You are on page 1of 22

Pengertian disiplin dalam arti sempit berarti menghukum.

Pengertian ini menjadi hal yang umum sehingga bermakna negatif. Namun kalau dicermati lebih mendalam pengertian disiplin mempunyai makna yang lebih luas daripada menghukum. Kata disiplin berasal dari bahasa Latin, disciplin artinya latihan atau berpendidikan. Dari proses pembentukan kata disiplin diturunkan dari kata kerja discere, artinya mengajar. Kemudian disciplinare berarti mengajar, mendidik dan mengembang. Nitisemito (2003:9), memberikan arti disiplin adalah sebagai berikut : Suatu sikap tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dan organisasi baik yang lisan maupun tertulis.

Sedangkan Poerwadarminta (2004:699) dalam Kamus Bahasa Indonesia menyatakan bahwa disiplin adalah :

1. Latihan bagian watak dengan maksud agar segala perbuatan selalu mentaati tata tertib. 2. Ketaatan pada aturan dan tata tertib.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:240), kedisiplinan adalah kesadaran dan tersedianya seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.

Lanjut Malayu SP. Hasibuan (2001:213), menyatakan banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi, diantaranya adalah :

1. Tujuan dan kemampuan

Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada seseorang pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan berdisiplin baik untuk mengerjakannya. Tetapi jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau pekerjaan itu jauh dibawah kemampuannya, maka kesungguhan dan kedisiplinan pegawai rendah.

2. Teladan pimpinan

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahan. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, maka kedisiplinan bawahanpun akan ikut baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), maka para bawahan pun juga akan kurang disiplin.

Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika dia sendiri kurang berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin baik pula.

3. Balas jasa

Balas jasa ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi/pekerjaannya. Jika

kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan baik pula.

Untuk mewujudkan kedisiplinan pegawai yang baik, organisasi harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik, apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup beserta keluarganya.

Jadi balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan pegawai, artinya semakin besar balas jasa maka semakin baik kedisiplinan pegawai. Sebaliknya bila balas jasa kecil, maka kedisiplinan pegawai rendah. Pegawai sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Apabila keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman, akan merangsang terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik. Manajer yang baik dalam kepemimpinannya selalu berusaha bersikap adil terhadap semua bawahannya. Karena dia menyadari bahwa dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula. Jadi keadilan harus diterapkan dengan baik pada setiap organisasi, supaya kedisiplinan pegawai organisasi itu baik pula.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi, karena dengan waskat ini berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir ditempat pekerjaannya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengadakan pekerjaannya.

Seseorang yang bekerja dalam suatu organisasi/perusahaan harus bersedia mematuhi semua ketentuan-ketentuan maupun peraturan-peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya atau mengerjakan semua pekerjaannya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa, termasuk mematuhi kehadiran yaitu selalu datang dan pulang tepat pada waktunya.

Sedangkan menurut Henry Simamora (2002:745), pengertian disiplin adalah sebagai berikut : Prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja didalam sebuah organisasi. Disiplin ditujukan dengan proses dan hasil kerja yang baik dalam sebuah organisasi.

Jadi kesimpulan dari disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.

Menurut Sondang P. Siagian (2003:305), menyatakan disiplin dibagi 2 (dua) jenis dalam organisasi yaitu :

1. Pendisiplinan Preventif

Pendisiplinan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para pegawai berlaku negatif.

2. Pendisiplinan Korektif

Jika ada pegawai yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas ketentuanketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi displiner. Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi. Pengenaan sanksi biasanya mengikuti prosedur sifatnya hierarki. Artinya pengenaan sanksi diprakarsai oleh atasan langsung pegawai yang bersangkutan, diteruskan kepada pimpinan yang lebih tinggi dan keputusan akhir pengenaan sanksi tersebut diambil oleh pejabat pimpinan yang memang berwenang untuk itu.

