You are on page 1of 3

Zaman Megalithikum di Indonesia Pada zaman Megalithikum (Zaman Batu Besar ) di Indonesia, manusia purba telah mengenal suatu

u kepercayaan terhadap kekuatan gaib atau luar biasa diluar kekuatan manusia. Mereka percaya terhadap hal-hal yang menakutkan atau serba hebat. Selain itu mereka menyembah nenek moyangnya. Kadang kala kalau melihat pohon besar, tinggi dan rimbun, manusia merasa ngeri. Manusia purba ini kemudian berkesimpulan bahwa kengerian itu disebabkan pohon itu ada mahluk halus yang menghuninya. Begitupun terhadap batu besar serta binatang besar yang menakutkan. Kekuatan alam yang besar seperti petir, topan, banjir dan gunung meletus dianggap menakutkan dan mengerikan sehingga mereka memujannya. Selain memuja benda-benda dan binatang yang menakutkan dan dianggap gaib, manusia purba juga menyembah arwah leluhurnya. Mereka percaya bahwa roh para nenek moyang mereka tinggal di tempat tertentu atau berada di ketinggian misalnya di atas puncak bukit atau puncak pohon yang tinggi. Untuk tempat turunnya roh nenek moyang inilah didirikan bangunan megalitik yang pada umumnya dibuat dari batu inti yang utuh, keudian diberi bentuk atau dipahat sesuai dengan keinginan atau inspirasi. Bangunan megalitik hampir semuanya berukuran besar. Jadi secara ringkas kepercayaan manusia purba pada masa ini dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni: Dinamisme Kepercayaan kepada kekuatan gaib yang terdapat pada benda-benda tertentu, misalnya pada pohon, batu besar, gunung, gua, azimat dan benda-benda lain yang dianggap keramat. Animisme Kepercayaan kepada roh nenek moyang atau leluhur, mereka percaya, manusia setelah meninggal rohnya tetap adadan tinggal ditempat-tempat tertentu dan harus diberi sesajen pada wktu-waktu tertentu. Hasil kebudayaan zaman Megalithikum adalah sebagai berikut :

Menhir , adalah tugu batu yang didirikan sebagai tempat pemujaan untuk memperingati arwah nenek moyang;

Dolmen, adalah meja batu, merupakan tempat sesaji dan pemujaan kepada roh nenek moyang, Adapu;a yang digunakan untuk kuburan; Sarkopagus atau keranda, bentuknya seperti lesung yang mempunyai tutup Kubur batu/peti mati yang terbuat dari batu besar yang masing-masing papan batunya lepas satu sama lain Punden berundak-undak, bangunan tempat pemujaan yang tersusun bertingkattingkat

Menhir Zaman Megalitikum


Headlines | Fri, Aug 28, 2009 at 09:32 | Jakarta, matanews.com

Menhir di Lelena/ist Menhir atau batu tempat pemujaan arwah pada zaman megalitikum ditemukan di Dusun Senila, Desa Tunjungmuli, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Batuan yang ditemukan warga di Dusun Senila merupakan salah satu bentuk menhir atau batu pemujaan peninggalan zaman megalitikum atau zaman batu besar.

Dua menhir ini sangat simetris dengan mata angin yaitu mengarah tepat utara-selatan dan timur-barat, kata Staf Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Purbalingga, Adi Purwanto di Purbalingga, Jumat.

Menurut Adi Purwanto , menhir yang menghadap simetris dengan arah mata angin juga pernah ditemukan di Kabupaten Limapuluhkota (Sumatera Barat), Pasemah (Sumatera

Selatan), dan Toraja (Sulawesi Selatan). Akan tetapi, kata dia, menhir yang ada di tiga daerah itu ditempatkan berdiri tegak sedangkan di Dusun Senila diletakkan dengan posisi tertidur.

Dari hasil penelitian, lanjutnya, batu tersebut tidak terjadi secara alami tetapi merupakan bentukan manusia. Adi Purwanto mengatakan, hal tersebut terlihat dari goresan-goresan pada lekukan batu maupun letak batu yang sangat simetris dengan mata angin. Kemungkinannya sangat kecil kalau itu alami, katanya.

Selain meneliti bentuk fisik dua buah batu yang menyerupai pocong tersebut, kata dia, Disbudparpora juga berupaya mengetahui seluk beluk batu itu lebih jauh. Masyarakat setempat menyebutnya dengan kuburan barat yang berarti kuburan angin ribut karena tak jauh dari lokasi temuan terdapat kuburan yang dikeramatkan. Ada hubungan yang erat antara keberadaan batu pocong itu dengan kuburan barat ini, katanya.

Dalam hal ini, kata dia, batu menhir berbentuk pocong itu sengaja dibuat masyarakat prasejarah untuk melindungi diri dari serangan angin ribut karena di wilayah ini terdapat bukit besar. Jika angin besar datang dan membentur bukit itu, lanjutnya, maka angin akan terjebak di bawah bukit sehingga merupakan bencana bagi masyarakat yang tinggal di daerah bawah perbukitan itu.

Batu berbentuk pocong ini ditemukan secara tidak sengaja oleh warga RT 2/RW 15 Desa Tunjungmuli awal Agustus lalu. Sebelum ditemukan, sejumlah warga di Desa Tunjungmuli mendapat informasi oleh warga Jawa Barat yang biasa mencari batu-batu api (batu untuk perhiasan, red.) bahwa di sekitar desa itu itu terdapat batu yang ada isinya. Setelah dicek, ternyata ditemukan batuan yang menyerupai pocong ini.(*z/an)

You might also like