You are on page 1of 3

C.

KEDUDUKAN UU KAMNAS DALAM USAHA MENCIPTAKAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA Kedudukan UU KAMNAS dalam usaha menciptakan pertahanan dan keamanan negara dipandang oleh sebagian besar sebagai suatu hal yang tidak perlu bahkan membahayakan, sebagian lainnya mendukung. RUU Kamnas ini dibuat dalam 7 Bab dan 60 pasal plus penjelasan pasal-pasalnya. Bab I (1 pasal) berisi ketentuan umum, Bab II (3 pasal)Hakekat, tujuan dan fungsi Kamnas. Bab III (11 pasal)-Ruang lingkup Kamnas, Bab IV(2 pasal)- Ancaman Kamnas, Bab V (39 pasal)- Penyelenggaraan Kamnas, Bab VI (2 pasal)Ketentuan Peralihan dan Bab VII (2 pasal)- Ketentuan penutup. Kedudukan UU KAMNAS sebagai sebuah gagasan, masih lemah dan bukan merupakan sebuah urgensi, alasannya: 1. Tidak adanya situasi darurat atau tidak ada hal yang mendesak terkait ancaman keamanan nasional baik saat ini maupun di masa depan (Hendrawan Sulistyopemerhati militer). 2. Jika akhirnya disahkan, maka harus ada 69 UU yang dirubah agar tidak adanya tumpang tindih, karena semua undang-undang tersebut harus mengikuti induknya yaitu UU KAMNAS. 3. Beberapa rumusan pasal dalam RUU Kamnas masih memiliki permasalahan redaksional maupun substansial yang saling tumpang tindih. Contoh: a. Pasal 1 ayat2 Ancaman adalah setiap upaya, kegiatan, dan/atau kejadian, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang mengganggu dan mengancam keamanan individu warga negara, masyarakat, eksistensi bangsa dan negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional.

Jika dianalisis maka dapat dilihat tidak adanya definisi yang jelas tentang ancaman memungkinkan untuk menghapus setiap kelompok dan ideologi yang dipandang sebagai ancaman. Hal ini sangat bertentangan dengan hak-hak sipil masyarakat dalam memberikan aspirasi sehingga akan mengakibatkan pelanggaran-pelanggaran HAM baru yang dilakukan oleh pemerintah

b. Pasal 1 ayat 13 Ancaman tidak bersenjata adalah ancaman selain ancaman militer dan ancaman bersenjata yang membahayakan keselamatan individu dan/atau kelompok, kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan bangsa.

Ayat ini sejalan dengan ayat di atas, bahkan lebih spesifik lagi bahwa siapapun dan apapun yang membahayakan keselamatan individu dan/atau kelompok, artinya ayat ini bisa digunakan untuk menjalankan peran TNI dan BIN dengan tindakan represinya yang tanpa rambu-rambu peraturan perundang-undangan mengeliminir tersebut kelompok-kelompok hanya masyarakat yang dainggap untuk mengancam keselamatan individu, kelompok dan mengatas namakan negara padahal hal adalah kamuflase pemerintah mengamankan kekuasaannya. c. Pasal 54 huruf e jo pasal 20 Pemberian kewenanangan khusus bagi TNI dan BIN untuk melakukan pemeriksaan dan penangkapan sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal RUU Keamanan Nasional.

Hal ini juga dianggap mengancam penegakkan hukum, HAM dan demokrasi. Pemberian kewenangan menangkap kepada BIN dan TNI akan merusak mekanisme criminal justice system dan juga akan membajak sistem penegakkan hukum. Dimana dalam tataran negara demokrasi dimanapun di dunia proses penegakkan hukum hanya dilaksanakan oleh para aparat penegak hukum sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai lembaga yang bukan menjadi bagian dari aparat penegak hukum, pemberian kewenangan menangkap BIN dan TNI sama saja melegalisasi kewenangan penculikan di dalam RUU Keamanan nasional mengingat proses yang dilakukan tanpa di damping pengacara, tidak diketahui keluarga ataupun pihak lain yang terkait sebagaimana di atur dalam KUHAP. Peran TNI adalah sebagai aparat negara di dalam bidang pertahanan bukanlah dalam ranah sebagai penegak hukum hal ini adalah kekeliruan yang sangat besar yang pada akibatnya akan menimbulkan penindasan terhadap rakyat dengan dalih kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang-Undang Kamnas tersebut.

Seharusnya pemerintah lebih memikirkan tentang profesionalisme TNI dalam menjaga kedaulatan negara bukan malah membuat suatu Undang-Undang yang menimbulkan kekisruhan dengan mencoba memasukan TNI sebagai unsur penegak hukum. (hankam.kompasiana.com. 10 Januari 2012)

4. Pengelolaan Keamanan Nasional menurut draf RUU KAMNAS pada pasal 24 ialah
Dewan Keamanan Nasional yang diketuai oleh Presiden dan wakil ketua oleh Wakil Presiden, sedangkan Ketua Harian Pejabat Negara setingkat Menteri yang ditunjuk Presiden dengan anggota dewan tetap dan tidak tetap. Persoalannya adalah sudah ada institusi pengelola keamanan dan pertahanan negara sehingga tidak seharusnya dilahirkan kembali pengelola keamananan nasional, maksimalkan saja institusi yang sudah ada. Kesan yang tertangkap justru Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri sudah tidak mampu mengelola keamananan negara.

http://hukum.kompasiana.com/2012/02/06/sosialisasi-uu-kamnas/ (Diakses tanggal 10 Mei 2012 pukul 17:00) http://nasional.kompas.com/read/2012/01/14/13393486/Tak.Ada.Urgensi.Buat.UU. Kamnas. (Diakses tanggal 10 Mei 2012 pukul 16:30)

You might also like