You are on page 1of 10

LAPORAN MIKROBIOLOGI UJI SEROLOGIS (UJI WIDAL)

Oleh: Oleh kelompok 6: G1A008002 G1A008023 G1A008044 G1A008045 G1A008073 G1A008085 G1A008093 G1A008107 G1A008118 G1A008135 K1A006108 Fitriana Rahmawati Syukron Chalim Muhammad Ali Mukti Yonifa Anna Wiasri Nunung Hasanah Rizky Tejo Hutomo Muhammad T Mirlinda Haritin Hamidatul Ulfah Lola Salsabila Dwi Purnamasari

UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2010

BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. Tujuan Menguji secara serologi mikroba patogen yang menyebabkan penyakit. II. Dasar Teori Serologi adalah telaah ilmu tentang reaksi antara antigen dengan antibodi di dalam serum. Reaksi serologi dapat di gunakan sebagai:
1. Menentukan antigen atau antibodi apabila salah satu dari hal tersebut telah di

ketahui.
2. Mengukur titer/ kadar.

Tes serologi berdasarkan pada terjadinya ikatan antigen antibodi. Serum penderita diduga mengandung suatu antiodi, direaksikan dengan antigen yang sudah di ketahui jenisnya. Apabila terjadi reaksi (reaksi positif), berarti penderita sebelumnya pernah terinfeksi oleh antigen tersebut. Jumlah antibodi (titer antibodi) yang terdapat di dalam serum penderita dapat dipakai sebagai dasar untuk diagnosa penyakitnya. Contoh, reaksi Widall dipakai untuk mendiagnosa penyakit typus abdominalis yang di sebebkan oleh salmonella typii. Selain dapat di pakai untuk menentukan jenis kuman yang diangsikan dari penderita, juga dapat digunakan untuk menentukan golongan darah sebelum melakukan transfusi darah, memilih donor yang tepat pada transplantasi jaringan. Salmonella typii, mempunyai tiga macam antigen, yaitu: O antigen (somatik antigen), H antigen (flagellar antigen) dan Vi antigen (virulensi antigen) ada juga pustaka yang menambahkan K antigen (kapsul antigen). Pada reaksi aglutinasinya:
1.

Aglutinasi O berbentuk butir butir pasir yang tidak hilang

apabila di kocok.

2.

Aglutinasi H berbentuk butir butir pasir yang hilang apabila Aglutinasi Vi berbentuk awan. Reaksi Widall adalah reaksi serum (sero- test) untuk mengetahui ada

di kocok. 3.

tidaknya antibodi terhadap salmonella typii, dengan jalan mereaksikan serim seseorang dengan antigen O, H, Vi daro laboraturium. Apabila terjadi aglutinasi, dikatakan reaksi widall positif berarti serum orang tersebut memiliki antibodi terhadap S.typii, baik satelah vaksinasi, sembuh dari penyakit tifus, atau sedang menderita tifus. Reaksi widall negatif berarti tidak memiliki antibodi terhadap S.typii Reaksi Widall dipakai untuk menegakkan diagnosis penyakit tifus abdominalis. Peninggian titer aglitininaglutinin O menunjukkan adanya infeksi yang aktif, peninggian titer aglutinin H disebabkan vaksinasi dan peninggian titer aglutinin Vi menunjukkan karier. Antigen adalah zat yang dapat merangsang terbentuknya antibodi apabila dimasukkan dalam jaringan tubuh. Antibodi adalah zat yang dihasilkan tubuh setelah dimasuki suatu antigen. Antibodi ini dapat berupa antibakteri, antivirus,maupun antitoksin, tergantungdari antigen yang masuk. Sifat antigen:
1. 2.

Selalu berupa protein yang mempunyai berat molekul lebih dari 10.000 Tidak mudah hancur dan terurai oleh cairan cairan tubuh (darah,

limfa, dan sebagainya) Sifat antibodi:


1. 2. 3. 4.

Terdiri dari suatu zat yang menempel pada gamma globulon. Berada dalam keadaan larut dalam cairan badan (serum). Dapat direaksikan dengan antigen secara spesifik. Dibuat dalam reticulo endotheil sistem ( sumsum tulang, kelenjar Antibodi bersifat thermolabil dan tidak tahan apabila terkena sinar

limfa,liver)
5.

matahri, karena itu harus disimpan pada tempat yang dingin dan gelap.

