You are on page 1of 11

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli banyak menemukan berbagai penemuan baru, khususnya dibidang kesehatan. Seperti halnya cara melahirkan, yang semula dengan cara pervaginam yang kita kenal dengan melahirkan normal, ternyata juga bisa dilakukan perabdominal, yang disebut sectio caesar atau operasi caesarean. Section caesarean adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansoer Arif, dkk, 2007). Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan Chamberlain, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5% (Winkjosastro, 2005). Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Ibu yang mengalami section caesarea dengan adanya luka di perut yang mengakibatkan harus dirawat dengan baik untuk mencegah

kemungkinan timbulnya infeksi. Ibu juga akan membatasi pergerakan tubuhnya karena adanya luka operasi sehingga proses penyembuhan luka dan

pengeluaran cairan atau bekuan darah kotor dari rahim ibu ikut terpengaruh (Bobak,L.J, 2004). Tindakan section caesarean dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi fisiologis maupun psikologis. Dengan demikian klien dan keluarga perlu mendapat informasi mengenai masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat menjelaskan prosedur sebelum operasi section caesarean dilakukan dan perlu diinformasikan pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi section caesarean. Selain itu perawat juga diharapkan untuk dapat mengatasi masalah yang timbul post section caesarean. Oleh karena itu, penulis sangat tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai asuhan keperawatan pada klien section caesarean. B. Tujuan Tujuan pembuatan makalah ini, diantaranya untuk: 1. Mengetahui pengertian, etiologi dan faktor resiko dari persalinan section caesaria 2. Mengetahui insiden atau kejadian persalinan dengan section caesaria di Indonesia. 3. Mendeskripsikan patofisiologi persalinan dengan section caesaria 4. Mendeskripsikan efek maternal dan neonatal pada persalinan dengan sectio caesaria 5. Mengetahui tes diagnostik untuk persalinan dengan section caesaria 6. Mendiskripsikan Asuhan Keperawatan pada pasien persalinan dengan section caesaria C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah dalam makalah ini mengenai Askep Bedah Caesarean yang meliputi pengertian, insiden, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, tanda dan gejala, efek maternal dan neonatal, tes diagnostic, pengobatan, dan asuhan keperawatan persalinan section caesarean.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Istilah caesarea berasal dari kata latin caedo, yang berarti memotong. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat),

kehilangan pengalaman melahirkan anak secara tradisional (pervaginam) dapat memberikan efek negatife pada konsep diri wanita. Kelahiran caesarean ialah kelahiran janin melalui insisi transabdomen pada uterus (Bobak, 2004). Istilah section caesarean berasal dari bahasa latin caedere yang artinya memotong. Pengertian ini dapat dijumpai dalam hukum roma yaitu lex regia atau lex caesarea yang merupakan hukum yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut dilakukan di akhir kehamilan pada seorang wanita yang dalam keadaan sekarat demi menyelamatkan calon bayinya (Cunningham et al, 2005). Section caesarean merupakan prosedur operasi yang dilakukan pada fetus pada akhir minggu ke-28 melalui penyayatan atau pengirisan pada dinding perut dan dinding rahim (Dutta, 2004). Section caesarean adalah suatu persalinan buatan, dimana janin yang dilahirkan melalui insisi atau penyayatan pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim ibu dalam keadaan baik dan berat janin diatas 500 gram (Wiknjosastro, 2005). B. Etiologi Menurut Llewellyn, D, 2002, dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power (tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim), passageway (keadaan jalan lahir), dan passanger (janin yang dilahirkan). Mula-mula indikasi section caesarean hanya karena ada kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, dan adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bias menular kepada anak, sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui vagina. Namun, akhirnya

merambat

ke

faktor

power

dan

passanger.

