You are on page 1of 8

BAB I PENDAHULUAN 1.

Latar belakang Ibadah Shalat adalah merupakan kewajiban bagi setiap umat islam baik laki-laki maupun perempuan yang sudah mukallaf sebagai wujud penyembahan kepada Allah SWT. Dalam melaksanakan kewajiban shalat umat islam terikat pada waktu yang di tentukan.sebagaimana Allah Berfirman: sesungguhnya shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktu-waktunya atas orang beriman.(Q.S. An-Nisaa : 103) Ketentuan waktu shalat yang diterangkan atau ditunjukkan oleh Rasulullah SAW sebagaimana hadits di atas hanyalah fenomena alam, itu dijadikan sebagai dasar dari penentuan waktu-waktu shalat fardhu. Akan tetapi persoalan muncul bagi kita adalah ketika langit mendung dan matahari tidak memantulkan sinarnya atau langit saat itu tidak bersahabat dengan kita sehingga sulit mendeteksi posisi matahari untuk dijadikan dasar penentuan awal dan akhir waktu shalat. Maka kaidah-kaidah matematika sebagaimana prinsip ilmu ukur segitiga bola adalah sebagai kunci untuk memecahkan persoalan dimaksud. Keseluruhan metode dan sistem tentang astronomi moderen yang berdasarkan kajian hisab syar'i dalam menentukan waktu-waktu shalat fardhu tersebut sangatlah dibutuhkan jika tidak dikatakan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat muslim. Dari ketentuan yang termuat dalam Al-quran dan hadist dapat dipahami bahwa ketentuan shalat tersebut berkaitan dengan posisi matahari pada bola langit.karena itu dalam penentuan awal waktu shalat, data astronomis terpenting adalah posisi matahari, terutama tinggi h atau zarak zenith(budu as shumti) Zm= 90o-h. fenomena awal fajar(morning twilight), matahari terbit(sunrise), matahari melintasi meridian(culmination),matahari terbenam (sunset), dan akhir senja(evening twilight) berkaitan dengan jarak zenith. 2. Rumusan masalah

a. Awal waktu magrib b. Cara menentukan awal waktu magrib c. Awal waktu isyak d. Cara menentukan awal waktu isyak

BAB II

PEMBAHASAN A. Awal waktu magrib Waktu magrib adalah waktu matahari terbenam yaitu menurut pandangan mata piringan atas matahari bersinggungan dengan ufuk. Dalam ilmu falak berarti saat terbenam matahari, seluruh piringan matahari tidak terlihat oleh pengamat. Piringan matahari berdiameter 32 menit busur, setengahnya berarti 16 menit busur, selain itu didekat horizon terdapat refraksi yang menyebabkan kedudukan matahari lebih tinggi dari kenyataan sebenarnya yang diasumsikan 34 menit busur. Koreksi semi diameter piringan matahari dan refraksi terhadap jarak zenith matahari saat matahari terbit atau terbenam sebesar 50 menit busur. Oleh karna itu terbit dan terbenam matahari secara falak ilmy didefinisikan bila jarak zenith matahari mencapai Zm = 90 50. Definisi ini untuk tempat pada ketinggian dipermukaan air laut atau jarak zenith matahari Zm = 91 bila memasukan koreksi kerendahan ufuk akibat tinggi posisi pengamat 30 meter dari permukaan laut. B. Kedudukan matahari pada saat waktu magrib Perhitungan tentang kedudukan maupun posisi benda-benda langit, termasuk matahari, pada mulanya adalah perhitungan kedudukan posisi titik pusat matahari diukur atau dipandang dari titk pusat bumi, sehingga dalam melakukan perhitungan tentang kedudukan matahri terbenan kiranya perlu memasukkan koreksi-koreksi berupa kerendahan ufuk atau Dip (D), refraksi cahaya dan semidiameter. Atas dasar itu, kedudukan matahari atau tinggi matahari pada posisi awal waktu maghrib dihitung dari ufuk sepanjang lingkaran vertikal ( hmg ) dirumuskan dengan : hmg = 00 - SD - Refraksi - Dip Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu maghrib dengan rumus di atas sangat dianjurkan apabila untuk perhitungan awal bulan dan pembuatan jadwal Imsakiyah Ramadhan . Tetapi apabila untuk perhitungan awal waktu shalat cukup dengan hmg = -10

matahari atau tinggi matahari pada posisi awal waktu magrib sepanjang lingkaran vertical (hmg) dirumuskan dengan: hmg = -(SD + refraksi + dip) SDo = 0o 16 00 Refraksi Dip hmg = 0o 34 30 = 0.0293 tinggi tempat (meter) = -1o