Ketentuan atau peraturan yang telah dibuat biasanya sukar untuk dilaksanakan begitu saja, untuk mengatasinya harus ada sanksi yang diberikan kepada pegawai yang melanggar disiplin. Apabila pegawai yang telah melanggar disiplin tidak diberikan sanksi mengakibatkan :

1. Merosotnya disiplin dalam suatu organisasi 2. Pegawai yang tadinya sudah disiplin akan menjadi tidak disiplin, karena pegawai yang lain yang jelas-jelas melanggar disiplin tidak diberikan sanksi hukuman.

Melalui berbagai definisi, dapat dipahami bahwa disiplin merupakan sikap mental yang harus dimiliki sesorang untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku, yang didasari pengetahuan akan norma dan aturan serta dilakukan secara sadar. Suatu instansi atau organisasi dapat dikatakan baik apabila karyawan atau pegawai mematuhi dengan kesadaran penuh segala aturan dan norma kerja yang mengaturnya.

Sehubungan dengan disiplin kerja Suradinata (2000:150) mengemukakan bahwa " .... disiplin kerja merupakan unsur pengikat, unsur integrasi dan merupakan unsur yang dapat menggairahkan kerja bahkan dapat sebaliknya". Sedangkan HB. Manan dalam Ravianto (2001 : 104) mengemukakan tentang disiplin kerja yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Peraturan perundang-undangan dan perlu ketentuan-ketentuan yang lengkap yang terdapat dalam organisasi. 2. Perwujudan kondisi yang sehat dengan pemimpin yang berwibawa dan dinamis. 3. Sasaran proses produksi yang jelas dan teratur. 4. Adanya sistem dan metode kerja yang teratur dalam pelaksanaan fungsi, kewenangan tugas dan tanggung jawab pekerja. 5. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku secara tegas, dan 6. Pengaturan-pengaturan hak dan kewajiban pegawai.

Selanjutnya bagaimana mewujudkan disiplin yang baik dalam suatu organisasi dijelaskan oleh Orduay Tead dalam Moenir (2003:183) sebagai berikut :

"Disiplin yang baik dapat ditujukan dan dijamin melalui peraturan (a) sedapat mungkin terperinci dan terpisah (b) cukup singkat dan sederhana (c) sedapat mungkin jelas hubungan dengan adanya sanksi/hukuman. Peraturan tersebut seyogyanya dapat diketahui secara luas oleh pegawai melalui buku pedoman, surat edaran yang ditempel di papan pengumuman, penjelasan secara lisan kepada pegawai-pegawai baru, dan cara-cara lain yang jelas"

Ketentuan disiplin pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980. Dalam peraturan tersebut secara jelas diatur beberapa hal di antaranya kewajiban, larangan, sanksi, tata cara penjatuhan dan penyampaian disiplin yang dijatuhkan. Hakekat yang terkandung di dalamnya terlihat bahwa disiplin merupakan kesanggupan seseorang pegawai negeri sipil untuk mentaati segala peraturan, perundangundangan, peraturan kedinasan yang diberikan atasan atau organisasi tertentu. Kepatuhan dan ketaatan ini kemudian tercermin di dalam sikap/perilaku dari para pegawai yang bersangkutan. Pada akhirnya disiplin merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan tujuan organisasi. Hal ini sejalan dengan Moenir (2003:185), bahwa ".... disiplin merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu kegiatan".

Untuk dapat berlakunya aturan atau norma kerja pada sebuah instansi biasanya akan terkait dengan ketentuan sanksi bagi pegawai atau karyawan yang melanggarnya. Syamsi (2004:29) menjelaskan bahwa " ..... disiplin kerja menghadapi adanya sanksi, kepastian hukum pada siapa pun yang melanggar atau mengabaikan peraturan yang sedang diterapkan".