Kelainan

power

yang

memungkinkan dilakukannya section caesarean, misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passanger diantaranya anak terlalu besar, anak dengan kelainan letak jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrom (denyut jantung janin kacau dan melemah). Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang harus menjalani section caesarean, yaitu : 1. Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional dengan ukuran panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan kehamilan awal dengan tujuan dapat memperkirakan apakah panggul ibu masih dalam batas normal atau tergolong sempit untuk dilalui bayi nantinya. 2. Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan ketuban yang busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa juga akibat ibu mengalami eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut

terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi bayi-bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi lilitan tali pusat pada leher bayi. 3. Pada kasus plasenta terletak di bawah (plasenta previa). Biasanya plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus plasenta previa letak plasma dibagian bawah sehingga menutupi liang rahim dan akhirnya bayi tidak bisa keluar normal melalui liang rahim ibu. 4. Pada kasus kelainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan letaknya melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan belum tua (letak liang kasep). Dalam situasi ini, persalinan normal sudah tidak mungkin dilakukan lagi, baik kepala atau kaki yang turun lebih dahulu.

5. Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi keluar dari rahim (incoordinate uterine-action). 6. Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia timbul gejala yang lebih berat lagi, yakni selain gejala preeklamsia tersebut ibu mulai kejang-kejang tak sadarkan diri. 7. Jika yang pernah di section caesarean sebelumnya maka pada persalinan berikut umumnya juga harus di section karena takut terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik section adalah dilakukan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim robek akan lebih kecil dibandingkan teknik section dulu yang sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan melintang. Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di section dapat dilakukan dengan catatan : persalianan harus dilakukan di rumah sakit, ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari persalinan (harapan partus), persalinan kala II, yakni setelah mules-mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi dan tidak boleh berlangsung lama. C. Fakor resiko Menurut Kasdu, 2003, faktor resiko adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan pengeluaran janin dengan cara pembedahan. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Faktor Sosiodemografi a. Umur Ibu Umur reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah 20-35 tahun, di bawah dan di atas umur tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan. Kehamilan di atas umur 35 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar terjadinya persalinan section caesarean dibandingkan dengan umur di bawah 35 tahun

b. Suku Banyak faktor yang mempengaruhiperilaku seseorang, salah satunya faktor social dan kebudayaan. Suku termasuk bagian dari budaya yang tentunya akan mempengaruhi perilaku dalam menggunakan pelayanan kesehatan yang termasuk pelayanan kebidanan. c. Agama Melahirkan merupakan suatu peristiwa yang dianggap sakral, sehingga dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan ajaran agama yang dianut oleh ibu mulai dari awal kehamilan sampai waktu persalinan nanti. d. Tingkat pendidikan Ibu dengan pendidikan lebih tinggi cenderung lebih

memperhatikan kesehatannya selama kehamilan bila dibanding dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah. e. Tingkat pekerjaan Beberapa alasan yang mendasari kecenderungan melahirkan dengan section caesarean semakin meningkat terutama dikota-kota besar, seperti di Jakarta banyak para ibu yang bekerja. Mereka sangat terikat dengan waktu. Mereka sudah memiliki jadwal tertentu, misalnya kapan harus kembali bekerja f. Sumber biaya Biaya persalinan bersumber dari pendapatan keluarga atau biaya sendiri atau ditampung pihak asuransi kesehatan baik yang dikeluarkan pemerintah maupun perusahaan. Dibandingkan dengan persalinan pervaginam, biaya section caesarean jauh lebih tinggi.

2. Faktor Mediko-Obstetrik a. Paritas Risiko untuk terjadinya persalinan section caesarean pada primipara 2 kali lebih besar daripada multipara. b. Jarak persalinan Seorang wanita setelah melahirkan membutuhkan 2-3 tahun untuk memulihkan tubuhnya dan mempersiapkan dirinya pada persalinan berikutnya dan member kesempatan pada luka untuk sembuh dengan baik. Jarak persalinan yang pendek akan meningkatkan risiko pada ibu dan anak. c. Riwayat obstetric jelek Riwayat persalinan yang berisiko tinggi adalah persalinan yang pernah mengalami bedah saesar sebelumnya, ekstraksi vacuum, forcep, melahirkan premature atau BBLR, partus lama, ketuban pecah dini dan melahirkan bayi lahir mati. Riwayat persalinan section caesarean mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terjadinya persalinan section caesarean pada kehamilan berikutnya. 3. Faktor social Persalinan section caesarean karena faktor sosial timbul karena adanya permintaan pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan persalinan normal. Faktor sosial biasanya sudah

