You are on page 1of 12

AKTIVA PRODUKTIF BANK SYARIAH

Pengertian Aktiva Produktif Untuk lebih memahami konsep aktiva produkrif, maka pada bagaian ini terlebih dahulu akan dikupas mengenai aktiva dan prinsip-prinsipnya. Hal ini untuk memudahkan dalam memahami aktiva produktif dalam pembahasan selanjutnya. Aktiva diartikan sebagai jasa yang akan datang dalam bentuk uang atau jasa mendatang yang dapat ditukarkan menjadi uang (kecuali jasa-jasa yang timbul dari kontrak yang belum dijalankan kedua belah pihak secara sebanding) yang didalamnya terkandung kepentingan yang bermanfaat yang dijamin menurut hokum atau keadilan bagi orang atau sekelompok orang tertentu[1]. Aktiva juga diartikan sebagai manfaat ekonomi yang sangat mungkin diperoleh atau dikendalikan oleh entitas tertentu pada masa mendatang sebagai hasil transaksi atau kejadian masa lalu (Marianus Sinaga, 1997) Dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) pada bagian kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aktiva adalah potensi dari aktiva tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, arus kas dan setara kas kepada perusahaan. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan merupakan bagian dari aktivas operasional perusahaan. Mungkin pula berbentuk sesuatu yang dapat diubah menjadi kas atau setara kas atau berbentuk kemampuan untuk mengurangi pengeluaran kas, seperti penurunan biaya akibat penggunaan proses produksi alternatif[2]. Sesuai dengan namanya aktifa produktif (earning assets) adalah aktiva yang menghasilkan kontribusi pendapatan bagi bank. Aktiva Produktif Pada Bank Syariah Sama halnya dengan perbankan konvensional, keberlangsungan usaha bank syariah sangat dipengaruhi oleh kualitas penanaman dana (aktiva produktif) yang dilakukan. Dalam perbankan syariah, yang dimaksud dengan aktiva produktif adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk[3]: 1. Pembiayaan yaitu penyediaan dana dan atau tagihan berdasarkan akad mudaharabah dan atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil.

2. Piutang yaitu tagihan yang timbul dari transaksi jual beli dan atau sewa berdasarkan akad murabahan, salam, istishna dan atau ijarah. 3. Qardh yaitu penyediaan dana ataru tagiahan antara bank syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 4. Surat berharga syariah yaitu surat bukti berinvestasi berdasarkan prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar uang dan atau pasar modal antara lain wesel, obligasi syariah, sertifikasi reksadana syariah dan surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah. 5. Penempatan yaitu penanaman dana bank syariah pada bank syariah lainnya dan atau bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsisp syariah antara lain dalam bentuk giro dan atau tabungan wadiah, deposito berjangka dan atau tabungan muharabah, pembiayaan yang diberikan, sertifikat investasi mudharabah antar bank (IMA) dan atau bentuk-bentuk penempatan lainnya berdasarkan prinsip syariah. 6. Penyertaan modal yaitu penanaman dana bank syariah dalam bentuk saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah termasuk peneneman dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jensi transakasi tertentu berdasarkan prinsisp syariah yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan yang bergerak dibidang keuangan syariah. 7. Penyertaan modal sementara yaitu penyertaan modal bank syariah dalam perusahaan nasabah untuk mengatasi kegagalan pembiayaan dan atau piutang (debt to equity swap) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku termasuk dalam bentuk surat utang konversi (convertible bonds) dengan opsi saham (equity options) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat bank syariah memiliki atau akan memiliki saham pada perusahaan nasabah. 8. Transaksi rekening administrasi yaitu komitmen dan kontijensi (off balance sheet) berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank garansi, akseptasi (endorsemen), irrevocable letter of credit (L/C) dan garansi lain berdasarkan prinsip syariah.

9.