Perwujudan disiplin kerja secara kongkrit dapat terlihat dari sikap dan perilaku pegawai atau karyawan. Soejono (2000:72) mengemukakan bahwa :

"Umumnya disiplin yang sejati dapat terwujud apabila pegawai datang di kantor dengan teratur dan tepat waktunya, apabila mereka berpakaian serba baik dan rapi pada saat pergi ke tempat pekerjaannya, apabila mereka mempergunakan bahan dan peralatan dengan hati-hati, apabila menghasilkan jumlah, kualitas dan kinerja yang memuaskan dan mengikuti cara-cara yang ditentukan oleh kantor atau perusahaan, dan apabila mereka menyelesaikan pekerjaan dengan semangat yang baik".

Dengan demikian faktor kesadaran individu pegawai merupakan ciri hakiki yang terdapat pada pengertian disiplin kerja. Pemahaman dan pengetahuan akan peraturan yang direfleksikan secara sadar dalam bekerja, juga secara kongkrit tercermin dalam kinerjanya. Penampilan yang simpatik dan prima, menggunakan dan memelihara peralatan kerja, mengikuti prosedur kerja dan melaksanakan pekerjaan dengan baik serta tepat waktu. Senada dengan apa yang dikemukaan oleh Suradinata (2000 : 150) " ..... disiplin pada dasarnya menyangkut pelajaran, patuh, taat, kesetiaan, hormat kepada ketentuan dan peraturan serta norma berlaku".

Sedangkan dalam praktek disiplin Suradinata (2000:151-152) pelaksanaannya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :

1. Sikap dan orientasi dari pegawai terhadap pekerjaan (the attitude and orientation of the employee toward work). 2. Ukuran untuk organisasi (the size of the organization). 3. Permintaan akan tenaga kerja (the demand for labor). 4. Terikat perpindahan pegawai (the turnover rate). 5. Tipe kepemimpinan (leadership style).

6. Kesatuan dan persatuan pegawai (employee cohesiveness).

Melalui berbagai pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja mewujudkan sikap mental yang terbentuk melalui proses tingkah laku, baik untuk perorangan, maupun kelompok terkait dengan peraturan dan ketentuan atau etika, norma dan kaidah yang berlaku, menjunjung tinggi prakarsa dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan wewenang, diikuti upaya untuk menyanggupi dalam melaksanakan tugas serta wewenang yang diberikan kepada pekerja.

Pemerintah menyikapi disiplin kerja sebagai suatu acuan dasar dalam mempertahankan eksistensi lembaga. Hal ini terbukti dengan adanya ketentuan tentang disiplin pegawai negeri sipil yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Pada Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai kewajiban larangan, tingkat dan jenis hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri sipil. Adapun kewajiban yang tertuang dalam Pasal 2, PP. 30 Tahun 1980 adalah sebagai berikut:

1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah. 2. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri atau pihak lain. 3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat negara, pemerintah dan pegawai negeri sipil.

4. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. 5. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. 6. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah, baik yang langsung menyangkut tugas kedinasan, maupun yang berlaku secara umum. 7. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab. 8. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara. 9. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan dan kesatuan Korp Pegawai Negeri Sipil. 10. Segera melaporkan kepada atasan, apabila mengetahui hal-hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara/pemerintah, terutama dibidang keamanan, keuangan dan materiil. 11. Mentaati jam kerja. 12. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik. 13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya. 14. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing. 15. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya. 16. Membimbing bawahannya dalam pelaksanaan tugas. 17. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya. 18. Mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerja. 19. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kariernya. 20. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.

21. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat sesama Pegawai Negeri sipil dan terhadap atasan. 22. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 23. Menjadi tauladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat. 24. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku. 25. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang. 26. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Adapun larangan yang tidak boleh dilanggar oleh setiap Pegawai Negeri Sipil menurut pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 adalah :

1. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil. 2. Menyalah gunakan wewenang. 3. Tanpa ijin pemerintah menjadi dosen atau bekerja untuk negara asing. 4. Menyalahgunakan barang-barang atau uang atau surat-surat berharga milik negara. 5. Memiliki, menjual, membeli, mengadakan, menyewakan atau meminjam barang, dokumen atau barang berharga lainnya milik negara secara tidak sah. 6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk

kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain, secara langsung maupun tidak langsung merugikan negara. 7. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya. 8. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun yang diketahui dan patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan. 9. Memasuki tempat-tempat yang mencemarkan kehormatan atau martanbat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan. 10. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan. 11. Melakukan tindakan atau segaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani. 12. Menghalangi berjalannya tugas. 13. Membocorkan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan atau untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain. 14. Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor atau instansi pemerintah. 15. Memiliki saham atau modal dalam organisasi yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaanya.

16. Memiliki saham suatu organisasi yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jabatan organisasi. 17. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris organisasi swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I. 18. Melakukan pemungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.

Sedangkan tingkat dan jenis hukuman bagi Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, adalah sebagai berikut :

1. Hukuman disiplin ringan. 2. Hukuman disiplin sedang. 3. Hukuman displin berat.

Melalui uraian tentang disiplin kerja bagi pegawai negeri sipil sangatlah penting untuk dijadikan sesuatu hal yang mengikat, karena melalui peraturan perundang-undagan telah ditetapkan oleh pemerintah, termaksud pengaturan mengenai kewajiban dan tingkat hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil.

Selanjutnya Alex Soemadji Nitisemito (2003:119-123) mengemukakan syaratsyarat pembinaan disiplin kerja bagi pegawai, yaitu sebagai berikut:

1. Kedisiplinan dan kesejahteraan

Menegakkan disiplin dalam suatu organisasi tidak cukup hanya dengan pelaksanaan ancaman, tetapi perlu diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan bagi para anggota organisasi. Seperti kita ketahui, kesejahteraan adalah bagian dari kebutuhan manusia dan merupakan aksi nyata dari motivasi.

2. Kedisiplinan dan ancaman

Syarat kedua dalam kegiatan pembinaan disiplin pegawai adalah tindakan (action), berupa ketegasan bagi mereka yang melakukan tindakan indisipliner. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukaan Nitisemito bahwa Ancaman tidak dapat dilakukan tersendiri untuk menegakan kedisiplinan. Namun apabila ancaman atau aturan yang tegas diberlakukan sebagai pendamping peningkatan kesejahteraan, dapat diharapkan kedisiplinan akan lebih berhasil. Meskipun demikian, karena kedisiplinan merupakan kebiasaan maka ancaman yang diberikan bukanlah merupakan suatu hukuman, melainkan lebih ditekankan agar mereka melaksanakan kebiasaan yang kita anggap baik. Oleh karena itu sebelum ancaman dijatuhkan perlu adanya peringatan, baik lisan maupun tertulis. Untuk menghindari efek-efek yang negatif hendaknya penerapan sangsi dilakukan sesuai dengan ringan beratnya pelanggaran yang dilakukan dan tidak pilih kasih (like and dislike).

3. Ketegasan dalam pelaksanaan kedisiplinan perlu dijaga

Peningkatan kesejahteraan dan ancaman hukuman yang bersifat mendidik belumlah cukup untuk meningkatkan disiplin, sebab suatu ancaman hukuman yang tidak

dilaksanakan secara tegas dan konsekwen justru akan lebih buruk akibatnya daripada tanpa ancaman. Pelanggaran yang sudah diketahui jangan dibiarkan tanpa adanya suatu tindakan yang tegas sesuai dengan ancaman. Sebab pegawai akan menganggap bahwa ancaman yang diberikan hanyalah ancaman kosong belaka, sehingga pelanggaran semakin menjadi-jadi dan akhirnya menjadi suatu budaya. 4. Kedisiplinan perlu dipartisipasikan

Dalam usaha menegakan kedisiplinan telah dikemukakan beberapa cara antara lain, meningkatkan kesejahteraan, memberikan ancaman hukuman yang mendidik dan melaksanakan ancaman hukuman tersebut secara tegas dan adil. Untuk lebih mengefektifkan lagi, ancaman hukuman hendaknya dipartisipasikan terlebih dahulu kepada para pegawai. Dengan memasukkan unsur partisipasi, pegawai akan merasa bahwa peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.