direncanakan terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan section caesarean atau disebut dengan section caesarean elektif. 4. Efek maternal dan neonatal Efek maternal terjadi pada 25%-50% kelahiran dan meliputi aspirasi, emboli pulmoner, infeksi luka, luka, tromboflebitis, perdarahan, infeksi saluran kemih, cedera pada kandung kemih atau usus, dan efek yang berhubungan dengan anastesi. Efek psikologis diantaranya pertahana konsep diri yang

adekuat meliputi: rasa takut, kecewa, frustasi karena kehilanagn control, serta kehilangan harga diri yang terkait dengan perubahan citra diri. Efek nenonatal,resiko janin lahir premature jika usia gestasi tidak dikaji dengan akurat dan resiko cedera janin dapat terjadi selama pembedahan. D. Insiden Insiden kelahiran caesarean meningkat secara dramatis dalam 25 tahun terakhir. Dari pertengahan tahun 1960 an sampai akhir 1980 an, angka kelahiran caesarean di Amerika Serikat meningkat kurang dari 5% sampai 24% (Tafffer, placek, kosari 1992). Menurut WHO (2001-2003) dalam Sinaga (2008) prevalensi persalinan section caesarean di Inggris pada tahun 2004 sebanyak 24,5 %, sedangkan di Kanada yaitu 22,5 % kasus persalinan section caesarean. Di Indonesia angka persalinan dengan section caesarean di 12 Rumah Sakit Pendidikan berkisar antara 2,1% sampai 11,8%. Di RS Sanglah Denpasar insiden section caesarean selama 10 tahun (1984-1994) 8,06%20,23% ; rata-rata pertahun 13,6%, sedangkan tahun 1994-1996 angka kejadian section caesarean 17,99% dan angka kejadian persalinan bekas section caesarean 18,40%. Dalam waktu 5 tahun, antara tahun 2001 dan tahun 2006 ada peningkatan signifikan section caesarean (sekitar 45%) karena previous CS dari 7,4% (2001) menjadi 10,7% (2006) (Gondo dan sugiharto, 2010). Menurut Kasdu (2003) hasil survei sederhana yang dilakukan oleh Gulardi dan Basalamah, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1993, tercatat 17.665 kelahiran, dari angka kelahiran tersebut, sebanyak 35,7-55,3% melahirkan dengan operasi caesarean. Sebanyak 19,5-27,3% diantaranya merupakan operasi caesarean karena adanya komplikasi cephalopelvic disproportion / CPD (ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin). Berikutnya, operasi caesarean akibat perdarahan hebat yang terjadi selama persalinan sebanyak 11,9-21% dan kelahiran caesarean karena janin sungsang berkisar antara 4,3-8,7%.

E. Jenis-Jenis Section Caesarean 1. Sayatan melintang Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. keuntunganya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45). 2. Sayatan memanjang (bedah Caesar klasik) Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y, 2007, hal .4).

5. Patofisiologi
Hamil

Patologi kehamilan

Section Caesarean

Adaptasi psikologis

Section Caesarean

Dependent, perlu pelayanan dan perlindungan

Belajar mengalami perubahan

Mampu menyusuaikan dengan keluarga

Efek anastesi

Luka oprasi

Penurunan kerja medulla oblongata Penurunan kerja saraf pernapasaan

Jaringan terputus Jaringan terbuka Proteksi tubuh Nyeri

Kelemahan fisik (lemah, pusing) Adanya kelemahan fisik (lemah, pusing) Defisit perawatan diri
Kelemahan fisik (lemah, pusing)

Kurang informasi

Perubahan peran

Kurang pengetahuan

ansietas

Peurunan reflek batuk

You might also like