You are on page 1of 73

PENDUGAAN BIOMASSA BEBERAPA KELAS UMUR TANAMAN JENIS Rhizophora apiculata Bl. PADA AREAL PT.

BINA OVIVIPARI SEMESTA KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

GILANG PRASTYA PAMBUDI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

PENDUGAAN BIOMASSA BEBERAPA KELAS UMUR TANAMAN JENIS Rhizophora apiculata Bl. PADA AREAL PT. BINA OVIVIPARI SEMESTA KABUPATEN KUBU RAYA, KALIMANTAN BARAT

GILANG PRASTYA PAMBUDI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN
GILANG PRASTYA PAMBUDI (E34062032). Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Rhizophora apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ERVIZAL A.M. ZUHUD dan NYOTO SANTOSO. Hutan mangrove tumbuh berkembang di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Fungsi ekologis mangrove sebagai penyerap CO 2 menjadi sangat penting mengingat semakin menariknya isu tentang perubahan iklim. Pohon melalui proses fotosintesis menyerap CO 2 dan mengubahnya menjadi karbon organik dan menyimpannya dalam biomassa tubuh pohon. PT. Bina Ovivipari Semesta merupakan suatu perusahaan swasta yang memperoleh izin IUPHHK- HA pada areal hutan mangrove. Perusahaan ini melakukan penanaman kembali pada areal bekas tebangan. Tanaman yang terdapat pada areal bekas tebangan akan memiliki kandungan biomassa yang berbeda seiring dengan pertumbuhan tanaman tersebut pada setiap tahunnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun model allometrik penduga biomassa dari tanaman mangrove Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman. Penelitian dilaksanakan di tegakan hutan tanaman mangrove PT. Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Waktu pelaksanaan penelitian di lapangan pada bulan Juli-Agustus 2010. Jenis data yang dikumpulkan yaitu data dimensi pohon, berat basah tiap segmen, berat basah contoh uji tiap segmen, dan berat kering contoh uji tiap segmen. Pengambilan data dilakukan dengan metode destruktif. Analisis data regresi persamaan allometrik menggunakan software Minitab release 14. dengan pengujian nilai-nilai statistik dan uji validasi. Nilai kadar air dengan nilai berat jenis kayu memiliki hubungan perbandingan terbalik. Nilai kadar air pohon cenderung menurun seiring dengan pertambahan umur pohon, sedangkan nilai berat jenis kayu cenderung meningkat seiring dengan pertambahan umur pohon. Pada umur pohon yang lebih muda memiliki rongga sel yang lebih besar sehingga akan lebih banyak terisi oleh air. Rongga sel semakin kecil pada pohon yang dewasa disebabkan karena rongga sel tersebut terisi oleh kandungan kayu. Biomassa pada pohon umur tiga, enam, dan sembilan tahun secara berurutan yaitu sebesar 0,96 kg/ind; 5,38 kg/ind; dan 39,11 kg/ind. Hal ini menunjukkan kecenderungan semakin meningkatnya nilai biomassa bagian pohon seiring dengan pertambahan umur pohon. Persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata pada umur tanaman 3 hingga 9 tahun secara keseluruhan terpilih persamaan allometrik terbaik penduga biomassa daun: B = 0,0204174 D1,95, ranting: B = 0,0074131 D2,23, cabang: B = 0,0213796 D2,1, batang: B = 0,0027542 D4,01, akar tunjang: B = 0,0079433 D3,25, biomassa total: B = 0,027542 D3,22. Kata kunci : Mangrove, biomassa, persamaan allometrik.

SUMMARY
GILANG PRASTYA PAMBUDI (E34062032). Biomass Estimation Several Age Classes of Rhizophora apiculata Bl. At Area of PT. Bina Ovivipari Semesta Kubu Raya District, West Kalimantan. Under supervision of ERVIZAL A.M. ZUHUD and NYOTO SANTOSO. Mangrove forests develop along coastlines that are always or regularly inundated by sea water and affected by tides but not affected by the climate. Ecological function of mangrove as carbon sink becomes important thing since climate change tends to more interesting issue. Trees absorb CO2 through photosynthesis and convert it into organic carbon and store it in biomass of the tree body. PT. Bina Ovivipari Semesta is a private company has permission IUPHHK-HA on the area of mangrove forest. This company replant the logged over area. The plants on the logged area will have different content of biomass keep pace with the growth of these plants per year. The purpose of this research is to develop allometric equation model to estimate biomass of Rhizophora apiculata on several age classes. The study was conducted at mangrove forest of PT. Bina Ovivipari Semesta, Kubu Raya District, West Kalimantan Province. It was conducted during July-August 2010. Data that were collected consisted of trees dimension: wet weight of each segment, sample wet weight of test sample per segment, and dry weight of test sample per segment. Data that were collected with destructive methods. The data was analyzed using Minitab software release 14 with statistic values test and validation test. The ratio values of water content and wood specific weight have inverse relation. The value of trees water content tends to decline with increasing trees age, while the value of wood density tends to increase with increasing trees age. Younger trees have larger cell cavities so the water can fill in the cavities easily. The smaller the cell cavities in mature trees are caused by wood contents. Biomass of tree on age of three, six, and nine years were 0,96 kg/ind; 5,38 kg/ind; and 39,11 kg/ind respectively. It shows that biomass value of trees parts tend to increase together to the age of the trees. Allometric equation of Rhizophora apiculata on three to nine years of age gives total biomass in kg, respectively: leave (B = 0,0204174 D1,95), twig (B = 0,0074131 D2, 23), branch (B = 0,0213796 D2,1), bar (B = 0,0027542 D4,01), areal root (B = 0,0079433 D3,25) and total biomass (B = 0,027542 D3,22). Key words: Mangrove, biomass, allometrik equation.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Jenis Rhizophora apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Gilang Prastya Pambudi NRP E34062032

Judul Skripsi

: Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Rhizophora apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Nama NIM

: Gilang Prastya Pambudi : E34062032

Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 19590618 198503 1003

Ir. Nyoto Santoso, MS NIP. 19620315 198603 1002

Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1003

Tanggal Pengesahan:

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Ridho-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Rhizophora apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model allometrik penduga biomassa dari tanaman mangrove Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman. Hasil penelitian ini berguna untuk menduga potensi karbon yang terdapat pada pohon Rhizophora apiculata. Hal ini juga untuk pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove secara lestari dan berkelanjutan, termasuk untuk skema perdagangan karbon. Sebagai pelaksana kegiatan penelitian menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, sangat mengharapkan saran yang membangun untuk memperlancar dan memperoleh hasil penelitian selanjutnya yang lebih baik.

Bogor, Februari 2011

Gilang Prastya Pambudi NRP E34062032

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Jawa Barat pada tanggal 4 Agustus 1988 sebagai anak tunggal dari pasangan Setyo Budi Prayitno dan Riyanti. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SD Negeri Bantarjati 5 Bogor (tahun 1994-2000), kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 5 Bogor (tahun 2000-2003). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan menjalani perkuliahan Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2007, penulis memilih Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) tahun 2007-2009. Penulis mengikuti kegiatan lapang dan profesi bidang kehutanan antara lain : Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturraden-Cilacap pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009, dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun 2010. Penulis menyelesaikan penelitian dan menulis skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dengan judul Pendugaan Biomassa Beberapa Kelas Umur Tanaman Jenis Rhizophora apiculata Bl. pada Areal PT. Bina Ovivipari Semesta Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Nyoto Santoso, MS.

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan anugrah-Nya kepada penulis. Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak, Ibu, dan keluarga yang telah memberikan doa, harapan, motivasi serta dukungan sehingga skripsi ini bisa selesai dengan baik 2. Prof. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS dan Ir. Nyoto Santoso, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penyelesaian tugas akhir ini 3. Dra. Sri Rahaju, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan, Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan, dan Dr. Ir. Sri Wilarso, MS selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur 4. PT. Bina Ovivipari Semesta dan YLPPM beserta seluruh stafnya atas bantuan data-data, masukan-masukan, waktu dan tenaganya 5. Pak Fairus Mulia, Pak Taju Solihin, Pak Toto Subagyo, Mas Indra, Nisfulaila Yarhofatul Kuntibiati, Pande Made Wisnu Temaja, Dian Arizona, Des Novar Maulidzar, dan Arga atas bantuan dan masukannya 6. Teman-teman Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Angkatan 43 atas motivasi dan kepeduliannya sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini 7. Pihak lain yang telah banyak membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.

DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI ................................................................................................ ii DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Tujuan.................................................................................... 2 1.3 Manfaat .................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Hutan Mangrove ...................................................... 3 2.2 Areal Hutan Mangrove PT. Bina Ovivipari Semesta Alam ..... 7 2.3 Biomassa ............................................................................... 8 2.4 Persamaan Allometrik Biomassa ............................................ 9 2.5 Proses Fotosintesis dan Respirasi ........................................... 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................. 13 3.2 Alat dan Bahan ...................................................................... 13 3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan ............................................... 13 3.4 Teknik Pengambilan Data ...................................................... 14 3.5 Pengolahan dan Analisis Data ................................................ 16 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ....................................................................... 22 4.2 Kondisi Fisik .......................................................................... 22 4.3 Kondisi Biologi ..................................................................... 23 4.4 Pemanfaatan Hasil Hutan PT. Bina Ovivipari Semesta........... 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Data Pohon Contoh ................................................ 26 5.2 Hasil Pengolahan Data Contoh Uji ......................................... 26 5.3 Persamaan Allometrik Biomassa Pohon ................................. 33

iii

5.4 Pengujian Sisaan .................................................................... 43 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................ 49 6.2 Saran....................................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50 LAMPIRAN............. .................................................................................... 52

DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Halaman Model allometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi ................................................................................ 10 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur ............................................................................ 11 Kadar air Rhizophora apiculata pada 15 contoh berdasarkan umur pohon.......................................................................................... 27 Berat jenis kayu Rhizophora apiculata pada 15 contoh berdasarkan umur pohon ......................................................................................... 28 Biomassa rata-rata Rhizophora apiculata berdasarkan umur pohon ...... 30 Hubungan antar peubah penyusun persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata .............................................. 33 Persamaan allometrik penduga biomassa daun ..................................... 34 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa daun ...... 34 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa daun .......... 35 Persamaan allometrik penduga biomassa ranting .................................. 35 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa ranting ... 36 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa ranting ....... 36 Persamaan allometrik penduga biomassa cabang .................................. 37 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa cabang ... 37 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa cabang ....... 38 Persamaan allometrik penduga biomassa batang .................................. 39 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa batang.... 39 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa batang ........ 39 Persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang .......................... 40 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang .......................................................................... 40

21. 22. 23. 24.

Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang .......................................................................... 41 Persamaan allometrik penduga biomassa total ...................................... 42 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa total ....... 42 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa total ........... 42

DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Halaman Pohon Rhizophora apiculata ................................................................ 14 Penimbangan bagian tanaman contoh Rhizophora apiculata ................ 15 Bentuk sample daun ............................................................................. 16 Lokasi penelitian di PT. Bina Ovivipari Semesta .................................. 21 Pohon Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman ...... 26 Berat basah rata-rata bagian pohon tiap umur pohon ............................ 29 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur tiga tahun .............. 30 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur enam tahun ........... 31 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur sembilan tahun ...... 32 Uji keaditifan persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata ........................................................................... 45 Uji kenormalan sisaan persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata ........................................................................... 47

DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. Halaman Tabel berat kering Rhizophora apiculata .............................................. 53 Tabel data uji kadar air Rhizophora apiculata ...................................... 55 Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa Rhizophora apiculata ........................................................................... 56

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hutan mangrove tumbuh berkembang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim (Departemen Kehutanan 1994 diacu dalam Santoso 2000). Kawasan hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai jembatan antara lautan dengan daratan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain: pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat aneka biota perairan, tempat mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Fungsi ekonomis hutan mangrove antara lain: penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit. Ekosistem hutan mangrove sebagaimana ekosistem hutan lainnya memiliki peran sebagai penyerap (rosot) karbon dioksida (CO2) dari udara. Rosot karbon dioksida berhubungan erat dengan biomassa tegakan. Pohon melalui proses fotosintesis menyerap CO2 dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa tubuh pohon. Berdasarkan Brown (1997) biomassa adalah total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus karbon. Pengukuran biomassa hutan mencakup seluruh biomassa hidup yang ada di atas permukaan tanah dan di bawah permukaan tanah serta bahan organik yang mati meliputi kayu mati dan serasah. Pada kondisi lingkungan yang sama, jumlah biomassa yang tersimpan pada suatu jenis pohon akan berbeda-beda berdasarkan tingkat umur pohon tersebut. Pohon dengan tingkat umur yang lebih dewasa akan memiliki simpanan biomassa yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang tingkat umurnya lebih muda. Hal ini karena pada pohon yang tingkat umurnya lebih dewasa

memiliki ukuran diameter dan tinggi pohon yang lebih besar dibandingkan dengan pohon yang tingkat umurnya lebih muda. PT. Bina Ovivipari Semesta merupakan suatu perusahaan swasta yang memperoleh izin IUPHHK- HA pada areal hutan mangrove. Selain melakukan kegiatan pemanfaatan terhadap areal hutan mangrove tersebut, terdapat juga kegiatan pembinaan hutan seperti penanaman kembali pada areal bekas tebangan. Tanaman yang terdapat pada areal bekas tebangan akan memiliki kandungan biomassa yang berbeda seiring dengan pertumbuhan tanaman tersebut pada setiap tahunnya. Oleh karena itu, informasi mengenai kandungan biomassa tanaman yang tersimpan pada setiap tingkat umur tanaman diperlukan untuk menunjang dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove.

