You are on page 1of 11

Sabtu, 24 April 2010 Pengembangan Instrumen Penelitian A.

PENDAHULUAN Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh akan sangat ditentukan oleh kualitas atau validitas instrumen yang digunakan, di samping prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai dalam arti valid dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan sesungguhnya di lapangan. Sedangkan jika kualitas instrumen yang digunakan tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan, sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru. Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu. Dengan demikian, jika instrumen baku telah tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian maka kita dapat langsung menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa teori yang dijadikan landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu dalam penelitian kita. Selain itu konstruk variabel yang diukur oleh instrumen tersebut juga sama dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam penelitian. Akan tetapi, jika instrumen yang baku belum tersedia untuk mengumpulkan data variabel penelitian, maka instrumen untuk mengumpulkan data variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti. Dalam rangka memahami pengembangan instrumen penelitian, maka berikut ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang terkait, diantaranya pengertian instrumen, langkah-langkah pengembangan instrumen, validitas dan reliabilitas. B. PENGERTIAN INSTRUMEN Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian dan penilaian. Instrumen merupakan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan informasi kuantitatif dan kualitatif tentang variasi karakteristik variabel penelitian secara objektif. Sedangkan menurut Djaali dan Muljono, instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Instrumen memegang peranan penting dalam menentukan mutu suatu penelitian dan penilaian. Fungsi instrumen adalah mengungkapkan fakta menjadi data. Menurut Arikunto, data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis, benar tidaknya data tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data.
1

Untuk mengumpulkan data penelitian dan penilaian, seseorang dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia atau biasa disebut instrumen baku (standardized) dan dapat pula dengan instrumen yang dibuat sendiri. Jika instrumen baku tersedia maka seseorang dapat langsung menggunakan instrumen tersebut namun jika instrumen tersebut belum tersedia atau belum baku maka seseorang harus dapat mengembangkan instrumen buatan sendiri untuk dibakukan sehingga menjadi instrumen yang layak sesuai fungsinya. C. LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN DAN PENGEMBANGAN INSTRUMEN Menurut Hadjar, dalam suatu penelitian tertentu, peneliti harus mengikuti langkah-langkah pengembangan instrumen, yaitu: 1. Mendefinisikan variable. 2. Menjabarkan variabel ke dalam indikator yang lebih rinci. 3. Menyusun butir-butir. 4. Melakukan uji coba. 5. Menganalisis kesahihan (validity) dan keterandalan (reliability). Suryabrata berpendapat bahwa langkah-langkah pengembangan alat ukur khususnya atribut nonkognitif adalah: 1. Pengembangan spesifikasi alat ukur. 2. Penulisan pernyataan atau pertanyaan. 3. Penelaahan pernyataan atau pertanyaan. 4. Perakitan instrumen (untuk keperluan uji-coba). 5. Uji-coba. 6. Analisis hasil uji-coba. 7. Seleksi dan perakitan instrument. 8. Administrasi instrument. 9. Penyusunan skala dan norma. Secara lebih rinci, Djaali dan Muljono menjelaskan langkah-langkah penyusunan dan pengembangan instrumen yaitu: 1. Sintesa teori-teori yang sesuai dengan konsep variabel yang akan diukur dan buat konstruk variable. 2. Kembangkan dimensi dan indikator variabel sesuai dengan rumusan konstruk variable. 3. Buat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indikator. 4. Tetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan.
2

