You are on page 1of 29

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI

SEDIAAN STERIL
SALEP MATA KLORAMFENIKOL










Oleh :
Kelompok 1 Golongan I

Ni Made Ary Sukmawati (0908505002)
A.A.Ayu Putri Kusuma Dewi (0908505003)
Ida Ayu Gede Astiti (0908505004)
Nyoman Darpita Wijaya (0908505005)
Pande Nyoman Karismawan (0908505006)
Putu Hengky Prawiranata (0908505007)
Widyana Sagita Putri (0908505008)




JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012



BAB I
PRAFORMULASI

1.1. Tujuan
1. Untuk mengetahui permasalahan dan pengatasan masalah pada pembuatan salep mata
kloramfenikol
2. Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril salep mata
kloramfenikol
3. Dapat membuat sediaan steril salep mata kloramfenikol dalam skala laboratorium
sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan

1.2 Dasar Teori Sediaan Salep Mata

Salep mata adalah salep steril untuk mengobatan mata menggunakan dasar salep yang
cocok. Salep mata tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba dan harus
memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada uji keamanan hayati (Depkes RI, 1979).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV yang dimaksud dengan salep mata adalah
salep yang digunakan pada mata, Sedangkan menurut BP 1993, salep mata adalah sediaan
semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan ditujukan untuk pengobatan
konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan diagnostik, dapat
mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba (antibakteri dan antivirus),
antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai
(Voight, 1994).
Pembuatan salep mata harus steril serta berisi zat antimicrobial preservative, antioksidan,
dan stabilizer. Menurut USP edisi XXV, salep berisi chlorobutanol sebagai antimicrobial dan
perlu bebas bahan partikel yang dapat membahayakan jaringan mata. Sebaliknya, dari EP
(2001) dan BP (2001) ada batasan ukuran partikel, yaitu setiap 10 mikrogram zat aktif tidak
boleh mempunyai partikel > 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 partikel > 50 nm, dan tidak boleh
lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
Pada pembuatan salep mata harus diberikan perhatian khusus. Sediaan dibuat dari
bahan yang sudah disterilkan dengan perlakuan aseptik yang ketat serta memenuhi uji
sterilitas. Bila bahan tertentu yang digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan
cara biasa, maka dapat digunkaan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan
pembuatan secara aseptik. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang
sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang mungkin masuk
secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan; kecuali dinyatakan lain
dalam monografi atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Zat antimikroba yang
dapat digunakan antara lain : klorbutanol dengan konsentrasi 0,5 % , paraben dan
benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01 0,02 %. Bahan obat yang ditambahkan ke
dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari partikel
kasar dan harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata (Depkes
RI, 1995).
Adapun sedian salep mata yang ideal adalah :
- Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang diinginkan dan
sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh penderita.
- Salep mata yang menggunakan semakin sedikit bahan dalam pembuatannya akan
memberikan keuntungan karena akan menurunkan kemungkinan interferensi dengan
metode analitik dan menurunkan bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif.
(Lachman, 1994)
- Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.
- Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi kemungkinan obat
tersebar dengan perantaraan air mata.
- Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
- Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril
(Anief, 2006)

Dasar salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi obat
dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu tertentu
pada kondisi penyimpanan yang tepat (Depkes RI, 1995). Dasar salep yang dimanfaatkan
untuk salep mata harus memiliki titik lebur atau titik melumer mendekati suhu tubuh. Dalam
beberapa hal campuran dari petrolatum dan cairan petrolatum (minyak mineral) digunakan
sebagai dasar salep mata (Ansel, 2008). Basis salep mata seperti Simple Eye Ointmen
BP1988 dapat digunakan untuk memberikan efek lubrikasi. Basis yang umum digunakan
adalah lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum. (Voight, 1995).
Vaselin merupakan dasar salep mata yang banyak digunakan. Beberapa bahan dasar
salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah dicuci dengan air dan bahan dasar larut
dalam air dapat digunakan untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini
memungkinkan dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi
pada mata (Depkes RI, 1995).
Basis yang menghasilkan sediaan optimal jika memiliki batas mengalir 10-50 N.m
-2
dan
daerah meleburnya 32-33
0
C (suhu dari kornea atau konjungtiva). Dari sekian banyak basis
salep yang tersedia hanya sedikit yang dapat memenuhi tuntutan di atas. Gel hidrokarbon
dengan tambahan emulgator (misalnya kolesterol, malam, bulu domba) setelah
konsistensinya diatur dengan penambahan parafin cair (sampai 30%) dinilai sangat cocok
sebagai basis salep mata. Penggunaan polietilenglikol media yang mengandung gliserol dan
glikol mengingat kerjanya yang merangsang mata karena daya osmotiknya, tidak disarankan
untuk digunakan. Juga basis pengemulsi jenis M/A dinilai kurang cocok, karena
menimbulkan perangsangan dan hambatan penglihatan yang kuat, pada saat digunakan
(Voight, 1995).
Wadah untuk salep mata harus dalam keadaan steril pada waktu pengisian dan
penutupan. Wadah salep mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada
pemakaian pertama (Depkes RI, 1995). Pengemasan yang paling cocok untuk salep mata
adalah tube. Tube dengan rendahnya luas permukaan jalan keluarnya menjamin penekanan
kontaminasi selama pemakaiannya sampai tingkat yang minimum. Secara bersamaan juga
memberikan perlindungan terhadap cahaya yang baik. Pada tube yang terbuat dari seng
sering terjadi beberapa peristiwa tak tersatukan. Sebagai contoh dari peristiwa tak tersatukan
telah dibuktikan oleh garam perak dan garam air raksa, lidokain (korosi) dan sediaan
skopolamin yang mengandung air (warna hitam). Oleh karena itu akan menguntungkan, jika
menggunakan tube yang sebagian dalamnya dilapisi lak. Pada pembuatan tube yang tidak
tepat harus diperhitungkan adanya serpihan-serpihan logam. Waktu penyimpanan tidsk hanya
tergantung dari stabilitas kimia bahan obat yang digabungkan, tetapi juga dari kemungkinan
terjadinya pertumbuhan ukuran partikel atau rekristalisasi. Dengan demikian, pengujian
spectrum ukuran partikel dalam interval waktu tertentu mutlak diperlukan. Jadi dalam setiap
hal selalu diutamakan pembuatan salep mata secara segar (Voight, 1995).
Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata adalah waktu
kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan mata umumnya dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini
disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih
tinggi. Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya pandangan yang terjadi
begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata (Ansel, 2008).