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model allometrik penduga biomassa dari tanaman mangrove Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman.

1.3 Manfaat Penelitian ini berguna untuk menduga potensi karbon yang terdapat pada pohon Rhizophora apiculata. Hal ini juga untuk pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove secara lestari dan berkelanjutan, termasuk untuk skema perdagangan karbon.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ekologi Hutan Mangrove 2.1.1 Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim (Departemen Kehutanan 1994 diacu dalam Santoso 2000). Hutan mangrove atau mangal adalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai tropis dan subtropis yang didominasi tumbuhan bunga terestrial berhabitus pohon dan semak yang tumbuh di kawasan pasang surut dengan salinitas tinggi (Tomlinson 1986). Berdasarkan Bengen (2000), hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut air pantai berlumpur. Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat (Walsh 1974, diacu dalam Setyawan 1998). Faktor utama yang mempengaruhi komunitas ini adalah salinitas, tipe tanah, dan resistensi terhadap arus air dan gelombang laut (Chapman 1992, diacu dalam Setyawan 1998). Faktor-faktor ini bervariasi sepanjang jalur dari tepi laut ke daratan, sehingga dalam kondisi alami, dimana campur tangan manusia terbatas, dapat terbentuk zonasi vegetasi (Giesen 1991, diacu dalam Setyawan 1998). Tipe hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis yang penting yaitu sebagai jembatan (interface) antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur ekosistem yang terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia (penduduk lokal) yang hidup bergantung kepada ekosistem mangrove. Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: Berdasarkan Bengen (2001),

Bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp.; Xylocarpus spp.; dan Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara Bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya:

Rhyzophora spp.). 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi: Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan. 3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Selain untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. 2.1.2 Pembagian Zonasi Hutan Mangrove Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam, tergantung kondisi geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, tanah, dan kondisi lingkungan lainnya. Berdasarkan Tomlinson (1986), vegetasi mangrove diklasifikasikan menjadi: mangrove mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan mangrove mayor (true mangrove) sepenuhnya berhabitat di kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui pneumatofora, embrio vivipar, serta mekanisme filtrasi dan ekskresi garam, secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat setidaknya hingga tingkat genus, antara lain: Avicennia spp.; Bruguiera spp.; Ceriops spp.; Lumnitzera spp.; Nypa fruticans; Rhizophora spp.; dan Sonneratia spp.. Mangrove minor dibedakan oleh ketidakmampuannya membentuk komponen utama yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni, dan hanya menempati tepian habitat, misalnya: Acrostichum spp.; Aegiceras spp.; Excoecaria spp.; Heritiera spp.; Osbornia spp.; Pemphis spp.; Scyphiphora spp.; dan Xylocarpus spp.. Tumbuhan asosiasi mangrove adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, tidak hanya ditemukan di hutan mangrove, merupakan vegetasi transisi

ke daratan atau lautan, dan dapat berinteraksi dengan mangrove mayor, seperti: Terminalia spp.; Hibiscus spp.; Thespesia spp.; Calophyllum spp.; Ficus spp.; Casuarina spp.; Ipomoea pescaprae; Sesuvium portucalastrum; Salicornia arthrocnemum; Cocos nucifera; Metroxylon sagu; Dalbergia spp.; Pandanus spp.; Hibiscus tiliaceus; dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan mangrove terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut, dan keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba dapat tumbuh di zona berpasir, jenis Rhizophora spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur dan kaya humus, sedangkan jenis Bruguiera spp. lebih menyukai tumbuh di tanah lempung dengan sedikit bahan organik (Murdiyanto 2003). Berdasarkan Bengen (2000), penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia : Daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. dan dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya. Pada umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis bakau pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp.. Untuk daerah pinggiran atau bantaran muara sungai didominasi oleh jenis Rhizophora spp.. Setelah zona ini yaitu zona yang merupakan campuran jenis bakau seperti Bruguiera spp.; Xylocarpus spp.; Nypa fruticans, dan panggang (Excoecaria spp.) (Murdiyanto 2003).

Dalam Samingan (1974), faktor utama yang menjadi pokok di dalam ecological preference dari jenis-jenis mangrove adalah tiga faktor berikut ini yang dapat bergabung dan menyelenggarakan habitat-habitat tertentu: 1) Tipe tanah 2) Salinitas dan variasinya harian dan tahunan yang kurang lebih berhubungan dengan frekuensi, dalamnya dan penggenangan 3) Kekuatan jenis mangrove itu sendiri terhadap arus atau gelombang. Menurut pendapatnya kadar garam ada hubungannya dengan jenis. 2.1.3 Morfologi dan Taksonomi Jenis Rhizophora apiculata Bl. a. Taksonomi Berikut merupakan taksonomi dari Rhizophora apiculata Bl. Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies Nama lokal b. Morfologi Spesies Rhizophora apiculata di dunia dikenal secara umum sebagai red mangrove. Kulit batangnya berwarna kemerahan terutama bila basah. Pohon ini dapat tumbuh hingga memiliki ketinggian sampai dengan 30 meter dengan diameter batang mencapai 50 cm. Dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup tinggi terhadap kadar garam, mulai air tawar sampai dengan kadar garam yang tinggi. Disebut juga sebagai pohon facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin atau air dengan kadar garam yang tinggi tetapi tidak terbatas hanya di habitat yang demikian saja. Ciri khasnya adalah sistem perakaran yang kompleks (prop roots/stilt roots) dengan cabang-cabang rendah membentuk struktur yang lebat. Karena akar bakau ini berada di dalam air dan lumpur yang tidak mengandung oksigen bebas (anaerob), maka pohon ini menumbuhkan cabang khusus yang mempunyai pori-pori (lenticels) untuk mengikat oksigen dari : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Malpighiales : Rhizophoraceae : Rhizophora : Rhizophora apiculata : Bakau minyak, bakau kacang, dan bakau akik.

udara. Hal ini disebut sebagai akar udara (air root). Akar udara ini tumbuh menggantung ke bawah dari batang atau cabang yang rendah, dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tertembus air (Murdiyanto 2003). Ciri khas Rhizophora apiculata yaitu daun sebelah atas berwarna hijau sampai hijau kekuningan, bagian bawahnya kuning kehijauan, bagian tengahnya pada bagian yang menurun kadang-kadang kemerahan. Daun memiliki panjang 10-20 cm dan lebar 5-8 cm berbentuk elips dan tirus. Daun Rhizophora apiculata hampir mirip dengan daun Bruguiera gymnorrhiza, tetapi terdapat perbedaan yang jelas yaitu pada daun Rhizophora apiculata terdapat bintik-bintik hitam di bagian bawah daun yang tua. Bunganya selalu kembar dengan panjang kelopak bunga 12-14 mm dan lebarnya 9-10 mm serta berwarna oranye kekuningan. Panjang buahnya antara 25-30 cm dengan diameter 15-17 mm, berwarna coklat dan kulitnya kasar. Kisaran musim berbunga yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Permukaan batang Rhizophora apiculata berwarna abu-abu, ketika masih muda batangnya halus dan ketika telah dewasa maka batang tersebut memiliki lentisel. Rhizophora apiculata memiliki bentuk perakaran yang khas yaitu bertipe penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (Bengen 2000).

2.2 Areal Hutan Mangrove PT. Bina Oviviari Semesta Perusahaan Bina Ovivipari Semesta (BIOS) didirikan pada tahun 2000 berdasarkan Akta Notaris Nomor 23 pada tanggal 10 Nopember 2000 dan ditetapkan dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia Nomor 40 pada tanggal 18 Mei 2004. Perusahaan Bina Ovivipari Semesta memperoleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) melalui SK No 68/MENHUT-II/2006 pada tanggal 27 Maret 2006, dengan luas areal 10.100 ha di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Perusahaan Bina Ovivipari Semesta memiliki izin usaha selama 20 tahun terhitung tanggal 2 Juli 2001 s/d 1 Juli 2021. Dari luas hutan 10.100 ha, areal efektif untuk produksi seluas 5.642 ha (57%), sedangkan sisanya seluas 4.458 ha (43%) diperuntukkan sebagai kawasan lindung, kawasan non produksi, dan areal non hutan (Data PT. BIOS 2009).

2.3 Biomassa Berdasarkan Brown (1997), biomassa adalah total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas. Biomassa hutan berperan penting dalam siklus karbon. Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organic dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfer melalui aktivitas fisiologinya. Pengukuran produktivitas hutan dalam konteks studi ini relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi produktivitas hutan (Rused 2009). Kandungan biomassa utamanya di hutan terdiri dari biomassa bahan hidup, biomassa bahan mati, tanah dan produk kayu. Dari biomassa tersebut umumnya karbon menyusun 45-50% bahan kering (biomassa) dari tanaman (Brown 1997). Biomassa merupakan tempat penyimpanan karbon dan hal tersebut dinamakan sebagai rosot karbon (carbon sink). Salah satu rosot karbon yang penting yaitu hutan (Soemarwoto 1998). Berdasarkan Chapman (1976) diacu dalam Rused (2009), secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaan tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yaitu: A. Metode pendugaan langsung (destruktif/ pemanenan) 1. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan tumbuhan/ pohon cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam unit area. 2. Metode pemanenan kuadrat Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen dalam suatu unit area.

3. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata Metode ini diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran yang seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata

diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu dalam suatu unit area. B. Metode pendugaan tidak langsung 1. Metode hubungan allometrik Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang terbaik antar dimensi pohon (berupa diameter dan atau tinggi) dengan biomassanya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari suatu unit area. 2. Metode crop meter Metode ini dengan menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas tanah dengan jarak tertentu. Bioamassa tumbuhan yang terletak di antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitane dari alat tersebut.

2.4 Persamaan Allometrik Biomassa Penyusunan model persamaan penaksiran biomassa dengan menggunakan teknik regresi dimaksudkan untuk mencari hubungan antara biomassa dengan peubah penaksiran yang diperoleh pada pengukuran biomassa sejumlah pohon. Persamaan allometrik dihasilkan dari hubungan antara diameter dengan volume batang atau biomassa tanaman. Persamaan allometrik dapat dibangun dengan menggunakkan parameter diameter, tinggi bebas cabang, dan tinggi total. Jumlah pohon contoh untuk pembuatan model allometrik bervariasi. Belum ada pedoman yang pasti untuk menentukan jumlah pohon contoh yang memadai. Tabel biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap spesies, namun untuk tujuan tertentu 12 pohon saja sudah memadai (MacDicken 1997).

