You are on page 1of 13

Sejarah Classical Conditioning Teori operant conditioning sebenarnya sejarahnya di aplikasikan dalam dunia pendidikan dimulai pada tahun

1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teori Ivan Pavlov yang kemudian disebut teori Classical Conditioning. Dalam konteks pembelajaran pandangan Skinner mengarah kepada belajar sebagai sebuah proses yang berusaha merubah tingkah laku dan tingkah laku tersebut dapat di ukur. Artinya bahwa sebuah aktivitas yang dapat merubaha tingkah laku akan tetapi tingkah laku tersebut tidak dapat di ukur maka hal tersebut tidak dalam kategori pembelajaran. Maka Skinner menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur. Rumusan tersebut lalu melahirkan tiga komponen dalam belajar yaitu : a. Discriminative stimulus (SD) b. Response c. Reinforcement (penguatan positif dan negatif) Rumusan tersebut melahirkan teori Operant Conditioning atau proses pengkondisian melalui proses penguatan perilaku yang dapat dilakukan melalui kegiatan Reinforcement (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dipahami secara baik atau menghilangkan beberap aprilaku yang tidak di inginkan. Selain itu teori ini juga diteliti Pavlov yang kemudian dirumuskan oleh Skinner bahwa sepatutnya setiap tindakan dalam bentuk ransangan yang diberikan melalui Discriminatif Stimulus akan menghasilkan Respon Positif dan Negatif dari hasil stimulus tersebut. Sehingga Reinforcement itu dibutuhkan untuk sebagai sebuah konsekuensi dari tindakan yang diberikan baik dalam bentuk penghargaan dan hukuman pada respon positif atau negatif. Pengertian Classical Conditioning Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.

Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa. Saran Pengertian dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benarbenar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, pendidik dapat mengembangkan pembelajaran di dalam kelas.

Penerapan Teori Classical Conditioning Aplikasi/penerapan klasikal kondisioning di kelas adalah dengan cara: Menjadikan lingkungan belajar yang nyaman & hangat, sehingga kelas menjadi satu kesatuan (saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya hubungan

persahabatan/kekerabatan) Pada awal masuk kelas, guru tersnyum dan sebagai pembukaanbertanya kepada siswa tetang kabar keluarga, hewan peliharaan/halpribadi dalam hidup mereka. Guru berusaha agar siswa merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang siswa untuk berpendapat. Pada sesi tanya jawab, guru berusaha membuat siswa berada dalamsituasi yang nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome,masukan positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak aktif, maka gurubisa memulai dengan pertanyaan; apa pendapatmu tentang masalah ini;atau bagaimana kamu membandingkan dua contoh ini. Dengan katalain, guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk berpendapat. Namun jika

dengan cara inipun siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka tugas guru untuk membimbing/ memacusampai siswa memberi jawaban yang dapat diterima

DAFTAR PUSTAKA Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar . Rineka Cipta. 2002. Hardy, Malcom, (diterjemahkan Soenardji), Pengantar Psikologi, Erlangga,Jakarta, 1988 Sarwono, Sarlito Wirawan. Berkenalan dengan Alirah Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi, Bulan Bintang: Jakarta 1986 Sugandi, Achmad.. Teori Pembelajaran . Semarang: UPT MKK UNNES 2004 Suryabrata, S..Psikologi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. 1995. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru edisi Revisi.Remaja Rosdakarya, 1997. Tim Pengembangan MKDK.. Psikologi Belajar . Semarang: IKIP Semarang 1989

Bagaimana menerapkan Teori operant conditioning di Kelas


Penerapan Teori operant conditioning sangat mudah karena teori ini juga didasarkan pada teori behaviorisme, bahwa tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya. Melalui Diskriminasi lingkungan atau lingkungan yang diatur oleh guru maka kemampuan siswa untuk menguasai sesuatu atau berprestasi dan yang tidak musti mendapat reinforcement. Akan tetapi perlu mendapat perhatian bahwa Reinforcement itu harus dapat menumbuhkan kesadaran pribadi anak didik. Seorang anak tidak boleh diberikan hukuman sebagai akibat dari pelanggaran yang dilakukannya dengan hukuman yang dapat mengganggu kondisi psikologis anak seperti berdiri di depan kelas. Demikian pula jika seorang anak memperoleh prestasi, maka guru perlu memberikan penghargaan serendah-rendahnya pujian.