5. Kedisiplinan harus menunjang tujuan dan sesuai dengan kemampuan

Kedisiplinan pada hakekatnya adalah pembatasan kebebasan dari para pegawai, oleh karena itu dalam usaha menegakkan kedisiplinan bukan hanya sekedar saja, melainkan juga harus dapat menunjang tujuan organisasi. Selain harus menunjang tujuan organisasi, kedisiplinan yang hendak ditegakkan haruslah sesuai dengan kemampuan pegawai. Misalnya jangan menyuruh pegawai untuk melaksanakan sesuatu yang sulit dilakukan. Sebab bila demikian, aturan-aturan yang kita keluarkan, apalagi disertai dengan ancaman hanya akan tinggal di atas kertas. Hal ini akan mengurangi kewibawaan pimpinan.

6. Teladan pimpinan kunci kedisiplinan

Terlepas dari apa yang dikemukakan di atas, untuk lebih meng-efektifkan peraturan yang dikeluarkan dalam rangka menegakkan kedisiplinan, maka teladan pemimpin sangat mempengaruhi. Sebab pimpinan adalah panutan dan sorotan dari para bawahannya. Sebagai contoh dapat dikemukakan, bila suatu organisasi ingin menegakkan kedisiplinan agar pegawai datang tepat pada waktunya, hendaknya jika memungkinkan lebih awal datang. Dengan teladan yang demikian, dapat diharapkan pegawai akan lebih berdisiplin, bukan hanya sekedar takut hukuman, melainkan karena segan atau sungkan kepada pimpinannya yang datang selalu tepat pada waktunya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi disiplin. Disiplin berkaitan erat dengan beberapa faktor yang turut berperan dalam rangka menumbuh kembangkan disiplin pada sikap individu pegawai. Berikut penulis uraikan beberapa aspek yang dirasakan mempunyai implikasi serta dapat mendorong sikap perilaku (sikap mental) individu yang bermuara pada disiplin yaitu etika, moral dan sikap perilaku. 1. Etika Kata etika sering disebut dengan istilah etik atau ethics yang mengandung banyak pengertian. Dari segi etimologi (asal kata) istilah etika berasal dari kata latin ethicus dan dalam bahasa Junani disebut ethicos yang berarti kebiasaan. James A.F. Stoner (2004:158) mengatakan Etika adalah suatu istilah yang lebih umum yang mencakup baik hubungan internal maupun eksternal. Juga adalah telaah mengenai hak dan kewajiban orang, kaidah moral yang diterapkan mengambil

keputusan-keputusan dan sifat dari hubungan antar orang-orang. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang nilai yang menitik beratkan pada pencarian salah atau benar dalam mengadakan interaksi, baik dalam maupun luar organisasi. Etika dalam arti perbuatan yaitu perbuatan kebajikan, misalnya seseorang dikatakan etis apabila orang itu telah berbuat kebajikan. Tugas etika tiada lain berusaha untuk mengetahui hal yang buruk, sedangkan tujuan etika adalah agar setiap manusia mengetahui dan menjalankan perilaku, sebab perilaku yang baik itu bukan saja penting untuk dirinya, tetapi juga penting bagi orang lain, masyarakat, organisasi, bangsa dan negara, dan yang terpenting bagi Tuhan Yang Maha Esa. 2. Moral Moral berasal dari kata dalam bahasa latin mores, kemudian diterjemahkan menjadi aturan kesusilaan. Berkaitan dengan moral Stoner mengungkapkan bahwa kaidah moral yaitu sebagai tie-breakers-garis-garis pedoman yang dapat menyelesaikan kepastian. Kaidah moral adalah tingkah laku, sering diinternalisasikan sebagai nilai moral. 3. Sikap dan perilaku

Istilah sikap dan perilaku ini sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Namun kelihatannya ruang lingkup pengertian dan istilah tersebut sangat luas sekali sehingga perlu lebih diperjelas. Sikap dalam kehidupan manusia adalah peranan besar, sebab apabila sudah dibentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap objek-objek sikapnya.