Sertifikasi Wadiah Bank Indonesia (SWBI) yaitu sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah. Kualitas semua bentuk penanaman dana (aktiva produktif) diatas menjadi standar

pengukuran kinerja bank syariah. Untuk menjaga kinerja yang baik dan pengembangan usaha yang senantiahsa sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah maka kualitas aktiva produktif perlu dijaga. Salah satu cara menjaga kualitas aktiva produktif adalah dengan menerapkan kebijakan alokasi dana baik menurut sector ekonomi, sektro industri maupun wilayah pemasaran. Misalnya sekian persen untuk pembiayaan sector industri manufaktur, sekian persen untuk perdagangan dan sekian untuk penyertaan. Demikian juga dengan rasio antara pembiayaan dan sumber-sumber daya dengan memperhatikan penyebaran sumber daya dan penyebaran resiko sehingga aktiva produktif perusahaan benar-benar dapat menjadi kontribusi pendapatan bagi bank tersebut[4]. Pengelompokan Kualitas Aktiva Produktif Pada Bank Syariah 1. Pembiayaan Sama halnya dengan kredit pada perbankan konvensional, kualitas pembiayaan pada bank syariah digolongkan menjadi 4 golongan yaitu, lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Beberapa ketentuan dalam kualitas pembiayaan: 1. Penilaian terhadap kualitas pembiayaan yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar mengacu pada ketetapan pembayaran angsuran pokok dan ataru pencapaian rasio antara realisasi pendapatan (RP) dan proyeksi pendapatan (PP). 2. Proyeksi pendapatan dihitung berdasarkan pada analisis kelayakan usaha dan arus kas masuk nasabah selama jangka waktu pembiayaan. 3. Banks syariah dapat mengubah proyeksi pendapatan berdasarkan kesepakatan dengan nasabah sepanjang terdapat perubahan atas kondisi ekonomi makro, pasar dan politik yang mempengaruhi usaha nasabah. 4. Bank Syariah wajib mencantumkan proyeksi pendapatan dan perubahannya dalam perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah dan harus terdokumentasi secara lengkap. 5. pembayaran angsuran pokok pembiayaan dapat diangsur selama jangka waktu pembiayaan sesuai dengan kesepakatan antara bank syariah dengan nasabah. 6. jika jangka waktu pembiayaan lebih dari 1 tahun, pembayaran angsuran pokok pembiayaan wajib diangsur secara berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow) usaha bank.

7. pembayaran angsuran pokok wajib dicantumkan dalam perjanjian pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah dan harus terdokumentasi secara lengkap. 2. Piutang Untuk kualitas piutang dapat digolongkan menjadi 5 golongan yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Beberapa ketentuan mengenai kualitas piutang dan qardh: 1. Dalam hal nasabah bank syariah memiliki beberapa rekening pembiayaan, piuang dan atau qardh dengan kualitas yang berbeda, maka kulitas rekening secara keseluruhan dinilai mengikuti kualitas yang terburuk. 2. Kualitas setiap rekening pembiayaan, piutang dan atau qardh dapat dikembalikan menjadi kulitas yang sebenarnya sepanjang terdapat bukti-bukti dan dokumentasi yang cukup untuk menyatakan kepastian pemenuhan dan kelancaaran pembayaran dari nasabah yang dinilai berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar. 3. Dalam hal kualitas yang terburuk adalah rekening piutang dan atau qardh dengan kualitas dlaam perhatian khusus maka kualitas rekening dinilai secara masing-masing. Surat Berharga Syariah Untuk kualitas surat berharga syariah digolongkan menjadi 2 golongan yaitu: A. Lancar, yang digolongkan kedalam surat berharga syariah lancar adalah : 1) 2) 3) Surat utang pemerintah Surat berharga pasar uang syariah yang belum jatuh tempo Surat berharga komersial yang sesuai dengan prinsip syariah dan belum jatuh

tempo dangan peringkat IdA1, IdA2, IdA3, IdA4 sebagaimana ditetapkan oleh PT. Pemeringkat Efek Indonesia (PT. PEFINDO) atau yang setingkat dengan itu dari lembaga pemerintah yang memiliki reputasi baik dan dikenal luas oleh masyarakat. 4) Obligasi berdasarkan prinsip syariah yang dicatat dan diperdagangkan di

pasar modal serta belum jatuh waktu dengan realisasi pendapatan berupa bagi hasil/margin/fee sesuai dengan jumlah dan waktu yang disepakati.

