You are on page 1of 30

PENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI TEKNIK ROLE-PLAYING MAHASISWA PRODI PGSD, FIP, UNY Ali Mustadi

Abstract This study was intended to increase students achievement of speaking skill by implementing Role Playing method in English classroom of Elementary School Teacher Education Department (ESTED). The problem related to the topic of the study is that is the implementation of Role Playing technique can improve students achievement of speaking skill in the teaching of English in ESTED study program. This study can be classified into a classroom action research. The research took four months, from September 2010 to December 2010. The research was conducted in class A semester I in the academic year of 2010/2011 with the students number of 41 students. The data were collected by using observation, interview, questionnaire, and documentation. The finding of the study shows that Role Playing in ESTED is able to improve students achievement of speaking skill. The result shows that there is a significant increasing achievement reached by the students, where they can improve their English skills, especially speaking skills. It can be seen that the students achievement of English especially on the speaking skill is increasing. The result of speaking test of cycle 1 shows that there are seven students who got score under the interval of 3,00 and the average score is 70,58. It is still under the score of 75, where 75 is the minimum standard score, but it is better than the score of pre-test. The cycle 2 shows that there is increasing scores, in which there is no student who get under the interval of 2,50 - 3,00 and the average score is 76,96. It means that the students achievement of speaking skill increase 6,677% although there is no students who get score in the maximum interval of 4,50 5,00. Keywords: Students achievement, English speaking skill, role playing method. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bahasa Inggris, khususnya untuk siswa sekolah dasar di Indonesia menjadi
sangat populer dewasa ini. Hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab pendidik agar menyiapkan diri dan mendalami bahasa Inggris sebagai salah satu alat komunikasi internasional termasuk sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar di siswa sekolah dasar.

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mempunyai tugas mempersiapkan mahasiswanya sebagai
calon guru sekolah dasar yang professional yang mempunyai kemampuan berbahasa Inggris, baik secara lisan maupun tulisan, dengan memberikan mata kuliah bahasa Inggris sebagai mata kuliah

umum wajib tempuh. Hal yang disebutkan di atas mendukung kebutuhan mahasiswa akan kecakapan mengajar di Sekolah Berstandar Internasional (SBI). Sekolah Berstandar Internasional mewajibkan para gurunya untuk mempunyai kemampuan berbahasa Inggris terutama bahasa
1

Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar di kelas atau English for bilingual instructions. Tujuan dari pemberian perkuliahan bahasa Inggris untuk mahasiswa jurusan PGSD ini adalah untuk memberikan mahasiswa pengetahuan dan keterampilan bahasa Inggris, baik spoken maupun written. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat menguasai bahasa Inggris baik spoken maupun written dan mampu menyampaikan materi berbagai mata pelajaran dalam bahasa Inggris untuk siswa sekolah dasar seperti pada sekolah yang berstandar internasional. Pelaksanaan perkuliahan bahasa Inggris pada mahasiswa jurusan PGSD, FIP, UNY diampu oleh beberapa dosen, yang mana pada kenyataan yang sudah berjalan, masih menitikberatkan pada kemampuan bahasa Inggris secara umum atau General English bukan bahasa Inggris untuk tujuan khusus atau English for Specific Purposes. Perkuliahan bahasa Inggris di PGSD masih sama dengan materi bahasa Inggris pada jurusan-jurusan yang lain, selain itu materi bahasa Inggris yang diberikan masih bersifat Passive English bukan yang Active English sehingga hal ini masih kurang sesuai dengan students needs seperti tersebut diatas. Bahasa Inggris untuk tujuan khusus pada mahasiswa jurusan PGSD adalah berisi tentang pengetahuan dan keterampilan bahasa Inggris untuk menunjang kemampuan mahasiswa dalam mengajar di dalam kelas. Kemampuan ini meliputi keterampilan dalam komunikasii dan mengajar atau menyampaikan materi pelajaran dalam bahasa Inggris. Sesuai dengan penjelasan di atas, maka perlu diadakan perubahan terhadap isi materi pengajaran bahasa Inggris yaitu bahasa Inggris yang bersifat umum (General English) menjadi bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Specific Purposes). Bagi mahasiswa PGSD materi bahasa Inggris yang diberikan yaitu untuk mendukung kecakapan mereka dalam mengajar di dalam kelas terutama para siswa di sekolah dasar yang berstatus sebagai Sekolah Berstandar Internasional atau SBI. Pentingnya diadakan perubahan terhadap materi dan strategi pengajaran bahasa Inggris bagi mahasiswa diungkapkan oleh sebagian besar mahasiswa sebagai subjek penelitian yang disampaikan dalam wawancara. Selain itu, perlu pula diadakan perubahan terhadap strategi perkuliahan yang bersifat deduktif menjadi strategi yang mendukung dan meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa. Strategi tersebut juga harus mendukung kecakapan mahasiswa sebagai calon guru sekolah dasar berstandar internasional. Oleh karena itu, strategi atau teknik role-playing diharapkan menjadi salah satu strategi yang mampu menjawab pertanyaan di atas. Seperti dikemukakan oleh Harmer (2007: 352) bahwa salah satu kegiatan
2

keterampilan berbicara di dalam kelas yaitu simulation and role-playing. Simulasi dan role-playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara atau melatih keterampilan berbicara siswa terutama bila mereka belajar bahasa Inggris untuk kebutuhan khusus (English for Specific Purposes). Teknik role-playing ini difokuskan pada keterampilan berbicara bahasa Inggris yang mendukung kegiatan belajar mengajar di dalam kelas sesuai dengan peran masing-masing yaitu sebagai guru dan siswa. Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, maka diperlukan suatu tindakan khusus yaitu role-playing untuk meningkatkan keterampilan speaking. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan speaking mahasiswa jurusan PGSD, FIP, UNY. B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; apakah teknik role-playing dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa jurusan PGSD, FIP, UNY?, sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa jurusan PGSD, FIP, UNY. Penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan manfaat kepada mahasiswa agar siap menjadi seorang guru yang profesional. 2. KAJIAN PUSTAKA A. Keterampilan Berbicara 1. Hakikat Keterampilan Berbicara Brown dan Yule (Nunan, 1989; 26) berpendapat bahwa berbicara adalah menggunakan bahasa lisan yang terdiri dari ucapan yang pendek, tidak lengkap atau terpisah-pisah dalam lingkup pengucapan. Pengucapan tersebut sangat erat berhubungan dengan pengulangan dan tumpangtindih yang dilakukan antara pembicara satu dengan yang lain, dan pembicara sering menggunakan non-specific references. Menurut Nunan (Brown, 2001: 251), keterampilan berbicara meliputi keterampilan berbicara secara monolog dan dialog. Keterampilan berbicara secara monolog artinya keterampilan berbicara yang berupa komunikasi satu arah, misalnya pembaca berita atau pembawa acara tertentu. Keterampilan berbicara secara dialog artinya keterampilan berbicara yang melibatkan komunikasi dua arah misalnya wawancara. Kategori monolog dibedakan menjadi monolog yang terencana dan tidak terencana atau spontan, sedangkan dialog dibedakan menjadi dialog interpersonal dan transaksional. Dialog interpersonal bertujuan untuk menjalin hubungan sosial, sedangkan dialog transaksional untuk menyampaikan sesuatu pesan atau informasi faktual. Dialog interpersonal dan transaksional terbagi dalam dua kategori, yaitu familiar (dialog yang sudah lazim atau akrab) dan unfamiliar (dialog yang tidak lazim atau tidak akrab). Bailey (Nunan,
3

2003: 48) menyatakan bahwa berbicara adalah keterampilan lisan yang terdiri dari menghasilkan ungkapan-ungkapan kebahasaan yang sistematis untuk menyampaikan makna. Sementara itu, Bailey (dalam Nunan: 2003: 48) menyitir dari van Lier tentang perbedaan antara bahasa lisan dan tulisan. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut. Spoken language Written language Auditory Visual Temporary; immediate reception Permanent; delayed reception Prosody (rhythm, stress intonation) Punctuation Immediate feedback Delayed or no feedback Planning and editing limited by channel Unlimited planning, editing, revision Sesuai dengan deskripsi singkat di atas, terdapat beberapa perbedaan antara bahasa lisan atau berbicara dengan bahasa tulis. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa secara langsung sebagai alat komunikasi lisan dengan sistem auditori yang dilengkapi dengan adanya prosodi dan memerlukan feedback atau balikan secara langsung. Dan sesuai dengan apa yang telah dideskripsikan pada paragraph di atas, proses keterampilan berbicara berbeda dengan keterampilan menulis. Keterampilan berbicara merupakan komunikasi langsung yaitu dengan menggunakan bahasa lisan yang diucapkan organ bicara lebih kompleks dan spontan dalam kenyataannya. Dengan teknik role-playing, keterampilan berbicara oleh para pembicara yang terlibat dalam konteks suasana pembelajaran di dalam kelas akan meningkat baik kemampuan lisannya maupun proses perkuliahannya. 2. Pembelajaran Keterampilan Berbicara Tujuan pembelajaran bahasa adalah untuk keterampilan berbicara. Bahasa yang dipelajari termasuk bahasa yang bersifat reseptif atau produktif. Pembelajaran bahasa didapat melalui visual (membaca dan menulis) dan audio (menyimak dan berbicara). Littlewood (1981: 17) meringkas beberapa tujuan dalam pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu: 1) Menyediakan latihan tugas secara menyeluruh 2) Meningkatkan motivasi belajar 3) Menciptakan proses pembelajaran yang alamiah 4) Dapat menciptakan konteks yang mendukung proses pembelajaran Kang Shumin (Richards & Renandya, 2002: 206) berpendapat bahwa terdapat beberapa komponen yang mendasari keberhasilan pengajaran keterampilan berbicara. Komponen tersebut adalah kompetensi gramatikal, kompetensi discourse, kompetensi sosiolinguistik, kompetensi strategi. Kompetensi gramatikal merupakan kompetensi pokok yang meliputi kemampuan tata bahasa (morfologi dan sintaksis), kosakata, dan mekanismenya. Kemampuan mekanisme dalam keterampilan berbicara mengacu pada dasar-dasar bunyi huruf dan ejaan, pengucapan kata-kata,
4