Referensi Teori Operant Conditioning

Chance, P. Learning and Behavior ( fifth edition ). M.Burger, J. Personality, Sixth edition. Prasetyani, S. (2007). Belajar Behavioristik dan Teori Belajar Humanisitik. Yogyakarta.dari 202.65.116.194_21042007175443_SISKA_UNY Bagaimanakah penerapan teori Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov di dalam kelas Teori classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut. Dengan adanya stimulus berupa hadiah (reward) yang diberikan kepada peserta didik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa lebih tertarik pada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh , tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan, mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatianya terutama pada guru, selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali, dan selalu terkontrol

oleh lingkungan. Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

Sebagai contoh untuk menambah kelekatan dengan pasangan, Jika anda mempunyai pasangan yang sangat suka (UCR) dengan coklat (UCS). Disetiap anda bertemu (CS) dengan kekasih anda maka berikanlah sebuah coklat untuk kekasih anda, secara otonom dia akan sangat suka dengan coklat pemberian anda. Berdasarkan teori, ketika hal itu dilakukan secara berulangulang, selanjutnya cukup dengan bertemu dengan anda tanpa memberikan coklat, maka secara otonom pasangan anda akan sangat suka (CR) dengan anda, hal ini dapat terjadi karena pembentukan perilaku antara UCS, CS, UCR, dan CR seperti ekperimen yang telah dilakukan oleh Pavlov. Belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara

stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang konkret atau yang non konkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

Adapun contoh aplikasi teori belajar behaviorisme menurut Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

Pada awal masuk kelas, guru memberikan kenyamanan pada siswa sehingga siswa merasa aman untuk melanjutkan pembelajaran. Sebagai pembukaan guru dapat bertanya kepada siswa tetang kabar mereka, keluarga, hewan peliharaan/hal pribadi dalam hidup mereka dan apakah siswa sudah siap untuk belajar.Dalam pembukaan pembelajaran guru memberikan motivasi, untuk memberikan stimulus guru dapat memberikan makanan kecil pada siswa apabila siswa dapat menjawab pertanyaan (respon).Hal ini untuk membangkitkan semangat siswa

untuk menjawab pertanyaan. Dengan demikian bila stimulus ini terjadi terue- menerus akan menjadikan siswa menjadi aktif dalam pembelajaran.

Dalam pembelajaran guru hendaknya menjadikan lingkungan belajar yang nyaman dan hangat, sehingga kelas menjadi satu kesatuan (saling berhubungan) dengan emosi positf (adanya hubungan persahabatan/kekerabatan) Guru berusaha agar siswa merespek satu sama lain pada prioritas tinggi di kelas, misalnya, pada diskusi kelas guru merangsang siswa untuk berpendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan.

Pada pembelajaran dalam tanya jawab, guru berusaha membuat siswa berada dalam situasi yang nyaman dengan memberikan hasil (positf outcome masukan positif). Misalnya, jika siswa diam/tidak aktif, maka guru bisa memulai dengan pertanyaan apa pendapatmu tentang masalah ini, atau bagaimana kamu membandingkan dua contoh ini. Dengan kata lain, guru memberi pertanyaan yang dapat memancing siswa untuk berpendapat. Namun jika dengan cara inipun siswa tidak sanggup/ segan untuk merespon, maka tugas guru untuk membimbing/ memacu sampai siswa memberi jawaban yang dapat diterima.

Teori Pavlov
A. PENDAHULUAN

Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh pengalaman. perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari merupakan hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu keadaan yang menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara sadar dan juga dapat diperoleh dari hasil belajar. Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi. Ivan Petrovich Pavlov, ahli psikologi Rusia berpengalaman dalam melakukan serangkaian percobaan. Dalam percobaan itu ia melatih anjingnya untuk mengeluarkan air liur karena stimulus yang dikaitkan dengan makanan. Proses belajar ini terdiri atas pembentukan asosiasi (pembentukan hubungan antara gagasan, ingatan atau kegiatan pancaindra) dengan makanan. Teori Clasikal Conditioning Dapat dikatakan bahwa pelopor teori coditioning adalah Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia, seorang ahli psikolog-refleksologi dari Rusia. Ia mengadakan percobaan-percobaan dengan anjing. Secara ringkas percobaan-percobaan Pavlov dapat kita uraikan sebagai berikut:

Seekor anjing yang telah dibedah sedemikian rupa, sehingga kelenjar ludahnya berada diluar pipinya, dimasukkan ke kamar yang gelap. Di kamar itu hanya ada sebuah lubang terletak didepan moncongnya, tempat menyodorkan makanan atau menyorotkan cahaya pada waktu diadakan percobaan-percobaan. Pada moncongnya yeang telah dibedah dipasang sebuah pipa (selang) yang dihubungkan dengan sebuah tabung diluar kamar. Dengan demikian dapat diketahui keluar tidaknya air liur dari moncong anjing oitu pada waktu diadakan percobaanpercobaan. Alat-alat yang digunakan dalam percoban-percobaan itu ialah makanan, lampu senter untuk menyorot bermacam-macam warna, dan sebuah bunyi-bunyian. Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan anjing itu Pavlov mendapat kesimpulan bahwa gerakan-gerakan refleks itu dapat dipelajari, dapat berubah karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar (unconditioned refleks)-keluar air liur ketika melihat makanan yang lezat dan refleks bersyarat atau refleks yang dipelajari (conditioned refleks)-keluar air liur karena menerima atau bereaksi terhadap warna sinar tertentu, atau terhadap suara bunyi tertentu. Demikianlah maka menurut teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan

yang continue(terus-menerus). Yang diutamakan dalm teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis. Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada conditioning. Yaitu hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya dalam

kehidupannya. Proses belajar yang digambarkan seperti itu menurut Pavlov terdiri atas pembentukan asosiasi antara stimulus dan respons refleksif. Dasar penemuan Pavlov tersebut, menurut J.B. Watson diberi istilah Behaviorisme. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia harus dipelajari secara objektif. la menolak gagasan mentalistik yang bertalian dengan bawaan dan naluri. Watson menggunakan teori Classical Conditioninguntuk semuanya yang bertalian dengan pembelajaran. Pada umumnya ahli psikologi mendukung proses mekanistik. Maksudnya kejadian lingkungan secara otomatis akan menghasilkan tanggapan. Proses pembelajaran itu

bergerak dengan pandangan secara menyeluruh dari situasi menuju segmen (satuan bahasa yang diabstraksikan dari kesatuan wicara atau teks) bahasa tertentu. Materi yang disajikan mirip dengan metode dengar ucap. Kelemahan dari teori conditioning ini adalah, teori ini mengangaap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secarab otomatis, keaktifan dan penentuan pribadi dalam tidak dihiraukannya. Peranan latihan atau kebiasaan terlalu ditonjolkan. Sedangkan kita tidak tahu bahwa dalam bertindak dan berbuat sesuatu manusia tidak semata-mata tergantung kepada pengaruh dari luar. Aku atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan dan reaksi apa yang akan dilakukannya. Teori conditioning ini memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang. Pada manusia teori ini hanya dapat kita terima dalam hal-hal belajar tertentu. Umpamanya dalam belajar yang mengenai skills (kecekatan-kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada abak-anak kecil. Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing, menghasilkan hukumhukum belajar, diantaranya : a. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam

stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat. b. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang

sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

Daftar Pustaka Ngalim Purwanto.2004.Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hlm. 89-41 Muhibbin Syah. 2006. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hlm. 95 Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Rosdakarya. Hlm. 106

Perbedaan antara "classical dan operant conditioning" dalam teori belajar Behavioristik
Classical conditioning (pengkondisian klasik) di kemukakan oleh seorang psikolog Rusia bernama Ivan pavlov. Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimuli. Dalam hal ini stimuli netral diasosiasian dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Tedapat dua tipe stimuli dan dua tipe respon, yaitu: unconditioned danconditioned stimulus baru

stimulus (US),unconditioned response (CR). Classical berdasarkan pengalaman

response (UR), conditioned

stimulus (CS), merespon ulang.

conditioning merupakan yang diperoleh

kemampuan berulang

secara

Dalam classical

conditioningterdapat prinsip continguity yang sangat berperan penting yang berbunyi, kapanpun terdapat dua alat indra terjadi secara bersama-sama dan berulang kali, maka keduanya saling berkaitan. akhirnya bila hanya satu dari stimulus terjadi, maka yang lainnya ikut merespon sebagai perwujudannya terjadilah suatu jawaban yang otomatis. Misalnya ketika mata kita terkena debu atau kotoran lainnya yang berasal sari udara, secara refleks kita akan langsung menutup mata. Contoh lainnya ketika tangan kita terkena api atau dekat dengan api, secara serentak pasti tangan kita akan langsung menghindar dari api tersebut.

Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk

merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar. Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri. Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita.

Operant

Conditioning (pengkondisian

operant)

adalah

sebentuk

pembelajaran

dimana

konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. percobaan yang dilakukan oleh Skinner, dilakukan pada seekor tikus yang di masukkan dalam boxs, yang disebut skinner's box.