5)

Sertifikat reksadana berdasarkan prinsip syariah yang memeiliki nilai aktiva

bersih lebih besar dari pada nilai investasi awal, memiliki likuiditas yang tinggi dan tingkat resiko yang rendah. 6) Surat berharga lainnya berdasarkan prinsip syariah antara lain medium term

note dan atau surat berharga yang diterbitkan lembaga keuangan yang tergabung dalam pasar keuangan Islam International atau Islamic Development Bank yang mempunyai prospek pengembalian serta mengikuti ketentuan untuk surat berharga komersial atau obligasi. 1. Macet, surat berharga yang digolongkan dalam golongan macet adalah surat berharga yang tidak memenuhi criteria sebagaimana yang dimaksud dalam golongan lancer. Untuk kategori surat berharga ini, penulis tidak menjelaskan lagi dalam bentuk table karena dari penjelasan diatas sudah dapat dipahami. Penempatan Kualitas penempatan dimulai berdasarkan pada ketepatan pembayaran angsuran pokok dan atau rasio pencapaian antara realisasi pendapatan dengan proyeksi pendapatan. Untuk kualitas penempatan, digolongkan menjadi 4 golongan yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyertaan Modal A. Penyertaan modal dengan pangsa bank syariah kurang dari 20% wajib dicatat dengan metode biaya (cost method), kualitas penyertaan modal digolongkan atas : 1) Lancar, penyertaan modal digolongkan lancer jika berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit perusahaan tempat bank syariah melakukan penyertaan memperoleh laba dan tidak mengalami kerugian kumulatif. 2) Kurang lancar, penyertaan modal digolongkan kurang lancar jika berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit perusahaan tempat bank

syariah melakukan penyertaan mengalami kerugian sampai dengan 25% dari modal perusahaan. 3) Diragukan, penyertaan modal digolongkan diragukan jika berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yan getelah diaudit perusahaan tempat bank syariah melakukan penyertaan mengalami kerugian lebih dari 25% sampai dengan 50% dari modal perusahaan. 4) Macet, penyertaan modal digolongkan macet jika berdasarkan laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah daudit perusahaan tempat bank syariah melakukan penyertaan mengalami kerugaian lebih dari 50% dari modal perusahaan. B. Penyertaan modal dengan pangsa bank syariah 20% atau lebih wajib dicatat dengan metode ekuitas (equity method) dan digolongkan lancar. Penyertaan Modal Sementara Kualitas penyertaan modal sementara dinilai berdasarkan jangka waktu penyertaan yang ditetpakan dalma ketentuan yang berlaku dan kemungkinan penjualan penyertaan modal sementara dalam jangka waktu tersebut. Kualitas penyertaan modal sementara digolongkan dalam 4 golongan yaitu: A. Lancar, dogolongkan lancer jika belum melebihi jangka waktu 1 tahun B. Kurang lancer, digolongkan kurang lancer jika telah melebihi jangka waktu 1 tahun namun belum melebihi jangka watu 4 tahun C. Diragukan, digolongkan dlam diragukan jika telah melebihi jangka waktu 4 tahun dan belum melebihi 5 tahun D. Macet, digolongkan macet jika penyertaan modal sementara belum ditarik kembali walaupun perusahaan nasabah telah memiliki laba kumulatif. Kualitas penyertaan modal sementara dapat diturunkan oleh Bank Indonesia jika terdapat bukti yang memadai bahwa:

1. Penjualan penyertaan modal sementara diperkirakan akan dilakukan dengan harga yang lebih rendah dari nilai buku dan atau 2. Penjualan penyertaan modal sementara dalam jangka waktu 5 tahun diperkirakan sulit untuk dilakukan. Transaksi Rekening Administratif Kualitas transaksi rekening administrative dinilai dan digolongkan sesuai dengan ketentuan penggolongan kualitas pembiayaan dan atau piutang untuk masing-masing transaksi. Beberapa ketentuan dalam kualitas transaksi rekening administrative yaitu : A. Penilaian atas kualitas pembiayaan atas kualitas pembiayaan, piutang, qardh dan transaksi rekening administrative yang berjumlah sampai dengan Rp 500.000.000,untuk nasabah individual atau nasabah grup hanya didasarkan atas kemampuan membayar. B. Penilaian atas kualitas pembiayaan, piutang, qardh dan transaksi rekening administrative yang berjumlah lebih besar dari Rp 500.000.000,- baik untuk nasabah individual atau nasabah grup C. Penggolongan kualitas pembiayaan, piutan, qardh dan transakasi rekening administrative untuk daerah tertentu yang berjumlah sampi dengan 1 milyar untuk nasabah individual atau nasabah grup hanya didasarkan atas kemampuan membayar

Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Kualitas untuk sertifikat wadiah Bank Indonesia yang dimiliki oleh bank syariah digolongkan lancar. PPAP Pengertian PPAP Fungsi aktiva produktif adalah untuk memperoleh pendapatan utama bank. Sebagai sumber utama, pada aset ini juga terdapat resiko terbesar. Potensi kerugian yang diakibatkan oleh

memburuknya tingkat kolektibilitas aset ini dapat membawa kebangkrutan bank oleh karena itu bank wajib membawa PPAP berupa cadangan umum dan cadangan khusus guna meutup resiko kemungingkinan kerugian. Dalam membentuk PPAP, bank akan memperhitungkan pada setiap jensi aktiva produktif bank yang masih outstanding dari yang berkualitas lancar hingga macet. kriteria lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet.

