You are on page 1of 17

PEMBAHASAN

1. Delineasi Bentuk Lahan Peta topografi yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah peta topografi daerah Bayat. Dari kenampakan kontur, peta topografi daerah Bayat ini dibedakan ke dalam 5 macam bentuk lahan. Kelima bentuk lahan tersebut adalah bentuk lahan fluvial, bentuk lahan vulkanik, bentuk lahan denudasional, bentuk lahan karst dan bentuk lahan struktural. Bentuk lahan fluvial merupakan bentuk lahan yang terbentuk sebagai akibat adanya aliran air permukaan. Terbentuknya bentuk lahan fluvial dalam hal ini sungai, padaa awalnya terjadi rekahan (fracture) yang terjadi pada permukaan bumi pada daerah yang memiliki densitas yang tinggi serta memiliki resistensi yang lemah, hal tersebut diakibatkan oleh adanya aktivitas tektonik yang diindikasikan diakibatkan oleh adanya dinamika arus konveksi sehingga memicu pergerakan lempeng, lalu rekahan yang terbentuk tersebut selanjutnya dianggap sebagai zona lemah (weak zone), sehingga saat terjadi hujan, air hujan tersebut mengalir ke permukaan yang terekahkan (zona lemah) tersebut dikarenakan sifat air yang selalu mengalir ke zona yang lebih lemah lalu air tersebut ikut mengalir tererosi oleh air hujan yang mengalir melewati retakan tersebut. Lama-kelamaan, retakan yang tererosi tersebut akan semakin lebar dan meluas secara vertikal maupun lateral. Erosi yang berkepanjangan tersebut dapat membentuk sungai sebagai salah satu bentuk lahan fluvial. Sungai yang terbentuk pada peta adalah Kali Dengkeng dan Kali Trembong. Selain itu juga terbentuk sebuah rawa bernama Rawa Tawangdjombor yang terletak di sebelah Barat Laut peta topografi. Rawa terbentuk karena adanya pengisian air pada dataran yang lebih rendah dari sekitarnya. Rawa terisi oleh air secara terus-menerus yang terisi oleh lumpur. Untuk mengetahui jenis relief pada satuan bentuk lahan fluvial ini dilakukan analisis dan perhitungan morfometri dari data peta kontur bayat. Sayatan satuan fluvial

1. IK

= 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 m

h = n x IK = 1 x 12,5 = 12,5 D = p x skala = 3,4 x 25.000 = 85.000 cm = 850 m % 2. D = 12,5/850 x 100% = 1,47 % = p x skala = 1,5 x 25.000 = 37.500 cm = 375 m % 3. D = 12,5/375 x 100% = 3,33 % = p x skala = 2,5 x 25.000 = 62.500 cm = 625 m % 4. D = 12,5/625 x 100% = 2 % = p x skala = 3 x 25.000 = 75.000 cm = 750 m % 5. D = 12,5/750 x 100% = 1,67 % = p x skala = 1,4 x 25.000 = 35.000 cm = 350 m % = 12,5/350 x 100% = 3,57 %

Rata-rata presentasi = 1,47% + 3,33% + 2 % + 1,67 % + 3,57 % : 5 = 12,04 : 5 = 2,408 %

Klasifikasi Relief

Persen

Beda tinggi

Datar/Hampir datar Bergelombang landai Bergelombang miring Berbukit bergelombang Berbukit terjal Pegunungan sangat terjal Pegunungan sangat curam

02 3-7 8 - 13 14 - 20 21 - 55 56 - 140 >140

< 50 5 50 25 75 50 100 200 500 500 100 >1000

Didapatkan perhitungan morfometrinya yaitu berjumlah 2,408 %, jadi dapat disimpulkan jika diklasifikasikan dengan klasifikasi kelerengan milik Van Zuidam (1983) masuk kepada klasifikasi relief datar/hampir datar. Jadi nama bentuk lahan ini adalah satuan bentuk lahan fluvial relief datar/hampir datar. Bentuk lahan denudasional adalah bentuk lahan yang terbentuk karena adanya litologi yang memiliki resistensi rendah. Sehingga mudah tererosi oleh berbagai media seperti air, angin maupun gletser (apabila dekat dengan daerah kutub). Pada daerah bayat ini, bentuk lahan denudasional memiliki kontur yang renggang sampai tak berkontur. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya tingkat erosi dan pelapukan dengan tingkat yang cukup tinggi karena bukit yang dahulunya terbentuk pada satuan bentuk lahan denudasional ini mengalami pelapukan lalu tererosi oleh media angin maupun air dari sungai dekat daerah tersebut, faktor berikutnya diindikasikan dari litologi penyusun bukit yang didominasi oleh litologi yang tidak resisten, hal tersebut mengakibatkan hilangnya kenampakan topografi dari bukit yang dahulunya terbentuk di daerah tersebut. Bentuk lahan ini biasa dicirikan dengan tata guna lahan berupa perkotaan maupun permukiman penduduk. Karena pada daerah
3