intonasi dan penekanan. Kompetensi discourse (wacana) berhubungan dengan keterkaitan antar kalimat. Dalam discourse, aturan kepaduan dan keserasian antar kalimat apakah kalimat itu informal ataupun formal, diterapkan dengan penuh kebermaknaan. Kompetensi sosiolinguistik mengacu pada pengetahuan terhadap apa yang diharapkan oleh pengguna bahasa target secara sosial dan budaya. Yang dimaksud dengan kompetensi strategi adalah cara pembelajar menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan berkomunikasi. Kompetensi tersebut di atas dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
Kompetensi gramatikal

Kompetensi strategi

Profisiensi berbicara

Kompetensi sosiolinguistik

Kompetensi discourse

Bagan 1: Bagan Keberhasilan Pengajaran Keterampilan Berbicara ( Richards & Renandya, 2002: 2007) Bailey (Nunan, 2003: 54-56) menjelaskan beberapa prinsip tentang pengajaran bahasa lisan. Terdapat lima prinsip, yaitu; 1) Be aware of the differences of the second language and foreign language learning context 2) Give students practice with both fluency and accuracy 3) Provide opportunities for students to talk by using group work or pair work, and limiting teacher talk 4) Plan speaking tasks that involve negotiation for meaning 5) Design classroom activities that involve guidance and practice in both transactional and interactional speaking
Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan role-playing sangat sesuai untuk meningkatkan kemampuan berbicara atau profisiensi berbicara mahasiswa jurusan PGSD. Di dalam kegiatan roleplaying, semua kompetensi tersebut di atas tercakup di dalamnya. Misalnya. kegiatan role-playing memerlukan kompetensi gramatikal dan strategi yang baik oleh para partisipan. Dalam menyampaikan ekspresi-ekspresi dari bahasa Inggris sebagai pengantar dalam mengajar di kelas, pembelajar memerlukan pemahaman gramatikal yang baik. Dapat diambil contoh, mereka harus memahami kosakata dan pengucapan dengan baik. Selain itu, kompetensi strategi harus pula diperhitungkan dalam kegiatan roleplaying di dalam pengajaran di kelas. Mahasiswa harus mampu menggunakan greetings, starting the lesson, roll call ,introducing a topic, getting started, giving instructions, calling on students, clarification, giving verbal reward, summarizing and concluding, signaling time to stop, previewing next class, leaving the room, and closing dalam praktek mengajarnya, dan juga bagaimana merespon ekspresi-ekspresi

tersebut dengan baik. Mereka harus mampu membuat suasana dan proses belajar mengajar di dalam kelas berlangsung dengan baik dan simultan.

3. Jenis-Jenis Pembelajaran Keterampilan Berbicara Brown (2004: 141-142) membagi keterampilan berbicara ke dalam taksonomi yang muncul pada produksi lisan seperti halnya pada kemampuan menyimak. Taksonomi ini bertingkat dari imitatif hingga ekstensif, yaitu: imitatif, intensif, responsif, interaktif, dan ekstensif (monolog). Seperti apa yang disampaikan oleh Brown di atas, maka role-playing merupakan salah satu aktifitas produksi lisan berbahasa secara ekstensif atau monolog. Dalam role-playing terdapat kesempatan berinteraksi dengan memberikan batasan nonverbal. Dalam keterampilan berbicara, terdapat aktifitas yang dapat mengajak para siswa untuk berinteraksi satu sama lain. Aktifitas dalam keterampilan berbicara oleh Richards dan Renandya (2002: 209-210), dibagi dalam empat kategori. Kategori tersebut adalah (1) aural: oral activities, (2) visual: oral activities, (3) material-aided: oral activities, dan (4) culture awareness: oral activities. Kegiatan role-playing yang dilakukan di dalam kelas dengan peran guru dan siswa mengandung dua kategori yang disebutkan di atas, yaitu aural: oral activities dan cultural awareness: oral-activities. Dalam kegiatan role-playing sebagai guru dan siswa, proses pembelajaran di dalam kelas adalah dengan mendengarkan guru dalam memberikan instruksi kepada siswanya. Guru menjadi model dalam memproduksi bahasa target. Sementara itu, siswa dapat meningkatkan kemampuan lisannya dengan berinteraksi dengan guru dan dengan sesama teman. Dalam proses pembelajaran berbicara di dalam kelas, pengetahuan terhadap budaya bahasa target sangatlah perlu. Dalam kegiatan role-playing ini, pemahaman mahasiswa dengan peran sebagai guru maupun sebagai siswa akan meningkatkan kecakapan berbicaranya, misalnya adanya formalitas dalam penuturan bahasa Inggris, seperti contohnya yaitu penggunaan Good morning lebih formal dan baik diterapkan di dalam kelas daripada Hi, atau Hello. Sementara itu, Harmer ( 2007, 348-352) menyarankan berbagai kegiatan yang mendukung peningkatan keterampilan berbicara dalam proses pembelajaran. Kegiatan tersebut dikategorikan dalam enam kategori; 1) Acting from a script, 2) Communication games, 3) Discussion, 4) Prepared talks, 5) Questionnaires, 6) Simulation and role-play. Bailey (Nunan, 2003: 56) merancang beberapa kegiatan yang dapat diaplikasikan dalam kelas berbicara. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan

teknik dan tugas dalam kelas berbicara, yaitu: 1) information gap, 2) jigsaw activities, 3) roleplays, 4) simulations, dan 5) contact assignments. Sesuai dengan penjelasan di atas, telah jelas bahwa role-play adalah salah satu kegiatan yang dapat dilaksanakan di dalam kelas yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa. Teknik role-playing ini dapat pula untuk meningkatkan keberanian dan kepercayaan diri setiap pembelajar dalam memproduksi bahasa yang sedang dipelajarinya secara lisan. B. Role-Playing 1. Hakikat role-playing Lee (1986: 147) menyatakan bahwa role-playing is an aspect of simulation. A whole situation is simulated in the classroom, and the participants adopt roles which belong to it. Dapat disimpulkan bahwa role-playing merupakan bagian dari kegiatan simulasi. Situasi keseluruhan disimulasikan dalam kelas, dan para pembelajarnya memerankan peran dalam situasi keseluruhan tersebut. Menurut Harmer ( 2007: 352), dalam role-playing, peran dan bagaimana peran dilaksanakan telah dipersiapkan dan ditentukan. Ladousse (1987: 5) menjelaskan arti dari roleplaying dengan memilah kata role play menjadi role dan play. Menurutnya, role berarti siswa memerankan bagian dalam situasi khusus. Sedangkan playing mengacu pada 2. Fungsi Role-Playing dalam Pembelajaran Bahasa Lee (1986: 147) menjelaskan bahwa role-playing bermanfaat untuk membantu membawa bahasa ke dalam kehidupan dan memberikan pengalaman nyata kepada pembelajar menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Role-playing dalam kegiatan kelas bahasa Inggris untuk tujuan khusus (English for Special Purpose) dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap apa yang dipelajarinya, misalnya dalam kelas bahasa Inggris untuk kebidanan. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kecakapan berbicara dalam bahasa Inggris sekaligus meningkatkan kecakapan terhadap keahlian atau profesi. Selain itu, role-playing dapat pula digunakan untuk meningkatkan kesadaran sosial terhadap orang lain, yaitu terutama kepada guru, pembelajar yang lain dan komponen pembelajar yang lain (Amato, 2003: 124). Amato (2003: 214) menambahkan pula bahwa melalui kegiatan role-playing pembelajar dapat menggali kemampuan dirinya, memiliki rasa empati terhadap orang lain, dan menggunakan pengalaman pribadinya agar dapat melakukan tindakan-tindakan yang yang hebat. Role-playing dapat pula meningkatkan kemampuan pembelajar memproduksi bahasa target, menguasai aspek-aspek komunikasi
7

peran tersebut

dilakukan dalam situasi tertentu dengan para siswa berusaha inventif dan dengan menyenangkan..