PPAP menurut accounting and auditing organization for Islamic financial institution (AAOIFI) Untuk memperkecil resiko terganggunya kelangsungan usaha maka dipandang perlu bagi semua lembaga keuangan syariah untuk mengalokasikan satu jumlah persentase tertentu untuk dijadikan sebagai cadangan atas kemungkinan kerugian tersebut. Dalam standar untuk akuntansi dan auditing lembaga keuangan syariah yang dikenal dengan AAOIFI disebutkan bahawa cadangan merupakan komponen dari modal, oleh kerena itu cadangan secara umum terbagi dua yaitu cadangan untuk tetap dapat memberikan keuntungan bagi nasabah (profit equalization reserve) dan cadangan atas resiko yang mungkin terjadi dari investasi (investment risk reserve). Bermasalah atau tidaknya aktiva produktif sebuah bank tergantung pada sistem pengawasan yang dilakukan bank terhadap aktiva yang ada. Secara tidak langsung pengawasan dapat dilakukan dengan cara membuat kebijakan yang dapat mengakomodir masalah tersebut. Dengan kata lain kualitas aktiva produktif pada suatu lembaga keuangan sangat berpengaruh bagi keberlangsungan lembaga tersebut. Dasar perhitungan lain bank dalam membentuk PPAP adalah karena bank central atau lembaga otoritas perbankan dikebanyakan Negara mengharuskan bank umum untuk memiliki PPAP. Bank Indonesia secara tegas mengatakan bahwa kelangsungan usaha bank ditentukan oleh mutu kolektibilitas aktiva produktif mereka serta, kesiapan mereka mengantisipasi dan menanggung kerugian yang timbul dari penanaman dana dalam aktiva tersebut[5].

PPAP pada bank syariah Sebagaimana telah dijelaskan dalam AAOIFI sebelumnya, perbankan syariah sebagai bagian dari lembaga keuangan juga diwajibkan membentuk cadangan kerugian agar dapat menjaga keberlangsungan usahanya. Penyisihan kerugian aktiva produktif dilakukan bank syariah menggunakan dana yang diambil dari keuntungan yang menjadi hak bank syariah maksudnya cadangan deperhitungkan setelah mengeluarkan hak atau bagian yang sudah menjadi keuntungan nasabah dan tidak diperkenankan sebagai pengurang pendapatan dalam unsur perhitungan distribusi hasil usaha. Pembentukan PPAP tersebut dapat dilakukan setiap saat, bulanan dan atau pada setiap tanggal laporan keuangan intern dan tahunan. Besarnya PPAP ditentukana berdasarkan persentase tertentu sesuai peraturan Bank Indonesia yang terhitung dari[6]: 1. Piutang murabahah Jumlah piutang murabahah dikurangi margin ditangguhkan. 2. Piutang salam Jumlah modal usaha salam yang diserahkan pada pemasok 3. Piutang istisna Jumlah piutang istisna pada pembeli akhir telah dikurangi dengan margin istisna yang ditangguhkan, jika pembayaran istisna dilakukan setelah penyerahan barang kepada pembeli akhir 4. Ijarah Jumlah aktiva ijarah telah dikurangi dengan akumulasi penyisihan atau amortisasi sewa dibayar dimuka. 5. Pembiayaan mudarabah Jumlah pembiayaan mudarabah yang diberikan kepada mudarib

6. Pembiayaan musyarakah Jumlah porsi pembiayaan musyarakah yang diserahkan dalam usaha musyarakah 7. Surat berharga Berdasarkan nilai pasar yang tercatat di pasar modal syariah di akhir bulan 8. Penempatan dana antar bank Jumlah nominal dana yang ditempatkan 9. Penyertaan Jumlah (nilai) tercatat. 10. Pinjaman (Qardh) Jumlah dana yang diserahkan 11. Komitmen dan kontijensi. Jumlah komitmen dan kontijensi (leter of credit, bank garansi atau surat kredit berdukumen dalam negeri). Secara khusus tata-cara pembentukan PPAP sebagaimana yang dijelaskan dalam PBI No. 5/9/PBI/2003 adalah sebagai berikut: 1. cadangan umum PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1 % dari seluruh aktiva produktif yang digolongkan lancar, tidak termasuk SWBI dan surat utang pemerintah. 2. cadangan khusus PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1. 5 % dari aktiva produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus 2. 15 % dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi nilai agunan. 3. 50 % dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi nilai agunan. 4. 100 % dari aktiva produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi nilai agunan. 3. cadangan khusus PPAP untuk piutang ijarah yang digolongkan dalam perhatian khusus , kurang lancar, dilakukan, dan macet ditetapkan sekurang-kurangnya 50 % dari masing-masing kewajiban pembentukan PPAP