1.3 Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
a. Farmakokinetik
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja
menghambat sisntesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini mengikatkan dirinya pada situs-
situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S. Kloramphenikol menyekatkan ikatan
persenyawaan aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks
mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl
untuk menyatu dengan baik dengan situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang
dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks
ribosom tidak ditransfer ke asamamino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti
(Katzung, 2004).
Untuk penggunaan secara topical pada mata, kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan
mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata yaitu katarak
memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara
mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine.
Perlu diingat untuk penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses
absorsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya
pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi kedalam jaringan,
rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi
sekali dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma-t1/2-nya
rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang
baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami
keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif
dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahrdhja, 2007).
b. Indikasi
Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksternal yang disebabkan
bakteri. (McEvoy, 2002).
c. Kontraindikasi
Penderita yang lewat peka terhadap kloramfenikol (Tjay dan Rahardja, 2007).
d. Efek Samping
Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata.
Reaksi hipersensitifitas dan inflamasi termasuk konjunctivitas, terbakar, angioheurotic
edema, urticaria vesicular/maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (Mc Evoy,2002).

e. Dosis
Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5 1 % dalam
sediaan (Ansel, 2008).
f. Mekanisme aksi
Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada mikroorganisme dengan
berikatan pada subunit ribosom SOS sehingga menghambat pembentukan ikatan peptida (Mc
Evoy,2002).
g. Penyimpanan
Disimpan pada suhu dibawah 30
o
C. Kloramfenikol disimpan dalam wadah tertutup
baik terlindung dari cahaya (Depkes RI, 1979).
h. Interaksi Obat
Inaktivasi kloramfenikol dalam hati kemungkinan disebabkan karena adanya interaksi
dengan obat-obatan yang juga dimetabolisme oleh enzim mikrosomal hepatika. Sebagai
contoh, kloramfenikol meningkatkan efek antikoagulan kumarin, seperti dikumarol dan
warfarin, beberapa hipoglikemik seperti klorpropamide dan tolbutamide, dan antiepileptik
seperti fenitoin. Sebaliknya, metabolisme kloramfenikol dapat ditingkatkan oleh enzim
hepatik inducers seperti fenobarbital atau rifampisin. Kloramfenikol juga dapat mengurangi
efek dari besi dan vitamin B12 pada pasien anemia dan juga kadang-kadang dapat
mengganggu aksi dari kontrasepsi oral.
Terdapat suatu kemungkinan efek antagonis jika kloramfenikol diberikan bersama-
sama dengan obat bakterisida, dan beberapa antagonisme telah dibuktikan secara in vitro
antara kloramfenikol dengan berbagai beta lactams dan aminoglikosida. Kloramfenikol dapat
secara kompetitif menghambat efek makrolid atau linkosamida seperti klindamisin
(Reynolds, 2007).
i. Inkompatibilitas
Ketidaksesuaian atau hilangnya aktivitas telah dilaporkan antara kloramfenikol dan
berbagai zat lain. Faktor-faktor lain, terutama konsentrasi obat, mungkin mempengaruhi dan
banyak yang tidak kompatibel terutama dengan konsentrasi larutan yang pekat.






1.4 Tinjauan Sifat Fisiko-Kimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan
1.4.1 Kloramfeniol
Struktur dan Berat Molekul
Rumus struktur:

BM : 323,13 (Depkes RI, 1995)

Kelarutan
Menurut FI IV Hal.189 dan Pharmaceutical Codex
Pelarut Kelarutan
Air
Kloroform
Eter
Etanol
Propilen glikol
Aseton
Etil asetat
Sukar larut (1:400)
Sukar larut
Sukar larut
Mudah larut (1: 2,5)
Mudah larut (1: 7)
Mudah larut
Mudah larut

Stabilitas
Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan hingga waktu yang
cukup lama dengan menempatkan sediaan pada kondisi yang optimum selama
penyimpanan. Sediaan salep mata akan lebih stabil apabila basisnya mengandung
lemak bulu domba atau adeps lanae dan setil alcohol.
o Terhadap cahaya :
Penyimpanan sediaan salep mata kloramfenikol diusahakan terlindung dari
cahaya atau sinar matahari (Reynolds, 1982)
o Terhadap suhu :
Sediaan ini bertambah stabil pada suhu 35
0
C dengan penambahan sodium
metabisulfit dan disodium edetat. Umumnya stabilitas akan berkurang pada
suhu 25
0
C (Pharmeceutical Codex, 1994). Menurut Reynolds (1982), sediaan
kloramfenikol stabil pada suhu 20
o
-25
o
C.

o Terhadap pH:
pH stabil dari zat kloramfenikol adalah berkisar antara 4,5 sampai 7,5 (FI IV
dan Pharmeceutical Codex, 1994). pKa 5,5 (McEvoy, 2002)
o Terhadap oksigen:
Sediaan ini tidak stabil dengan adanya oksigen (Lund, 1994).