5. Tulis butir-butir instrumen baik dalam bentuk pertanyaan maupun pernyataan. Biasanya butir instrumen digolongkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pernyataan atau pertanyaan positif dan kelompok pernyataan atau pertanyaan negatif. 6. Butir yang ditulis divalidasi secara teoritik dan empirik. 7. Validasi pertama yaitu validasi teoritik ditempuh melalui pemeriksaan pakar atau panelis yang menilai seberapa jauh ketepatan dimensi sebagai jabaran dari konstruk, indikator sebagai jabaran dimensi dan butir sebagai jabaran indikator. 8. Revisi instrumen berdasarkan saran pakar atau penilaian panelis. 9. Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoritik dilanjutkan penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan uji coba. 10. Validasi kedua adalah uji coba instrumen di lapangan yang merupakan bagian dari proses validasi empirik. Instrumen diberikan kepada sejumlah responden sebagai sampel yang mempunyai karakteritik sama dengan populasi yang ingin diukur. Jawaban responden adalah data empiris yang kemudian dianalisis untuk menguji validitas empiris atau validitas kriteria dari instrumen yang dikembangkan. 11. Pengujian validitas krtieria atau validitas empiris dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria internal maupun kriteria eksternal. 12. Berdasarakn kriteria tersebut dapat diperoleh butir mana yang valid dan butir yang tidak valid. 13. Untuk validitas kriteria internal, berdasarkan hasil analisis butir yang tidak valid dikeluarkan atau direvisi untuk diujicobakan kembali sehingga menghasilkan semua butir valid. 14. Dihitung koefisien reliabilitas yang memiliki rentangan 0-1, makin tinggi koefisien reliabilitas instrumen berarti semakin baik kualitas instrumen. 15. Rakit semua butir yang telah dibuat menjadi instrumen yang final Terkait dengan penilaian kinerja, Gronlund menjelaskan langkah-langkah penyusunan performance assessment yaitu : 1. Spesifikasi kinerja yang ingin dicapai. 2. Tentukan fokus penilaian (proses atau hasil). 3. Tentukan derajat (tingkat) kesesuaian dengan kenyataan. 4. Tentukan situasi performance. 5. Tentukan metode observasi, menyimpan dan menskor. Dari beberapa teori langkah-langkah pengembangan instrumen di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
3

1) Merumuskan definisi konseptual dan operasional. Langkah yang pertama kali harus dilakukan dalam pengembangan instrumen adalah merumuskan konstruk variabel yang akan diukur sesuai dengan landasan teoritik yang dikembangkan secara menyeluruh dan operasionalkan definisi konseptual tersebut sesuai dengan sifat instrumen yang akan dikembangkan kemudian rumuskan dan jabarkan indikator dari variabel yang akan diukur. 2) Pengembangan spesifikasi dan penulisan pernyataan. Pengembangan spesifikasi yaitu menempatkan dimensi dan indikator dalam bentuk tabel spesifikasi pada kisi-kisi instrumen yang kemudian dilanjutkan dengan penulisan pernyataan. Rumusan pernyataan sangat tergantung kepada model skala yang digunakan. Dari setiap pernyataan dicantumkan nomor butir dan jumlah butir sesuai dengan dimensi dan indikator yang akan diukur. Format yang telah dirumuskan dalam spesifikasi perlu diikuti secara tertib. 3) Penelaahan pernyataan Butir-butir pernyataan yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui proses validasi, baik validasi teoritik maupun validasi empirik. Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoritik, yaitu melalui pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya menelaah seberapa jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat untuk konstruk, seberapa jauh indikator merupakan jabaran yang tepat dari dimensi, dan seberapa jauh butir-butir instrumen yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator. Selanjutnya jika semua butir pernyataan sudah valid secara teoritk atau konseptual maka dilakukan validasi empirik melalui uji coba. 4) Uji coba. Uji coba di lapangan merupakan bagian dari proses validasi empirik. Melalui uji coba tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah responden sebagai sampel uji coba yang mempunyai karakteristik sama atau ekivalen dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon dari sampel uji coba merupakan data empiris yang akan dianalisis untuk menguji validitas empiris atau validitas kriteria yang dikembangkan. 5) Analisis. Berdasarkan data hasil uji coba selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui koefisien validitas butir dan reliabilitas instrumen. 6) Revisi Instrumen. Revisi instrumen dilakukan jika setelah melalui analisis terdapat butir-butir yang tidak valid atau memiliki reliabilitas yang rendah. Butir-butir yang sudah direvisi dirakit kembali dan dihitung kembali validitas dan reliabilitasnya. 7) Perakitan instrumen menjadi Instrumen final.
4