nonverbal, meningkatkan kemampuan kerjasama antar pembelajar, dan meningkatkan kecakapan ranah afektif. Menurut Harmer (2007: 352) role-playing dapat bermanfaat untuk memacu kelancaran lisan dan melatih kemampuan pembelajar dalam kecakapan-kecakapan khusus, terutama dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk tujuan khusus atau English for Specific Purposes. Ladousse (1987: 6) menyebutkan beberapa alasan atau fungsi penerapan role-playing, yaitu: (1) beraneka ragam pengalaman dapat diwujudkan di dalam kelas melalui penerapan teknik roleplaying, (2) role-playing dapat membawa siswa ke dalam situasi di mana mereka diwajibkan menggunakan dan mengembangkan bentuk-bentuk bahasa yang diperlukan dalam mempererat hubungan sosialnya, (3) role-playing berguna bagi siswa untuk mengujicobakan bahasa target dalam suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan, (4) role-playing membantu siswa-siswa yang minder (pemalu) dengan menyediakan media semacam topeng di dalam kegiatan ini, dan (5) yang paling penting dalam kegiatan role-playing adalah bersifat menyenangkan. Bila para siswa melakukan kegiatan secara menyenangkan, maka mereka akan cepat tanggap dan menerima materi pelajaran dengan cepat dan baik. Untuk itu, dapat diambil garis besar bahwa tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan teknik role-playing dalam rangka meningkatkan kemampuan speaking pada mahasiswa jurusan PGSD yang keseluruhan temanya adalah English for Classroom Instructions atau bahasa Inggris yang diterapkan dalam kelas untuk mengajar. Role-playing yang diterapkan pada mahasiswa jurusan PGSD adalah peran sebagai seorang guru dan siswa karena kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan speaking sesuai dengan kecakapan mereka kelak sebagai seorang guru. 3. Tahap Pelaksanaan Role-Playing Shaftel & Shaftel (dalam Amato, 2003: 223) merancang suatu tahapan yang terdiri atas sebelas tahapan dalam melaksanakan kegiatan role-playing, yaitu: (1) memperkenalkan topik kegiatan, (2) mendorong ketertarikan pembelajar, (3) menyajikan kosakata baru, (4) membaca cerita yang secara jelas menuju pada suatu permasalahan, (5) menghentikan cerita pada saat klimaks, (6) mendiskusikan dilema yang ada, (7) memilih pembelajar memainkan peran, (8) mempersiapkan pembelajar yang lain untuk menyimak dan selanjutnya memberikan nasihat, (9) memerankan cerita yang tersisa, (10) mendiskusikan jalan keluar alternatif yang berhubungan dengan permasalahan, dan (11) memerankan kembali cerita menggunakan strategi baru bila diperlukan. Dalam penelitian ini, tidak semua tahap dalam kegaiatan role-playing dilakukan mengingat terbatasnya waktu perkuliahan yang hanya kira-kira 100 menit setiap pertemuan.
8

Sehingga hanya melaksanakan tahapan dasar, seperti memperkenalkan topik kegiatan, menjelaskan proses role-playing, memilih pembelajar memainkan peran, melakukan kegiatan role-playing, dan mendiskusikan hasil kegiatan. 3. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas atau classroom action research dengan jenis penelitian tindakan partisipan. Para anggota kelompok termasuk peneliti dan kolaborator terlibat langsung dalam proses penelitian. Prosedur penelitian difokuskan pada tujuan memberikan tindakan agar dapat menganalisis keadaan dan melihat kesenjangan antara kenyataan yang ada dan keadaan yang diinginkan dan merumuskan rencana tindakan. Setelah itu peneliti melibatkan diri secara penuh dalam melaksanakan rencana tindakan dan memantaunya, dan terakhir melaporkan hasil penelitiannya (Suwarsih, 2007: 69). Suwarsih menyimpulkan terdapat beberapa langkah yang wajib dilaksanakan dalam penelitian tindakan. Langkah tersebut adalah (1) mengidentifikasi dan merumuskan masalah; (2) menganalisis masalah; (3) merumuskan hipotesis tindakan; (4) membuat rencana tindakan dan pemantauannya; (5) melaksanakan tindakan dan mengamatinya; (6) mengolah dan menafsirkan data; dan (7) melaporkan. B. Lokasi, Subjek, dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di jurusan PGSD, FIP, UNY Kampus 3, yang beralamat di Jl. Kenari, no. 6, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2010/2011, yaitu bulan September hingga Desember 2010. Dan subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester satu, tahun akademik 2010/2011, kelas 1A jurusan PGSD, FIP, UNY karena dari data hasil wawancara dengan mahaiswa menunjukkan bahwa keterampilan speaking mereka relative masih rendah. C. Jenis Peran Role Playing Tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah pelaksanaan kegiatan role playing yang disesuaikan dengan program mahasiswa yaitu sebagai calon guru sekolah dasar. Teknik roleplaying yang dimaksud adalah pperan sebagai guru dan peran sebagai siswa. Role-playing yang dilakukan berbentuk suatu proses pengajaran di sekolah dasar berstandar internasional. Rencana tindakan tersebut adalah sebagai berikut (Hughes, 1985). (1) Peran sebagai guru, mahasiswa a. Mampu membuka pelajaran dan menguasai: Expression of how to greet students, how to start the lesson, how to roll call, and how to introduce a topic.
9

b. Mampu menjelaskan pelajaran dan menguasai: Expressions of how to get started, how to give instructions, how to call on students, how to clarify students answer, how to give verbal reward, and how to summarize and conclude the lesson. c. Mampu menutup pelajaran dan menguasai: Expressions of how to signal time to stop, how to preview next class, how to leave the room, and how to close the lesson. (2) Peran sebagai siswa, mahasiswa, a. Awal pelajaran menguasai: Expression of how to respond to greeting, starting the lesson, rolling call, introducing a topic. b. Proses pelajaran menguasai: Expressions of how to respond to getting started, giving instructions, calling on students, clarification, giving verbal reward, summarizing and concluding. c. Akhir pelajaran menguasai: Expression of how to respond to signaling time to stop, previewing next class, leaving the room, and closing. D. Teknik and Instrumen Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi dengan didukung oleh teknik rekam yang diambil melalui cara pemotretan dan perekaman dengan camcorder agar dapat dikaji dan diobservasi kembali sehingga tercapai refleksi yang lengkap dan akurat untuk merencanakan tindakan berikutnya. Terdapat satu instrumen dalam penelitian ini, yaitu lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mendata, dan memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan metode role-playing ketika berlangsung di kelas. Lembar ini digunakan untuk mengobservasi kegiatan role-playing mahasiswa yang diisi oleh peneliti dan kolaborator. Selain itu, peneliti pula membuat catatan lapangan yang ditulisnya pada setiap kali tindakan. Catatan lapangan digunakan sebagai potret secara tertulis tentang segala sesuatu yang terjadi selama proses perkuliahan berlangsung dari pembukaan, proses role-playing hingga penutup. Kolaborator dalam penelitian ini adalah satu dosen Bahasa Inggris pada jurusan PGSD. Kolaborator menilai keterampilan berbicara mahasiswa dalam proses kegiatan role-playing yang dilakukan di dalam proses perkuliahan. E. Teknik Analisis dan Validasi Data Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Analisis data kualitatif dilakukan melalui tahap-tahap reduksi data, paparan data, dan penyimpulan seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 16) dengan istilah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Penelitian ini tidak terlepas dari proses refleksi pada setiap akhir siklusnya. Refleksi digunakan untuk melihat hasil dari proses tindakan di dalam kelas. Kemudian, berdasarkan refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama dengan kolaborator, mereka menentukan proses tindak lanjut atau rencana selanjutnya pada siklus berikutnya untuk mencapai tujuan tindakan. Suwarsih (2007: 44) menyitir Burns (1999) menyatakan bahwa terdapat lima
10

validitas yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan, yaitu validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis. Penelitian ini menggunakan validitas demokratik, hasil, proses dan katalitik. Validitas dialogis tidak digunakan karena kesulitan untuk mencari waktu untuk melakukan dialog dengan para praktisi misalnya dengan dosen yang lain, para staf kampus, atau yang lain. Validitas demokratik, dilakukan melalui cara kolaborasi antara peneliti dengan dosen lain dan subyek penelitian. Peneliti melakukan wawancara dengan kolaborator dan mahasiswa secara informal pada setiap akhir siklus. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, penelitian mengupayakan validitas hasil melalui arahan secara lisan kepada subyek penelitian. Selain itu, dilakukan tes secara lisan untuk mengetahui tingkat tingkat ketercapaian mahasiswa dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara. Validitas proses diupayakan oleh peneliti dengan jalan terus menerus mewawancarai dan berdiskusi kepada subyek penelitian. Wawancara dan diskusi dilaksanakan dengan tujuan agar para peserta penelitian dapat melihat keberhasilan yang dicapai. Selain itu untuk mengkritisi diri sendiri sehingga dapat melihat kekurangan yang ada dan kemudian dapat memperbaikinya. Agar dapat mengelola perubahan dari keadaan di lapangan, diperlukan validitas katalitik. Validitas katalitik dilakukan oleh peneliti dengan cara meminta kolaborator dan mahasiswa sebagai subyek penelitian untuk memberikan masukan, saran, dan kritik yang sebanyak-banyaknya tentang perubahan perilaku mereka. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pelaksanaan Penelitian dan Pembahasan Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari dua siklus atau dua tindakan. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. 1. Prosedur dan Hasil Penelitian a. Tindakan Siklus I 1) Perencanaan Sebelum melakukan tindakan dan observasi siklus 1, ditetapkan rencana tindakan terlebih dahulu, yaitu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Hasil rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut didiskusikan bersama-sama dengan kolaborator. Teknik role-playing dipilih dengan alasan teknik tesrsebut dapat meningkatkan keterampilan berbicara mahasiswa. Desain materi pembelajaran yang dirancang oleh peneliti bersama kolaborator adalah sebagai berikut: 1) Peran sebagai guru, mahasiswa, dan 2) Peran sebagai siswa, mahasiswa, dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran, dengan harapan dapat
11