Titik lebur :
Titik lebur kloramfenikol :Antara 149-153
0
C (Reynolds, 1982)

Inkompatibilitas :
Kloramfenikol sodium suksinat dilaporkan inkompatibilitas dengan adanya
kamdungan seperti aminofilin, ampisilin, asam askorbat, calsium klorida,
chlorpromasin HCl, garam eritromisin, gentamisin sulfat, natrium hidrokortison
suksinat, natrium nitrofurantoin, dsb.

1.4.2 Bahan Tambahan
a. Adeps Lanae (Lanolin)
Definisi
Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari
bulu domba Ovis aries Linn (Famili Bovidae), yang dibersihkan, dihilangkan
warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Mengandung
antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02% (DepKes RI, 1995).
Pemerian
Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas (DepKes RI, 1995).
Kelarutan
Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya,
agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah
larut dalam eter, dan dalam kloroform (DepKes RI, 1995).
Stabilitas
Lanolin dapat mengalami proses autooksidasi, sehingga didalamnya
ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena. Ekspose pemanasan
yang lama dapat menyebabkan warna lanolin menjadi gelap dan menimbulkan
bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi dengan sterilisasi panas kering pada
suhu 150
o
C. Pada ediaan salep mata yang mengandung lanolin, dapat
menggunakan sterilisasi filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma (Rowe, et al.,
2004).
Penyimpanan
Disimpan pada tempat yang tertutup rapat, terlindung dari cahaya, dan pada
temperature 15 30
o
C (Sweetman, 2009).
Titik lebur
38 44
o
C (Sweetman, 2009)
Penggunaan
Agen pengemulsi, basis salep (Rowe, et al., 2004)

b. Parafin
Definisi
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang dperoleh dari minyak mineral,
sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol atau butylhidroksitoluena
tidak lebih dari 10 bpj (DepKes RI, 1979).
Pemerian
Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi, tidak berwarna, hamper tidak
berbau, tidak mempunyai rasa (DepKes RI, 1979).
Kelarutan
Dalam air : tidak larut
Dalam alkohol : sedikit larut alkohol.
Dalam minyak menguap : larut
Dapat dicampur dengan hidrokarbon, dan minyak tertentu (kecuali minyak
jarak) (Sweetman, 2009).
Stabilitas & Penyimpanan
Parafin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan dan pembekuan
yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya. Parafin harus disimpan
pada tempat yang tertutup rapat, dengan temperature tidak kurang dari 40
o
C
(Rowe, et al., 2004).
Penggunaan
Sebagai basis salep, emolien dan pembersih pada kondisi kulit tertentu, dan
sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan mata yang kering
(Sweetman, 2009)

c. Vaselin flavum
Definisi
Vaselin kuning adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah
padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat penstabil yang
sesuai (DepKes RI, 1995).
Pemerian
Massa seperti lemak, kekuningan hingga amber lemah, berfluoresensi sangat
lemah walaupun setelah melebur. Dalam lapisan tipis transparan. Tidak atau
hampir tidak berbau dan berasa (DepKes RI, 1995).
Kelarutan
Tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene, dalam karbon disulfide,
dalam kloroform dan dalam minyak terpentin, larut dalam eter, dalam heksana,
dan umumnya dalam minyak lemak dan minyak atsiri, praktis tidak larut dalam
etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol mutlak dingin (DepKes RI,
1995).
Stabilitas & Penyimpanan
Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan terlindung dari
cahaya (Sweetman, 2009)
Titik lebur
38-60
o
C (Sweetman, 2009)
Penggunaan :
Vaselin digunakan sebagai basis salep dan emolien pada pengobatan pada
penyakit kulit (Sweetman, 2009)

1.5 Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian

Bentuk Sediaan : salep mata Kloramfenikol 1%, Salep Mata Kloramfenikol
sebanyak 2 buah dengan bobot bersih masing-masing sediaan 10 gram.
Cara pemberiaan : s.u.e
Dosis : oleskan 3-4 kali sehari selama 10-15 hari.
(BNF, 2007)




BAB II
FORMULASI

2.1. Formulasi yang Digunakan pada pratikum ini:

R/ Kloramfenikol 1 %
Adeps lanae 10 %
Vaselin flavum 80 %
Parafin cair 10 %

(Jenkins et al, 1957)
Karena sediaan yang dibuat dengan berat 3 g untuk tiap tube, maka formula yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Kloramfenikol 0,03 g
Adeps lanae 0,297 g
Vaselin flavum 2,4057 g
Parafin cair 0,2673 g
2.2 Permasalahan
1. Kloramfenikol tidak larut air, sehingga ketika mencampurkan kloramfenikol pada
basis akan lebih sulit dihomogenkan, karena tidak dapat dilarutkan dalam air
sebelum dicampur ke dalam basis.
2. Karena akan digunakan pada konjungtiva mata maka, basis salep harus cukup
lembut.

2.3 Pengatasan Masalah
1. Kloramfenikol dicampurkan dalam basis lemak, digerus dalam mortir hingga halus,
baru ditambahakan basis sedikit demi sedikit.
2. Untuk membuat basis salep yang lebih lembut, dilakukan penggantian 10%
vaselinum flavum dengan parafin cair.





99 %
90 %
2.4 Macam-Macam Formulasi
R/ Kloramfenikol 1%
Setil alkohol 2,5 %
Adeps lanae 6 %
Parafin cair 40 %
Vaselin kuning ad 10 gram
(Evi, 2009)
R/ Kloramfenikol 1%
Cetyl alkohol
Destiled water
Liquid paraffin atau propilien glikol
Span 40 atau Tween 40
(Lund, 1994)
R/ Kloramfenikol 1 %
Adeps lanae 10 %
Vaselin flavum 80 %
Parafin cair 10 %

(Jenkins et al, 1957)
2.5. Kegunaan atau Fungsi Masing-Masing Bahan

No. Nama Bahan Fungsi Kelarutan pH
Stabilitas
Cara Sterilisasi
1. Kloramfenikol Bahan Aktif Tidak larut dalam
air, mudah larut
dalam aseton dan etil
asetat
4,5-7,5 -
2. Adeps lanae Basis Lemak Oven (150
o
C-
60)
3. Parafin cair Emolient Oven (150
o
C-
60)
4.. Vaselin
Flavum
Basis
hidrokarbon
Oven (150
o
C-
60)



99 %
90 %
2.6. Bentuk dan Formula Yang Dibuat
Bentuk dan formula yang dibuat adalah sediaan salep mata Kloramfenikol
sebanyak 4 buah dengan bobot bersih masing-masing sediaan 3 gram.