Terkait langkah-langkah pengembangan instrumen di atas, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dan dipenuhi untuk memperoleh instrumen yang berkualitas yaitu instrumen tersebut harus valid dan reliabel. Untuk itu, perlu pemahaman yang mendalam tentang validitas dan reliabilitas instrumen. D. VALIDITAS Validitas berasal dari kata validity yang berarti keshahihan. Validitas adalah sejauh mana suatu alat ukur atau tes melakukan fungsinya atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsinya. Atau dengan kata lain validitas adalah kecocokan antara alat ukur (tes) dengan sasaran ukur. Tes yang valid adalah tes yang mampu mengukur apa yang hendak diukur, tes yang valid untuk tujuan tertentu mungkin tidak valid untuk tujuan lain. Oleh karena itu validitas selalu dikaitkan dengan tujuan tertentu. Validitas pengukuran memiliki nilai dari rendah ke tinggi, makin tinggi tingkat validitas makin baik pengukuran itu. Pemeriksaan validitas pengukuran dilakukan sebelum alat ukur/tes digunakan sesungguhnya. Pemeriksaan validitas pengukuran dapat dilakukan pada saat tes baru dibuat atau disusun dan dapat juga dilakukan pada saat uji coba alat ukur. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan tingkat validitas rendah, maka alat ukur dapat diperbaiki. Pemeriksaan validitas dan perbaikan alat ukur dilakukan berulang-ulang sampai alat ukur mencapai validitas pengukuran yang cukup tinggi. Ada 3 jenis validitas pengukuran yaitu: validitas isi, validitas kriteria dan validitas konstruk. Validitas isi adalah kecocokan di antara isi alat ukur (tes) dengan isi sasaran ukur. Artinya alat ukur yang mempunyai validitas isi yang baik adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam kurikulum. Termasuk dalam validitas isi adalah validitas wajah (face validity) yakni kecocokan di antara tampilan tes dengan responden yang akan menanggapinya. Validitas kriteria adalah validitas yang berdasarkan kriteria yaitu kecocokan diantara prediktor (skor prediktor) dengan kriteria (skor kriteria). Validitas kriteria ditujukan kepada baik atau tidak baiknya prediktor (skor prediktor). Jika validitas kriteria baik, maka alat ukur prediktor (skor prediktor) dapat digunakan untuk berbagai keperluan sejenis. Ada dua jenis validitas kriteria yaitu validitas konkuren (serentak) yakni kriteria terdapat pada saat yang sama dengan prediktor dan validitas prediktif yakni kriteria terdapat kemudian setelah prediktor. Validitas konstruk hakekatnya adalah sama dengan validitas isi namun digunakan untuk instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konstruk. Variabel konstruk adalah variabel yang abstrak hasil konstruksi para pakar, misalnya sikap, motivasi, inteligensi, minat dan lain-lain. Validitas ini digunakan untuk menunjukkan seberapa tepat pengukuran variabel itu terhadap maksud sesungguhnya dari variabel itu.
5