Untuk agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPAP adalah[7]: 1. 1. Giro atau tabungan wadiah, tabungan dan atau deposito mudarabah dan setoran jaminan dalam mata uang rupiah dan valuta asing yang diblokir disertai dengan surat kuasa pencairan, dinilai setinggi-tingginya 100 %. 2. SWBI dan surat utang pemerintah dinilai setinggi-tingginya 100% 3. Surat berharga syariah yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan dan dinilai berdasarkan nilai pasar yang tercatat pada pasar modal syariah pada akhir bulan dan aktif diperdagangkan di pasar modal, dinilai setinggitingginya 50 % 4. Tanah, gedung, rumah tinggal, pesawat udara dan kapal laut dengan ukuran diatas 20 m3 , dinilai berdasarkan nilai pasar wajar. Dengan ketetapan penilaian: 1. 70 % dari nilai tafsiran untuk penilain yang dilakukan sebelum melampaui 6 bulan 2. 50 % dari nilai taksiran untuk penilaian yang dilakukan sebelum 6 bulan, tapi belum melampaui 18 bulan 3. 30 % dari nilai taksiran untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 18 bulan, tapi belum melampaui 30 bulan. 4. 0 % untuk penilaian yang dilakukan setelah melampaui 30 bulan. 2.2.4. Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI tentang pembentukan cadangan bagi Bank Syariah

Sebelum ketentuan umum tentang kualitas aktiva produktif dan pembentukan PPAP dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai lembaga otoritas perbankan Indonesia, permasalahan mengenai hal tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu oleh dewan syariah nasional (DSN) yang merupakan lembaga independent diluar perbankan yang berwenan mengawasi dan menetapkan produk-produk dan peraturan-peraturan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah begitu juga dengan pembentukan cadangan pada bank syariah. Dalam fatwa DSN No. 18/DSN-MUI/ IX/2000 tentang pencadangan dalam lembaga keuangan syariah (LKS) disebtukan bahwa: 1. pencadangan boleh dilakukan oleh LKS 2. dana yang digunakan untuk pencadangan diambil dari bagian keuntungan yang menjadi hak LKS sehingga tidak merugikan nasabah. 3. dalam perhitungan pajak LKS boleh mencadangkan dari seluruh keuntungan

4. dalam kaitan dengan pembagian keuntungan, pencadangan hanya boleh berasal dari bagian keuntungan yang menjadi hak LKS. Dalam implementasinya, upaya pengembangan perbankan syariah memerlukan atuaran-aturan syariah yang mengikat bagi perbankan syariah tersebut, dalam kaitan ini, fatwa yang dikelurkan oleh DSN sangat berperan sebagai tolak ukur dalam proses penyusunan peraturan Bank Indonesia (PBI) bagi perbankan syariah. Begitu pula dengan fatwa tentang pembentukan cadangan tersebut, hal itulah yang menjadi tolak ukur dalam penyusunan PBI mengenai pembentukan PPAP yang pada akhirnya PBI tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengawasan yang dilakukan oleh BI atas pembentukan PPAP pada perbankan syariah.

Eldon S. Handriksen (edisi terjemahan) oleh Marinus Sinaga SE, Ak, Teori Akuntansi, Erlangga, Jakarta, 1997, hlm 239
[1]

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 april 2002, SalembaEmpat dan IAI, paragraph 53 baris 39-5
[2] [3] [4]

Peraturan Bank Indonesia (PBI), No.5/7/2003 tentang Aktiva Produktif

Drs. Zainul Arifin, MBA, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, CV. Alvabet, Jakarta, 2003, hal 9 Siswanto Sutojo, Manajemen Terapan Bank, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, 1997, halm 202.
[5]

Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), bagian III mengenai aktiva, 2003 halm 68 69.
[6] [7]

Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/9/PBI/2003 pasal 3,4 dan 5

You might also like