Sel bakteri, virus maupun toksinya yang tediri atasprotein akan bertindak sebagai antigen sehinggamerangsang dibentuknya antibodi. Beberapa jenis karbohidrat dan lemak., apabila masuk dalam jaringan tubuh tidak akan bersifat antigen, tetapi apabila berikatan dengan suatu protein akan bersifat antigen, sehingga merangsang terbentuknya antibodi. Karbohidrat atau lemak yang dapat berikatan dengan protein dan bersifat antigen disebut HAPTEN. Obat obat tertentu apabila di berikan kepada seseorang yang sensitif. Dapat menjadi hapten karena berikatan dengan protein tubuh sehingga merangsang dibentuknya antibodi. Misalnya, seseorang menjadi alergi terhadap obat sulfa atau penisilin. Istilah Reaksi Antigen dengan Antibodi: Weil Felix (1971) menemukan bahwa antigen badan kuman (antigen O, antigen somatik) berlainan dengan antigen flagel kuman (antigen H) dan hasil aglutinasinya jelas beda. Antibodi H, didapat dengan cara menyuntikan kuman yang masih bergerak dalam bentuk suspensi kuman hidup atau dimatikan dan antigen somatiknya di rusak dengan formalin, ke dalam tubuh binatang percobaan. Titer yang didapat biasanya tinggi karena antibodi H mempunyai afinitas tinggi terhadap flagel dan mudah menyebabkan bergerombolnya flagela. Pada manusia, titer yang tinggi menunjukkan adanya infeksi atau pernah di vaksinsai, tetapi tidak ada hubunganya dengan derajatkekebalan tubuh karena antigen H tidak berhubungan dengan virulensi. Antobodi O, didapat dengan cara menyuntikan kuman yang flagelanya telah di rusak dengan mencampur alkohol dan di eram pada suhu 37 0C selama 24 36 jam. Biasanya titer yang di dapatkan tidak begitu tinggi karena aglutinasi sel kuman diperlukan lebih banyak molekul antibodi. Antibodi Vi, hanya terdapat pada kuman yang baru saja diasingkan dan terbatas pada Salmonella typii serta beberapa jenis salmonella lainnya dan kuman interistik non patogen. Vi, kependekan dari virulensi, pada mulanya dianggap sebagai faktor penting untuk menentukan virulensi kuman, tetapi kemudian antigen

Vi tidak sepenting reaksi aglutinasi dengan serum yang mengandung antibodi O. Antigen Vi dapat di hilangkan dengan cara pembiakkan berulangkali.

BAB II METODE PRAKTIKUM I. Bahan


a. Antigen Salmonella typhi H b. Serum darah penderita tyfus

II.

Alat
a. Objeck glass b. Mikropipet (semua ukuran) c. Pipet tetes

III. Cara Kerja


a.

Titer 1/80 Mengambil 20 l serum (antibodi) + 40 l (1 tetes) reagen Widall (antigen S. Typhi H)

b.

Titer 1/160 Mengambil 10 l serum (antibodi) + 40 l (1 tetes) reagen Widall (antigen S. Typhi H)

c.

Titer 1/320 Mengambil 5 l serum (antibodi) + 40 l (1 tetes) reagen Widall (antigen S. Typhi H)
d. Mengamati masing-masing, apabila terjadi aglutinasi maka reaksi positif, dan

apabila tidak terjadi aglutinasi (tidak ada antigen Salmonella typhi H pada serum penderita) maka reaksi negatif e. Mencatat hasilnya.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil

Uji serologis serum probandus dilakukan dengan menggunakan titer 1/80 dan titer 1/160. Setelah dilakukan pemeriksaan, didapatkan aglutinasi pada obyek glass tersebut. Adanya aglutinasi menunjukkan bahwa probandus positif mempunyai antibodi untuk Salmonella typhi. 2. Pembahasan Dari hasil uji serologis, dapat didapatkan bahwa hasil uji serologis positif dan dapat disimpulkan bahwa probandus mempunyai antibodi terhadap Salmonella typhi. Hal ini menunjukkan bahwa probandus sedang terinfeksi atau mempunyai riwayat terinfeksi bakteri tersebut, karena terdapat antibodi terhadap bakteri tersebut. Gambaran klinis penyakit demam tifoid sangat bervariasi dari hanya sebagai penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini mungkin menyebabkan seorang ahli yang sudah berpengalamanpun dapat mengalami kesulitan dalam menegakkan diagnosis demam tifoid apabila hanya berdasarkan gambaran klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mikrobiologi tetap diperlukan untuk memastikan penyebabnya. Tes ideal untuk suatu pemeriksaan laboratorium seharusnya bersifat sensitif, spesifik, dan cepat diketahui hasilnya. Namun hasil uji serologis tersebut belum tentu positif menunjukkan bahwa probandus benar-benar terinfeksi oleh bakteri tersebut. Sebab banyak hal yang mempengaruhi ketika dilakukan pemeriksaan uji widal, misalnya

kebersihan alat yang digunakan, terdapat ketidak tepatan dalam mengambil spesimen, serum atau reagen yang digunakan, serta dapat juga dipengaruhi oleh ketrampilan praktikan dalam melakukan uji serologis tersebut. Selain itu, Uji Widal dapat memberikan informasi yang tidak adekuat oleh karena antara lain: uji ini merupakan tes imunologik dan seharusnya dikerjakan dalam keadaan yang baku. S. typhi mempunyai antigen O dan antigen H yang sama dengan Salmonella lainnya, maka kenaikan titer antibodi ini tidak spesifik untuk S. Typhi. Positif mungkin didasarkan atas titer antibodi dalam populasi daerah endemis yang secara konstan terpapar dengan organisme tersebut dan mempunyai titer antibodi mungkin lebih tinggi daripada daerah non endemis pada orang yang tidak sakit sekalipun tidak dihasilkannya antibodi terhadap Salmonella karena rendahnya stimulus yang dapat merangsang timbulnya antibodi, sehingga produksi antibodi terganggu Tetapi, apabila hasil tersebut benar positif, berarti probandus sedang terinfeksi atau mempunyai riwayat terinfeksi bakteri tersebut, sebab anti bodi akan terbentuk apabila seseorang pernah terpapar oleh antigen dan anti bodi tersebut akan terus ada. Anti bodi akan tetap ada, sebab anti bodi tersebut akan menjadi lini pertama untuk mengenali dan melawan antigen yang sama ketika terjadi infeksi ulangan pada pasien tersebut.

BAB IV KESIMPULAN
1. Uji widal bertujuan untuk mengetahui mikroba yang pathogen penyebab

penyakit secara serologis.


2. Serum probandus yang telah ditetesi dengan titer 1/80 dan titer 1/160

mengalami aglutinasi.
3. Hasil dari uji widal yang dilakukan adalah positif (probandus positif

mempunyai antibodi untuk Salmonella typhi).


4. Uji widal tersebut menunjukkan bahwa probandus sedang atau pernah terinfeksi

bakteri Salmonella typhi. 5. Hal-hal yang mungkin dapat mempengaruhi hasil praktikum antara lain:
a. Kebersihan alat yang digunakan. b. Ketidak tepatan dalam mengambil spesimen serum atau reagen. c. Ketrampilan praktikan dalam melakukan uji serologis tersebut.

d. Berkaitan dengan serum dan antigen yang diperiksa. e. Karakteristik dari antigen.

DAFTAR PUSTAKA Salyers AA, Whitt DD. Salmonella Infections. Dalam : Bacterial Pathogenesis. A molecular Approach, 1994 ; 229-43 Rubin FA. Mc Whirter PD, Punjabi NH. Use of a DNA probe to detect S.typhi in the blood of patient with Typhoid Fever. J. Clin. Microbiol, 1989; 27 (5) : 112-4 Schroeder SA. Interpretation of serologic test for Typhoid Fever. JAMA1968; 206(4) : 839-40 Senewiratne B, Chir B, Senewiratne K. Reassessment of Widal test in the diagnosis of Typhoid Fever. Gastroenterology, 1977; 73 : 233-6 Pang T, Puthucheary SD. Significance and value of Widal test in the diagnosis of typhoid fever in endemic area. J Clin Path 1983; 36 : 471-5

DAFTAR PUSTAKA

You might also like