10

Persamaan allometrik dapat digunakan untuk mengestimasi stok biomassa pada vegetasi dengan jenis yang sama. Sekurang-kurangnya terdapat dua alasan yang membedakan persamaan-persamaan allometrik, antara lain: Perbedaan struktur pohon Perbedaan ukuran pohon dengan kelas diameter pohon yang

dikembangkan dalam persamaan allometriknya. Persamaan allometrik spesifik digunakan pohon untuk jenis yang sama. Memiliki kisaran ukuran yang tercangkup dalam kelas ukuran persamaan tersebut dikembangkan dan spesifik pada lokasi tempat tumbuhnya. Persamaan allometrik tidak akurat digunakan apabila syarat yang di atas tidak terpenuhi (Snowdown et al. 2000). Penelitian mengenai persamaan allometrik penduga biomassa telah banyak dikembangkan oleh para ahli. Umumnya persamaan yang telah disusun tersebut adalah persamaan yang ditujukan untuk pohon-pohon hutan primer di daratan. Brown (1997) mengembangkan model persamaan penduga biomassa yang dikelompokkan berdasarkan curah hujan. Persamaan yang dikembangkan ini menggunakan parameter diameter setinggi dada (1,3 m) dan tinggi total. Persamaan-persamaan ini dapat diamati dalam Tabel 1. Tabel 1 Model allometrik penduga biomassa pohon menurut perbedaan curah hujan lokasi
Tempat tumbuh (curah hujan mm/tahun) Kering (< 1500 mm) Lembab (1500-4000 mm) Basah (> 4000 mm) Persamaan Allometrik Y= 0,139D2,32 Y= 42,69-12,8D+1,242D2 Y= 0,118D2,53 Y= 0,092D2,60 Y= 21,3-6,95D+0,74D2 Y= 0,037D1,89H Selang diameter Pohon contoh (cm) 5-40 5-148 5-148 5-148 5-112 5-112 Jumlah pohon contoh 28 170 170 170 169 169 R2 0.89 0,84 0,97 0,92 0,9

Sumber: Brown (1997) Keterangan: Y= biomassa pohon (kg/pohon) H= tinggi pohon (m)

D= diameter setinggi dada (1,3 m)

Kusmana (1996) mengembangkan persamaan penduga biomassa jenis vegetasi mangrove antara lain dari kelompok Rhizophora spp.; Bruguiera spp.; dan Avicennia spp.. Rumus penduga dibuat dengan mengambil lokasi penelitian di Kalimantan Timur. Rumus penduga pada beberapa kelompok vegetasi mangrove dapat diamati dalam Tabel 2.

11

Tabel 2 Rumus penduga biomassa beberapa kelompok jenis mangrove di Kalimantan Timur
Bagian tumbuhan Daun Batang Cabang Akar tunjang Ground root Sumber: Kusmana (1996) Keterangan: W= biomassa (kg) Rhizophora spp. Rumus biomassa Bruguiera spp. W= 565,657(e
0,135

Avicennia spp. W= 0,00818(D2H)0,8067 W= 0,2563(D2H)0,8534 -

D-1)

W= 13,2359(e131D-1) W= 1,697(e0,179D-1) W= 0,061D2,619 D= diameter (cm)

H= tinggi total pohon (m)

2.5 Proses Fotosintesis dan Respirasi Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok dari produktivitas hutan. Soemarnono (1976) diacu dalam Amira (2008), menguraikan bahwa energi yang datang dalam bentuk cahaya ditangkap dan kemudian diubah menjadi energi kimia yang digunakan untuk menyusun karbohidrat dalam proses yang disebut fotosintesis. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalakan proses ini berasal dari fotosintesis. Persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini: 12H2O + 6CO2 + cahaya C6H12O6 (glukosa) + 6O2 + 6H2O Salah satu faktor utama yang menentukan laju fotosintesis ialah konsentrasi karbon dioksida. Semakin banyak karbon dioksida di udara maka semakin banyak pula jumlah bahan yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis. Suatu sifat fisiologi yang hanya dimiliki khusus oleh tumbuhan ialah kemampuannya untuk menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman. Peristiwa ini hanya berlangsung jika cukup cahaya. Oleh karena itu proses asimilasi zat karbon disebut juga fotosintesis. Reaksi terang membutuhkan sinar untuk memecahkan

12

air, pemecahan ini disebut fotolisis. Fotolisis mengakibatkan molekul air pecah menjadi hidrogen dan oksigen. Rekasi gelap, terjadi reduksi CO 2 ke CH2O yang berlangsung tanpa sinar. Dwidjoseputro (1980) diacu dalam Amira (2008) menyatakan bahwa respirasi merupakan suatu proses pembongkaran (katabolisme atau disimilasi), energi yang tersimpan ditimbulkan kembali untuk menyelenggarakan prosesproses kehidupan. Jika gula heksosa diambil sebagai bahan bakar dan pembakaran itu memerlukan oksigen bebas, maka reaksi keseluruhannya dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energi.

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di tegakan hutan tanaman mangrove PT. Bina Ovivipari Semesta, Kabupaten Kubu Raya, Propinsi Kalimantan Barat. Waktu pelaksanaan penelitian di lapangan selama 30 hari pada bulan Juli-Agustus 2010.

3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan diantaranya: alat tulis (untuk mencatat data-data), pita ukur (untuk mengukur dimensi panjang dan keliling pohon), timbangan kasar (untuk mengukur berat basah pada bagian-bagian pohon), neraca pegas (untuk mengukur berat basah contoh uji), kantong plastik (untuk membungkus contoh uji), gergaji (untuk menebang dan memotong bagian-bagian pohon ukuran besar), meteran (untuk mengukur panjang pohon), golok (untuk memotong bagian pohon ukuran kecil), tali raffia (untuk mengikat), karung (sebagai wadah dalam penimbangan daun), tanur (untuk mengeringkan contoh uji), kalkulator (untuk menghitung angka-angka), timbangan digital (untuk mengukur berat kering contoh uji) , kertas koran (untuk membungkus contoh uji saat dioven), software Minitab release 14. (untuk mengolah data regresi) dan Miscrosoft Office (untuk mengolah dan menyusun karya tulis). Bahan yang digunakan yaitu pohon Rhizophora apiculata pada umur 3, 6, dan 9 tahun dari tegakan hutan tanaman PT. Bina Ovivipari Semesta.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan adalah: a. Dimensi pohon (diameter, tinggi bebas cabang, dan tinggi total) b. Berat basah tiap segmen (akar tunjang, batang, cabang, ranting, dan daun) c. Berat basah contoh uji tiap segmen d. Berat kering contoh uji tiap segmen.

14

Daun Ranting

Cabang Batang

Akar Tunjang

Gambar 1 Pohon Rhizophora apiculata. 3.4 Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan metode destruktif (pemanenan). Pengambilan data contoh (sampling) pada setiap umur tanaman digunakan 15 pohon contoh yang dipilih secara acak. Dalam penelitian ini pendugaan biomassa dilakukan di atas permukaan tanah yaitu mencakup bagian-bagian pohon seperti akar tunjang, batang, cabang, ranting, dan daun. Dalam pemilihan pohon contoh diambil pohon yang mewakili dengan ciri antara lain harus tumbuh sehat, mencakup berbagai tingkat umur mangrove. Pengukuran berat basah dan berat kering dilakukan sebagai berikut: a) Biomassa akar tunjang, batang, cabang dan ranting Pengukuran diawali dengan pengukuran tinggi, tinggi bebas cabang, dan diameter setinggi dada. Kemudian ditebangnya pohon tersebut dan dipisahkan dalam berbagai jenis bagian. Bagian akar tunjang, batang, cabang dan ranting dari setiap pohon contoh ditimbang sebagai berat basah (BB) akar tunjang, batang, cabang dan ranting. Pada bagian akar tunjang, batang dan cabang diambil contoh ujinya dan ditimbang sebagai berat basah contoh (BBc). Ukuran contoh uji tersebut dengan keseluruhan penampang melintang setebal 4 (empat) cm pada masing-masing bagian pangkal, tengah dan ujung. Pada bagian ranting diambil

15

contohnya dan ditimbang sebagai berat basah contoh (BBc) dengan berat 300 g. Masing-masing contoh yang telah diambil lalu dikeringkan pada oven dengan suhu 102 30C selama 48 jam atau sampai berat konstan/berat kering contoh (BKc). A B

Gambar 2 Penimbangan bagian tanaman Rhizophora apiculata. Ket: (A) Akar; (B) Batang; (C) Cabang; (D) Ranting; (E) Bentuk sample akar tunjang; (F) Bentuk sample ranting.

16

b) Biomassa daun Daun yang telah diambil dari pohon contoh yang telah ditebang lalu dibersihkan dan ditimbang sebagai berat basah (BB). Diambil contoh daun sebagai contoh uji berat basah (BBc) dengan berat 300 g, kemudian dikeringkan pada oven dengan suhu 102 30C selama 48 jam atau sampai berat konstan/berat kering contoh (BKc).

Gambar 3 Bentuk sample daun.

3.5 Pengolahan dan Analisis Data Menentukan nilai bobot kering (biomassa) untuk seluruh pohon contoh dan bagian-bagiannya. Nilai bobot kering total ditentukan dengan mengkonversi bobot basah pohon dan nilai kadar air contoh uji setiap pohon contoh. 3.5.1 Pengolahan Data 1. Pendugaan biomassa pohon Biomassa (berat kering) dihitung dengan menggunakan persamaan Haygreen dan Bowyer (1982) dengan rumus:

Keterangan:

BK BB

= berat kering (kg) = berat basah (kg) (%)

BKc = berat kering contoh (g) BBc = berat basah contoh (g)

% KA = kadar air

17

Biomassa total setiap pohon adalah total biomassa setiap sortimen dari pohon tersebut. Biomassa total didapat dari menjumlahkan biomassa akar tunjang, biomassa batang, biomassa cabang, biomassa ranting dan biomassa daun. 2. Perhitungan berat jenis batang Berat jenis batang diperoleh dengan rumus: Berat kering tanur contoh uji Berat jenis = 3.5.2 Analisis Data 1. Penyusunan persamaan allometrik biomassa Untuk melakukan penaksiran biomassa Rhizophora apiculata, disusun suatu persamaan allometrik penduga biomassa pohon Rhizophora apiculata. Persamaan-persamaan tersebut dipisahkan menjadi persamaan allometrik Volume basah contoh uji

biomassa daun, persamaan allometrik biomassa ranting, persamaan allometrik biomassa cabang, persamaan allometrik biomassa batang, persamaan allometrik biomassa akar tunjang, dan persamaan allometrik biomassa pohon total. Persamaan-persamaan yang akan diuji adalah persamaan-persamaan yang menggunakan satu peubah bebas dan dua peubah bebas. Peubah bebas yang digunakan adalah diameter, diameter dan tinggi total, serta diameter dan tinggi bebas cabang. Persamaan-persamaan yang diujicobakan adalah sebagai berikut: Persamaan dengan satu peubah bebas. B = a + bD B = aDb (MacDicken 1997) (Brown 1997)

Persamaan dengan dua peubah bebas B = aDb Hc B = a + bD2H B = aDbHbcc (Ogawa 1965 diacu dalam Adinugroho 2002) (Brown 1997) (Ogawa 1965 diacu dalam Adinugroho 2002)

Keterangan: B D = biomassa = diameter H = tinggi a,b,c = koefisien

Hbc = tinggi bebas cabang

18

2. Pemilihan persamaan allometrik terbaik Untuk memperoleh persamaan allometrik (regresi linear) yang baik, kriteria pemilihan model secara statistik harus diperhatikan, yaitu: nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2) dan koefisien yang disesuaikan (R2 adj). Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang menghasilkan nilai simpangan baku (s) terkecil dan nilai koefisien determinasi (R2) serta koefisien yang disesuaikan (R2 adj) yang terbesar. a. Perhitungan simpangan baku (s) Simpangan baku adalah ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai aktual (sebenarnya). Dalam uji statistik dibandingkan beberapa persamaan sehingga diperoleh nilai s yang terkecil yang menunjukkan bahwa nilai dugaan berdasarkan persamaan yang disusun mendekati nilai aktual. Dengan kata lain, semakin kecil nilai s maka semakin tepat nilai dugaan yang diperoleh. Nilai simpangan baku ditentukan dengan rumus (Drapper & Smith 1992):

Keterangan: S Ya = simpangan baku = nilai biomassa sesungguhnya


2

(n-p) = derajat bebas sisa Yi = nilai biomassa dugaan

b. Perhitungan koefisien determinasi (R ) Koefisien determinasi adalah nilai yang mencerminkan seberapa besar keragaman tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. Nilai R 2 dinyatakan dalam bentuk persen (%) yang berkisar antara 0 % hingga 100 %. Semakin tinggi nilai R2, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X. Nilai R 2 ditentukan dengan rumus (Drapper & Smith 1992):

Keterangan:

R2 = koefisien determinasi JK = jumlah kuadrat

19

c. Perhitungan koefisiensi determinasi yang disesuaikan (R2 adj) Koefisiensi determinasi yang disesuaikan (R2 adj) adalah nilai koefisien determinasi yang disesuaikan terhadap derajat bebas jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total terkoreksi (JKTT). Karena statistik pada R 2 adj sama dengan R2. Semakin tinggi R2 adj maka semakin tinggi pula keeratan hubungan antara peubah tak bebas Y dan peubah bebas X. Nilai R2 adj ditentukan dengan rumus (Drapper & Smith 1992):

Keterangan: R2adj= koefisiensi determinasi yang disesuaikan JKS = jumlah kuadrat sisa JKTT = jumlah kuadrat total terkoreksi d. Uji nilai F Untuk untuk melihat apakah peubah bebas X mempunyai hubungan yang nyata dengan peubah tak bebas Y, digunakan uji nilai F. Untuk mendapatkan nilai F hitung dapat digunakan rumus: (n-p)= derajat bebas sisa (n-1)= derajat bebas total

Keterangan: KTR KTS = kuadrat tengah regresi = kuadrat tengah sisa

Hipotesis yang diuji adalah: H0: Hubungan regresi tidak nyata (bi = 0); H1: Hubungan regresi nyata (salah satu bi 0) Apabila Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 5 %, maka tolak H0 yang menandakan hubungan regresi antara peubah bebas X dengan peubah tak bebas Y bersifat nyata. e. Perhitungan ketepatan dugaan biomassa Ketepatan adalah kombinasi antara bias dan ketelitian di dalam menggambarkan jauh dekatnya nilai-nilai hasil pengamatan terhadap nilai yang sebenarnya. Untuk membandingkan ketepatan dugaan biomassa antar persamaan,

20

rata-rata bias (error) absolut (MAEj) dari dugaan biomassa pada setiap persamaan dihitung dengan menggunakan rumus (Muhdin 1999):

eij = Yai Yti Keterangan: MAE = rata-rata bias absolute persamaan ke-j (kg/pohon) eij nj Yai Yti = simpangan biomassa pohon ke i dan pada persamaan ke j = jumlah data pada rumus ke j = biomassa aktual (kg) = biomassa dugaan (kg)

21

Sumber: YLPPM (2000)

Gambar 4 Lokasi penelitian di PT. Bina Ovivipari Semesta. 21

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN


4.1 Letak dan Luas PT. Bina Ovivipari Semesta terletak di kecamatan Batu Ampar, kabupaten Kubu Raya, provinsi Kalimantan Barat. Batas-batas wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta antara lain: Utara Timur Selatan Barat : Kecamatan Batu Ampar : Kecamatan Batu Ampar : Teluk Bengkolam : Teluk Bengkolam

PT. Bina Ovivipari Semesta adalah suatu perusahaan dengan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHKHA) yang memiliki luas areal 10.100 ha.