dengan kontur yang renggang (landai) hingga dataran rendah, merupakan daerah yang aman dari bencana longsor, namun selain potensi positif dari bentuk lahan ini, terdapat potensi negative yakni rawan akan bencana banjir, dikarenakan bentuk lahan denudasional merupakan salah satu zona lemah tempat air bisa lewat di permukaan. Daerah yang termasuk bentuk lahan denudasional antara lain Tegalredjo, Dukuh, Gamping Gede, Kaliogo, Kradenan, Babadan, Balong, Melikan, Ngruweng, Talang, Tlukan dam sekitarnya. Daerah Bayat juga memiliki daerah dengan bentuk lahan karst. Bentuk lahan karst memiliki ciri khusus kenampakan pada peta berupa pola pengaliran multibasinal. Pola pengaliran multibasinal merupakan pola pengaliran yang tiba-tiba menghilang, pada peta topografi ditunjukkan dengan garis putus-putus dengan bentuk melingkar. Hal ini disebabkan karena bentuk lahan karst terdiri dari litologi batugamping. Batugamping merupakan batu yang mudah larut apabila terkena air hujan. Sehingga pada daerah bentuk lahan karst, air yang mengalir membentuk sungai akan memiliki bentuk yang tidak beraturan tergantung pada resistensi dari batugamping yang menyusun tersebut. Bentuk lahan karst berada di daerah Ngembal, Konang, Gunung Konang, Djerukan, Gunung Pendul, Gunung Kemas dan sekitarnya. Untuk mengetahui jenis relief pada satuan bentuk lahan karst ini dilakukan analisis dan perhitungan morfometri dari data peta kontur bayat. Sayatan satuan karst 1. IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 m h = n x IK = 5 x 12,5 = 62,5 D = p x skala = 1 x 25.000 = 25.000 cm = 250 m

% 2. D

= 62,5/250 x 100% = 25 % = p x skala = 1,1 x 25.000 = 27.500 cm = 275 m

% 3. D

= 62,5/275 x 100% = 22,72 % = p x skala = 1,2 x 25.000 = 30.000 cm = 300 m

% 4. D

= 62,5/300 x 100% = 20,83 % = p x skala = 1 x 25.000 = 25.000 cm = 250 m

% 5. D

= 62,5/250 x 100% = 25 % = p x skala = 1 x 25.000 = 25.000 cm = 250 m

= 62,5/250 x 100% = 25 %

Rata-rata presentasi = 25 % + 22,72 % + 20,83 % + 25 % + 25 % : 5 = 23,71 % Beda tinggi = 422 m 202 m = 220 meter

Klasifikasi Relief

Persen (%) 02 3-7 8 - 13 14 - 20 21 - 55 56 - 140 >140

Beda tinggi (m)

Datar/Hampir datar Bergelombang landai Bergelombang miring Berbukit bergelombang Berbukit terjal Pegunungan sangat terjal Pegunungan sangat curam