E. RELIABILITAS Reliabilitas adalah terjemahan dari kata reliability yang berasal dari kata rely dan ability. Reliabiltas tes menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan tes tersebut dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh para subjek yang diukur dengan alat yang sama atau dengan tes yang setara pada kondisi berbeda. Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan terhadap sekor atau tingkat kecocokan sekor dengan sekor sesungguhnya . Makin cocok dengan sekor sesungguhnya makin tinggi reliabilitasnya. Menurut Crocker dan Algina reliabilitas adalah derajat kepercayaan dimana skor penyimpangan individu relatif konsisten terhadap tes sama yang diulangi. Reliabilitas dapat dihitung pada hasil uji coba dan pada hasil uji sesungguhnya. Fungsi reliabilitas pada konstruksi alat ukur/ tes adalah untuk melakukan perbaikan pada alat ukur yang dikonstruksi. Perbaikan alat ukur dilakukan melalui analisis butir untuk mengetahui butir mana yang perlu diperbaiki. Sedangkan fungsi reliabilitas pada pengukuran/tes sesungguhnya adalah untuk memberi informasi tentang kualitas sekor hasil ukur kepada mereka yang memerlukannya. Reliabilitas tes yang menunjukkan derajat kekeliruan pengukuran tidak dapat ditentukan dengan pasti melainkan hanya dapat diestimasi. Koefesien reliabilitas dapat dilakukan melalui berbagai metode pendekatan yaitu pendekatan tes-ulang (tes-retest), pendekatan paralel (parallel-forms), pendekatan satu kali pengukuran dan reliabilitas antar penilai. Masing-masing metode dikembangkan sesuai dengan sifat dan fungsi tes dengan mempertimbangkan segi kepraktisan. Pendekatan tes ulang dilakukan dengan menyajikan tes yang sama sebanyak dua kali pada sekelompok responden (siswa) pada waktu yang berbeda untuk melihat kestabilan jawaban responden. Koefisien reliabilitas pendekatan ini adalah koefisien korelasi linier di antara sekor ukur dengan sekor ukur ulang. Termasuk di dalam pendekatan tes ulang adalah reliabilitas antar penilai. Pendekatan tes paralel dilakukan apabila tes yang diestimasi reliabilitasnya memiliki tes paralel yaitu tes yang sama tujuan ukurnya dan setara isinya baik kuantitas maupun kualitasnya, artinya harus ada dua tes yang kembar (paralel). Pendekatan satu kali pengukuran yaitu seperangkat tes diberikan kepada sekelompok responden yang dilakukan hanya satu kali. Pendekatan ini banyak digunakan. Ada beberapa teknik koefisien yang dilakukan dalam mengestimasi reliabilitas melalui pendekatan ini antara lain koefisien pilah paruh (belah dua) Spearman-Brown, koefisien pilah paruh Rulon, Alpha Cronbach dan Kuder-Richardson 20. F. KESIMPULAN Instrumen adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
6

Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data variabel-variabel tertentu. Validitas adalah sejauh mana suatu instrumen melakukan fungsinya atau mengukur apa yang seharusnya diukur. Artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen dalam melakukan fungsinya. Reliabilitas menunjukkan sejauh mana instrumen dapat dipercaya. Makin cocok dengan sekor sesungguhnya makin tinggi reliabilitasnya. Reliabilitas juga merupakan derajat kepercayaan dimana skor penyimpangan individu relatif konsisten terhadap tes sama yang diulangi. G. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. ----------. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1986. Cohen, Ronald Jay dan Mark E. Swerdlik, Psychological Testing and Assessment, An Introduction to Test and Measurement. California: Mayfield Publishing Company, 1999. Crocker, Linda dan James Algina, Introduction to Classical and Modern Test Theory. Florida: Harcourt Brace Jovanovich College Publisher, 1986. Cronbach, Lee J. Essentials of Psychological Testing. New York: Harper and Row Publisher, 1970. Djaali dan Pudji Muljono. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PPS UNJ, 2004. Edward, Allen J. Techniques of Attitude Scale Construction. New York: Appleton Century Crofts Inc., 1957. Gable, Robert K. Instrument Development in the Affective Domain. Boston: Kluwer-Nighoff Publishing, 1986. Gronlund, Norman E. How to Make Achievement Tests dan Assessments. Boston: Allyn and Bacon, 1993. Diposkan oleh Herman Soppeng di Sabtu, April 24, 2010 Sumber: http://herfis.blogspot.com/2010/04/blog-post.html (Diakses hari Sabtu, tanggal 28 Oktober 2010). (SUDAH DIBACA). Penelitian Tindakan KelasBentuk dan Skenario Tindakan, Serta Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan.
7