4.2 Kondisi Fisik 4.2.1 Iklim Wilayah kecamatan Batu Ampar dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim penghujan (terjadi pada bulan Agustus-Februari) dan musim kemarau (terjadi pada bulan Maret-Juli). Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, wilayah kecamatan Batu Ampar termasuk dalam tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.887 mm/tahun dan jumlah hari hujan yaitu selama 132 hari. Pada musim kemarau dengan curah hujan rata-rata perbulan sekitar 126 mm, sedangkan pada musim penghujan dengan curah hujan rata-rata perbulan sekitar 465 mm. 4.2.2 Tanah dan Hidrologi Terdapat lima jenis tanah di wilayah kecamatan Batu Ampar, yaitu tanah aluvial regosol, organosol, podsolik merah kuning, podsol, dan latosol. Kondisi umum perairan di wilayah kecamatan Batu Ampar termasuk ke dalam DAS Kapuas, DAS Mendawah dengan wilayah Sub DAS Keluang, DAS Lida, DAS Jenu, DAS Sapar, DAS Kelabau, DAS Bunbun, DAS Kemuning, dan sungai Limau.

23

Perairan wilayah Batu Ampar merupakan perairan dari payau sampai dengan asin. Kawasan mangrove di wilayah ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut tunggal harian. Pasang surut yang terjadi merupakan pasang surut tunggal dimana dalam waktu satu hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Rata-rata permukaan air setinggi 0,9 m. Pasang tertinggi mencapai 1,7 m dengan rata-rata tinggi pasang setinggi 1,45 m. Surut terendah mencapai ketinggian 0,2 m dengan rata-rata surut mencapai 0,39 m.

4.3 Kondisi Biologi 4.3.1 Flora Wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta memiliki enam tipe zonasi ekosistem mangrove, yaitu: (1) zona Avicennia, (2) zona Sonneratia, (3) zona Rhizophora dan Bruguiera, (4) zona Rhizophora dan Nipah, (5) zona Nipah, dan (6) zona Pandan dan Nibung. Terdapat berbagai jenis mangrove di wilayah PT Bina Ovivipari Semesta diantaranya yaitu Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Nypa fructicans, Acrostichum sp, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum, Xylocarpus moluccensis, dan Kandelia candel. Tipe ekosistem mangrove di wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta termasuk dalam tipe ekosistem mangrove delta. Hal ini merupakan tipe ekosistem yang tidak terlalu rawan dari bahaya abrasi namun sangat rentan terhadap sedimentasi. 4.3.2 Fauna Jenis satwaliar yang terdapat di wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Jenis mamalia yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), bekantan (Nasalis larvatus), pesut (Orcaela brevirostris), babi hutan (Sus scrofa), rusa (Cervus unicolor), kelelawar, dan lainlain. Untuk jenis burung merupakan burung endemik di Kalimantan yaitu brecet kalimantan (Ptilocichla leucogrammica). Jenis reptilia yang dapat dijumpai antara lain ular bakau (Boiga dendropylla), buaya muara (Crocodylus porosus), dan biawak (Varanus salvator).

24

4.4 Pemanfaatan Hasil Hutan PT. Bina Ovivipari Semesta 4.4.1 Perencanaan Wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta dengan luas areal kerja 10.100 ha, areal efektif untuk produksi seluas 5.642 ha (57%), sedangkan sisanya seluas 4.458 ha (43%) diperuntukkan sebagai kawasan lindung, kawasan non produksi, dan areal non hutan. Penataan batas areal kerja menggunakan batas alam seperti sungai dan alur pasang surut. Kegiatan inventarisasi tegakan dilakukan sebelum penebangan dengan systematic streep sampling dan intensitas sampling 5%. Pembukaan wilayah hutan dilakukan hanya untuk penyaradan berupa jalan kayu/ongkak, sementara untuk angkutan menggunakan sungai dan alur pasang surut yang terdapat pada areal kerja. 4.4.2 Penebangan Penebangan dimulai dengan menumbangkan pohon, pembagian batang, pengulitan, penyaradan dengan menggunakan kayu/ongkak dan mengumpulkan di TPn. Penyaradan dilakukan secara manual (tidak menggunakan alat berat, seperti: dozer), sehingga tidak terjadi penurunan permukaan tanah. Secara keseluruhan kegiatan penyaradan dilaksanakan dengan menggunakan tenaga manusia. 4.4.3 Pembinaan Hutan Pembinaan hutan dilakukan dengan beberapa kegiatan. Kegiatan inventarisasi tegakan tinggal dilakukan dua tahun setelah penebangan. Permudaan alam menutupi seluruh areal bekas tebangan (sekitar 80-90 %). Kegiatan pembebasan tahap pertama dilakukan untuk membersihkan areal dari jenis pakispakisan (Acrostichum aureum), dengan menebasnya sampai ke pangkal akar. Kegiatan pengadaan bibit dilakukan sesuai dengan jenis yang ditebang yaitu Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza. Kegiatan pengayaan atau rehabilitasi diperioritaskan pada areal bekas tebangan yang kurang mempunyai permudaan alam, seperti: bekas jalan sarad, bekas tebangan, dan lokasi yang masih kosong. Jarak tanam yaitu 2 m x 2 m, dengan jenis endemik, seperti: Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza tergantung dengan zonasinya. Kegiatan pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman dengan jenis yang sama dengan yang ditanam dan terhadap tanaman pengganggu yang tumbuh kembali dilakukan penebasan ulang sampai tidak mampu lagi bersaing dengan

25

tanaman pokok. Kegiatan penjarangan dilakukan dengan dua tahap. Hal ini dilakukan agar pohon lebih cepat tumbuh karena berkurangnya persaingan. 4.4.4 Pengolahan Kayu Sortimen hasil hutan kayu yang dihasilkan adalah kayu bulat kecil dengan jenis bakau-bakauan. Sebesar 80 % dari hasil hutan kayu tersebut digunakan untuk memasok industri chip PT. Bina Silva Nusa dan sisanya sebesar 20 % dimanfaatkan untuk bahan baku industri arang sendiri. Sejak dikeluarkannya IUPHHK-HA kepada PT. Bina Ovivipari Semesta pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2008 telah dilakukan kegiatan pemanfaatan dengan produksi sebanyak 140.932 m3. 4.4.5 Tanggung Jawab Lingkungan dan Sosial Berdasarkan tipologi dalam pengelolaan hutan alam produksi lestari. Pemanfaatan hutan mangrove pada wilayah PT. Bina Ovivipari Semesta dapat digolongkan dalam aman fisik (terlindung dari ombak dan arus air laut), aman biologi (tidak terjadi subsidence pada permukaan tanah karena

pemanfaatandilakukan secara manual), aman sosial (obyek pemanfaatan berbeda dengan obyek mata pencaharian masyarakat), dan aman produksi (areal bekas tebangan dapat mengalami recovery dengan baik dan dapat ditebang lagi pada daur berikutnya). Tanggung jawab sosial merupakan kegiatan yang juga menjadi fokus perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan wilayah di sekitar perusahaan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: pembangunan sekolah dan musholla, pembangunan hutan masyarakat, pembangunan demplot sayur-sayuran, rehabilitasi parit warga sebagai prasarana lalu lintas, pembagian paket lebaran, membuka lapangan pekerjaan bagi warga desa, dan pembangunan tempat penampungan air bersih.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Deskripsi Data Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan persamaan allometrik biomassa Rhizophora apiculata dipilih berdasarkan keterwakilan umur pohon. Penyusunan persamaan diperoleh dari 45 pohon contoh yang dikelompokkan berdasarkan umur pohon tiga tahun, enam tahun, dan sembilan tahun. Pada setiap umur pohon masing-masing diambil secara merata jumlahnya sebanyak 15 pohon contoh.

(a)

(b)

(c)

Gambar 5 Pohon Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman. Ket: (a) Umur 3 tahun; (b) Umur 6 tahun; (c) Umur 9 tahun. 5.2 Hasil Pengolahan Data Contoh Uji 5.2.1 Kadar Air Kadar air merupakan persen berat kayu bebas air yang nilainya menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam bagian pohon yang dimaksud. Penentuan biomassa pohon dilakukan dengan penimbangan langsung untuk diketahui nilai kadar airnya dan selanjutnya dihitung berat kering (biomassa) berdasarkan kadar airnya. Perhitungan kadar air dilakukan pada 15 pohon contoh. Pada setiap umur pohon contoh diambil lima pohon contoh yang mewakili umur pohon tersebut. Perhitungan kadar air ini menghasilkan nilai kadar

27

air rata-rata yang digunakan untuk menduga biomassa pohon lainnya. Hasil perhitungan kadar air setiap bagian pohon dapat diamati pada Tabel 3. Tabel 3 Kadar air Rhizophora apiculata pada 15 contoh berdasarkan umur pohon
Umur Pohon Diameter (cm) 3 2,8 3 Tahun 3 2,8 3,1 Rata-rata 6,1 5,7 6 Tahun 6,2 5,5 5,6 Rata-rata 8,21 8,23 9 Tahun 8,14 8,31 8,74 Rata-rata Rata-rata Keseluruhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Ulangan Daun 1 2 3 4 5 259,28 263,63 258,85 259,71 265,85 261,47 261,88 274,53 238,6 258,42 244,432 255,57 223,27 124,383 178,03 160,19 118,82 160,94 225,99 Ranting 153,62 155,10 165,39 154,1 148,95 155,44 155,97 145,7 147,32 153,17 159,52 152,34 151,47 137,34 101,61 92,31 119,94 120,53 142,77 Kadar Air (%) Cabang 152,76 148,23 149,11 152,27 144,85 149,44 141,63 141,77 143,06 141,94 138,27 141,33 106,85 91,10 91,36 94,92 96,6 96,17 128,98 Batang 104,14 119,22 117,46 108,98 126,12 115,18 110,89 102,87 109,82 108,58 109,57 108,35 67,75 61,34 57,26 65,97 57,49 61,96 95,16 Akar Tunjang 148,05 154,71 143,90 163,90 153,17 152,75 138,40 138,94 139,79 136,75 139,63 138,70 78,15 68,08 59,69 62,74 56,99 65,13 118,86

Berdasarkan Tabel 3 dapat diamati bahwa dari rata-rata kadar air dari seluruh umur pohon, bagian daun merupakan bagian yang memiliki kadar air ratarata keseluruhan tertinggi sebesar 225,99 %, sedangkan bagian batang merupakan bagian yang memiliki kadar air rata-rata keseluruhan terendah sebesar 95,16 %. Daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral (Amira 2008). Daun memiliki jumlah stomata yang lebih banyak daripada lentisel yang terdapat pada batang, sehingga menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun dan rongga yang ada pada daun akan banyak terisi air (Hilmi 2003). Batang memiliki kadar air yang rendah karena pada bagian batang kandungan penyusun kayunya lebih tinggi dibandingkan dengan bagian yang lain.