Memperhatikan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa sikap atau mentalitas itu adalah searah atau tidak searahnya perbuatan seseorang dengan hati nuraninya. Dengan kata lain, apakah seseorang itu bersikap sesuai dengan pengetahuan dan keyakinannya.

Nilai dari sikap dan perilaku dalam banyak hal ditentukan oleh sesuai atau tidaknya perbuatan seseorang itu dengan pengetahuan serta keyakinannya. Bila perbuatan atau sikap orang tersebut sesuai dengan pengetahuan atau perbuatannya, maka perilakunya dinilai baik karena orang itu telah bersikap bersungguh-sungguh dan seadanya. Namun tidak semua perbuatan yang dilakukan orang yang berperilaku baik itu betul, bisa saja karena kurang pengetahuan, apa yang telah dilakukannya itu berada di pihak yang salah. Perbuatan yang tidak disengaja tidak tergolong perbuatan yang menjatuhkan nilai sikap dan perilaku tetapi dapat mengurangi kualitas sumberdaya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku manusia itu sangat penting untuk dipelihara serta diarahkan ke arah yang positif, di samping penyelenggaraan pembinaan dan pendidikan. Sikap dan perilaku manusia itu sangat menentukan mentalitasnya dan dapat menjadikan manusia itu menjadi baik, antara lain menjadi manusia rajin, jujur, berani, bersungguh-sungguh, penuh percaya diri, tahu malu, berkemauan keras, bercita-cita, menyukai kebersihan dan memilki kepedulian yang merupakan satu kesatuan utuh dari disiplin.

4. Hubungan etika, moral, sikap dan perilaku terhadap disiplin

Selanjutnya, ingin diketahui bagaimanakah hubungan etika, moral, sikap dan perilaku terhadap disiplin. Seperti diuraikan terdahulu bahwa etika adalah pengetahuan filosofis mengenai kewajiban manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang inilah yang selanjutnya disebut bidang moral.

Adapun objek etika adalah pernyataan-pernyataan moral. Oleh karena itu, etika dapat juga dikatakan sebagai filsafat tentang moral, etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana manusia itu harus bertindak. Sikap sangat menentukan cara tingkah laku terhadap objek-objek atau keadaan yang merupakan gambaran kepribadian seseorang dengan melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika dan moral merupakan faktor penentu terhadap sikap dan perilaku individu karena etika, moral, sikap dan perilaku berorientasi dan menyoroti tentang tingkah laku manusia. Dengan demikian jelas bahwa untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal dari penegakan disiplin, maka etika, moral, sikap dan perilaku harus ditumbuh kembangkan pada setiap anggota organisasi.

Aktifitas manusia dalam organisasi akan berhadapan dengan normanorma/peraturan-peraturan yang berlaku yaitu berupa larangan-larangan atau perintah-perintah yang harus dilaksanakan. Dengan demikian kehidupan manusia diatur oleh bermacam-macam aturan agar tidak terjadi kekacauan dan kesewenangwenangan dalam melaksanakan kegiatan atau pekerjaan. Untuk membina kedisiplinan karyawan, pemerintah perlu membuat peraturan-peraturan tentang disiplin yang didalamnya mengandung aturan larangan dan sanksi/hukuman,

sehingga pimpinan organisasi memiliki dasar hukum guna melakukan pembinaan terhadap pegawainya.