meningkatkan keterampilan speaking dan kemampuan menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris di depan kelas. 2) Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Langkah penelitian setelah merancang tindakan adalah melaksanakan tindakan dan mengobservasi atau mengamati setiap prilaku subjek penelitian pada saat melakukan kegiatan Role-playing. Kegiatan role-playing yang dilakukan adalah dalam bentuk kelompok yang dalam satu kelompok terdapat lima orang mahasiswa. Sementara itu, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu pre-activity, whilst-activity, dan post-activity. Preactivity merupakan kegiatan pendahuluan. Whilst-activity merupakan kegiatan inti. Kegiatan ini adalah kegiatan role-playing pada waktu para mahasiswa melakukan kegiatan bermain peran sebagai guru dan siswa. Kegiatan terakhir adalah post-activity. Dalam kegiatan ini, refleksi dan apresiasi terhadap performasi role-playing yang telah dilakukan oleh setiap kelompok mahasiswa secara keseluruhan. Apresiasi yang diungkapkan berkait pada beberapa hal, yakni pada kosakata, tata bahasa, dan pengucapan. Implementasi tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali, diamana pertemuan 1 adalah pemberian materi tentang bahasa Inggris sebagai pengantar dalam proses pembelajaran atau English for Bilingual Instruction. Pertemuan selanjutnya adalah kegiatan role-playing yang proses pelaksanaannya akan diobservasi dan dinilai. Penilaian dilakukan terhadap mahasiswa yang berperan sebagai guru dan siswa secara individual. Sementara itu, observasi dilakukan secara langsung oleh peneliti dan kolaborator dengan dibantu alat perekam kemudian dilanjutkan dengan kegiatan refleksi. (a) Pertemuan 1 Pertemuan 1 berisi tentang kegiatan penjelasn materi tentang English for Bilingual Instruction. Materi ini dibagi dalam tiga bagian besar yaitu beginning of the lesson, during the lesson, dan end of the lesson. Pada whilst-activity, dosen memberikan materi tentang English for Bilingual Instruction penjelasan tentang ekspresi atau ungkapan bahasa Inggris yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas. Mahasiswa juga dilatih pengucapan dengan menirukan ekspresiekspresi, atau ungkapan-ungkapan bahasa Inggris yang dipakai pada waktu praktek mengajar, diantaranya yaitu greetings, starting the lesson, roll call ,introducing a topic, getting started, giving
instructions, calling on students, clarification, giving verbal reward, summarizing and concluding, signaling time to stop, previewing next class, leaving the room, and closing, dll.

12

Berdasarkan hasil observasi tindakan pada siklus 1 pertemuan 1 yang telah disebutkan, maka dibahas tentang beberapa hal sebagai indikator dalam peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris. Indikator tersebut adalah keaktifan berbicara, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dan siswa, perhatian, dan peningkatan nilai keterampilan berbicara.

Gambar 4 Mahasiswa Memperhatikan Tutorial Materi b. Pertemuan 2 Pertemuan 2 berisi kegiatan role-playing. Mahasiswa yang berperan sebagai guru dan siswa dan dilaksanakan secara bergantian dan berurutan. Pada kegiatan pre-activity, mahasiswa mempersiapkan diri pada kelompok masing-masing. Pada whilst-activity, para mahasiswa mempresentasikan kemampuan speaking-nya melalui kegiatan role-playing. Praktikan padea sesi pertama masih melakukan kesalahan dalam tata bahasa dan pengucapan, dan ketika memerankan peran sebagai guru terlihat tidak alamiah dan kaku. Namun, bila dilihat secara keseluruhan, penampilan role-play mahasiswa sesi pertama masih kurang memuaskan terutama pada pronounciation. Selain itu juga ada kesalahan pada aspek kosakata, beberapa diantaranya tidak menggunakan ekspresi-ekspresi secara tepatt. Pada aspek tata bahasa, pemeran guru sering menggunakan ekspresi dengan tata bahasa yang salah. Dapat dilihat pada pemakaian ungkapan Who is can tell me ? Who is know? Pada aspek pengucapan, hampir seluruh pemeran sebagai guru melakukan kesalahan pengucapan, misalnya pengucapan kata-kata young, circle, triangle, eight, sport, minister, dll. Pada post-activity, para kolaborator memberikan apresiasi dan koreksi terhadap penampilan role-playing. Mereka menyebutkan bahwa penampilan mahasiswa terkesan kaku, tidak alamiah, dan kurang tepat. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan pada sesi praktek berikutnya, para mahasiswa diminta mempersiapkan penampilan sebaik-baiknya, diantaranya menggunakan media agar dapat memudahkan dalam menyampaikan materi pelajaran.

13

Gambar 5 Kolaborator Memberikan Apresiasi terhadap Kegiatan Role-playing Selain membahas hasil observasi data di lapangan pada tindakan 1 siklus 1 pertemuan 2 ini, peneliti dan kolaborator juga membahas beberapa indikator dalam keterampilan bahasa Inggris, yaitu keaktifan berbicara, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dan siswa, perhatian, peningkatan nilai keterampilan berbicara. Berdasarkan pada penampilan role-playing mahasiswa, dapat disimpulkan bahwa nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa belum cukup. Hal ini dikarenakan banyaknya kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan pada aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan. Selain itu, komunikasi yang terjadi dalam role-playing juga tidak alamiah atau terkesan kaku. 3) Refleksi Setelah tindakan dan observasi pada siklus I yang terdiri dari 2 pertemuan, peneliti dan kolaborator bersama-sama melakukan refleksi. Kedua belah pihak berdiskusi dan mengevaluasi serta memaparkan catatan, pengamatan, dan pendapat yang dimilikinya tentang tindakan yang telah dilaksanakan tersebut. Kemudian hasil dari diskusi tersebut disimpulkan untuk melihat perkembangan, perubahan, dan kendala yang dihadapi untuk menentukan langkah selanjutnya. Para mahasiswa tidak cukup aktif berbicara menggunakan bahasa Inggris di dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Pada pertemuan 1, hanya terdapat beberapa siswa saja yang berani bertanya kepada peneliti berkaitan dengan materi bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran. Pada pertemuan 2 dalam siklus I ini, keaktifan berbicara hanya ditunjukkan oleh mereka yang berperan sebagai guru. Terdapat sebagian siswa juga aktif berbicara, namun secara umum pasif. Para mahasiswa menunjukkan interaksi yang cukup baik pada penampilan roleplaying siklus I terutama interaksi antara guru dan siswa. Hal ini dapat dilihat pada pertemuan 2 dalam penampilan role-playing. Pemeran sebagai guru berkomunikasi secara intensif dengan siswa. Selama proses membuka, menyampaikan, dan menutup pelajaran, guru berinteraksi dengan baik
14