< 50 5 50 25 75 50 100 200 500 500 100 >1000

Didapatkan rata-rata presentase perhitungan morfometrinya yaitu berjumlah 23,71 % dan beda tingginya yaitu 220 meter, jadi dapat disimpulkan jika diklasifikasikan dengan klasifikasi kelerengan milik Van Zuidam (1983) masuk kepada klasifikasi relief berbukit terjal. Jadi nama bentuk lahan ini adalah satuan bentuk lahan karst berbukit terjal. Satuan bentuk lahan berikutnya adalah satuan bentuk lahan vulkanik yaitu berupa intrusi granit yang terdapat pada Gunung Pendul, hal tersebut berdasarkan data geologi regional daerah bayat, kenampakan intrusi granit ini cukup kecil dengan kontur yang demikian rapat. Intrusi granit ini berjenis dyke dikarenakan intrusi ini memotong perlapisan secara tegak lurus. Bentuk lahan yang terakhir adalah bentuk lahan struktural. Bentuk lahan struktural pada daerah bayat terbagi menjadi dua bagian yaitu satuan structural dengan kontur yang rapat pada satu sisi dan satuan structural dengan kontur yang renggang pada sisi yang lain. Kontur yang cenderung rapat memiliki bentuk seperti ini dapat mengindikasikan adanya sesar. Bentuk lahan struktural dapat terbentuk karena adanya gaya tektonik berupa pengangkatan (uplift). Daerah bentuk lahan struktural ditunjukkan pada Ngipik, Djemplo, Gunung Watugenuk, Gunung Watukutjing, Gunung Wonodadi, Gunung
6

Gambar dan sekitarnya. Delineasi bentuk lahan structural terbagi menjadi dua delineasi yaitu delineasi bentuk lahan structural berkontur rapat dan bentuk lahan structural berkontur renggang. Untuk mengetahui jenis relief pada

satuan structural ini, dilakukan analisis dan perhitungan morfometri, berikut caranya: Satuan structural berkontur renggang 1. IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 m h = n x IK = 5 x 12,5 = 62,5 D = p x skala = 0,9 x 25.000 = 22.500 cm = 225 m % 2. D = 62,5/225 x 100% = 27,78 % = p x skala = 0,7 x 25.000 = 17.500 cm = 175 m % 3. D = 62,5/175 x 100% = 35,71 % = p x skala = 0,9 x 25.000 = 22.500 cm = 225 m % 4. D = 62,5/225 x 100% = 27,78 % = p x skala = 1 x 25.000 = 25.000 cm = 250 m % 5. D = 62,5/250 x 100% = 25 % = p x skala = 0,7 x 25.000 = 17.500 cm = 175 m

= 62,5/175 x 100% = 35,71 %

Rata-rata presentasi = 27,78 % + 35,71 % + 27,78 % + 25 % + 35,71 % : 5 = 30,39 % Beda tinggi = 460 m 237 m = 223 meter

Klasifikasi Relief

Persen (%) 02 3-7 8 - 13 14 - 20 21 - 55 56 - 140 >140

Beda tinggi (m)

Datar/Hampir datar Bergelombang landai Bergelombang miring Berbukit bergelombang Berbukit terjal Pegunungan sangat terjal Pegunungan sangat curam

< 50 5 50 25 75 50 100 200 500 500 100 >1000

Didapatkan rata-rata presentase perhitungan morfometrinya yaitu berjumlah 30,39 % dan beda tingginya yaitu 223 meter, jadi dapat disimpulkan jika diklasifikasikan dengan klasifikasi kelerengan milik Van Zuidam (1983) masuk kepada klasifikasi relief berbukit terjal. Jadi nama bentuk lahan ini adalah satuan bentuk lahan structural kontur renggang berbukit terjal. Satuan bentuk lahan structural kontur rapat 1. IK = 1/2000 x Skala = 1/2000 x 25.000 = 12.5 m h = n x IK = 5 x 12,5 = 62,5
8

= p x skala = 0,4 x 25.000 = 10.000 cm = 100 m

% 2. D

= 62,5/100 x 100% = 62,5 % = p x skala = 0,3 x 25.000 = 7.500 cm = 75 m

% 3. D

= 62,5/75 x 100% = 83,33 % = p x skala = 0,4 x 25.000 = 10.000 cm = 100 m

% 4. D

= 62,5/100 x 100% = 62,5 % = p x skala = 0,4 x 25.000 = 10.000 cm = 100 m

% 5. D

= 62,5/100 x 100% = 62,5 % = p x skala = 0,2 x 25.000 = 5.000 cm = 50 m

= 62,5/50 x 100% = 125 %

Rata-rata presentasi = 62,5 % + 83,33 % + 62,5 % + 62,5 % + 125 % : 5 = 79,16 % Beda tinggi = 884 m 267 m = 617 meter

Klasifikasi Relief

Persen (%) 02 3-7 8 - 13 14 - 20 21 - 55 56 - 140 >140

Beda tinggi (m)

Datar/Hampir datar Bergelombang landai Bergelombang miring Berbukit bergelombang Berbukit terjal Pegunungan sangat terjal Pegunungan sangat curam

< 50 5 50 25 75 50 100 200 500 500 100 >1000

Didapatkan rata-rata presentase perhitungan morfometrinya yaitu berjumlah 79,166 % dan beda tingginya yaitu 617 meter, jadi dapat disimpulkan jika diklasifikasikan dengan klasifikasi kelerengan milik Van Zuidam (1983) masuk kepada klasifikasi relief pegunungan sangat terjal. Jadi nama bentuk lahan ini adalah satuan bentuk lahan structural kontur rapat pegunungan sangat terjal.