2.7 Perhitungan

Berat salep : 3 gram
Jumlah sediaan : 4 tube
a. Kloramfenikol
gram x gram sediaan Untuk
gram g kol kloramfeni Berat
12 , 0 4 03 , 0 4
03 , 0 3
100
1
= =
= =

Kelebihan penimbangan untuk zat aktif adalah sebanyak 5% , maka :
Kloramfenikol yang ditimbang = 0,12 g + (

x 0,12 g)
= 0,126 g

b. Basis salep yang diperlukan
gram g x diperlukan yang basis Berat 97 , 2 3
100
99
= =
- Adeps lanae
Diperlukan 10 % dari basis salep
gram x gram sediaan Untuk
gram g lanae adeps Berat
188 , 1 4 297 , 0 4
297 , 0 97 , 2
100
10
= =
= =

Kelebihan penimbangan untuk zat basis adalah sebanyak 25% , maka :
Adeps lanae yang ditimbang = 1,188g + (

x 1,188 g)
= 1,485 g

- Parafin cair
Diperlukan 10 % dari campuran dengan vaselin flavum
g
g
g cair paraf in Berat
2673 , 0
673 , 2
100
10
97 , 2
100
90
100
10
=
=
|
.
|

\
|
=

gram x gram sediaan Untuk 0692 , 1 4 2673 , 0 4 = =

Kelebihan penimbangan untuk zat basis adalah sebanyak 25% , maka :
Parafin cair yang ditimbang = 1,0692 g + (

x 1,0692 g)
= 1,3365g

- Vaselin flavum
g
g g g
cair parafin massa adeps massa basis massa total flavum Vaselin
4057 , 2
) 2673 , 0 297 , 0 ( 97 , 2
) (
=
+ =
+ =

gram x gram sediaan Untuk 6228 , 9 4 4057 , 2 4 = =

Kelebihan penimbangan untuk zat basis adalah sebanyak 25% , maka :
Vaselin flavum yang ditimbang = 9,6228 + (

x 9,6228 g)
= 12,0285g

Tabel 2. Penimbangan Bahan
No. Bahan Persentase Fungsi Penimbangan
1 sediaan
Penimbangan
4 sediaan
Bobot 4
sediaan +
kelebihan
penimbangan
1. Kloramfenikol 1 % Zat aktif 0,03 g 0,12 g 0,126 g
2. Adeps lanae 10 % Basis
Lemak
0,297 g 1,188 g 1,485 g

3. Vaselin
flavum
80,91% Basis
hidrokarbon
2,4057 g 9,6228 g 12,0285g
4. Parafin cair 8,91 % Emolien 0,2673 g 1,0692 g 1,3365g



BAB III
PELAKSANAAN

3.1 Cara Kerja
a. Semua alat yang akan digunakan disterilisasi terlebih dahulu,
b. Masing-masing bahan ditimbang sesuai dengan bobot penimbangannya,
c. Basis salep (Adeps lanae, Vaselin flavum, dan paravin cair) diletakkan pada
cawan porselen yang telah dilapisi kasa steril,
d. Basis salep kemudian dilebur dalam oven pada suhu 60
o
C selama 60 menit,
e. Lelehan basis salep diaduk perlahan hingga semua basis meleleh sempurna dan
tercampur dengan homogen,
f. Kloramfenikol digerus didalam mortir hingga halus,
g. Sedikit demi sedikit basis dimasukkan kedalam mortir yang telah berisikan
kloramfenikol kemudian diaduk hingga homogen.
h. Campuran bahan ditimbang sebanyak 3 g, lalu dimasukkan kedalam tube yang
telah disiapkan.
i. Tube yang telah berisikan salep kemudian diberikan etiket, lalu dimasukkan
kedalam kemasan dan disimpan pada box praktikum.

Skema kerja
Disterilisasi terlebih dahulu semua alat yang digunakan

Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan

Basis salep (adeps lanae, vaselin flavum, dan paravin cair)

Diletakkan dalam cawan porselen dilapisi kasa steril

Dilebur dalam oven suhu 60
o
C selama 60 menit

Diaduk perlahan sampai basis meleleh sempurna

Zat aktif (kloramfenikol) digerus di dalam mortir

Ditambahkan sedikit demi sedikit basis salep

Digerus hingga homogen

Campuran bahan (salep) ditimbang sebanyak 3 g

Dimasukkan ke dalam tube salep

Diberi etiket, lalu dimasukkan ke dalam kemasan.