kepada siswa. Para mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan baik dalam perannya sebagai siswa dalam kegiatan role-playing pada siklus I. Mereka tidak berinteraksi satu sama lain menggunakan bahasa Inggris akan tetapi berinteraksi dengan bahasa tubuh seperti mengangguk, tersenyum, tertawa, menggeleng, atau mengernyitkan dahi. Indikator interaksi antar siswa dalam kegiatan roleplaying tidak berhasil. Para mahasiswa menunjukkan perhatian yang baik terhadap materi yang diberikan guru. Hal ini ditunjukkan bahwa secara umum semua mahasiswa mencurahkan perhatian sehingga dapat merespon dan menjawab pertanyaan atau instruksi dari guru. Berdasarkan hasil observasi dan data yang dicapai ditemukan bahwa nilai keterampilan berbicara mahasiswa prodi PGSD belum mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena masih banyak mahasiswa yang melakukan kesalahan terutama pada aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan. Nilai keterampilan berbicara juga diperburuk dengan penampilan komunikasi lisan mahasiswa terutama yang berperan sebagai guru masih kaku dan tidak alamiah. Beberapa juga menampilkan roleplaying secara tidak berurutan atau tidak sistematis. Berikut ini disajikan beberapa kesimpulan tentang hal-hal yang terkait dalam peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa pada siklus I. Pertama, indikator keaktifan berbicara pada kegiatan role-playing siklus 1 ini belum berhasil. Hal ini dapat diketahui terdapat beberapa mahasiswa belum mampu menggunakan bahasa Inggris secara baik dalam memberikan pelajaran terutama pada pelaksanaan role-playing pertemuan 2. Mereka tidak siap dan merasa takut melakukan kesalahan dalam role-playing. Oleh karena itu, diputuskan untuk meningkatkan keaktifan berbicara bahasa Inggris. Kedua, indikator interaksi guru dan siswa cukup berhasil. Pada umumnya guru telah dapat menyampaikan materi pelajaran sesuai tahapan walaupun terdapat beberapa siswa tidak secara sistematis dalam menyampaikan pelajaran terutama pada pertemuan 1 karena lupa dan grogi. Oleh karena itu, perlu direncanakan suatu tindakan untuk meningkatkan interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan role-playing ini agar dapat mencapai hasil yang baik. Ketiga, indikator interaksi antar siswa dalam kegiatan role-play siklus 1 ini tidak berhasil. Pada pelaksanaan role-playing hanya terjadi satu kali interaksi antar siswa yaitu pada penampilan role-playing pertemuan ke 2. Hal ini terjadi karena sedikitnya waktu yang diberikan dalam penampilan role-playing dan strategi pengajaran yang tidak mengaktifkan siswa untuk bekerja sama. Keempat, indikator perhatian dalam kegiatan role-playing siklus 1 ini cukup berhasil. Dalam kegiatan role-playing siklus 1 ini, semua siswa memperhatikan penjelasan guru dengan baik. Pada umumnya para siswa melihat, mendengar, merespon, dan melaksanakan instruksi guru dengan
15

baik. Kelima, indikator peningkatan nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris tidak berhasil. Hal ini terjadi karena mahasiswa melakukan banyak kesalahan pada aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan. Pada aspek kosakata misalnya mahasiswa menggunakan ekspresi-ekspresi yang secara kontekstual tidak tepat. Aspek tata bahasa menjadi salah satu kegagalan nilai berbicara bahasa Inggris. Aspek kesalahan pengucapan merupakan aspek yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Keterbatasan pengetahuan tentang bunyi-bunyi bahasa Inggris menyebabkan mahasiswa belum mampu mengucapkan kosakata bahasa Inggris secara benar. Mahasiswa mengucapkan ekspresiekspresi bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar secara tidak tepat. Hal ini juga menyebabkan nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa tidak bagus. Mahasiswa dinilai keterampilan berbicaranya setiap melaksanakan kegiatan role-playing yaitu sebagai guru dan siswa. Penilaian didasarkan pada kemampuan membuka, menyampaikan, dan menutup pelajaran menggunakan bahasa Inggris. Penilaian dilakukan oleh peneliti dan kolaborator agar tidak terjadi bias. Berikut ini adalah ringkasan nilai pada siklus I yang divisualisasikan dengan tabel rentangan. Tabel 1 Nilai Keterampilan Berbicara Siklus I Rentangan Jumlah Mahasiswa < 2,00 2,00 2,49 2,50 3,00 3,10 3,49 3,50 4,00 4, 10 4,49 4,50 5,00 Jumlah 3 4 6 26 2 41

N o 1 1 2 3 4 5 6

Berdasarkan hasil pencapaian nilai keterampilan berbicara yang divisualisasikan melalui tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua mahasiswa telah mempunyai kecakapan berbicara bahasa Inggris dengan baik. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar mahasiswa hanya mencapai nilai rata-rata sebesar 3,50 hingga 4,00. Mahasiswa yang mencapai nilai rata-rata > 4,00 hanya berjumlah 2 orang. Secara umum, persentase pencapaian nilai hanya sebesar 70,58%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dipandang dari aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan tergolong rendah.
16

Berikut ini adalah rangkuman tindakan siklus I yang divisualisasikan dalam tabel di bawah ini (Tabel 2). Tabel 2 Visualisasi Siklus I Tanggal 20 September dan 27 September 2010 Perencanaan:
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran Menyusun materi tutorial classroom English Merancang kegiatan role-playing (Semua perencanaan didiskusikan oleh peneliti dan kolaborator)

Tindakan & Observasi:


Melaksanakan kegiatan pembelajaran Mengajarkan materi tentang classroom English Melaksanakan kegiatan roleplaying (Semua tahapan dalam kegiatan role-playing diamati oleh peneliti & kolaborator

Refleksi I:
Tindakan telah sesuai perencanaan Indikator interaksi guru dan siswa tercapai Indikator perhatian mahasiswa tercapai Indikator keaktifan berbicara ada peningkatan (Semua hasil pengamatan dievaluasi dan direfleksi oleh peneliti dan kolaborator)

b. Tindakan Siklus II 1) Perencanaan Berdasarkan refleksi hasil tindakan siklus I, maka perlu melanjutkan penelitian tindakan pada siklus II. Rencana tindakan pada siklus II telah dimodifikasi dengan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ditemukan pada siklus I. Perumusan rencana pada siklus II merupakan pemantapan pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris menggunakan metode roleplaying untuk meningkatkan keterampilan berbicara bahasa Inggris, yaitu penajaman pada refleksi, terutama pada indikator yang pencapaiannya masih kurang. Indikator tersebut adalah keaktifan berbicara, interaksi antar siswa, dan peningkatan nilai keterampilan berbicara. Indikator-indikator yang dianggap cukup berhasil dipertahankan dan bila mungkin ditingkatkan lagi hingga mencapai keberhasilan. Rumusan tindakan yang diberikan pada siklus II untuk indikator yang tidak berhasil adalah sebagai berikut. (1) Untuk keaktifan berbicara, tindakan yang diberikan adalah meminta mahasiswa menggunakan media pembelajaran dalam kegiatan role-playingnya untuk mempermudah pemahaman. Pada
17

kegiatan role-playing sebelumnya hanya terdapat beberapa mahasiswa telah menggunakan media pembelajaran. Mahasiswa diminta agar menggunakan media pembelajaran yang bervariasi dan menarik. (2) Untuk interaksi antar siswa, tindakan yang diberikan adalah meminta mahasiswa untuk melakukan kegiatan role-playing dengan menerapkan kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa agar dapat berinteraksi secara lisan dengan siswa yang lainnya, misalnya kegiatan diskusi yang mendorong kerja sama antar siswa atau question and answer. (3) Untuk peningkatan nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris, tindakan yang diberikan adalah pemberian materi tentang English sounds. Pemberian materi tersebut dilakukan dalam upaya perbaikan pada aspek kosakata dan pengucapan karena mahasiswa seringkali melakukan kesalahan pada aspek tersebut. 2) Pelaksanaan Tindakan dan Observasi Setelah merancang tindakan, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan dan observasi siklus II. Dalam upaya untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh mahasiswa pada siklus I, observasi terhadap tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali. Implementasi tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak dua kali. Pertemuan 1 adalah pemberian materi materi tentang English sounds, spelling, dan pronunciation, penggunaan media sebagai fasilitator dalam pengajaran, koreksi terhadap penggunaan ekspresi yang secara tata bahasa tidak benar. Koreksi terhadap kesalahan tata bahasa dianggap penting karena mahasiswa menggunakan ekspresi yang salah secara tata bahasa misalnya Are you understand? Pertemuan 2 adalah kegiatan roleplaying yang proses pelaksanaannya diobservasi dan dinilai. (a) Pertemuan 1 Pertemuan 1 pada siklus II dilaksanakan dengan membahas mengenai English sounds, spelling, dan pronunciation. Pembahasan dinyatakan perlu karena berdasarkan pengamatan, mahasiswa sering melakukan kesalahan dalam pengucapan suatu kata bahkan kalimat. Pada pre-activity, kegiatan berupa penjelasan dan praktek tentang English sound, spelling, dan pronunciation. Kegiatan pada whilst-activity adalah pemberian dan penjelasan materi mengenai English sound, spelling, dan pronunciation. Untuk mempermudah pemahaman, maka disiapkan contoh-contoh kosakata-kosakata yang berhubungan dengan alphabets, numbers, things at school, things at home, professions, body parts, family members, colors, days, months, transportation, fruits, vegetables, animals, and public places. Pada post-activity, kegiatan diakhiri
18

dengan kesimpulan tentang English sound dan pronunciation dalam praktek Role-playing berikutnya. Berdasarkan hasil observasi pada pertemuan 1 siklus II, dibahas beberapa indikator pada penelitian ini, yaitu keaktifan berbicara, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dan siswa, perhatian, peningkatan nilai keterampilan berbicara. Karena pertemuan 1 siklus II ini berupa tutorial, maka keterampilan berbicara mahasiswa dalam bahasa Inggris tidak dinilai, sehingga indikator peningkatan nilai keterampilan berbicara tidak dapat dinyatakan hasilnya. Nilai keterampilan berbicara mahasiswa akan dapat dilihat hasilnya pada pertemuan berikutnya yaitu pada waktu kegiatan role-playing dilaksanakan. (b) Pertemuan 2 Pertemuan 2 siklus II berupa penampilan role-playing mahasiswa sesi 2. Pada pre-activity kegiatan berupa penyiapan praktek Role Playing oleh mahasiswa. Pada whilst-activity, kegiatan role-playing yang dilakukan oleh mahasiswa bervariasi, dan terdapat tiga hal fokus pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu pengamatan pada aspek pengucapan, media pengajaran, dan penggunaan ekspresi pemahaman atau understanding. Pada kegiatan role-playing pertemuan 2 siklus II, secara keseluruhan mahasiswa yang berperan sebagai guru dapat dengan baik melafalkan kosakata dan ekspresi-ekspresi yang disampaikan ketika mengajar. Pada aspek media pengajaran, para mahasiswa nampak telah menggunakan media pembelajaran dalam mengajar siswanya, dan kebanyakan media yang digunakan pada kegiatan role-playing kali ini adalah gambar dan lagu.