28

Berdasarkan Tabel 3 dapat pula diamati terdapat kecenderungan nilai kadar air pada semua bagian pohon menurun seiring dengan pertambahan umur pohon. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya kandungan kayu seiring dengan pertambahan umur pohon. Pada umur pohon yang lebih muda memiliki rongga sel yang lebih besar sehingga akan lebih banyak terisi oleh air. Seiring dengan pertambahan umur, maka pohon akan semakin tumbuh dewasa. Pada pohon yang lebih dewasa memiliki rongga sel yang lebih kecil sehingga akan semakin sedikit pula air yang dapat mengisi rongga sel tersebut. 5.2.2 Berat Jenis Berat jenis kayu merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menentukan besarnya biomassa. Perhitungan berat jenis kayu menggunakan contoh yang sama seperti pada perhitungan kadar air. Namun pada perhitungan berat jenis kayu ini hanya digunakan contoh pada bagian batang saja. Tabel 4 Berat jenis kayu Rhizophora apiculata pada 15 contoh berdasarkan umur pohon
Umur Pohon Diameter (cm) 3 2,8 3 Tahun 3 2,8 3,1 Rata-rata 6,1 5,7 6 Tahun 6,2 5,5 5,6 Rata-rata 8,21 8,23 9 Tahun 8,14 8,31 8,74 Rata-rata Rata-rata Keseluruhan 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 Ulangan 1 2 3 4 5 Berat Jenis (g/cm3) 0,81 0,82 0,81 0,82 0,84 0,82 0,89 0,85 0,86 0,85 0,85 0,86 0,93 0,91 0,91 0,91 0,94 0,92 0,87

Hasil perhitungan berat jenis kayu pada umur pohon yang berbeda-beda menunjukkan variasi nilai berat jenis yang cukup nyata. Berat jenis kayu rata-rata

29

secara keseluruhan sebesar 0,87 g/cm3. Berat jenis kayu rata-rata pada pohon umur tiga tahun, enam tahun, dan sembilan tahun secara berurutan yaitu sebesar 0,82 g/cm3, 0,86 g/cm3, dan 0,92 g/cm3. Nilai berat jenis ini menunjukkan kecenderungan yang terus semakin meningkat seiring dengan pertambahan umur pohon. Hal ini disebabkan karena semakin dewasa umur pohon, diduga akan memiliki zat-zat penyusun kayu dalam jumlah dan ukuran yang lebih besar pula. Nilai berat jenis kayu Rhizophora apiculata tergolong ke dalam nilai berat jenis yang tinggi. Menurut Martawijaya dan Kartasujana (1977), nilai berat jenis Rhizophora apiculata sebesar 1,05 g/cm3 (0,93 g/cm3 1,12 g/cm3), dan menurut Seng OD (1990) berkisar antara 0,91 g/cm3 - 1,16 g/cm3. Nilai berat jenis menurut Hilmi (2003) berkisar antara 0,81 g/cm3 0,95 g/cm3, dan menurut Amira (2008) sebesar 1,09 g/cm3 (0,82 g/cm3 1,29 g/cm3). 5.2.3 Biomassa Pohon Contoh Biomassa adalah total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997). Dalam siklus hidupnya pohon akan mengalami pertumbuhan sehingga berpengaruh terhadap berat basah yang dimiliki pohon tersebut. Pola pertumbuhan Rhizophora apiculata berdasarkan berat basah rata-rata pada setiap umur yang dimiliki oleh pohon contoh menunjukkan peningkatan seiring dengan pertambahan umur pohon. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Berat basah rata-rata bagian pohon tiap umur pohon.

30

Nilai biomassa rata-rata pohon contoh disajikan pada Tabel 5. Nilai biomassa ini merupakan nilai biomassa aktual yang besarnya diperoleh dari hasil konversi penimbangan langsung melalui data kadar air. Hasil perhitungan biomassa dari 45 pohon contoh tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan biomassa yang berbeda antara bagian-bagian pohon. Tabel 5 Biomassa rata-rata Rhizophora apiculata berdasarkan umur pohon
Umur Pohon Daun 3 Tahun 6 Tahun 9 Tahun 0,16 0,57 1,66 Ranting 0,09 0,28 1,2 Biomassa rata-rata (kg/ind) Cabang 0,2 0,75 2,32 Batang 0,25 2,13 22,34 Akar Tunjang 0,26 2,1 11,59 Total 0,96 5,83 39,11

Berdasarkan Tabel 5 dapat diamati jumlah biomassa pada pohon umur tiga, enam, dan sembilan tahun secara berurutan yaitu sebesar 0,96 kg/ind; 5,38 kg/ind; dan 39,11 kg/ind. Hal ini menunjukkan kecenderungan semakin meningkatnya nilai biomassa bagian pohon seiring dengan pertambahan umur pohon. Karena ketika umur pohon semakin besar maka akan diikuti dengan semakin banyak jumlah dan besarnya ukuran daun, ranting, cabang, batang, dan akar tunjang pohon tersebut.

Gambar 7 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur tiga tahun. Proporsi nilai biomassa setiap bagian pohon berbeda-beda. Pada Gambar 7 menunjukkan besarnya rata-rata persentase nilai biomassa pada setiap bagian pohon pada pohon umur tiga tahun. Berdasarkan Gambar 7 dapat diamati rata-rata

31

persentase nilai biomassa pada bagian daun 17 %, ranting 10 %, cabang 21 %, batang 25 %, dan akar tunjang 27 %. Kondisi persentase biomassa pada setiap bagian pohon dalam satu pohon ini terlihat menyebar merata. Persentase bagian akar tunjang terhitung paling tinggi kandungan biomassanya. Hal ini menandakan bahwa pertumbuhan batang pohon pada umur pohon tiga tahun itu masih lambat. Hal ini karena diduga pohon masih mengalami proses adaptasi terhadap tempat tumbuhnya. Pada umur pohon tiga tahun belum memiliki sistem perakaran yang kuat. Oleh karena itu perkembangan akar lebih mendominasi daripada perkembangan bagian pohon lainnya agar pohon tidak mudah tumbang karena pengaruh pasang surut dan juga karena kondisi tempat tumbuh yang lembek dan berlumpur.

Gambar 8 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur enam tahun. Pada umur pohon enam tahun rata-rata persentase nilai biomassa pada bagian daun 10 %, ranting 4 %, cabang 13 %, batang 37 %, akar tunjang 36 %. Pada umur pohon enam tahun dapat dikatakan telah memiliki sistem perakaran yang cukup kuat. Pertumbuhan pohon tidak lagi terlalu fokus pada bagian akar tunjang. Pertumbuhan umur pohon enam tahun berkembang lebih cepat daripada pertumbuhan umur pohon tiga tahun. Kondisi pohon semakin besar ukuran diameter dan tinggi batang pohonnya, serta dapat dilihat pula dengan persentase biomassa batang lebih besar daripada persentase biomassa bagian pohon lainnya.

32

Gambar 9 Biomassa rata-rata bagian pohon pada pohon umur sembilan tahun. Pada umur pohon sembilan tahun rata-rata persentase nilai biomassa pada bagian daun 4 %, ranting 3 %, cabang 6 %, batang 57 %, dan akar tunjang 30 %. Pada umur pohon sembilan tahun pertumbuhannya berkembang lebih cepat lagi daripada pertumbuhan pada umur pohon tiga dan enam tahun. Hal ini dapat dilihat dengan persentase biomassa batang pohon yang jauh lebih tinggi daripada bagian lainnya. Proporsi kandungan biomassa pada bagian batang merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bagian pohon lainnya dalam setiap umur pohon. Kandungan biomassa pada batang berkaitan erat dengan hasil produksi pohon yang didapat melalui proses fotosintesis yang umumnya disimpan pada bagian batang. Hasil produksi pohon dari proses fotosintesis tersebut berupa kandungan selulosa dan zat-zat kimia penyusun kayu yang lainnya. Laju pertumbuhan pohon yang tinggi akan memacu terhadap produksi pohon menjadi semakin tinggi pula. Tingginya suatu pertumbuhan pohon ditandai dengan ukuran diameter dan tinggi pohon yang semakin besar. Pada ukuran diameter dan tinggi pohon yang semakin besar maka akan menyimpan kandungan biomassa yang semakin besar. 5.2.4 Hubungan Antar Peubah Dimensi Pohon Rhizophora apiculata dengan Biomassa Hubungan keeratan antar peubah dimensi pohon (diameter, tinggi, dan tinggi bebas cabang) dengan peubah biomassa (biomassa daun, cabang, ranting,

33

batang, akar tunjang, dan total) dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi antar peubah. Tabel 6 Hubungan antar peubah penyusun persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata

Peubah D Hbc H Bdaun Branting Bcabang Bbatang Bakar tunjang Hbc 0,865 H 0,927 0,989 Bdaun 0,955 0,919 0,959 Branting 0,928 0,98 0,994 0,969 Bcabang 0,979 0,946 0,982 0,97 0,98 Bbatang 0,905 0,994 0,997 0,944 0,989 0,969 Bakar tunjang 0,933 0,973 0,991 0,978 0,991 0,977 0,986 Btotal 0,924 0,988 0,999 0,963 0,994 0,979 0,998 0,995 Ket = D: diameter; H: tinggi total; Hbc: tinggi bebas cabang; Bdaun: biomassa daun; Branting: biomassa ranting; Bcabang: biomassa cabang; Bbatang: biomassa batang; Bakar tunjang: bomassa akar tunjang; Btotal: biomassa total.

Berdasarkan Tabel 6 hubungan antar peubah dimensi pohon dengan peubah biomassa menunjukkan korelasi yang positif. Korelasi tertinggi yaitu sebesar 0,999 yang merupakan korelasi antara peubah tinggi total dengan biomassa total. Korelasi terendah yaitu sebesar 0,865 yang terdapat pada korelasi antara peubah diameter dengan peubah tinggi bebas cabang. Korelasi positif ini dapat diartikan bahwa dengan meningkatnya dimensi pohon akan diikuti dengan peningkatan bobot kering (biomassa) setiap bagian pohon tersebut. Korelasi positif pun dapat diartikan bahwa semakin besar nilai biomassa suatu bagian pohon maka akan diikuti pula dengan penambahan biomassa bagian pohon lainnya. Hal ini karena korelasi positif berkaitan dengan hasil fotosintesis yang disimpan oleh tumbuhan sebagai cadangan makanan dan juga digunakan untuk pertumbuhannya yaitu pertambahan ukuran diameter dan tinggi total pohon.

5.3 Persamaan Allometrik Biomassa Pohon Pendugaan biomassa yang telah dilakukan dengan pendekatan langsung selanjutnya akan disusun menjadi suatu persamaan allometrik. Persamaan allometrik adalah suatu fungsi atau persamaan matematika yang menunjukkan hubungan antara bagian tertentu dari makhluk hidup tersebut dan persamaan tersebut digunakan untuk menduga parameter tertentu dengan menggunakan

34

parameter lainnya yang lebih mudah diukur (Sutaryo 2009). Pada penelitian ini dilakukan pendugaan biomassa atas permukaan yang akan disusun menjadi suatu persamaan allometrik. Biomassa atas permukaan yang dimaksud meliputi biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, biomassa batang, biomassa akar tunjang, dan biomassa total. Dalam menentukan persamaan yang paling baik untuk menduga biomassa pohon, perlu dilakukan uji coba terhadap persamaan regresi linier maupun non linier baik dengan satu maupun dua peubah bebas. 5.3.1 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Daun Penentuan persamaan allometrik penduga biomassa daun dilakukan dengan pengujian nilai statistik menggunakan lima model persamaan regresi linier maupun non linier dengan satu maupun dua peubah bebas. Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa daun dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Persamaan allometrik penduga biomassa daun
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,513 + 0,211 D B = 0,0204174 D B = 0,020893 D
1,95 1,91

s 0,15 0,06
0,0256 2

R2 (%) 91,1 97,1 97,2 90,8 97,2

R2 adj (%) 90,9 97,1 97 90,6 97

Fhit 441,8 1464,52 716,54 425,13 722,23

0,06 0,16 0,06

B = 0,292 + 0,00161 D H B = 0,0177828 D


2,02

Hbc

-0,0148

Untuk memilih persamaan allometrik yang terbaik berdasarkan nilai statistik, maka dilakukan pengurutan performansi untuk setiap persamaan berdasarkan persamaan yang memiliki nilai simpangan baku (s) terkecil dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adj) terbesar. Hasil pengurutan performansi terhadap kriteria nilai tersebut dapat diamati pada Tabel 8. Tabel 8 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa daun
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,513 + 0,211 D B = 0,0204174 D1,95 B = 0,020893 D1,91 H0,0256 B = 0,292 + 0.00161 D2H B = 0,0177828 D2,02 Hbc-0,0148 s 2 1 1 3 1 R2 adj 3 1 2 4 2 Jumlah 5 2 3 7 3