Peta Delineasi Bentuk Lahan

Legenda

Bentuk lahan fluvial

Bentuk lahan struktural

Bentuk lahan vulkanik


10

Bentuk lahan denudasional

Bentuk lahan karst

Batas bentuk lahan

11

2. Litologi Hardrock dan Softrock Peta topografi yang dipakai adalah peta topografi daerah Bayat. Secara kenampakan kontur pada peta, terlihat daerah ini memiliki kontur rapat dan renggang. Kontur renggang menunjukkan bahawa daerah dengan kontur renggang karena kontur renggang memiliki litologi softrock atau litologi yang memiliki resistensi batuan yang rendah. Sehingga litologi softrock mudah tererosi dan hancur oleh angin ataupun mudah larut oleh air. Daerah yang termasuk dalam litologi softrock sesuai dengan delineasi bentuk lahan adalah bentuk lahan denudasional dan bentuk lahan fluvial serta bentuk lahan karst. Litologi yang termasuk dalam litologi softrock adalah batuan sedimen seperti batugamping (limestone) yang terdapat pada satuan bentuk lahan karst berbukit terjal. Batugamping sangat mudah larut dan tererosi oleh air permukaan, batugamping tersusun atas mineral kalsit maupun dolomite ataupun aragonite yang semuanya memiliki sifat fisik yang menunjukan resistensi mineral tersebut seperti kekerasan mineral tersebut yang besarnya hanya 3,5 skala Mohs (dapat dihancurkan dengan kuku jari manusia) lalu batuan sedimen yang lainnya yang memiliki resistensi yang rendah sehingga dapat tererosikan oleh air maupung angin, resistensi yang rendah tersebut disebabkan oleh adanya mineral dalam batuan sedimen tersebut yang memiliki resistensi yang rendah. Sedangkan kontur yang rapat menunjukkan batuan penyusun bentuk lahan ini merupakan litologi yang memiliki resistensi tinggi. Resistensi yang tinggi pada litologi di kontur yang rapat tercipta karena litologinya tersusun oleh mineral-mineral yang memiliki sifat fisik resistensi yang baik seperti kuarsa dengan kekerasan 7 skala Mohs dan merupakan mineral utama penyusun batuan yang paling stabil. Batuan yang termasuk dalam hardrock adalah batuan beku dan metamorf contohnya adalah granit yang terdapat pada intrusi granit pada Gunung Pendul dan schist, gneiss. Setelah dilakukan delineasi bentuk lahan sesuai dengan kenampakan kontur dan pola pengaliran yang ada, bagian dari litologi hardrock pada bagian utara peta termasuk dalam

12

bentuk lahan vulkanik yaitu pada intrusi granit Gunung Pendul lalu bentuk lahan structural kontur renggang dan rapat.

Delineasi Litologi Hardrock dan Softrock

Legenda

Hardrock

Softrock

Batas litologi

13

3. Pola Pengaliran Pola pengaliran yang ditunjukkan pada peta kontur berbeda pada setiap bentuk lahan. Pada bentuk lahan struktural, pola pengaliran yang berkembang adalah pola pengaliran subdendritik. Pola pengaliran subdendritik adalah pola pengaliran yang memiliki bentuk bercabang seperti pohon, namun mengalami modifikasi karena adanya struktur yang terbentuk pada bentuk lahan struktural. Sehingga bentuk sungai yang ada tidak beraturan, namun dibeberapa tempat masih terlihat pola pengaliran dendritik yang membentuk percabangan seperti pohon. Sedangkan pada bentuk lahan karst, pola pengaliran yang berkembang adalah pola pengaliran multibasinal. Pola pengaliran multibasinal adalah pola pengaliran yang percabangan sungainya tidak bermuara ke sungai utama, melainkan hilang ke bawah permukaan. Hal ini disebabkan karena litologi penyusun bentuk lahan karst memiliki resistensi yang rendah dan mudah larut. Sehingga sungai yang mengalir pada bentuk lahan karst tidak akan menerus, melainkan akan mengalir ke bawah karena batuan yang ada ikut larut.