Gambar 6 Mahasiswi Berperan sebagai Guru Pemeran guru pada kegiatan role-playing sesi 2 semakin percaya diri, hal ini karena praktikan menggunakan media pembelajaran. Pada kegiatan role-playing kali ini, pemeran guru juga mengajar dengan teknik yang bervariasi.

19

Gambar 7 Mahasiswa Berperan sebagai Siswa sedang Bermain Guessing Game Selanjutnya, pada aspek penggunaan ekspresi pemahaman atau understanding nampak semua mahasiswa telah menggunakan ekspresi pemahaman dengan benar, seperti menggunakan ekspresi Do you understand?. Pada post-activity, kegiatan perkuliahan diakhiri dengan refleksi singkat dan penutup. Berdasarkan hasil pengamatan pada kegiatan role-playing pertemuan 2 siklus II maka dibahas juga beberapa indikator yang berhubungan dengan penelitian, yaitu keaktifan berbicara, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dan siswa, perhatian, peningkatan nilai keterampilan berbicara. Bila dibandingkan dengan penampilan kegiatan role-playing pada siklus I, nilai keterampilan speaking mahasiswa lebih baik. Hal ini dapat terjadi karena mahasiswa yang melakukan kesalahan pada aspek kosakata, pengucapan dan tata bahasa sudah jauh berkurang. Pada kegiatan role-playing pertemuan 2 hanya sedikit yang melakukan kesalahan pengucapan, kosakata dan tata bahasa. 3) Refleksi Berdasarkan hasil implementasi kegiatan role-playing pada siklus II, maka refleksi hasil kegiatan role-playing siklus II yaitu mahasiswa menunjukkan peningkatan keaktifan berbicara menggunakan bahasa Inggris. Secara umum, keaktifan berbicara jelas terlihat pada pertemuan 2 dimana mahasiswa yang berperan sebagai guru maupun siswa secara aktif mengutarakan pendapatnya dalam bahasa Inggris. Guru juga sering menyampaikan ide, instruksi dan pujianpujiannya dengan ekspresi yang baru secara kontekstual dan benar. Sehingga pada siklus 2 ini, keaktifan berbicara oleh pemeran guru dan siswa dianggap sudah cukup baik. Dengan demikian, tidak perlu diadakan siklus selanjutnya. Mahasiswa menunjukkan interaksi yang baik kepada lawan bicaranya. Interaksi tidak hanya ditunjukkan oleh guru kepada siswanya namun juga oleh siswa
20

kepada gurunya. Hal ini dapat disimpulkan berdasarkan respon siswa terhadap komunikasi lisan guru dengan melaksanakan semua perintahnya dengan benar. Selain itu, guru juga dapat merespon komunikasi lisan siswa dengan benar dan secara kontinyu, artinya dalam setiap komunikasi lisan antara siswa kepada guru, kedua belah pihak dapat secara berkesinambungan memberikan balikan atas setiap tanggapan yang diucapkan. Semua mahasiswa yang tampil di depan kelas dan melakukan kegiatan role-playing selalu memperhatikan ekspresi yang diungkapkan oleh guru dan siswa. Secara jelas terlihat bahwa para mahasiswa memperhatikan semua penjelasan secara fisik maupun mental. Secara fisik yaitu misalnya dengan melihat, mendengar, menatap, mengangguk, menjawab atau menggeleng. Secara mental yaitu dengan berfikir, menanggapi dan merespon komunikasi lisan lawan bicara. Sebagian besar siswa secara cepat menjawab pertanyaan dan instruksi dari guru dengan baik dan benar. Mahasiswa telah dapat melaksanakan kegiatan roleplaying dengan meminimalkan kesalahan pada aspek kosakata, tata bahasa dan pengucapan. Hal ini menjadi dasar penilaian keterampilan berbicara bahasa Inggris meningkat. Pada aspek kosakata, sebagian besar mahasiswa telah dapat mengembangkan ekspresi-ekspresi dalam classroom English dengan benar dan sesuai dengan konteksnya. Beberapa ekspresi yang mereka gunakan dalam menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan materi dan teknik penyampaian pelajaran yang diinginkan misalnya dengan menggunakan Please, come here and match the words with the picture. Pada aspek tata bahasa, sebagian besar mahasiswa tidak melakukan kesalahan terutama pada penggunaan ekspresi yang telah dikoreksi oleh peneliti pada pertemuan 1 yaitu ekspresi Are you understand? Pada aspek pengucapan kosakata, dapat dikatakan mahasiswa mencapai peningkatan walaupun belum sempurna. Terdapat beberapa mahasiswa yang melakukan kesalahan pengucapan kosakata. Akan tetapi, sebagian besar telah mampu melafalkan kosakata dengan benar. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa pemerolehan nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris mahasiswa meningkat dibandingkan dengan pemerolehan pada siklus sebelumnya. Nilai keterampilan speaking didapat berdasarkan pengamatan langsung terhadap penampilan kegiatan role-playing. Selain itu, data yang telah dicapai dipertimbangkan dengan pengamatan kembali kegiatan role-playing melalui rekaman pada dvcam. Berikut ini adalah tabel nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris yang dicapai oleh setiap mahasiswa. Tabel 3 Nilai Keterampilan Berbicara Siklus II Rentangan Jumlah Mahasiswa < 2,00 2
21

N o 1

2 3 4 5 6 7

2,00 2,49 2,50 3,00 3,10 3,49 3,50 4,00 4, 10 4,49 4,50 5,00 Jumlah

2 16 21 41

Nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris telah dicapai pada siklus II. Berdasarkan hasil nilai yang dicapai, terdapat 2 mahasiswa yang nilai rata-ratanya < 2,00. Hal ini disebabkan oleh tidak hadirnya mahasiswa yang bersangkutan dalam pelaksanaan kegiatan role-playing pada pertemuan 2. Bila dibandingkan dengan nilai keterampilan berbicara pada siklus I, dapat diketahui peningkatan atau penurunan nilai oleh setiap mahasiswa. Visualisasi nilai keterampilan berbicara antara siklus I dan siklus II adalah sebagai berikut. Tabel 4 Peningkatan Nilai Rata-rata Keterampilan Berbicara Siklus II Rentangan Jumlah Mahasiswa 0,00 0,10 0,50 0,51 1,00 1,10 1,50 1,51 2,00 Jumlah 12 18 9 2 41

No 1 2 3 4 5

Berdasarkan hasil pencapaian nilai keterampilan berbicara pada siklus II yang telah dibandingkan dengan pencapaian pada siklus I, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. Mahasiswa yang nilainya mengalami penurunan sebanyak 4 orang. Mahasiswa yang nilainya tidak mengalami perubahan atau tetap berjumlah 9 orang. Sebanyak 33 mahasiswa mengalami peningkatan pada nilai keterampilan berbicaranya. Peningkatan nilai sebesar 0,10 hingga 0,50 diperoleh oleh sebanyak 18 mahasiswa. Mereka yang mengalami peningkatan nilai sebesar 1,10 hingga 1,50 hanya sebanyak 2 orang. Secara umum, persentase pencapaian nilai sebesar 76,96% dari total nilai. Bila dibandingkan dengan pencapaian nilai keterampilan berbicara pada siklus
22

sebelumnya, peningkatan nilai rata-rata sebesar 15,13 atau sekitar 6,677%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbicara dipandang dari aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan sudah cukup maksimal. Berikut ini adalah rangkuman tindakan siklus II yang divisualisasikan dalam tabel di bawah ini (Tabel 5). Tabel 5 Visualisasi Siklus II Tanggal 04 Oktober 2010 dan 11 Oktober 2010 Perencanaan:
Menyusun perencanaan penggunaan media sebagai fasilitator Menyusun kisi-kisi kegiatan yang mendorong siswa untuk berkomunikasi dengan siswa yang lain Menyusun kisi-kisi materi English sounds Menyusun kisi-kisi evaluasi penggunaan ekspresi yang tidak tepat (Semua perencanaan didiskusikan oleh peneliti & kolaborator)

Tindakan & Observasi:


Melaksanakan kegiatan role-playing menggunakan media pembelajaran Melaksanakan kegiatan yang mendorong siswa saling berkomunikasi secara lisan Memberikan materi tutorial tentang English sounds Memberikan materi tentang ekspresiekspresi yang tepat dan kontekstual (Semua tahapan dalam kegiatan roleplaying diamati oleh peneliti & kolaborator)

Refleksi II:
Tindakan telah sesuai perencanaan Indikator interaksi guru dan siswa tercapai Indikator perhatian mahasiswa tercapai (Semua hasil pengamatan dievaluasi dan direfleksi oleh peneliti dan kolaborator)

B. Pembahasan

Dalam melihat kemajuan atau peningkatan yang terjadi pada aspek-aspek yang berhubungan langsung dengan keterampilan berbicara, penelitian ini dilaksanakan melalui pengamatan secara cermat oleh peneliti dan kolaborator. Peneliti dan kolaborator mengamati secara langsung proses kegiatan role-playing yang dilakukan dari siklus awal hingga akhir. Agar dapat dikaji ulang, proses kegiatan role-playing direkam melalui bantuan dvcamera. Berikut ini dibahas mengenai indikator-indikator yang digunakan sebagai rambu-rambu keberhasilan dalam penelitian ini. 1) Keaktifan Berbicara Keaktifan berbicara merupakan salah satu indikator yang mencapai keberhasilan pada awal tindakan hingga akhir tindakan. Pada awal tindakan yaitu pertemuan kedua siklus I atau kegiatan role-playing pertama, keaktifan berbicara telah meningkat tapi belum maksimal. Mahasiswa yang berperan sebagai guru telah berkomunikasi lisan menggunakan bahasa Inggris. Keaktifan berbicara
23

pada siklus I didominasi oleh pemeran guru. Pemeran sebagai siswa kurang aktif berbicara dalam proses role-playing. Berdasarkan pengamatan peneliti dan kolaborator, hal ini terjadi karena mahasiswa belum melaksanakan role-playing secara sistematis dan berurutan, sehingga komunikasi lisan hanya terarah pada satu peran yaitu guru. Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus I, peneliti meminta mahasiswa agar lebih tenang dalam berperan baik sebagai guru dan siswa. Pada siklus II pemeran guru mulai melaksanakan kegiatan role-playing secara sistematis dan berurutan. Pemeran guru juga menyampaikan materi pelajaran menggunakan media pengajaran lebih variatif. Siswa juga menyampaikan pendapatnya mengunakan bahasa Inggris di dalam kelas walaupun tidak diberi instruksi atau diminta oleh guru. Pendapat yang disampaikan oleh para siswa direspon secara baik oleh guru. Komunikasi lisan yang dilakukan oleh mahasiswa menggunakan bahasa Inggris juga terjadi pada saat peneliti menyampaikan materi pada awal pertemuan setiap siklus. Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa telah aktif berbicara dan mempunyai keberanian dan kepercayaan diri yang cukup untuk berbicara menggunakan bahasa Inggris. Pada siklus II keaktifan berbicara bahasa Inggris telah meningkat bila dibandingkan dengan siklus I. Bila siklus I keaktifan berbicara bahasa Inggris didominasi oleh mahasiswa yang berperan sebagai guru, maka pada siklus II banyak mahasiswa yang berperan sebagai siswa juga mampu dengan benar menyampaikan pendapatnya dalam setiap tahap pelajaran. Pada tahap penyampaian pelajaran, banyak siswa mampu menyampaikan pendapatnya dalam bahasa Inggris secara luas, misalnya dengan mendeskripsikan benda, profesi, orang dan lain sebagainya. 2) Interaksi antara Guru dan Siswa Selain indikator keaktifan berbicara yang mencapai keberhasilan sejak awal tindakan, indikator interaksi antara guru kepada siswa dan siswa kepada guru juga juga menunjukkan keberhasilan. Pada siklus I, interaksi antara guru dan siswa kurang maksimal karena didominasi oleh pemeran guru. Pada siklus II, interaksi yang terjadi tidak hanya dari guru kepada siswanya, namun dari siswa kepada guru. Siswa menyampaikan pendapat atau keluhannya baik mengenai pelajaran maupun keadaan dirinya. Pada siklus II, beberapa pemeran sebagai guru menerapkan kegiatan question and answer atau tanya jawab dalam menyampaikan materi pelajaran. Hal ini memperbesar kesempatan siswa untuk menggunakan bahasa Inggris secara lisan dan memperbanyak kosakata dalam bahasa Inggris karena harus menyampaikan pendapat atau idenya. 3) Interaksi antara Siswa dan Siswa
24

Berbeda dengan indikator interaksi antara guru dan siswa atau sebaliknya, maka interaksi antara siswa dan siswa kurang maksimal. Pada awal tindakan, interaksi antara siswa dengan siswa menggunakan bahasa Inggris belum tampak. Akan tetapi pada siklus kedua interaksi anatara siswa dan siswa ada peningkatan. 4) Perhatian Salah satu indikator yang sejak awal tindakan telah mencapai keberhasilannya adalah indikator perhatian. Siklus I menunjukkan bahwa pada pertemuan pertama yaitu pada waktu peneliti memberikan tutorial materi mengenai English for Bilingual Instruction, perhatian mahasiswa terhadap semua ekspresi yang diberikan oleh peneliti tergolong sangat baik. Pada whilst-activity, perhatian mahasiswa sangat jelas terarah pada komunikasi verbal dan non-verbal dari guru kepada siswa. Mahasiswa yang berperan sebagai siswa mengarahkan perhatian terhadap semua perintah dan pernyataan lisan guru. Pemeran sebagai guru pun memberikan respon yang sangat baik terhadap komunikasi lisan dari siswa. Indikator perhatian ini dinyatakan berhasil karena mahasiswa merespon lawan bicara secara non-verbal yaitu dengan memandang, mengangguk, menggeleng, tersenyum, tertawa, menoleh, mengangkat tangan, dan lain sebagainya. Secara verbal, mereka dapat saling merespon komunikasi lisan dengan benar dan kontekstual. 5) Peningkatan Nilai Keterampilan Berbicara Nilai yang diperoleh oleh mahasiswa adalah berdasarkan pengamatan mendalam yang dilakukan oleh peneliti dan kolaborator terhadap penampilan mahasiswa dalam kegiatan roleplaying. Penilaian ini diberikan secara individual sehingga dapat dilihat peningkatan atau penurunan skor yang didapat pada setiap siklus tindakan. Penilaian difokuskan pada aspek kosakata, tata bahasa, dan pengucapan bahasa Inggris yang digunakan dalam kegiatan role-playing. Pada siklus I, pencapaian rata-rata mahasiswa tergolong rendah. Nilai rata-rata tertinggi adalah 4,33 dan yang terrendah adalah 1,50. Jumlah nilai rata-rata keseluruhan adalah 161,18 atau hanya sekitar 70,579%. Pencapaian nilai mahasiswa masih tergolong rendah disebabkan oleh penampilan kegiatan role-playing yang kurang maksimal. Mahasiswa melakukan kesalahan pada beberapa aspek penilaian keterampilan berbicara. Pada aspek kosakata, mahasiswa mengekspresikan kata-kata dan kalimat yang tidak sesuai dengan konteks. Pada aspek tata bahasa, penggunaan kalimat oleh mahasiswa belum sesuai dengan kaidah tata bahasa dalam bahasa Inggris. Penggunaan ekspresi Are you understand? sering digunakan oleh mahasiswa yang berperan sebagai guru untuk meyakinkan tentang pemahaman siswa-siswanya terhadap pelajaran yang
25