C. Cara menentukan awal waktu solat magrib Rumus menentukan awal waktu magrib : h = (sd + ref + dip) Cos t = sin h : cos j : cos d tan j . tan d 12 e + (t : 15) + ((ldh ltp) : 15) + i 12 e (t : 15) + ((ldh ltp) : 15) i Data yang dibutuhkan tempat Matahari eq. of time l tempat l WIB Dip = 1 07 35.56 = 17 20 21.47 = 0j 6m 9d = 104 03 10.65 = 105 = 18 m

Tinggi Matahari SD Matahari Refraksi = 0 15 45.68 = 0 34 30.0

Kerendahan Ufuk (DIP) = 0 07 28.02 + (1.76 18) h Matahari terbenam = 0 57 43.70 -(SD + ref + DIP) Rumus t magrib Cos t = sin h : cos : cos tan . tan Cos t = sin 05743.70 : cos 1 735.56 : cos 172021.47 tan 1 735.56 x tan 172021.47 = -0.01679172 : 0.99980671 : 0.95455661 ( 0.01966444 x 0.31221790) = -0.01759452 0.00613959 = -0.02373411 t = 91 21 35.97

(12 e) + t : 15 + (l dh ltp) : 15 + I (12 e) t : 15 + (l dh ltp) : 15 + i 12 e 912135.97 : 15 12 e + t : 15 LMT 105- 104 310.65 : 15 = 18j 15m 22.69d Ikhtiyati Awal waktu Magrib D. Awal waktu isya Waktu isya ditandai dengan mulai memudarnya cahaya merah dibagian langit sebelah barat, yaitu tanda masuknya gelap = 0j 03m 47.29d + = 0j 03m 47.29d + = 12j 06m 09.00d = 6j 05m 26.40d + = 12j 06m 09.00d = 6j 05m 26.40d = 6j 00m 42.60d

= 18j 11m 35.40d LMT

= 6j 04m 29.89d = 0j 01m 37.31d + = 0j 01m 30.11d + = 18j 17m WIB

malam. Begitu matahari terbenam di ufuk barat, permukaan bumi tidak otomatis langsung menjadi gelap. Hal ini terjadi karena ada partikel-partikel berada diangkasa yang membiaskan sinar matahari, sehingga walaupun sinar matahari sudah tidak mengenai bumi namun masih ada bias cahaya dari partikel-partikel itu. Dalam ilmu falak dikenal dengan cahaya senja atau twilight. Ketika posissi matahari berada antara -120 sampai -180 dibawah ufuk permukaan bumi menjadi gelap, sehingga benda-benda di lapangan terbuka sudah tidak dapat dilihat batas bentuknya dan pada waktu itu semua bintang, baik yag bersinar terang maupun yang bersinar lemah sudah tampak. Mulai saat itulah para astronom memulai kegiatannya meneliti benda-benda langit. Keadaan seperti ini dalam astronomi dikenal astronomical twilight. Oleh karena pada posisi matahari -180 di bawah ufuk malam sudah gelap karena telah hilang bias partikel, maka dietetapkan awal waktu isya apabila tinggi matahari berada pada posisi -180. Oleh sebab itu = -180 E. Menentukan awal waktu isya his

H0 (tinggi matahari) untuk awal isya = -17 + (-1 29 21 .29)

= -17 - 1 29 21 .29
= -18 29 21 .29)

a. T0 ( sudut waktu matahari) awal isya

Cost0 = sin ho

cos

cos

tan

. tan

= sin -18 29 21. 29

cos-7 20

cos -23 12 47 tan-7 20

tan-

23 12 47

= -0.317127 0.99182 0.91905-(-0.12869) = -0.4030998

(-0.42887)

to

= +113 46 19 .5 = +07j 35m 05d .31

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Waktu magrib adalah waktu matahari terbenam yaitu menurut pandangan mata piringan atas matahari bersinggungan dengan ufuk. Waktu isya dimulai ketika posisi matahari -18o dibawah ufuk malam sudad karena telah hilang bias partikel (mega merah). Jadi hisya = -18o B. Penutup Demikian makalah dari kami, apabila ada kekurangan kami mohon maaf dan kritik untuk memperbaiki makalah kami berikutnya.

Daftar Pustaka Hambali slamet, penentuan awal waktu solat dan arah kiblat seluruh dunia,semarang : PROGRAM PASCA SARJANA IAIN WALISONGO

SEMARANG,2011 http://ibnujantan.blogspot.com/2012/01/bab-i-pendahuluan-latar-belakangibadah.html/31/04/2012

You might also like