Posted on May 11, 2008 by makalahptk Penelitian Tindakan KelasBentuk dan Skenario Tindakan, Serta Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan Oleh: Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc., Ph.D. dan Dr. Kisyani Laksono Bentuk dan Skenario Tindakan Gagas pendapat perlu dilakukan mengenai tindakan apa saja yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi akan menghasilkan banyak alternatif tindakan yang dapat dipilih. Dosen dan guru perlu membahas bentuk dan macam tindakan (atau tindakan-tindakan) apa yang kira-kira paling dikehendaki untuk dicoba dan dilaksanakan dalam kelas. Bentuk dan macam tindakan ini kemudian dimasukkan dalam judul usulan penelitian yang akan disusun bersama oleh dosen dan guru. Tindakan yang dipilih dapat disebutkan sebagai suatu nama tindakan (misalnya penugasan siswa membaca materi pelajaran 10 menit sebelum pembelajaran) atau dalam bentuk penggunaan salah satu bentuk media pembelajaran (misalnya penggunaan peta konsep, penggunaan lingkungan sekitar sekolah, penggunaan sungai, dan seterusnya), atau dapat pula dalam bentuk suatu strategi pembelajaran (misalnya strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw atau STAD atau TGT atau GI, strategi pembelajaran berbasis masalah dan seterusnya). Bagaimana tindakan tersebut akan dilaksanakan dalam PTK perlu direncanakan dengan cermat. Perencanaan pelaksanaan tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pembelajaran (RP) atau dalam bentuk Skenario Pembelajaran. Dalam makalah ini dilampirkan (Lampiran 2) contoh salah satu RP untuk pembelajaran dengan Problem Posing (Chotimah dkk., 2005). Pengembangan Instrumen untuk Mengukur Keberhasilan Tindakan Instrumen yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) haruslah sejalan dengan prosedur dan langkah PTK. Instrumen untuk mengukur keberhasilan tindakan dapat dipahami dari dua sisi yaitu sisi proses dan sisi hal yang diamati. Dari sisi proses Dari sisi proses (bagan alirnya), instrumen dalam PTK harus dapat menjangkau masalah yang berkaitan dengan input (kondisi awal), proses (saat berlangsung), dan output (hasil). a. Instrumen untuk input Instrumen untuk input dapat dikembangkan dari hal-hal yang menjadi akar masalah beserta pendukungnya. Misalnya: akar masalah adalah bekal awal/prestasi tertentu dari peserta didik yang dianggap kurang. Dalam hal ini tes bekal awal dapat menjadi instrumen yang tepat. Di samping itu, mungkin diperlukan pula instrumen pendukung yang mengarah pada pemberdayaan tindakan yang akan dilakukan, misalnya: format peta kelas dalam kondisi awal, buku teks dalam kondisi awal, dst. b. Instrumen untuk proses Instrumen yang digunakan pada saat proses berlangsung berkaitan erat dengan tindakan yang dipilih untuk dilakukan. Dalam tahap ini banyak format yang dapat digunakan. Akan tetapi, format yang digunakan hendaknya yang sesuai dengan tindakan yang dipilih. c. Instrumen untuk output Adapun instrumen untuk output berkaitan erat dengan evaluasi pencapaian hasil berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Misalnya: nilai 75 ditetapkan sebagai ambang batas peningkatan (pada saat dilaksanakan tes bekal awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka
8