diberikan. Penggunaan ekspresi lain yang tidak sesuai dengan tata bahasa bahasa Inggris adalah This is a books, I think you have know about the color, What this is?, dan Are you feel happy now?. Hal yang mendasari pemberian materi English sound pada tindakan siklus II adalah kesalahan pada aspek pengucapan. Mahasiswa melafalkan beberapa kosakata secara tidak benar, misalnya tentang body parts, days, dan color. Pengucapan kosakata mouth yang seharusnya /mou/ namun diucapkan /mu:/, kosakata Saturday yang seharusnya /stdi/ dilafalkan menjadi /satudai/, dll. Terdapat pula yang mengucapkan /morni/ yang seharusnya /mo:ni/. Kesalahan yang diucapkan oleh guru kemudian diikuti oleh siswa. Beberapa hal lain yang menyebabkan rendahnya nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris adalah kekakuan dalam penampilan roleplaying, persiapan yang tidak matang, kurangnya penggunaan media pengajaran sebagai fasilitator, dan teknik pengajaran yang tidak sesuai. Hal-hal tersebut mempengaruhi hasil pencapaian nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris. Pencapaian nilai keterampilan berbicara bahasa Inggris meningkat pada siklus II setelah diadakan upaya-upaya koreksi terhadap kesalahan yang dilakukan mahasiswa pada penampilan role-playing siklus I dan upaya-upaya lain yang ditujukan untuk meningkatkan indikator-indikator penelitian agar mencapai keberhasilan. Pada siklus II, jumlah pencapaian nilai rata-rata oleh mahasiswa adalah 176,31. Dibandingkan dengan siklus I, pencapaian nilai rata-rata mengalami peningkatan sebesar 15,13 atau 76,956%. Mahasiswa yang pencapaian nilainya tetap sebanyak 9 orang dan yang menurun sebanyak 4 orang. Sebanyak 33 mahasiswa yang lainnya mengalami peningkatan. Peningkatan nilai yang dicapai oleh mahasiswa terjadi karena berbagai hal. Pada siklus II, mahasiswa dapat melaksanakan kegiatan role-playing dengan sistematik, dan terlihat lebih alamiah bila dibandingkan dengan penampilan pada siklus I. Persiapan-persiapan yang dilakukan oleh guru juga menambah kepercayaan diri dalam mengajar. Selain itu, penggunaan media dalam mengajar dapat mempermudah guru dalam menjelaskan pelajaran kepada siswa-siswanya. Media pengajaran yang banyak digunakan adalah gambar dan realia. Ada pula yang memperkenalkan kosakata-kosakata dengan menggunakan lagu sehingga siswa-siswa menjadi lebih bersemangat dalam belajar. Selain yang telah disebutkan, peningkatan nilai keterampilan berbicara juga terjadi disebabkan oleh peningkatan mahasiswa dalam penggunaan kosakata, tata bahasa, dan pengucapan. Pada siklus II ini, guru telah lebih banyak berinteraksi dengan siswa. Guru mendorong siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, keinginannya, dan idenya. Pada aspek tata bahasa, guru telah tidak mengucapkan bentuk ungkapan Are you understand? atau ungkapan-ungkapan yang secara tata bahasa tidak dibenarkan. Guru
26

telah dapat meminimalkan kesalahan pada aspek pengucapan walaupun tidak semua kosakata dapat dilafalkan secara benar. Hanya terdapat dua pemeran guru yang melakukan kesalahan pengucapan kosakata, yaitu pada pengucapan aunt, answer, uncle, dan beberapa pengucapan huruf /H, I, G, J/. Pada siklus II, nilai keterampilan berbicara meningkat. Nilai rata-rata keseluruhan pada siklus II, yaitu dari sebesar 176,31 atau 76,956% menjadi 198,16 atau 85,797%. Namun demikian, tidak semua mahasiswa mencapai peningkatan dalam keterampilan berbicara. Dalam hal ini terdapat 7 orang mahasiswa yang nilai rata-ratanya tetap. Berdasarkan hasil akhir nilai peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris oleh mahasiswa prodi PGSD FIP UNY, maka diputuskan oleh peneliti dan kolaborator untuk menghentikan tindakan penelitian ini. Peningkatan proses pembelajaran bahasa Inggris dan peningkatan keterampilan berbicara telah dicapai yaitu terdapat peningkatan yang signifikan. 5. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Sesuai dengan rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan dalam penelitian tindakan kelas ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Kemampuan speaking mahasiswa pada pembelajaran bahasa Inggris menggunakan teknik role-playing pada mahasiswa PGSD telah meningkat. Peningkatan ditandai dengan keaktifan berbicara menggunakan bahasa Inggris, interaksi secara lisan antar mahasiswa yang berperan sebagai guru terhadap siswa maupun siswa terhadap guru menggunakan bahasa Inggris, dan perhatian terhadap seluruh materi yang diberikan dalam proses pembelajaran. Peningkatan ini juga didukung dengan nilai rata-rata kelas yang didapat dari hasil pengamatan mendalam oleh peneliti dan kolaborator terhadap proses kegiatan role-playing dari 161,18 (siklus I), menjadi 176,31 (siklus II). Secara garis besar, peningkatan nilai rata-rata dari siklus I ke siklus II adalah 15,13 atau 6,377%. B. Implikasi Hasil Penelitian Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan, penelitian tindakan kelas ini berimplikasi pada hal-hal sebagai berikut. Proses pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris pada mahasiswa PGSD dengan teknik role-playing yang difokuskan pada pemahaman keterampilan speaking dapat memberikan pengalaman nyata atau Real Experience bagi mahasiswa sebelum mereka memasuki dunia kerja menjadi seorang guru sekolah dasar. Bekal pengalaman menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran di dalam kelas akan menambah rasa percaya diri mereka untuk memasuki dunia kerja. Dalam praktik role-playing,
27

dimana mahasiswa berperan sebagai guru dan siswa menggunakan English for bilingual instruction, selain itu mahasiswa juga diperkenalkan dengan English Expression atau ungkapanungkapan bahasa Inggris pelafalan meningkat. C. Keterbatasan Penelitian Peningkatan keterampilan berbicara bahasa Inggris pada mahasiswa kelas 1A prodi PGSD FIP UNY dengan penerapan teknik role-playing melalui penelitian tindakan kelas telah tercapai, namun demikian, ketersediaan waktu penelitan yang hanya 4 bulan dan hanya dapat dilaksanakan dalam 2 siklus merupakan suatu keterbatan, sehingga penelitan ini masih dikatan belum optimal. D. Saran Sesuai dengan kesimpulan dan implikasi penelitian, berikut ini merupakan saran yang ditujukan para dosen pengampu mata kuliah bahasa Inggris di PGSD. Metode role-playing dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan speaking mahasiswa. Untuk itu, diharapkan para dosen dapat menerapkan metode tersebut dalam kegiatan perkuliahan bahasa Inggris di prodi PGSD. Sesuai dengan pengalaman mahasiswa melakukan kegiatan role-playing, mereka berimajinasi seolah-olah sedang melaksanakan proses belajar mengajar di dalam kelas, sehingga benar-benar siap dan mampu mengajarkan materi pelajaran terutama di dalam kelas yang berstandar internasional. Penerapan teknik role-playing memberikan manfaat ganda yaitu memperdalam pemahaman terhadap penguasaan bahasa Inggris sekaligus meningkatkan kecakapan terhadap kompetensi khusus yaitu sebagai calon guru. Dengan demikian, teknik ini sangat perlu untuk diterapkan dalam perkuliahan bahasa Inggris di prodi PGSD. Daftar Pustaka Brown, H. Douglas. (2001). Teaching by principles: an interactive approach to language nd pedagogy ( 2 ed). New York: Pearson Education Company. ______________ (2004). Language assessment: principles and classroom practices. New York: Pearson Education Company. Eduard Tampubolon (2008). Peningkatan produksi bahasa inggris lisan siswa kelas XI-A SMAN 5 jayapura melalui pendekatan ctl. Tesis Magister, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Elly Yuswarini (2009). Upaya peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas X TI 1 SMKN 1 nglipar dengan multimedia. Tesis Magister, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
28

dalam mengajar secara benar dan kontekstual. Hal ini membuat

pemahaman mahasiswa terhadap aspek-aspek kebahasan seperti kosakata, tata bahasa, dan

Erhanaria Sinaga (2009) Upaya peningkatan keterampilan berbicara dalam pembelajaran bahasa inggris menggunakan metode simulasi pada kelas X SMAN 2 bantul. Tesis Magister, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Harmer, Jeremy.(2007). The practice of english language teaching (4th ed). New York: Pearson Longman. Hughes, S. Glyn. (1985). A handbook of classroom english. New York: Oxford University Press. Ladousse, Gillian P. (1987). Role play. Oxford: Oxford University Press. Lee, W.R. (1986). Language teaching games and contests (2nd ed). New York: Oxford University Press. Littlewood, William. (1981) Communicative language teaching; an introduction. Cambridge: Cambridge University Press. Nunan, David. (1989). Designing task for the communicative classroom. Cambridge: Cambridge University Press. _____________ (2003). Practical english language teaching. New York: Mc.Graw-Hill Companies. Richards-Amato, P. (2003) Making it happen: from interactive to participatory language teaching. New York: Pearson Education, Inc. Richards, J.C. & Renandya, W. A. (2002) Methodology in language teaching: an anthology of current practices. New York: Cambridge University Press. Suwarsih Madya. (2007). Teori dan praktik penelitian tindakan. Bandung: Alfabeta. BIODATA a. Nama lengkap & gelar b. NIP c. Jenis Kelamin d. Status Perkawinan e. Agama f. Pangkat/Gol g. Jabatan Fungsional Akademik h. Perguruan Tinggi i. Unit Kerja/Jur/Prodi j. Alamat k. Telepon l. Faksimili m. Bidang Keahlian n. Alamat Rumah
o. Telepon

: Ali Mustadi, S.Pd, M.Pd : 19780710 200801 1 012 : Laki-laki : Kawin : Islam : Penata Muda Tk I/IIIb : Asisten Ahli : Universitas Negeri Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan/PPSD/PGSD : Kampus Karangmalang Jl . Colombo, Yogyakarta, 55281 : (0274) 586168 : (0274) 540611 : Pendidikan Bahasa Inggris : Jln. Samas Km. 20 Celep, dk. 3, Srigading, Sanden, Kode pos 55763, Bantul, Yogyakarta : 02747103709, Hp. 081328089490
29

p. Alamat E-mail

: aly_uny@yahoo.com : Bahasa Inggris

q. Mata Kuliah yang Diampu

30

You might also like