Berdasarkan Tabel 8, maka persamaan B = 0,0204174 D1,95 memiliki urutan performansi yang paling baik dengan s terkecil yaitu 0,06 dan nilai R2 adj terbesar yaitu 97,1 %. Persamaan ini adalah persamaan dengan satu peubah bebas

35

berupa diameter. Dalam memperoleh persamaan penduga yang terbaik selain dengan perhitungan nilai statistik, dilakukan juga uji validasi pada masing-masing persamaan. Hasil uji validasi dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa daun
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,513 + 0,211 D B = 0,0204174 D1,95 B = 0,020893 D1,91 H0,0256 B = 0,292 + 0.00161 D2H B = 0,0177828 D2,02 Hbc-0,0148 MAE (kg) 0,113 0,047 0,047 0,133 0,047

Berdasarkan Tabel 9, terdapat tiga persamaan yang memiliki selisih terkecil antara biomassa aktual dengan biomassa dugaan yaitu sebesar 0,47 kg. Persamaan-persamaan tersebut yaitu B = 0,0204174 D1,95, B = 0,020893 D1,91 H0,0256, dan B = 0,0177828 D2,02 Hbc-0,0148. Pemilihan persamaan allometrik terbaik selain dengan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, maka perlu juga pertimbangan mengenai kepraktisan dan kemudahan dalam mengukur peubah bebas persamaan di lapangan. Persamaan dengan menggunakan satu peubah bebas saja dapat mengurangi tingkat kesulitan dalam memperoleh dan menghitung data. Selain itu dapat menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka persamaan B = 0,0204174 D1,95 terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik penduga biomassa daun. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa daun ditunjukkan dari nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %. 5.3.2 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Ranting Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa ranting dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Persamaan allometrik penduga biomassa ranting
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0.559 + 0,181 D B = 0,0074131 D2,23 B = 0,0223872 D0,898 H0,891 B = 0,106 + 0,00148 D2H B = 0,0562341 D1,2 Hbc0,214 s 0,17 0,11 0,05 0,06 0,06 R2 (%) 86 94,2 98,7 98,5 98,3 R2 adj (%) 85,7 94 98,6 98,5 98,2 Fhit 264,99 694,26 1546 2833,55 1192,02

Untuk memilih persamaan allometrik terbaik berdasarkan perhitungan nilai statistik, maka dilakukan pengurutan performansi untuk setiap persamaan

36

berdasarkan persamaan yang memiliki nilai simpangan baku (s) terkecil dan nilai koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adj) terbesar. Hasil pengurutan terhadap kedua kriteria nilai dapat diamati pada Tabel 11. Tabel 11 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa ranting
No 1 2 4 5 6 Persamaan B = -0.559 + 0,181 D B = 0,0074131 D2,23 B = 0,0223872 D0,898 H0,891 B = 0,106 + 0,00148 D2H B = 0,0562341 D1,2 Hbc0,214 s 4 3 1 2 2 R2 adj 5 4 1 2 3 Jumlah 9 7 2 4 5

Berdasarkan Tabel 11, persamaan B = 0,0223872 D0,898 H0,891 memiliki urutan performansi yang paling baik dengan nilai s terkecil yaitu 0,05 dan nilai R 2 adj terbesar yaitu 98,6 %. Selanjutnya dilakukan uji validasi pada masing-masing persamaan. Hasil uji validasi dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa ranting
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0.559 + 0,181 D B = 0,0074131 D2,23 B = 0,0223872 D0,898 H0,891 B = 0,106 + 0,00148 D2H B = 0,0562341 D1,2 Hbc0,214 MAE (kg) 0,156 0,087 0,038 0,043 0,047

Berdasarkan Tabel 12, persamaan yang memiliki nilai MAE terkecil yaitu persamaan B = 0,0223872 D0,898 H0,891 dengan nilai MAE sebesar 0,038 kg. Semakin kecilnya nilai MAE menandakan bahwa semakin tepat dalam menduga keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, persamaan B = 0,0223872 D0,898 H0,891 terpilih sebagai persamaan yang terbaik. Namun jika dilihat pada Tabel 10, persamaan B = 0,0223872 D0,898 H0,891 hanya akan meningkatkan R2 adj sebesar 4,6 % jika dibandingkan dengan persamaan B = 0,0074131 D2,23. Hal ini mengartikan bahwa penambahan satu peubah bebas berupa tinggi hanya mampu meningkatkan ketelitian sebesar 4,6 % biomassa ranting dibandingkan persamaan yang hanya menggunakan satu peubah bebas berupa diameter. Pertimbangan mengenai kepraktisan dan kemudahan dalam mengukur peubah bebas persamaan di lapangan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini

37

berpengaruh terhadap ketidaktepatan data yang diukur. Dengan menggunakan lebih dari satu peubah bebas maka dapat memperbesar peluang kesalahan data yang dikumpulkan karena kondisi lapangan yang cukup sulit dalam mengukur peubah bebas. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, persamaan yang terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik penduga biomassa ranting yaitu persamaan B = 0,0074131 D2,23. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa ranting ditunjukkan dari nilai Fhitung yang lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %. 5.3.3 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Cabang Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa cabang dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Persamaan allometrik penduga biomassa cabang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,861 + 0,322 D B = 0,0213796 D2,1 B = 0,0263027 D1,82 H0,184 B = 0,368 + 0,00243 D2H B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 s 0,16 0,03 0,02 0,18 0,02 R2 (%) 95,8 99,6 99,8 94,4 99,8 R2 adj (%) 95,7 99,5 99,8 94,2 99,8 Fhit 979,86 9523,71 9521,95 721,24 9654,11

Selanjutnya dilakukan pengurutan performansi terhadap kriteria nilai s dan nilai R2 adj. Hal ini dapat diamati pada Tabel 14. Tabel 14 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa cabang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,861 + 0,322 D B = 0,0213796 D2,1 B = 0,0263027 D1,82 H0,184 B = 0,368 + 0,00243 D2H B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 s 3 2 1 4 1 R2 adj 3 2 1 4 1 Jumlah 6 4 2 8 2

Berdasarkan Tabel 14, persamaan yang memiliki urutan performansi paling baik yaitu persamaan B = 0,0263027 D1,82 H0,184 dan persamaan B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 dengan nilai s terkecil yaitu 0.02 dan R2 adj terbesar yaitu 99,8 %. Selanjutnya dilakukan uji validasi untuk masing-masing persamaan penduga tersebut. Hasil uji validasi dapat dilihat pada Tabel 15.

38

Tabel 15 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa cabang


No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -0,861 + 0,322 D B = 0,0213796 D2,1 B = 0,0263027 D1,82 H0,184 B = 0,368 + 0,00243 D2H B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 MAE (kg) 0,138 0,022 0,014 0,17 0,014

Berdasarkan Tabel 15, persamaan B = 0,0263027 D1,82 H0,184 dan persamaan B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 memiliki nilai MAE terkecil yaitu sebesar 0,014 kg. Nilai MAE pada semua persamaan memiliki nilai yang tidak berbeda jauh. Seperti pada persamaan B = 0,0213796 D2,1 menempati urutan kedua nilai MAE terkecil yaitu sebesar 0,022 kg. Berdasarkan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, persamaan B = 0,0263027 D1,82 H0,184 dan persamaan B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 terpilih sebagai persamaan yang terbaik. Namun jika dilihat pada Tabel 13, persamaan B = 0,0263027 D1,82 H0,184 dan persamaan B = 0,0331131 D1,87 Hbc0,0465 hanya akan meningkatkan R2 adj sebesar 0,3 % jika dibandingkan dengan persamaan B = 0,0213796 D2,1. Hal ini mengartikan bahwa penambahan satu peubah bebas berupa tinggi hanya mampu meningkatkan ketelitian sebesar 0,3 % biomassa cabang dibandingkan persamaan yang hanya menggunakan satu peubah bebas berupa diameter. Terdapat pertimbangan lain dalam menentukan persamaan allometrik biomassa terbaik yaitu faktor kepraktisan dan kemudahan dalam memperoleh data peubah bebas persamaan di lapangan. Persamaan dengan menggunakan satu peubah bebas saja dapat mengurangi tingkat kesulitan dalam memperoleh dan menghitung data. Selain itu dapat menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut maka persamaan yang terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik penduga biomassa cabang yaitu persamaan B = 0,0213796 D2,1. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa cabang ditunjukkan dari nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %.

39

5.3.4 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Batang Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa batang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Persamaan allometrik penduga biomassa batang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -12,3 + 3,35 D B = 0,0027542 D4,01 B = 0,0085114 D2,62 H0,926 B = -0,292 + 0,0281 D2H B = 0,0245471 D2,89 Hbc0,232 s 3,66 0,11 0,04 0,43 0,04 R2 (%) 81,8 98,2 99,7 99,8 99,7 R2 adj (%) 81,4 98,1 99,7 99,7 99,7 Fhit 193,81 2295,43 7895,56 17488,76 7502,24

Selanjutnya dilakukan pengurutan performansi dan hasil pengurutan terhadap nilai s dan nilai R2 adj. Hal ini dapat diamati pada Tabel 17. Tabel 17 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa batang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -12,3 + 3,35 D B = 0,0027542 D B = 0,0085114 D2,62 H0,926 B = -0,292 + 0,0281 D2H B = 0,0245471 D2,89 Hbc0,232
4,01

s 4 2 1 3 1

R2 adj 3 2 1 1 1

Jumlah 7 4 2 4 2

Berdasarkan Tabel 17, terdapat dua persamaan yang memiliki urutan performansi paling baik yaitu persamaan B = 0,0085114 D2,62 H0,926 dan persamaan B = 0,0245471 D2,89 Hbc0,232 dengan nilai s terkecil yaitu 0,04 dan nilai R2 adj terbesar yaitu 99,7 %. Tabel 18 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa batang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -12,3 + 3,35 D B = 0,0027542 D4,01 B = 0,0085114 D2,62 H0,926 B = -0,292 + 0,0281 D2H B = 0,0245471 D2,89 Hbc0,232 MAE (kg) 3,266 0,093 0,028 0,259 0,032

Selanjutnya dilakukan uji validasi untuk masing-masing persamaan penduga tersebut. Berdasarkan Tabel 18, persamaan B = 0,0085114 D2,62 H0,926 memiliki nilai MAE terkecil yaitu sebesar 0,028 kg. Berdasarkan perhitungan nilai statistik dan uji validasi yang terbaik, persamaan B = 0,0085114 D2,62 H0,926 terpilih sebagai persamaan yang terbaik. Namun jika dilihat pada Tabel 17, persamaan B = 0,0085114 D2,62 H0,926 hanya

40

akan meningkatkan R2 adj sebesar 1,6 % jika dibandingkan dengan persamaan B = 0,0027542 D4,01. Hal ini mengartikan bahwa penambahan satu peubah bebas berupa tinggi hanya mampu meningkatkan ketelitian sebesar 1,6 % biomassa batang dibandingkan persamaan yang hanya menggunakan satu peubah bebas berupa diameter. Pemilihan persamaan allometrik terbaik selain dengan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, maka perlu juga pertimbangan mengenai kepraktisan dan kemudahan dalam mengukur peubah bebas persamaan di lapangan. Persamaan dengan menggunakan satu peubah bebas saja dapat mengurangi tingkat kesulitan dalam memperoleh dan menghitung data. Selain itu dapat menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, maka persamaan yang terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik penduga biomassa batang yaitu persamaan B = 0,0027542 D4,01. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa batang ditunjukkan dari nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %. 5.3.5 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Akar Tunjang Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -5,21 + 1,55 D B = 0,0079433 D3,25 B = 0,0089125 D3,09 H0,108 B = 0,51 + 0,0126 D2H B = 0,0085114 D3,21 Hbc0,009 s 1,4 0,04 0,04 0,52 0,04 R2 (%) 87 99,6 99,6 98,2 99,6 R2 adj (%) 86,7 99,5 99,6 98,1 99,5 Fhit 287,12 9708,26 5126,63 2316,07 4780,39

Selanjutnya dilakukan pengurutan performansi dan hasil pengurutan terhadap kriteria nilai s dan nilai R2 adj dan dapat diamati pada Tabel 20. Tabel 20
No 1 2 3 4 5

Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang


s 3 1 1 2 1
3,25

Persamaan B = -5,21 + 1,55 D B = 0,0079433 D B = 0,0089125 D3,09 H0,108 B = 0,51 + 0,0126 D2H B = 0,0085114 D3,21 Hbc0,009