Adapun jenis disiplin yang dapat mendukung keberhasilan suatu organisasi, seperti apa yang dikemukakan oleh G.R Terry dalam Sukarna ( 2001:108 ) ada dua macam disiplin, meliputi :

1. Disiplin yang timbul dengan sendirinya, merupakan jenis disiplin lain yang paling efektif, karena dosen meneliti disiplin kerja bukan disebabkan rasa takut atau sanksi atau hukuman yang akan diterima, apabila tidak patuh terhadap atasan melainkan timbul kesadaran dosen itu sendiri akan tugas dan tanggung jawabnya, disebabkan adanya inisiatif yang baik dan memuaskan. 2. Disiplin berdasarkan perintah, merupakan disiplin yang timbul disebabkan karena adanya paksaan dan dorongan oleh rasa takut atas sanksi yang dikenakan oleh atasan apabila perintahnya itu tidak diikuti.

Ada delapan hal bagi pemimpin organisasi dalam melaksanakan pembinaan disiplin terhadap pegawai yang menurun disiplinnya, yaitu :

1. Jangan terlalu emosi. Dalam melakukan intervensi pendisiplinan pegawai, para pemimin harus mampu mengatur emosi sedemikian rupa, semata-mata hanya karena memperhatikan bawahannya. 2. Jangan menyerang pribadi. Para pemimpin harus memiliki prinsip bahwa harga diri bawahan tidak boleh diserang, karena yang didisiplinkan adalah perilakunya bukan pribadinya.

3. Spesifik. Sebutkan secara jelas perilaku tidak disiplin yang dilakukan bawahannya. 4. Tepat Waktu. Para pemimpin harus mampu memilih waktu secara tepat untuk melakukan pendisiplian. 5. Konsisiten. Para pemimpin harus mampu menghindari ketidak konsistenan dalam melakukan pendisiplinan terhadap bawahan. Artinya perilaku yang sama harus selamanya diterapkan dengan tanggapan yang sama terhadap siapapun. 6. Jangan mengancam. Jika tidak dijalankan secara tepat, ancaman justru akan menimbulkan dampak kontra produktif. Namun bila dijalankan ancaman biasanya berubah menjadi berlebihan. Karenanya ancaman harus dihindarkan. 7. Bersikap adil. Tindakan pendisiplinan harus adil, dalam arti proporsional dan berlaku bagi siapapun. 8. Tujuan tindakan disiplin. Para pemimpin harus selalu mengingat bahwa tujuan tindakan pendisiplinan bukan untuk memperkuat perilaku yang jelek, melainkan sebaliknya.

Dalam pelaksanaan pembinaan pegawai, para pemimpin harus mengacu pada peraturan-peraturan yang ada, sehingga tidak melanggar hukum dan apa yang direncanakan organisasi khusunya program pendisiplinan pegawai dapat tercapai.

Berikut adalah beberapa konsep teknik-teknik disiplin yang dikemukakan oleh Ametembun (1981) dalam Alex Nitisemito (2003:102):

1. Teknik Inner Control. Menjadi syarat mutlak bagi pimpinan bahwa untuk mendisiplinkan orang lain, ia sendiri harus lebih dulu disiplin (self discipline), sudah memiliki self control yang mantap. 2. Teknik External Control. Yaitu pengendalian diri dari luar, berupa bimbingan dan penyuluhan. 3. Teknik Cooperative Control. Yaitu kendaraan untuk bekerja sama dalam mengendalikan kegiatan guna mencapai tujuan bersama.

Disiplin memiliki dampak yang kuat terhadap organisasi dalam mencapai keberhasilan sebagaimana tujuan yang telah direncanakan. Segala macam kebijaksanaan itu tidak mempunyai arti kalau tidak didukung oleh disiplin para pelaksananya. Disiplin mulai dari diri pribadi, antara lain harus jujur pada diri sendiri, tidak boleh menundanunda tugas dan kewajibannya dan memberikan yang terbaik bagi organisasinya. Karena organisasi itu adalah masalah orang, maka harus dipelajari secara sungguh-sungguh agar dalam penempatan orang itu sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki, sehingga disiplin organisasi dapat ditegakkan dalam mencapai tujuan.

You might also like