You are on page 1of 8

BAB I KONSEP DASAR

A. Pengertian Gangguan persepsi sensori: Kedaan ketika individu/kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau interpretasi stimulus yang datang (Caepenito-Moyet, 2007: 441). Halusinasi adalah pengalaman panca indra tanpa adanya rangsangan (stimulus) yang nyata misalnya penderita mendengar suara suara/ bisikan bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu (Hawari, D, 2001: 44). Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indra seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/ bangunan, dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histeri (Maramis 2005: 119). Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidupan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sitem pengindraan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan) (Fitria N, 2009: 51-52). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapt berwujud pengindaraan kelima indra

yang keliru, tetapi yang paling sering adalah halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi penglihatan (visual). Contoh halusinasi: pasien merasa mendengar suara suara yang mengajak bicara padahal kenyataannya tidak ada orang yang mengajak bicara; atau pasien merasa ia melihat sesuatu yang pada kenyataannya tidak ada (Arif, I.S, 2006: 18). Menurut Vacarolis, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus (Yosep, I, 2009: 217). Kondisi diman individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari stimuli yang datang dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi, atau kerusakan respon terhadap stimuli (Nurjanah, I, 2005: 91). Halusinasi adalah hilangnya kemapuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien member persepsi atau pendeapt tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, F & Hartoyo, Y 2010: 105). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah persepsi klien yang salah melalui panca indra terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutama suara suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikikannya dan memrintahkan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan halusinasi penglihatan adalah seseorang merasa ia melihat sesuatu yang pada kenyataannya tidak ada. B. Etiologi Ada bermacam macam pendapat dari beberapa ahli tentang penyebab gangguan persepsi sensori halusinasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.

Stuart ( 2006: 247) menyatakan penyebab gangguan persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut: a. Faktor Predisposisi 1). Faktor Biologis a). Hambatan klinik otak khususnya konteks frontal, temporal atau limbic b). Beberapa kimia otak dikaitkan dengan gelaja skifrenia antara lain: (1) (2) (3) Dopamin neurotransmitter yang berlebihan. Ketidakseimbangan antara dopamin dengan neurotransmitter lain. Masalah masalah pada sistem reseptor dopamine.

2). Faktor Psikologis Penolokan dan kekerasan dalam kehidupan klien. 3) Faktor Sosial Budaya Kemiskinan, peperangan, kerusuhan, terisolasi dan stress yang menumpuk. b. Faktor Presipitasi 1) Faktor Biologis a) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses inforamsi. b) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menanggapi rangsangan. 2) Faktor Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3) Pemicu Gejala Pemicu biasanya terdapat pada respon neurobilogist yang maladaptive berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku. 2. Faktor penyebab halusinasi menurut Yosep I ( 2009: 218-219) a. Predisposisi: 1) faktor perkembangan Tugas perkembngan klien yang terganggu misalnya rendahnya control dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. 2) Faktor Sosio cultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. 3) Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halosinogenik neurokimia seperti: Buffenon dan Dimetytraferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan mengakibatkan acetylcholine dan dopamine. 4) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien

dalam mengambil keputusan yang tepaat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hanyal. 5) Faktor genetic dan pola asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang disuruh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. b. Faktor Presipitasi 1) Perilaku Respon klien terhadap terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mengambil keputusan serta tidak dapt membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandasan atas hakikat keberadaan seseoran individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsure unsure bio psiko sosis spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu: a) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat obatan, deman hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu lama. b) Dimensi Emosional

Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapt berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap kekuatan tersebut. c) Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat megambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien. d) Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengen halusinasinya, seolah olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksankan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,

serta mengusahkan klien tidak menyadari sehingga klien. selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung. e) Dimensi Spritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungannya dan orang lain yang menyebabkan takdirnya buruk. 3. Menurut Fitria N (2009: 54-57) penyebab halusinasi: a. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan genetic. 1) Faktor Perkembangan Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan. 2) Faktor Sosiokultural Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya. 3) Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka dalam tubuhnya akan berhasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimenthytranferase (DMP). 4) Faktor Psikilogis Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan megakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas. 5) Faktor Genetik Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. b. Faktor Presipitasi Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagi tantangan, ancaman,atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan, dan juga suasana sepia tau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

You might also like