R2 adj 4 2 1 3 2

Jumlah 7 3 2 5 3

41

Berdasarkan Tabel 20, persamaan B = 0,0089125 D3,09 H0,108 memiliki urutan performansi yang paling baik dengan nilai s terkecil yaitu sebesar 0,04 dan nilai R2 adj terbesar yaitu 99,62 %. Selanjutnya dilakukan uji validasi untuk masing-masing persamaan penduga tersebut. Hasil uji validasi dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -5,21 + 1,55 D B = 0,0079433 D3,25 B = 0,0089125 D3,09 H0,108 B = 0,51 + 0,0126 D2H B = 0,0085114 D3,21 Hbc0,009 MAE (kg) 1,255 0,031 0,029 0,475 0,031

Berdasarkan Tabel 21, persamaan B = 0,0089125 D3,09 H0,108 memiliki nilai MAE terkecil yaitu sebesar 0,031 kg. Semakin kecilnya nilai MAE menandakan bahwa semakin tepat dalam menduga keadaan yang sebenarnya. Berdasarkan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, persamaan B = 0,0089125 D3,09 H0,108 terpilih sebagai persamaan yang paling baik. Namun persamaan tersebut tidak praktis digunakan jika dibandingkan dengan persamaan yang menggunakan satu peubah bebas saja. Dapat dilihat pada Tabel 19, persamaan B = 0,0089125 D3,09 H0,108 hanya akan meningkatkan R2 adj sebesar 0,1 % jika dibandingkan dengan persamaan B = 0,0079433 D 3,25. Hal ini mengartikan bahwa penambahan satu peubah bebas berupa tinggi hanya mampu meningkatkan ketelitian sebesar 0,1 % biomassa akar tunjang dibandingkan persamaan yang hanya menggunakan satu peubah bebas berupa diameter. Persamaan B = 0,0079433 D3,25 terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik penduga biomassa akar tunjang. Hal ini karena persamaan tersebut memiliki peluang kesalahan yang kecil dalam mengukur peubah bebas dilapangan. Persamaan dengan menggunakan satu peubah bebas akan lebih praktis dan mudah digunakan. Selain itu, persamaan B = 0,0079433 D3,25 juga memiliki nilai perhitungan statistik dan uji validasi yang baik. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa akar tunjang ditujukan dari nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %.

42

5.3.6 Persamaan Allometrik Penduga Biomassa Total Biomassa total pohon merupakan gabungan dari biomassa daun, biomassa ranting, biomassa cabang, biomassa batang, dan biomassa akar tunjang. Hasil perhitungan nilai statistik persamaan allometrik penduga biomassa total dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Persamaan allometrik penduga biomassa total
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -19,5 + 5,61 D B = 0,027542 D3,22 B = 0,06166 D2,24 H0,649 B = 0,984 + 0,0462 D2H B = 0,118577 D2,47 Hbc0,155 s 5,39 0,07 0,02 0,67 0,03 R2 (%) 85,4 98,7 99,9 99,8 99,8 R2 adj (%) 85 98,7 99,9 99,8 99,8 Fhit 251,02 3349,01 36069,02 19035,81 11746,17

Selanjutnya dilakukan pengurutan performansi dan hasil pengurutan terhadap kriteria nilai s dan nilai R2 adj. Hal ini dapat diamati pada Tabel 23. Tabel 23 Urutan performansi persamaan allometrik penduga biomassa total
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -19,5 + 5,61 D B = 0,027542 D3,22 B = 0,06166 D2,24 H0,649 B = 0,984 + 0,0462 D2H B = 0,118577 D2,47 Hbc0,155 s 6 3 1 4 2 R2 adj 4 3 1 2 2 Jumlah 10 6 2 6 4

Berdasarkan Tabel 23, persamaan B = 0,06166 D2,24 H0,649 memiliki urutan performansi yang paling baik dengan nilai s terkecil yaitu sebesar 0,02 dan nilai R2 adj terbesar yaitu sebesar 99,9 %. Tabel 24 Hasil uji validasi persamaan allometrik penduga biomassa total
No 1 2 3 4 5 Persamaan B = -19,5 + 5,61 D B = 0,027542 D3,22 B = 0,06166 D2,24 H0,649 B = 0,984 + 0,0462 D2H B = 0,118577 D2,47 Hbc0,155 MAE (kg) 4,894 0,06 0,011 0,618 0,022

Berdasarkan Tabel 24, persamaan B = 0,06166 D2,24 H0,649 memiliki nilai MAE terkecil yaitu sebesar 0,011 kg. Nilai MAE terbesar terdapat pada persamaan B = -19,5 + 5,61 D dengan nilai MAE sebesar 4,894 kg. Dengan menggunakan persamaan B = 0,06166 D2,24 H0,649 dengan dua peubah bebasnya hanya mampu meningkatkan ketelitian sebesar 1,2 % biomassa

43

total dibandingkan dengan menggunakan persamaan B = 0,027542 D3,22 dengan satu peubah bebas saja. Persamaan dengan menggunakan satu peubah bebas saja lebih mudah dan praktis digunakan. Selain itu dapat mengurangi tingkat kesulitan dalam mengukur dan menghitung data. Dapat pula dalam menghemat tenaga, waktu, dan biaya. Berdasarkan pertimbangan perhitungan nilai statistik dan uji validasi, serta pertimbangan mengenai kepraktisan dan kemudahan dalam mengukur peubah persamaan di lapangan, maka persamaan B = 0,027542 D3,22 terpilih sebagai persamaan allometrik terbaik dalam menduga biomassa total. Hubungan nyata antara peubah bebas diameter dan biomassa total ditujukan dari nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel pada selang kepercayaan 95 %.

5.4 Pengujian Sisaan Persamaan penduga biomassa yang telah terpilih akan lebih baik dan tepat dalam pendugaan biomassanya apabila persamaan-persamaan tersebut mampu memenuhi uji keaditifan persamaan dan kenormalan sisaan. Uji keaditifan

persamaan dilakukan dengan cara memplotkan antara nilai sisaan dengan nilai dugaan. Uji kenormalan persamaan dilakukan dengan cara memplotkan nilai sisaan terhadap nilai harapannya (normal probability plot). A
0 .1 0

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

0 .0 5

0 .0 0

Re s idua l

- 0 .0 5

- 0 .1 0

- 0 .1 5

- 0 .2 0 - 0 .7 5 - 0 .5 0 - 0 .2 5 Fit t e d V a lu e 0 .0 0

44

B
0 .1 5 0 .1 0 0 .0 5 0 .0 0 - 0 .0 5 - 0 .1 0 - 0 .1 5 - 0 .2 0 - 0 .2 5 - 1 .2

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

Re s idua l

- 1 .0

- 0 .8

- 0 .6 Fit t e d V a lu e

- 0 .4

- 0 .2

0 .0

C
0 .0 5 0

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

0 .0 2 5

Re s idua l

0 .0 0 0

- 0 .0 2 5

- 0 .0 5 0 - 0 .8 - 0 .6 - 0 .4 - 0 .2 Fit t e d V a lu e 0 .0 0 .2 0 .4

D
0 .2

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

0 .1

Re s idua l

0 .0

- 0 .1

- 0 .2 - 1 .0 - 0 .5 0 .0 Fit t e d V a lu e 0 .5 1 .0 1 .5

45

E
0 .1 0

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

0 .0 5

Re s idua l

0 .0 0

- 0 .0 5

- 0 .1 0

- 0 .5

0 .0 Fit t e d V a lu e

0 .5

1 .0

F
0 .1 0

R e s i d ua l s V e r s us the F i tte d V a l ue s
(r e s p o n s e is Lo g B)

0 .0 5

Re s idua l

0 .0 0

- 0 .0 5

- 0 .1 0

(f)
0 .0 0 0 .2 5 0 .5 0 0 .7 5 1 .0 0 1 .2 5 1 .5 0 Fit t e d V a lu e

Gambar 10 Uji keaditifan persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata. Ket: (a) Daun; (b) Ranting; (c) Cabang: (d) Batang; (e) Akar Tunjang; (f) Total. Pada Gambar 10 menjelaskan mengenai uji keaditifan persamaan allometrik penduga biomassa bagian-bagian pohon dan biomassa total untuk jenis Rhizophora apiculata. Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa hubungan antara nilai sisaan dengan nilai dugaan menyebar secara acak dan tidak membentuk pola. Hal ini menandakan bahwa persamaan-persamaan allometrik penduga biomassa tersebut memenuhi uji keaditifan persamaan.

46

A
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .2 0

- 0 .1 5

- 0 .1 0

- 0 .0 5

0 .0 0

0 .0 5

0 .1 0

0 .1 5

R e s id u a l

B
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .3

- 0 .2

- 0 .1

0 .0 R e s id u a l

0 .1

0 .2

0 .3

C
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .0 5 0

- 0 .0 2 5

0 .0 0 0 R e s id u a l

0 .0 2 5

0 .0 5 0

0 .0 7 5

47

D
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .3

- 0 .2

- 0 .1

0 .0 R e s id u a l

0 .1

0 .2

0 .3

E
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .1 0

- 0 .0 5

0 .0 0 R e s id u a l

0 .0 5

0 .1 0

F
99

N o r m a l P r o b a b i l i ty P l o t o f the R e s i d ua l s
(r e s p o n s e is Lo g B)

95 90 80 70

Pe rc e nt

60 50 40 30 20 10 5

- 0 .2

- 0 .1

0 .0 R e s id u a l

0 .1

0 .2

Gambar 11

Uji kenormalan sisaan persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata. Ket: (a) Daun; (b) Ranting; (c) Cabang: (d) Batang; (e) Akar Tunjang; (f) Total.

48

Pada Gambar 11 menjelaskan mengenai uji kenormalan sisaan persamaan allometrik penduga biomassa bagian-bagian pohon dan biomassa total untuk jenis Rhizophora apiculata. Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai sisaan menyebar mendekati garis normal atau membentuk garis lurus. Hal ini menandakan bahwa persamaan-persamaan allometrik penduga biomassa tersebut mampu memenuhi uji kenormalan sisaan.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan Persamaan allometrik penduga biomassa Rhizophora apiculata pada umur tanaman 3 hingga 9 tahun secara keseluruhan terpilih penyusun persamaan allometrik dengan menggunakan satu peubah bebas saja, yaitu peubah diameter pohon dalam satuan centimeter (cm). Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa daun yaitu: B = 0,0204174 D1,95. Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa ranting yaitu: B = 0,0074131 D2,23. Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa cabang yaitu: B = 0,0213796 D2,1. Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa batang yaitu: B = 0,0027542 D4,01. Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa akar tunjang yaitu: B = 0,0079433 D 3,25. Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa total yaitu: B = 0,027542 D 3,22.

6.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut hubungan antara potensi biomassa dengan salinitas dan substrat lingkungan tempat tumbuh mangrove.

DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho W. 2002. Model Pendugaan Biomassa Pohon Mahoni (Swietenia macrophylla King.) di Atas Permukaan Tanah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Amira S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis Rhizophora apiculata Bl. di Hutan Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bengen DG. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Brown S. 1997. Estimating Biomassa dan Biomassa Change for Tropical Forest, a Primer. Rome: FAO Forestry Paper 134, FAO. Hilmi E. 2003. Model Penduga Kandungan Karbon pada Pohon Kelompok Jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam Tegakan Hutan Mangrove Studi Kasus di Indragiri Hilir Riau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusmana C. 1996. An Estimation of Above and Below Ground Tree Biomass of a Mangrove Forest in East Kalimantan, Indonesia. Bogor: Bogor Agricultural University. MacDicken KG. 1997. A Guide to Monitoring Carbon Storage in Forestry and Agroforestry Projects. USA: Winrock International Institute for Agriculture Development. Martawijaya A, Kartasujana J. 1977. Ciri Umum, Sifat, dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Publikasi Khusus No 41 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Muhdin. 1999. Analisis Beberapa Rumus Penduga Volume Log: Studi Kasus pada Jenis Meranti (Shorea spp.) di Areal PT. Siak Raya Timber, Riau. J. Manajemen Hutan Tropika. Murdiyanto B. 2003. Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. [PT. BIOS] Perusahaan Bina Ovivipari Semesta. 2009. Company Profile PT. Bina Ovivipari Semesta Kalimantan Barat. Pontianak.