pencapaian hasil yang belum sampai pada angka 75 perlu untuk dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya). Dari sisi Hal yang Diamati Selain dari sisi proses (bagan alir), instrumen dapat pula dipahami dari sisi hal yang diamati. Dari sisi hal yang diamati, instrumen dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: instrumen untuk mengamati guru (observing teachers), instrumen untuk mengamati kelas (observing classroom), dan instrumen untuk mengamati perilaku siswa (observing students) (Reed dan Bergermann,1992). a. Pengamatan terhadap Guru (Observing Teachers) Pengamatan merupakan alat yang terbukti efektif untuk mempelajari tentang metode dan strategi yang diimplementasikan di kelas, misalnya, tentang organisasi kelas, respon siswa terhadap lingkungan kelas, dsb. Salah satu bentuk instrumen pengamatan adalah catatan anekdotal (anecdotal record). Catatan anekdotal memfokuskan pada hal-hal spesifik yang terjadi di dalam kelas atau catatan tentang aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran. Catatan anekdotal mencatat kejadian di dalam kelas secara informal dalam bentuk naratif. Sejauh mungkin, catatan itu memuat deskripsi rinci dan lugas peristiwa yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal tidak mempersyaratkan pengamat memperoleh latihan secara khusus. Suatu catatan anekdotal yang baik setidaknya memiliki empat ciri, yaitu: 1) pengamat harus mengamati keseluruhan sekuensi peristiwa yang terjadi di kelas, 2) tujuan, batas waktu dan rambu-rambu pengamatan jelas, 3) hasil pengamatan dicatat lengkap dan hati-hati, dan 4) pengamatan harus dilakukan secara objektif. Beberapa model catatan anekdotal yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Catatan Anekdotal Peristiwa dalam Pembelajaran (Anecdotal Record for Observing Instructional Events), b) Catatan Anecdotal Interaksi Guru-Siswa (Anecdotal Teacher-Student Interaction Form), c) Catatan Anekdotal Pola Pengelompokan Belajar (Anecdotal Record Form for Grouping Patterns), d) Pengamatan Terstruktur (Structured Observation), e) Lembar Pengamatan Model Manajemen Kelas (Checklist for Management Model), f) Lembar Pengamatan Keterampilan Bertanya (Checklist for Examining Questions), g) Catatan Anekdotal Aktivitas Pembelajaran (Anecdotal Record of Pre-, Whilst-, and PostTeaching Activities) , h) Catatan Anekdotal Membantu Siswa Berpartisipasi (Checklist for Routine Involving Students), dsb. b. Pengamatan terhadap Kelas (Observing Classrooms) Catatan anekdotal dapat dilengkapi sambil melakukan pengamatan terhadap segala kejadian yang terjadi di kelas. Pengamatan ini sangat bermanfaat karena dapat mengungkapkan praktik-praktik pembelajaran yang menarik di kelas. Di samping itu, pengamatan itu dapat menunjukkan strategi yang digunakan guru dalam menangani kendala dan hambatan pembelajaran yang terjadi di kelas. Catatan anekdotal kelas meliputi deskripsi tentang lingkungan fisik kelas, tata letaknya, dan manajemen kelas.
9

Beberapa model catatan anekdotal kelas yang diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) dan dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Format Anekdotal Organisasi Kelas (Form for Anecdotal Record of Classroom Organization), b) Format Peta Kelas (Form for a Classroom Map), c) Observasi Kelas Terstruktur (Structured Observation of Classrooms), d) Format Skala Pengkodean Lingkungan Sosial Kelas (Form for Coding Scale of Classroom Social Environment), e) Lembar Cek Wawancara Personalia Sekolah (Checklist for School Personnel Interviews), f) Lembar Cek Kompetensi (Checklist of Competencies), dsb. c. Pengamatan terhadap Siswa (Observing Students) Pengamatan terhadap perilaku siswa dapat mengungkapkan berbagai hal yang menarik. Masingmasing individu siswa dapat diamati secara individual atau berkelompok sebelum, saat berlangsung, dan sesudah usai pembelajaran. Perubahan pada setiap individu juga dapat diamati, dalam kurun waktu tertentu, mulai dari sebelum dilakukan tindakan, saat tindakan diimplementasikan, dan seusai tindakan. Beberapa model pengamatan terhadap perilaku siswa diusulkan oleh Reed dan Bergermann (1992) yang dapat digunakan dalam PTK, antara lain: a) Tes Diagnostik (Diagnostic Test) , b) Catatan Anekdotal Perilaku Siswa (Anecdotal Record for Observing Students), b) Format Bayangan (Shadowing Form), c) Kartu Profil Siswa (Profile Card of Students), d) Carta Deskripsi Profil Siswa (Descriptive Profile Chart), e) Sistem Koding Partisipasi Siswa (Coding System to Observe Student Participation in Lessons), f) Inventori Kalimat tak Lengkap (Incomplete Sentence Inventory), g) Pedoman Wawancara untuk Refleksi (Interview Guide for Reflection), h) Sosiogram, dsb Adapun instrumen lain selain catatan anekdotal yang dapat digunakan dalam pengumpulan data PTK dapat berwujud: (1) Pedoman Pengamatan. Pengamatan partisipatif dilakukan oleh orang yang terlibat secara aktif dalam proses pelaksanaan tindakan. Pengamatan ini dapat dilaksanakan dengan pedoman pengamatan (format, daftar cek), catatan lapangan, jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas, alat perekam elektronik, atau pemetaan kelas (cf. Mills, 2004: 19). Pengamatan sangat cocok untuk merekam data kualitatif, misalnya perilaku, aktivitas, dan proses lainnya. Catatan lapangaan sebagai salah satu wujud dari pengamatan dapat digunakan untuk mencatat data kualitatif, kasus istimewa, atau untuk melukiskan suatu proses . (2) Pedoman Wawancara Untuk memperoleh data dan atau informasi yang lebih rinci dan untuk melengkapi data hasil observasi, tim peneliti dapat melakukan wawancara kepada guru, siswa, kepala sekolah dan fasilitator yang berkolaborasi. Wawancara digunakan untuk mengungkap data yang berkaitan dengan sikap, pendapat, atau wawasan . Wawancara dapat dilakukan secara bebas atau terstruktur. Wawancara hendaknya dapat dilakukan dalam situasi informal, wajar, dan peneliti berperan sebagai mitra. Wawancara
10

hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap. Jika dianggap masih ada informasi yang kurang, dapat pula dilakukan secara bebas. Guru yang berkolaborasi dapat berperan pula sebagai pewawancara terhadap siswanya. Namun harus dapat menjaga agar hasil wawancara memiliki objektivitas yang tinggi. (3) Angket atau kuesioner Indikator untuk angket atau kuesioner dikembangkan dari permasalahan yang ingin digali. (4) Pedoman Pengkajian Data dokumen Dokumen yang dikaji dapat berupa: daftar hadir, silabus, hasil karya peserta didik, hasil karya guru, arsip, lembar kerja dll. (5) Tes dan Asesmen Alternatif Pengambilan data yang berupa informasi mengenai pengetahuan, sikap, bakat dan lainnya dapat dilakukan dengan tes atau pengukuran bekal awal atau hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen (cf. Tim PGSM, 1999; Sumarno, 1997; Mills, 2004). Instrumen ini dikembangkan pada saat penyusunan usulan penelitian atau dikembangkan setelah usulan penelitian disetujui untuk didanai dan dilaksanakan. Keuntungannya bila instrumen dikembangkan pada saat penyusunan usulan adalah peneliti telah mempersiapkan diri lebih dini sehingga peneliti dapat lebih cepat mengimplementasikannya di lapangan. Pengukuran keberhasilan tindakan sedapat mungkin telah ditetapkan caranya sejak awal penelitian, demikian pula kriteria keberhasilan tindakannya. Keberhasilan tindakan ini disebut sebagai indikator keberhasilan tindakan. Indikator keberhasilan tindakan biasanya ditetapkan berdasarkan suatu ukuran standar yang berlaku. Misalnya: pencapaian penguasaan kompetensi sebesar 75% ditetapkan sebagai ambang batas ketuntasan belajar (pada saat dilaksanakan tes awal, nilai peserta didik berkisar pada angka 50), maka pencapaian hasil yang belum sampai 75% diartikan masih perlu dilakukan tindakan lagi (ada siklus berikutnya).

Daftar Rujukan Chotimah, Husnul, dkk. 2005. Laporan Koordinator Bidang Studi Biologi Semester II Tahun Pelajaran 2004-2005. Malang: Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Malang: SMA Laboratorium UM. Depdikbud. 1999. Bahan Pelatihan Penelitian Tindakan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Dikmenum. Mills, Geoffrey. 2003. Action Research: A Guide for the Teacher Researcher. New Jersey: Prentice Hall. Reed, A. J. S. & Bergermann, V.E. 1992. A Guide to Observation and Participation: In the Classroom. Connecticut: The Dushkin Publishing Group, Inc. Stringer, Ernie. 2004. Action Research in Education. Columbus: Pearson, Menvi Prentice Hall. Sumber: http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/11/penelitian-tindakan-kelas %E2%80%94bentuk-dan-skenario-tindakan-serta-pengembangan-instrumenuntuk-mengukur-keberhasilan-tindakan/ (Diakses Rabu, 28 Oktober 2010) (SUDAH DIBACA).

11

You might also like