3.2 Alat-Alat yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya
a. Alat
Oven
Gunting
Batang Pengaduk
Pipet tetes besar
Pipet tetes kecil
Kaca Arloji
Sudip
Mortir dan stamper
Cawan Porselin
Tube salep
Spatula logam
Spiritus
b. Bahan
Air
Sabun cuci
Alkohol 70%
Etanol 95%
Kertas sampul











Tabel 3. Alat Alat yang Digunakan dan Cara Sterilisasinya
NO PERALATAN CARA STERILISASI
1. Cawan porselin Oven 180
0
C selama 30 menit

2. Pipet tetes Autoklaf 121
0
C selama 15 menit
3. Spatula logam Oven 180
0
C selama 30 menit
4. Batang pengaduk Oven 180
0
C selama 30 menit
5. Mortir dan stamper Sterilasi dengan alkohol 96% dan
pembakaran langsung
6. Sudip Autoklaf 121
0
C selama 15 menit
7. Kain kasa steril Autoklaf 121
0
C selama 15 menit
8. Tube salep Oven 180
0
C selama 30 menit
9. Kaca arloji Oven 180
0
C selama 30 menit
10. Kain kasa Autoklaf 121
0
C selama 15 menit
11. Kertas perkamen Autoklaf 121
0
C selama 15 menit


3.3.Kemasan dan Brosur
a. Kemasan



















b. Etiket










c. Brosur
























SALMA


KLORAMFENIKOL
SALEP MATA

KOMPOSISI :
Tiap gram salep mata CHLOREZ mengandung 1%
Chloramphenicol base dalam basis salep mata
yang sesuai.

MEKANISME KERJA OBAT :
Chloramphenicol adalah antibiotika spektrum
luas, bersifat bakteriostatik terhadap
beberapa spesies dan pada keadaan tertentu
bekerja sebagai bakterisida, dan oleh
karena itu salep mata CHLOREZ sangat ideal
bagi pengobatan infeksi mata.
Chloramphenicol base menghambat sintesa
protein dengan cara menggangu transfer asam
amino yang diaktifkan yang terbukti pada
bakteria.

INDIKASI :
Untuk terapi infeksi superficial pada mata
dan otitis eksternal yang disebabkan
bakteri

KONTRAINDIKASI :
Terhadap penderita yang terlewat peka
terhadap Chloramphenicol.

CARA PEMAKAIAN :
Oleskan pada mata yang sakit 3- 4 kali
sehari selama 10 sampai 15 hari. Atau
menurut petunjuk dokter.

KEMASAN :
Dalam tube berisi 3 gram salep mata


SIMPAN DI TEMPAT SEJUK & KERING, TERLINDUNG
DARI CAHAYA

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

No.Reg : DKL 9230555239C1
No.Bacth : K280322
Mfg Date : April 2012
Exp.Date : April 2015



BAB IV
EVALUASI SEDIAAN

4.1 Fisika
a. Organoleptis
Pemeriksaan organoleptis meliputi warna dan bau yang diamati secara visual.
b. Distribusi ukuran partikel
Penentuan ukuran partikel tubuh padat tersuspensi berlangsung melalui
pengukuran secara mikroskopik. Mereka dipermudah melalui mikroskop proyeksi
(lanameter), pada obyek sangat diperbesar yang muncul di atas sebuah layar focus
dengan mistar. Pengukuran orientasi juga dapat grindometer (Voigt, R. 1994).
c. Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan mengoleskan zat yang akan diuji pada
sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan
susunan yang homogen (Anonim b, 1979). Oleskan salep pada kaca arloji. Amati
ada atau tidak butiran atau partikel.
d. Uji Daya Sebar
Uji daya sebar ditentukan dengan cara berikut. Sebanyak 0,5 gram salep
diletakkan dengan hati-hati di atas kertas grafik yang dilapisi plastik
transparan, dibiarkan sesaat (1 menit) dan luas daerah yang diberikan oleh
sediaan dihitung kemudian tutup lagi dengan plastik yang diberi beban tertentu
masing-masing 50 gram, 100 gram, dan 150 gram dan dibiarkan selama 60
detik pertambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat dihitung (Voigt,
1994).
e. Uji Daya Lekat
Sampel 0,25 gram diletakan di atas 2 gelas obyek yang telah ditentukan kemudian
ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit. Setelah itu gelas obyek dipasang pada
alat test. Alat test diberi beban 80 gram dan kemudian dicatat waktu pelepasan
salep dari gelas obyek.
f. Uji Kebocoran
Pilihlah 10 tube mata, dengan segel khusus jika disebutkan, bersihkan dan
keringkan baik baik permukaan luar tube dengan kain penyerao. Letakkan tube
pada posisi yang horizontal diatas lembar penyerap dalam oven dengan suhu
yang diatur pada 60
0
C 3 selama 8 jam. Tidak oleh terjadi kebocoran yang
berarti selama atau setelah pengujian selesai (abaikan bekas salep yang
diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari tube atau dari
bagian ulir tutup tube). Jika terjadi kebocoran pada satu tube tetapi tidak lebih
dari satu tube; ulangi pengujian dengan tambahan 20 tube. Pengujian memenuhi
syarat jika tidak ada satupun kebocoran yang diamati dari 10 tube uji pertama
atau kebocoran yang diamati tidak lebih dari 1 dari 30 tube yang diuji. (DepKes
RI,1995)
g. Uji Partikel Logam
Uji berikut dirancang untuk membatasi jumlah dan ukuran partikel logam yang
diperbolehkan dalam salep mata. Prosedurnya adalah sebagai berikut. Keluarkan
sesempurna mungkin, isi 10 tube, masukkan masing-masing ke dalam cawan
petri terpisah ukuran 60 mm, alas datar, jernih dan bebas goresan. Tutup cawan,
panaskan pada suhu 85
0
C selama 2 jam, jika perlu naikkan suhu sedikit lebih
tinggi sampai salep meleleh sempurna. Dengan menjaga kemungkinan terjadinya
gangguan terhadap massa yang meleleh, biarkan masing-masing mencapai suhu
kamar dan membeku. Angkat tutup, balikkan cawan petri sehingga berada di
bawah mikroskop yang sesuai untuk perbesaran 30 kali yang dilengkapi dengan
mikrometer pengukur dan dikalibrasi pada perbesaran yang digunakan. Selain
sumber cahaya biasa, arahkan illuminator dari atas salep dengan sudut 45
0
. Amati
partikel logam pada seluruh dasar cawan petri. Variasikan intensitas illuminator
dari atas sehingga memungkinkan partikel logam dapat dikenali refleksi
karakteristik cahaya. Hitung jumlah partikel logam yang berukuran 50 m atau
lebih besar pada setiap dimensi : persyaratan dipenuhi jika jumlah partikel dari
10 tube tidak lebih dari 50 partikel dan jika tidak lebih dari 1 tube mengandung 8
partikel. Jika persyaratan tidak dipenuhi, ulangi uji dengan penambahan 20 tube
lagi : persyaratan dipenuhi jika jumlah partikel logam yang berukuran 50 m atau
lebih besar pada tiap dimensi dari 30 tube tidak lebih dari 150 partikel dan jika
tidak lebih dari 3 tube masing-masing mengandung 8 partikel (Depkes RI, 1995).