Pada awalnya penelitian mengenai operant conditioning dilakukan oleh E.I. Thorndike. Namun penelitian yang dilakukan oleh Skinner lebih sederhana dan lebih dapat diterima secara luas. Maksud dari pengkondisian ini yaitu proses pembeljaran dimana seseorang secara sadar terlibat dan aktif bertindak pada lingkungannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Operant conditing adalah belajar dalam hal perilaku otomatis diperkuat atau diperlemah oleh konsekuensi atau tujuan (Santrock and Yussen, 1992). Prinsip Classical conditioning tidak begitu saja dapat digunakan, melainkan terdapat beberapa petunjuk untuk menggunakannya. Pertama, mengkaitkan kejadian yang positif dan menyenangkan dalam tugas belajar. Misalnya agar proses pembelajaran dalam kelas tidak membosankan, sesekali seorang guru mengadakan sejenis permainan kelompok untuk merileksasikan sejenak pikiran siswa. Dengan permainan ini proses belajar akan lebih menyenangkan dan tentunya siswa akan lebih semangat untuk belajar. Kedua, memberikan bantuan kepada siswa secara sukarela kepada siswa untuk menghadapi situasi yang penuh kecemasan. Misalnya seorang anak yang pemalu, diberi tanggung jawab untuk memimpin berdoa di depan kelas. Selain memimpin doa, berikan kesempatan kepadanya untuk kegiatan yang sama di depan kelas. Hal itu bisa membantu anak tersebut untuk melatih mentalnya agar menjadi lebih baik dan percaya diri. Ketiga, membantu siswa mengenal perbedaan dan kesamaan antara situasi yang dapat mereka diskriminasikan dan simpulkan secara tepat. Misalnya seorang guru memberi pengarahan kepada siswa kalau diberi sesuatu barang dari orang yang belum dikenal seharusnya tidak mau menerimanya. Karena kemungkinan orang tersebut dapat berbuat yang tidak baik kepada kita. Pada dasarnya pengukuhan itu komplek. Secara sederhana pengukuhan dibedakan menjadi pengukuhan positif yang sifatnya ditambahkan atau diperoleh dan pengukuhan negatif yang sifatnya dikurangi, ditolak atau dijauhi. Anatar kedua pengukuhan ini sulit dipahami karena keduanya melibatkan stimulus yang berlawanan dan tidak menyenangkan. Perlu kita cermati bahwa pengukuhan negatif juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku, sementara itu hukuman menurunkan kemungkinan munculnya respon.

Terdapat beberapa susunan yang dapat meningkatkan efektivitas pengukuhan. Yang pertama yaitu interval waktu. Belajar lebih efektif dalam operant conditioning karena interval stimulus dan responnya sangat singkat (perilaku otomatis), dibandingkan classical conditioning (perlu proses yang tidak dapat secara otomatis). Yang kedua yaitu pembentukan. Dengan pembentukan diharapkan dapat mengembangkan perilaku individu yang dikehendaki. Misalnya terdapat aturan bahwa anak yang baru pertama masuk sekolah diharapkan cepat mengambil tempat duduk dan duduk dengan tenang. Yang ketiga yaitu penjadwalan pengukuhan. Penjadwalan pengukuhan menentukan kejadian suatu respon yang akan dikukuhkan. Penjadwalan sepenuhnya berdasarkan interval waktu dan frekuensi perilaku secara spesifik. Yang keempat yaitu pengukuhan primer dan sekunder. Pengukuhan primer menggunakan pengukuhan dalam memuaskan diri sendiri tanpa melalui belajar dari lingkungan, sdangkan pengukuhan sekunder mendapatkan nilai positif melalui pengalaman yang dapat dipelajari (bersifat kondisional). Prinsip ketiga dalam teori behavioral yaitu Pembentukan Kebiasaan. Presentasi dalam pembentukan kebiasaan terjadi berulang ulang. Misalnya kebiasaan seorang bayi yang ingin minum susu. Si bayi akan memasukkan tangan ke mulutnya dan akan berhenti ketika bayi tersebut telah mendapatkan ASI dari ibunya. Prinsip yang terakhir atau yang keempat dalam teori behaviorial yaitu Peniruan

(Imitation). Imitasi atau peniruan terjadi ketika anak anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain bertindak. Dalam beberapa hal imitasi membutuhkan waktu yang lebih sedikit daripada operant conditioning. Selain itu pada operant conditioning hanya memberikan pembelajaran yang terbatas dan mengabaikan situasi penting terutama pada pengaruh social terhadap belajar. Teori kedua yaitu Teori Kognitif. Pada dasarnya teori kognitif memang berbeda dengan teori behavioral. Pada teori kognitif, pengetahuan dipelajari dan perubahan dalam pengetahuan menyebabkan adanya perubahan perilaku. Sedangkan pada teori behavioral, perilaku baru itu sendiri yang dipelajari. Pendekatan kognitif menyarankan bahwa apa yang dibawa oleh individu dalam situasi belajar merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses belajar.

Pengetahuan menciptakan penalaran kita, maemfokuskan perhatian kita, dan merupakan penopang untuk mengingat.

SUMBER : sumber dari blog dan kompasiana

You might also like