14

4. Pola Kelurusan Pola kelurusan yang ditunjukkan oleh kontur yang bentuknya mendekati lurus pada peta topografi ditunjukkan pada sepanjang Gunung Watugenuk, Gunung Gambar, Gunung Butik, Gunung Djojo, Gunung Watukutjing, Gunung Baturagung, dan sekitarnya. Pola kelurusan yang ditunjukkan pada peta topografi ditunjukkan pada kelurusan punggungan atau yang ada di kontur rapat. Pola kelurusan punggungan merupakan indikasi struktur geologi pada bidang perlapisan batuan yang lebih resisten terhadapa pelapukan. Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh peta topografi, dimana pola kelurusan berada pada bentuk lahan struktural. Adanya pola kelurusan merupakan dasar dari penarikan jalur sesar yang berkembang di daerah penelitian.

Pola Pengaliran dan Pola Kelurusan

Legenda

Pola pengaliran

Pola kelurusan

15

5. Proses Geologi Proses geologi yang terjadi pada bentuk lahan karst yang memiliki litologi berupa batugamping, menunjukkan adanya asosiasi dengan kompleks terumbu (reef). Sehingga bentuk lahan karst terbentuk karena adanya pengangkatan (uplift), sehingga singkapan betugamping ini muncul didaratan. Proses geologi yang terjadi pada bentuk lahan struktural di awali dengan pembentukan bentuk lahan vulkanik yang dicirikan dengan adanya struktur yang rapat (terjal) dan banyaknya gunung yang ada pada bentuk lahan vulkanik. Sehingga pembentukan awalnya dipengaruhi oleh oleh aktivitas vulkanik. Kemudian lama-kelamaan akan mengalami proses tektonik yang menyebabkan terjadinya pergerakan tanah yang membentuk struktur sepanjang bentuk lahan vulkanik. Sehingga bentuk lahan yang sebelumnya vulkanik dapat disebut degan bentuk lahan struktural karena adanya aktivitas yang menyebabkan terbentuknya struktur. Proses geologi yang terjadi pada daerah bentuk lahan vulkanik diakibatkan karena pada daerah Gunung Kendeng berupa zona lemah yang memiliki intensitas struktur yang banyak sehingga magma yang berada di bawah pemukaan bumi menerobos keluar ke permukaan bumi melewati zona lemah tersebut lalu membeku di permukaan bumi. Magma yang keluar tersebut disebut sebagai intrusi batuan beku dengan jenis dyke karena intrusi tersebut memotong perlapisan batuan di atasnya. Proses geologi yang terjadi pada bentuk lahan denudasional dipengaruhi oleh aktivitas erosi oleh angin maupun air pada batuan dengan resistensi rendah dan memiliki komposisi mineral dengan tingkat resistensi serta tingkat kestabilan yang rendah pula. Apabila proses erosi ini ini terjadi terus-menerus, maka permukaan bumi yang pada awalnya memiliki batuan dengan resistensi rendah dan topografi yang berbeda-beda akan menghilang topografinya membentuk dataran yang rendah dengan topografi yang cenderung relatif sama. Sedangkan proses geologi yang membentuk bentuk lahan fluvial, pada awalnya terjadi rekahan (fracture) yang terjadi pada permukaan bumi pada

16

daerah yang memiliki densitas yang tinggi serta memiliki resistensi yang lemah, hal tersebut diakibatkan oleh adanya aktivitas tektonik yang diindikasikan diakibatkan oleh adanya dinamika arus konveksi sehingga memicu pergerakan lempeng, lalu rekahan yang terbentuk tersebut selanjutnya dianggap sebagai zona lemah (weak zone), sehingga saat terjadi hujan, air hujan tersebut mengalir ke permukaan yang terekahkan (zona lemah) tersebut dikarenakan sifat air yang selalu mengalir ke zona yang lebih lemah lalu air tersebut ikut mengalir tererosi oleh air hujan yang mengalir melewati retakan tersebut. Lama-kelamaan, retakan yang tererosi tersebut akan semakin lebar dan meluas secara vertikal maupun lateral. Erosi yang berkepanjangan tersebut dapat membentuk sungai sebagai salah satu bentuk lahan fluvial.

17

You might also like