4.2 Evaluasi Kimia
a. Penetapan Kadar
Timbang seksama lebih kurang 60 mg, lakukan penetapan seperti yang tertera
pada pembakaran dengan labu oksigen menggunakan labu 1000 ml dan campuran
10 ml air dan 5 ml hidrogen peroksida LP sebagai cairan penyerap. Jika
pembakaran telah sempurna isi bibir labu dengan air, longgarkan sumbat dan
bilas sumbat, pemegang sampel dan dinding labu dengan air kemudian buka
sumbat. Panaskan isi labu sampai mendidih dan didihkan selama lebih kurang 2
menit. Dinginkan sampai suhu kamar dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N
LV menggunakan indikator fenolptalein LP, lakukan penetapan blanko. 1 ml
natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 1,603 mg sulfur.

b. pH
oleskan salep pada kertas pH meter. Amati perubahan pH pada kertas pH meter
universal. pH stabilitas sediaan adalah 4,5-7,5.

4.3 Evaluasi Biologi

Uji Mikroba
Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua
jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi dan untuk
menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu.
Spesimen uji biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan dengan
menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10
-3
biakan mikroba berumur
24 jam kepada enceran pertama spesimen uji (dalam dapar fosfat 7,2, Media
fluid Soybean-Casein Digest atau Media Fluid Lactose Medium) dan diuji
sesuai prosedur (Depkes RI, 1995).







BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pengamatan
5.1.1 Uji Homogenitas
Sediaan Uji Keterangan
1 Homogen
2 Homogen
3 Homogen

5.1.2 Uji Daya Sebar
Uji
Bobot
Tertimbang
Diameter (cm)
0 g 50 g 100 g 150 g
1 0,51 g 3,5 cm 3,7 cm 4 cm 4,1 cm
2 0,52 g 3,6 cm 3,8 cm 4,1cm 4,2 cm
3 0,50 g 3,5 cm 3,8 cm 4 cm 4,1 cm
Diameter Rata-Rata 3,57 cm 3,77 cm 4,03 cm 4,13 cm

5.1.3 Uji Daya Lekat
Uji Bobot Tertimbang Waktu
1 0,250 g 1,1 detik
2 0,250 g 1,2 detik
3 0,251 g 1 detik
Waktu Rata-Rata 1,1 detik

1 , 0
2
02 , 0
1 3
) 01 , 0 01 , 0 0 (
1
) ( (
2
=
=

+ +
=

E
=
n
x x
f ormula SD



5.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan steril salep mata kloramfeniol 1%.
Salep mata adalah sediaan semisolida steril yang mempunyai penampilan homogen dan
ditujukan untuk pengobatan konjungtiva. Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan
diagnostik, dapat mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid, antimikroba
(antibakteri dan antivirus), antiinflamasi nonsteroid dan midriatik) yang terlarut atau
terdispersi dalam basis yang sesuai (Voight, 1994). Dalam hal ini, pembuatan sediaan salep
mata loramfeniol ditujukan untuk terapeutik antimiroba karena kloramfenikol merupakan
antimikroba nonbeta laktam turunan amfenikol yang aktif sebagai bakteriostatik terhadap
hampir semua bakteri gram positif dan sejumlah bateri gram negatif (Tjay dan Raharja,
2007). Selain itu, pemilihan sediaan salep mata sebagai tujuan terapeutik ini karena salep
mata memiliki keuntungan yaitu memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan
tetes mata. Hal ini karena waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang
diabsorbsi lebih tinggi dan efe terapeuti yang dihasilan pun masimal. Waktu kontak antara
obat dengan mata 2 sampai 4 kali lebih besar apabila digunakan salep dibandingkan tetes
mata (Ansel, 2008).
Sediaan salep mata kloramfenikol merupakan sediaan steril yang tidak tahan terhadap
panas, sehingga tidak dapat dilakukan sterilisasi akhir terhadap sediaan ini. Oleh karena itu
untuk menjamin sterilitas dari sediaan ini, maka selama proses produsi baik dimulai dari
persiapan maupun pengemasan harus dilakukan secara aseptis. Alat-alat yang akan digunakan
untuk pembuatan salep mata harus disterilisasi terlebih dahulu baik menggunaan autoklaf
dengan suhu 121
o
C selama 15 menit (untu pipet tetes, sudip, kain kasa, dan kertas perkamen),
dengan oven pada suhu 180
o
C selama 30 menit (untuk cawan porselen, batang pengaduk,
tube salep, dan kaca arloji), dan pembaaran dengan alkohol 96% untuk mortir dan stamper.
Dalam pengerjaannya dihindari seminimal mungkin kontaminasi mikroba sehingga
digunakan api spiritus untuk prosedur pengerjaan aseptis. Bahan-bahan yang digunaan tidak
disterilkan, namun dalam penggunaannya dipastian menggunaan bahan-bahan yang steril atau
langsung diambil dari wadahnya dengan kontaminasi seminimal mungkin. Secara teoritis
sediaan salep mata kloramfeniol dapat disterilisasi dengan menggunakan sterilisasi radiasi
sinar gamma (Lukas, 2006). Namun dalam praktikum ini hanya dilakuan pengerjaan secara
aseptis tanpa dilakukan sterilisasi sinar gamma.
Pada pratikum ini dilakukan pembuatan salep mata kloramfeniol sebanyak 4 sediaan
dengan bobot masing-masing sediaan sebesar 3 gram. Adapun formula yang digunakan pada
praktikum ini adalah sebagai berikut:


R/ Kloramfenikol 0,03 g
Adeps lanae 0,297 g
Vaselin flavum 2,4057 g
Parafin cair 0,2673 g
Pembuatan sediaan salep mata dengan bahan aktif kloramfenikol sebesar 1%, telah
sesuai dengan literatur yakni kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1% dalam sediaan
(Ansel, 2008). Dalam formulasi salep mata ini, digun aan basis salep diantaranya adeps lanae
sebesar 10%, vaselin flavum sebesar 80%, dan paraffin cair sebesar 10% dimana sesuai
dengan literature yaitu dengan perbandingan 1:8:1 (Jenkins et al., 1957). Karena
kloramfenikol tidak larut air maka digunakan basis lemak yaitu adeps lanae dan vaselin
flavum. Selain sebagai basis salep, adeps lanae berfungsi sebagai emulgator yang dapat
menyerap air dan memiliki efek melembutkan sehingga memudahkan untuk kontak dengan
cairan mata (Kibbe, 2000). Vaselin flavum merupakan basis salep petrolatum dimana titik
leburnya mendekati suhu tubuh, sehingga baik digunakan sebagai basis salep mata (Ansel,
2008). Kriteria basis salep yang optimal dengan batas mengalir hingga 10-50 N.m
-2
(100-500
dyne.cm
-2
) dan melebur pada suhu 32-33
0
C (Suhu dari kornea atau konjungtiva) (Voigt,
1995). Konsistensi salep mata dapat diatur dengan penambahan paraffin cair hingga 30%
sehingga didapat konsistensi salep yang lembut (Voigt, 1994). Hal ini bertujuan untuk
mengganti 10% bobot vaselin flavum dengan sejumlah sama paraffin cair sehingga
menghasilkan basis yang lebih lembut karena paraffin cair merupakan basis salep
hidrokarbon yang dapat digunakan untuk mengatur tingkat kekerasan basis berlemak
sehingga diperoleh konsistensi basis yang diinginkan (Jenkins et al., 1957). Dalam
pembuatannya, zat aktif kloramfeniol ditimbang dengan kelebihan bobot sebesar 5%, dan
basis salep dengan kelebihan bobot sebesar 25%. Kelebihan bobot ini bertujuan untu
kehilangan bobot yang mungkin dapat terjadi pada saat pembuatan sediaan. Selain itu juga
untuk meminimalkan kehilangan bobot karena tertinggal pada alat, penimbangan basis
dilakukan langsung pada cawan porselen yang sudah dialasi kasa steril secara berurutan.
Peleburan basis dilakukan pada cawan porselen yang telah dilapisi dengan kain kasa
steril, menggunakan pemanasan kering pada oven dengan suhu 60C selama 1 jam hingga
seluruh basis melebur sempurna. Kain kasa steril berfungsi sebagai penyaring (filter) basis
salep agar diperoleh basis salep yang lembut dan bebas dari partikel-partikel pengotor
sehingga jika diaplikasikan tidak akan menimbulkan iritasi pada mata.
Menurut Depes RI (1995), kloramfenikol sukar larut dalam air, mudah larut dalam
propilen glikol, aseton, dan etil asetat. Sehingga penggunaan propilen glikol sebagai pelarut
dalam formulasi ini dihindari karena propilen glikol memiliki daya osmotik yang dapat
merangsang mata serta bersifat iritan bagi mata (Kibbe, 2000). Sebagai pengatasannya
dilakukan penggerusan kloramfenikol terlebih dahulu di dalam mortir hingga halus,
kemudian ditambahkan basis sedikit demi sedikit hingga homogen (Jenkins et al., 1957).
Selain itu, hal ini ditujukan untuk memperoleh homogenitas sediaan yang baik dengan
terdispersinya zat aktif kloramfeniol ke dalam basisnya. Selain itu dihindari pencampuran
kloramfenikol dan basis yang baru saja dilebur dan dalam keadaan suhu tinggi, karena
kloramfeniol tidak tahan terhadap pemanasan. Oleh karena itu, suhu optimum pada saat
pencampuran yaitu pada suhu 20
o
-25
o
C yang merupakan suhu optimum kloramfenikol
(Reynolds, 1982).
Untuk pengemasannya, campuran yang homogen ditimbang menggunaan kertas
perkamen steril sebanyak 3 gram, dan tube kosong steril yang dilengkapi tutupnya juga
ditimbang. Kemudian campuran dimasuan ke dalam tube dengan hati-hati dan aseptis, dan
ditimbang kembali bobot beserta isi sediaanya untuk memastikan kesesuaian bobotnya.
Penggunaan wadah tube dinilai paling baik untuk wadah sediaan salep karena tube memiliki
luas permukaan jalan keluar yang rendah sehingga menjamin penekanan kontaminasi selama
pemakaiannya sampai tingkat yang minimum serta memberikan perlindungan terhadap
cahaya yang baik (Voigt, 1994). Sediaan salep mata ini disimpan pada suhu kamar dan
diletakkan pada tempat yang terlindung dari cahaya (Reynolds, 1982). Sediaan akhir yang
diperoleh dalam praktium ini bertekstur lembut, sedikit beraroma khas, kloramfenikol, dan
berwarna kuning bening.
Setelah pembuatan sediaan dilakukan evaluasi terhadap terhadap sediaan tersebut
yaitu uji homogenitas, uji daya sebar, dan uji daya lekat. Pada uji homogenitas, dengan
pengulangan sebanyak tiga kali diperoleh hasil bahwa sediaan salep mata kloramfenikol yang
dihasilan memiliki homogenitas yang bagus. Hal ini ditunjukkan tidak terdapatnya partikel-
partikel kasar yang teramati oleh mata dan teraba oleh tangan. Sehingga dapat zat aktif
kloramfenikol sudah terdispersi secara homogen. Menurut British Pharmacopea (2001),
batas ukuran partikel untuk salep mata yaitu setiap 10 mikrogram zat aktif tidak boleh
memiliki partikel lebih besar dari 90 nm, tidak boleh lebih dari 2 partikel lebih besar dari 50
nm dan tidak boleh lebih dari 20,25 nm (Lukas, 2006).
Pada uji daya sebar, dilakuan pengujian sebanyak 3 kali dengan bobot yang
tertimbang 0,51 gram; 0,52 gram; dan 0, 50 gram. Uji daya sebar salep dilakukan untuk
mengetahui kemampuan menyebar dari salep yang dihasilkan. Dimana sediaan salep mata
yang baik adalah mampu menyebar secera merata di dalam cairan air mata. Setelah
pengujian, pada pemberian beban 0 gram (tidak diberi beban) diperoleh diameter secara
berurutan yaitu 3,5 cm; 3,6 cm; dan 3,5 cm. pada pemberian 50 gram diperoleh diameter 3,7
cm; 3,8 cm; dan 3,8 cm. Pada pemberian beban 100 gram, diperoleh diameter 4 cm; 4,1 cm;
dan 4 cm. Dan pada pemberian beban 150 gram, diperoleh diameter sebesar 4,1 cm; 4,2 cm;
dan 4,1 cm. Berdasaran uji evalusi daya sebar ini, dapat disimpulkan bahwa salep mata
kloramfenikol memiliki daya sebar yang baik dimana salep dapat tersebar merata pada
permukaan kaca membentuk lingkaran yang utuh tanpa adanya udara di dalam lingkaran
tersebut. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa basis yang digunakan memiliki daya sebar
yang baik, karena daya sebar basis yang baik akan menjamin pelepasan bahan obat pada
tempat atau bagian tubuh yang dioleskan (Voight, 1994).
Pada uji daya rekat, dilakukan pengujian sebanyak 3 kali dengan bobot tertimbang
0,250 gram; 0,250 gram; dan 0,251 gram. Berdasaran pengujian, diperoleh hasil yaitu secara
berturut-turut 1,1 detik; 1,2 detik; dan 1 detik, dengan watu rata-rata 1,1 detik dan standar
deviasi 0,1. Hal ini menandakan basis yang digunakan mampu melepaskan bahan obat
dengan baik dan melebur ketika mengenai jaringan mata sehingga kaburnya pandangan
setelah pemakaian dapat dikurangi walaupun tidak terlalu signifikan.
















