkan produksi asam sitrat dibandingkan menggunakan kultur
0,3587
0,5702
%. b.Fermentasi Trichoderma mengandung penambahan cair sp onggok mineral kultur dalam 10% besi tunggal media dengan 5 bpj
Hasil penelitian lain, menggunakan cairan tebu difermentasi dengan A. niger diperoleh g/l[11]. Kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada fermentasi sp onggok cair kultur dalam 10 % tunggal media dengan asam sitrat sebesar 89,64
mencapai produksi asam sitrat tertinggi sebesar 0,4272 g/l dan pada fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger dalam media mengandung onggok 10% dengan
Trichoderma mengandung
penambahan mineral besi 5 bpj sebesar 0,4272 g/l. Fermentasi cair kultur
penambahan kombinasi besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l. c. Hasil ANOVA pada perlakuan kultur yang berbeda yaitu kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger dengan penambahan mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj menunjukkan
campuran Trichoderma sp dengan A. niger pada media mengandung onggok 10 %, kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada penambahan besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l. Hasil kadar asam sitrat berdasarkan penelitian sebelumnya menggunakan
perbedaan sangat bermakna (taraf uji 1%) terhadap kandungan glukosa dan aktivitas enzim CMCase, dan tidak ada perbedaan bermakna terhadap
cairan tebu lebih besar bila dibandingkan dengan kadar asam sitrat yang dihasilkan pada penelitian ini. Hal ini diduga disebabkan perbedaan substrat, pada
cairan tebu mengandung glukosa yang lebih tinggi dan akan menghasilkan asam sitrat yang tinggi juga.
Sdri. K. Natalia Sembiring yang telah membantu selama penelitian berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Madethen. 1989. Prospek Pengembangan Teknologi Pengolahan Singkong Sebagai Bahan Baku Industri. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.Bandung . hal.2-3. Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Ternak. BalitvetBogor Judoamidjojo, M. 1992. Teknologi Fermentasi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor hal.37-40, 301-306. Kusmiati. 2009. Aktivitas CMCase dan Produksi Asam Sitrat oleh kapang Trichoderma sp mutan terimobilisasi dalam substrat padat onggok dan dedak. Proseding Seminar Nasional XVIII Kimia dalam Industri dan Lingkungan. Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta 3 Desember 2009. Hal.783-792 Paturau JM. 1982. By product of the cane sugar industry. Second completely revised edition. Elsevier Scientific Publishing Company. New York. hal.279-85. Ikram-ul-haq, Muhamad MJ, Tehmina SK. 2006. An innovative approach for hyper production of cellulolityc and hemi cellulolityc enzymes by consortium. J of Biotechnology. 5(8). Hal.609-614. Tran C. T. 1998. Selection of a strain of Aspergillus for the production of citric acid from pineapple waste in solid state fermentation. World Journal of Microbiology and Biotechnology. Australia. Vol 14:399-404. Kiel H, Rumia G, Yigal H. 1981. Citric acid fermentation by Aspergillus niger in low sugar concentrations and cotton waste. Departments Microbiology and plant pathology. Israel. hal.1-4.
866
Gritter
JR, Schawarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan oleh Kosasih A Padmawinata. ITB. Bandung. Hal. 160-92. Copeland RA. 1994. Methods for protein analysis: a practical guide to laboratory protocols. Chapman & Hall. London. hal.43-44. Prado FC, Vandenberghe LPS. 2005. Citric acid production by solidstate fermentation on a semi-pilot scale using different percentages of trated cassava bagasse. Brazilian Journal Chemical Engineering. hal. 547-53.