51

Rused ES. 2009. Nilai Ekonomi Kegiatan Rehabilitasi dalam Menghasilkan Air dan Menyerap Karbon di Blok S Cipendawa Megamendung, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Samingan MT. 1974. Rhizophoraceae. Bogor: Proyek Pengembangan Perguruan Tinggi, Institut Pertanian Bogor. Peningkatan

Santoso, N. 2000. Pola Pengawasan Ekosistem Mangrove. Di dalam: Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Pengawasan Ekosistem Laut Tahun 2000; Jakarta. Seng OD. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Soewarsono, penerjemah. Bogor: Departemen Kehutanan. Terjemahan dari: Specific Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use. Setyawan AD. 1998. Biodiversitas Ekosistem Mangrove di Jawa; Tinjauan Pesisir Utara dan Selatan Jawa Tengah. Surakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Biodiversitas Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Sebelas Maret Snowdon P et al. 2000. Synthesis of Allometrics, Review of Root Biomass ang Design of Future Woody Biomassa Sampling Strategies. National Carbon Accounting System Technical Report No 17. Soemarwoto O.1998. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Djambatan. Sutaryo D. 2009. Penghitungan Biomassa: Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Progame. Tomlinson PB. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge University Press. [YLPPM] Yayasan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove. 2000. Peta Administrasi Demosite Batu Ampar Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Bogor.

LAMPIRAN

53

Lampiran 1 Tabel berat kering Rhizophora apiculata


Pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 D (cm) 3 2,8 3 2,8 3,1 3,1 2,9 3 3,2 3,1 3 3 3,3 3 3,2 6,1 5,7 6,2 5,5 5,6 5,6 5,5 Hbc (m) 0,02 0,03 0,02 0,04 0,03 0,03 0,02 0,03 0,04 0,04 0,02 0,02 0,04 0,02 0,04 0,14 0,1 0,14 0,09 0,09 0,1 0,09 H (m) 1,72 1,6 1,71 1,6 1,84 1,85 1,65 1,7 1,9 1,85 1,7 1,68 1,94 1,67 1,89 3,15 2,95 3,15 2,78 2,85 2,83 2,74 BK Daun (kg) 0,168716832 0,12270315 0,168716832 0,12270315 0,217798092 0,214730513 0,12270315 0,159514096 0,220865671 0,220865671 0,159514096 0,162581674 0,245406301 0,168716832 0,230068407 0,751556796 0,61965091 0,751556796 0,582839964 0,567502071 0,564434492 0,539893862 BK Ranting (kg) 0,098859002 0,090620752 0,098859002 0,090620752 0,102978127 0,102978127 0,094739877 0,098859002 0,102978127 0,102978127 0,098859002 0,098859002 0,104213865 0,098859002 0,103801952 0,41191251 0,263624006 0,41191251 0,222432755 0,255385756 0,247147506 0,205956255 BK Cabang (kg) 0,218359682 0,209625295 0,218359682 0,209625295 0,227094069 0,227094069 0,218359682 0,213992488 0,227094069 0,227094069 0,218359682 0,218359682 0,235391737 0,218359682 0,231461263 0,917110665 0,786094855 0,917110665 0,690016595 0,786094855 0,720586951 0,685649402 BK Batang (kg) 0,259274441 0,240828039 0,259274441 0,245952039 0,269010043 0,267985243 0,25107604 0,256200041 0,271572043 0,266448043 0,259274441 0,258249641 0,277720844 0,259274441 0,271572043 2,613240418 2,203320353 2,715720435 2,080344333 2,080344333 2,075220332 2,080344333 BK Akar Tunjang (kg) 0,28785525 0,201041762 0,296993512 0,196472631 0,342684821 0,33811569 0,251302202 0,283286119 0,379237869 0,328977428 0,28785525 0,274147857 0,383807 0,274147857 0,33811569 2,650095952 2,284565476 2,672941607 2,124645892 2,101800238 2,124645892 2,101800238 BK Total (kg) 1,033065208 0,864818998 1,04220347 0,865373868 1,159565153 1,150903643 0,938180952 1,011851746 1,20174778 1,146363339 1,023862471 1,012197857 1,246539747 1,019357815 1,175019356 7,343916341 6,157255599 7,469242012 5,70027954 5,791127253 5,732035173 5,613644089

53

54

Lampiran lanjutan
Pohon 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 D (cm) 5,9 5,9 5,9 5,6 5,6 5,9 5,8 5,5 8,21 8,23 8,14 8,31 8,74 8,4 8,24 8,7 8,9 8,88 8,7 8,7 8,8 8,8 8,74 Hbc (m) 0,12 0,11 0,13 0,1 0,08 0,11 0,1 0,09 4,5 4,3 4 4,8 6,5 5,5 4,8 6,2 7,8 7 6,3 6,1 7 6,9 6,5 H (m) 3,04 3,05 3,03 2,8 2,82 3,01 2,97 2,72 7,48 7,5 7,2 8,02 9,7 8,4 7,52 9,6 10,5 10,2 9,6 9,6 10,1 10 9,7 BK Daun (kg) 0,699407957 0,699407957 0,690205221 0,552164177 0,564434492 0,631921225 0,613515752 0,521488389 1,073652566 0,920273628 0,76689469 1,227031504 1,53378938 1,196355716 0,858922053 1,349734654 1,625816743 1,625816743 1,53378938 1,441762017 1,564465168 1,53378938 1,625816743 BK Ranting (kg) 0,350125633 0,362483009 0,370721259 0,205956255 0,238909256 0,313053507 0,247147506 0,205956255 0,762038143 0,778514643 0,733204267 1,029781274 1,194546278 1,070972525 0,906207522 1,194546278 1,359311282 1,27692878 1,153355027 1,153355027 1,194546278 1,235737529 1,235737529 BK Cabang (kg) 0,855969954 0,855969954 0,838501179 0,70748537 0,711852564 0,842868373 0,80356363 0,685649402 1,790549393 1,790549393 1,70320552 1,921565202 2,070049786 1,965237139 1,790549393 2,052581011 2,270940694 2,139924884 2,096252948 2,096252948 2,096252948 2,052581011 2,07441698 BK Batang (kg) 2,418528387 2,433900389 2,413404386 2,131584341 2,100840336 2,408280385 2,203320353 2,090592334 13,98852224 14,09100225 15,11580242 15,06456241 21,00840336 16,08936257 14,19348227 20,49600328 22,28940357 22,03320353 19,72740316 20,49600328 22,03320353 20,49600328 21,00840336 BK Akar Tunjang (kg) 2,421639404 2,421639404 2,421639404 2,106369369 2,129215023 2,375948095 2,330256785 2,193182857 6,305400713 6,396783332 5,528648451 6,808005117 9,138261903 7,53906607 6,396783332 9,741387188 11,42282738 11,10298821 9,595174998 9,595174998 10,3033903 11,19437083 10,05208809 BK Total (kg) 6,745671335 6,773400713 6,734471449 5,703559511 5,745251671 6,572071585 6,197804026 5,696869237 23,92016305 23,97712325 23,84775535 26,05094551 34,94505071 27,86099402 24,14594457 34,83425241 38,96829966 38,17886214 34,10597551 34,78254827 37,19185821 36,51248203 35,99646271

54

55

Lampiran 2 Tabel data uji kadar air Rhizophora apiculata


No Pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 BBc Daun (g) 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 BBc Ranting (g) 240 230 240 220 250 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 BBc Cabang (g) 7,33 7 7 3,33 3,33 19,33 12,33 10,33 6 4,67 11,17 20,83 15,5 11,5 9,83 BBc Batang (g) 13,33 13 13,33 12,33 15,67 23,83 26,17 23,5 20,17 11,17 58,83 74,17 70,5 67,83 71,5 BBc Akar Tunjang (g) 19,67 18,67 20 14,33 14 34,33 27 27 21 14,33 52,5 79,5 57,17 55,17 83,83 BKc Daun (g) 83,5 82,5 83,6 83,4 82 82,9 80,1 88,6 83,7 87,1 92,8 133,7 107,9 115,3 137,1 BKc Ranting (g) 94,63 90,16 90,43 86,58 100,42 117,2 122,1 121,3 118,5 115,6 119,3 126,4 148,8 156 136,4 BKc Cabang (g) 2,9 2,82 2,81 1,32 1,36 8 5,1 4,25 2,48 1,96 5,4 10,9 8,1 5,9 5 BKc Batang (g) 6,53 5,93 6,13 5,9 6,93 11,3 12,9 11,2 9,67 5,33 35,07 45,97 44,83 40,87 45,4 BKc Akar Tunjang (g) 7,93 7,33 8,2 5,43 5,53 14,4 11,3 11,26 8,87 5,98 29,47 47,3 35,8 33,9 53,4

Keterangan:

BBc = Berat basah contoh

Bkc = Berat kering contoh

55

56

Lampiran 3 Persamaan allometrik terbaik penduga biomassa Rhizophora apiculata A. Persamaan allometrik penduga biomassa daun Rhizophora apiculata.
Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 1.69 + 1.95 Log D B = 0,0204174 D1,95 Predictor Constant Log D Coef -1.69415 1.94574 SE Coef 0.03804 0.05084 T -44.54 38.27 P 0.000 0.000

S = 0.0636250

R-Sq = 97.1%

R-Sq(adj) = 97.1%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 5.9286 0.1741 6.1027 MS 5.9286 0.0040 F 1464.52 P 0.000

Unusual Observations Obs 33 37 Log D 0.911 0.916 Log B -0.11526 -0.06605 Fit 0.07769 0.08800 SE Fit 0.01340 0.01359 Residual -0.19295 -0.15405 St Resid -3.10R -2.48R

R denotes an observation with a large standardized residual.

B. Persamaan allometrik penduga biomassa ranting Rhizophora apiculata.


Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 2.13 + 2.23 Log D B = 0,0074131 D2,23 Predictor Constant Log D Coef -2.12956 2.23499 SE Coef 0.06346 0.08482 T -33.56 26.35 P 0.000 0.000

S = 0.106146

R-Sq = 94.2%

R-Sq(adj) = 94.0%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 7.8222 0.4845 8.3067 MS 7.8222 0.0113 F 694.26 P 0.000

Unusual Observations Obs 22 26 30 Log D 0.740 0.748 0.740 Log B -0.6862 -0.6862 -0.6862 Fit -0.4749 -0.4574 -0.4749 SE Fit 0.0159 0.0159 0.0159 Residual -0.2114 -0.2289 -0.2114 St Resid -2.01R -2.18R -2.01R

R denotes an observation with a large standardized residual.

57

C. Persamaan allometrik penduga biomassa cabang Rhizophora apiculata.


Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 1.67 + 2.10 Log D B = 0,0213796 D2,1 Predictor Constant Log D Coef -1.67463 2.09811 SE Coef 0.01609 0.02150 T -104.11 97.59 P 0.000 0.000

S = 0.0269040

R-Sq = 99.6%

R-Sq(adj) = 99.5%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 6.8935 0.0311 6.9246 MS 6.8935 0.0007 F 9523.71 P 0.000

Unusual Observations Obs 2 4 Log D 0.447 0.447 Log B -0.67856 -0.67856 Fit -0.73644 -0.73644 SE Fit 0.00719 0.00719 Residual 0.05788 0.05788 St Resid 2.23R 2.23R

R denotes an observation with a large standardized residual.

D. Persamaan allometrik penduga biomassa batang Rhizophora apiculata.


Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 2.56 + 4.01 Log D B = 0,0027542 D4,01 Predictor Constant Log D Coef -2.56163 4.01011 SE Coef 0.06262 0.08370 T -40.91 47.91 P 0.000 0.000

S = 0.104741

R-Sq = 98.2%

R-Sq(adj) = 98.1%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 25.182 0.472 25.654 MS 25.182 0.011 F 2295.43 P 0.000

E. Persamaan allometrik penduga biomassa akar tunjang Rhizophora apiculata.


Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 2.10 + 3.25 Log D B = 0,0079433 D3,25 Predictor Constant Log D Coef -2.10309 3.25014 SE Coef 0.02468 0.03299 T -85.22 98.53 P 0.000 0.000

S = 0.0412784

R-Sq = 99.6%

R-Sq(adj) = 99.5%

58

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 16.542 0.073 16.615 MS 16.542 0.002 F 9708.26 P 0.000

Unusual Observations Obs 33 44 Log D 0.911 0.944 Log B 0.74262 1.04900 Fit 0.85657 0.96661 SE Fit 0.00869 0.00951 Residual -0.11395 0.08239 St Resid -2.82R 2.05R

R denotes an observation with a large standardized residual.

F. Persamaan allometrik penduga biomassa total Rhizophora apiculata.


Regression Analysis: Log B versus Log D
The regression equation is Log B = - 1.56 + 3.22 Log D B = 0,027542 D3,22 Predictor Constant Log D Coef -1.55960 3.21558 SE Coef 0.04157 0.05556 T -37.51 57.87 P 0.000 0.000

S = 0.0695332

R-Sq = 98.7%

R-Sq(adj) = 98.7%

Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total DF 1 43 44 SS 16.192 0.208 16.400 MS 16.192 0.005 F 3349.01 P 0.000

You might also like