BAB VI
KESIMPULAN

Dari praktikum sediaan steril salep mata kloramfenikol ini, dapat ditarik beberapa
kesimpulan yaitu sebagai berikut.
1. Permasalahan dalam pembuatan salep mata kloramfenikol ini adalah kloramfenikol tidak
larut air dan karena akan digunakan pada konjungtiva mata maka, basis salep harus
cukup lembut. Sehingga pengatasan masalah ini yaitu kloramfenikol dicampurkan dalam
basis lemak, digerus dalam mortir hingga halus, baru ditambahkan basis sedikit demi
sedikit, dan untuk membuat basis salep yang lebih lembut, dilakukan penggantian 10%
vaselinum flavum dengan parafin cair.
2. Tahapan-tahapan dalam pembuatan salep mata kloramfenikol adalah sterilisasi alat-alat
sebelum pembuatan; basis diantaranya adeps lanae, vaselin flavum, dan paraffin cair
dilebur pada oven dengan suhu 115
0
C selama 1 jam; penambahan basis yang telah
dilebur dilakukan sedikit demi sediit pada gerusan loramfeniol dalam mortir steril pada
suhu optimum 20
o
-25
o
C hingga homogen; dan tahap terakhir adalah pengemasan dengan
tube steril beserta etiket.
3. Untuk pembuatan salep mata loramfeniol dalam skala laboratorium dapat dilauan dengan
pembuatan sediaan dengan bobot 3 gram dan formulasi sebagai beriut.
R/ Kloramfenikol 0,03 g
Adeps lanae 0,297 g
Vaselin flavum 2,4057 g
Parafin cair 0,2673 g
Dimana tidak dilakukan sterilisasi tahap akhir dengan sterilisasi radiasi sinar gamma
seperti pada skala industri, namun hanya dilakukan dengan pengerjaan secara aseptis
untuk meminimalkan kontaminasi.








DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2006. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.

Ansel, H.C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : UI Press.

BNF. 2007. British National Formulary 54. England : BMJ Publishing Group and RPS
Publishing.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Evi. 2009. Salep Mata (cited 2012, 7 April)
Available at : http://salepmata.blogspot.com

Jenkins, Glenn L., Don E. Francke, Edward A. Brecht, Glen J. Sperandio. 1957. Scovilles
The Art of Compounding. New York : McGraw-Hill Book Company.

Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 3 edisi 8. Jakarta : Salemba
Medika.

Kibbe, A. H. 2000. Handbook of Pharmaceuticals Excipients. London-United Kingdom:
Pharmaceutical Press

Lachman, L., H.A. Lieberman, dan J.L.Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Jakarta : UI Press.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth edition. London : The Pharmaceutical
Press.

Lukas, S. 2006, Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi Offset.


McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. United State of America : American Society
of Health System Pharmcists.

Reynolds, J. E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopea Twenty-eight Edition Book 1.
London : Pharmaceutical Press (PhP).

Tjay, T. H., dan K. Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya Edisi Keenam. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi ke-5. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.

You might also like