You are on page 1of 17

Nama :Septian Wijaya Kelas :X-1

Teori Big Bang


. Menurut model ledakan dahsyat, alam semesta mengembang dari keadaan awal yang sangat padat dan panas dan terus mengembang sampai sekarang. Secara umum, pengembangan ruang semesta yang mengandung galaksi-galaksi dianalogikan seperti roti kismis yang mengembang. Gambar di atas merupakan gambaran konsep artis yang mengilustrasikan pengembangan salah satu bagian dari alam semesta rata. Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta, berdasarkan kajian kosmologi tentang bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Berdasarkan pemodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat yang mengembang pesat, secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan. Adalah Georges Lematre, seorang biarawan Katolik Roma Belgia, yang mengajukan teori ledakan dahsyat mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori ledakan dahsyat dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lematre pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya. Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah pernah berdekatan di masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrem dan berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk percobaan dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepatpemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan beberapa penjelasan seperti kondisi awal, melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses

nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat. Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap" bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar mikrogelombang kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi.

Sejarah dan perkembangan teori


Teori ledakan dahsyat dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher yang pertama mengukur Efek Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti. Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu. Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lematre kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang. Pada tahun 1931 Lematre lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula. Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2,500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble. Lematre telah menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.

Gambaran artis mengenai satelit WMAP yang mengumpulkan berbagai data untuk membantu para ilmuwan memahami ledakan dahsyat Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun

(awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard Tolman) dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky. Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun. Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lematre, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis ledakan dahsyat (Big Bang Nucleosynthesis, BBN) dan yang kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB). Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lematre dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949. Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks ledakan dahsyat, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar. Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan dahsyat telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.

Garis waktu ledakan dahsyat


Ekstrapolasi pengembangan alam semesta seiring mundurnya waktu menggunakan relativitas umum menghasilkan kondisi masa jenis dan suhu alam semesta yang tak terhingga pada suatu waktu di masa lalu. Singularitas ini mensinyalkan runtuhnya keberlakuan relativitas umum pada kondisi tersebut. Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas diperdebatkan, namun tidaklah lebih awal daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan padat itu sendiri dirujuk sebagai "the Big Bang", dan dianggap sebagai "kelahiran" alam semesta kita. Didasarkan pada pengukuran pengembangan menggunakan Supernova Tipe Ia, pengukuran fluktuasi temperatur pada latar gelombang mikro kosmis, dan pengukuran fungsi korelasi galaksi, alam semesta memiliki usia 13,73 0.12 miliar tahun. Kecocokan hasil ketiga pengukuran independen ini dengan kuat mendukung model CDM yang mendeskripsikan secara mendetail kandungan alam semesta. Fase terawal ledakan dahsyat penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya digunakan mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis dengan rapatan energi yang sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan dengan cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira 1037 detik setelah pengembangan, transisi fase menyebabkan inflasi kosmis, yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara eksponensial. Setelah inflasi berhenti, alam semesta terdiri dari plasma kuark-gluon beserta partikel-partikel elementer lainnya.[34] Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala jenis partikel terus menerus diciptakan dan dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui yang disebut

bariogenesis melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada alam semesta. Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan simetri membuat gaya-gaya dasar fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang sama seperti sekarang.[36] Setelah kira-kira 1011 detik, gambaran ledakan dahsyat menjadi lebih jelas oleh karena energi partikel telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika partikel. Pada sekitar 106 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton dan neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal, menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam semesta didominasi oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino). Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu miliar kelvin dan rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan proton dan membentuk inti atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang dikenal sebagai nukleosintesis ledakan dahsyat.[37] Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai inti hidrogen. Seiring dengan mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat materi secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan inti atom bergabung menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar gelombang mikro kosmis.[38]

Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori ledakan dahsyat. Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang, galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni materi gelap dingin, materi gelap panas, dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18% materi alam semesta. Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya menembus semua ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah disusupi oleh energi gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu, gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta. Namun, pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang semakin berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin cepat. Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat dideskripsikan dan dimodelkan oleh model CDM, yang menggunakan kerangka mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 1015 detik setelah kejadian ledakan dahsyat. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi batasan ini.

Asumsi-asumsi dasar
Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi utama: universalitas hukum fisika dan prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi menyatakan bahwa dalam skala yang besar alam semesta bersifat homogen dan isotropis. Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai postulat, namun beberapa usaha telah dilakukan untuk menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa hukum fisika berlaku secara universal diuji melalui pengamatan ilmiah yang menunjukkan bahwa penyimpangan terbesar yang mungkin terjadi pada tetapan struktur halus sepanjang usia alam semesta berada dalam batasan 105. Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana yang terpantau dari bumi, prinsip komologis dapat diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih sederhana. Prinsip ini menyatakan bahwa bumi, maupun titik pengamatan manapun, bukanlah posisi pusat yang khusus ataupun penting. Sampai dengan sekarang, prinsip kosmologis telah berhasil dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi latar mikrogelombang kosmis.

Metrik FLRW
Relativitas umum mendeskripsikan ruang-waktu menggunakan metrik yang menjelaskan jarak kedua titik yang terpisah satu sama lainnya. Titik ini, yang dapat berupa galaksi, bintang, ataupun objek lainnya, ditunjukkan menggunakan peta koordinat yang berada di keseluruhan ruang waktu. Prinsip kosmologis menyiratkan bahwa metrik ini haruslah homogen dan isotropis dalam skala yang besar. Satu-satunya metrik yang memenuhi persyaratan ini adalah metrik RiedmannLematreRobertsonWalker (metrik FLRW). Metrik ini mengandung faktor skala yang menentukan seberapa besar alam semesta berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini memungkinkan kita untuk membuat sistem koordinat yang dapat dipilih dengan praktis, yaitu koordinat segerak (comoving coordinate). Dalam sistem koordinat ini, kisi koordinat berekspansi bersamaan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga objek yang bergerak karena pengembangan alam semesta akan berada pada titik yang sama dalam sistem koordinat ini. Walaupun jarak koordinat (jarak segerak) kedua titik tetap konstan, jarak fisik antara dua titik akan meningkat sesuai dengan faktor skala alam semesta. Ledakan Dahsyat bukanlah kejadian penghamburan materi ke seluruh ruang semesta yang kosong. Melainkan ruang tersebut berekspansi seiring dengan waktu dan meningkatkan jarak fisik antara dua titik yang bersegerak. Karena metrik FLRW mengasumsikan distribusi massa dan energi yang merata, metrik ini hanya berlaku pada skala yang besar.

Horizon
Salah satu ciri penting pada ruang waktu Ledakan Dahsyat adalah keberadaan horizon. Oleh karena alam semesta memiliki usia yang terbatas, dan cahaya bergerak dengan kecepatan yang terbatas pula, maka akan terdapat berbagai kejadian di masa lalu yang cahayanya belum mencapai kita. Hal ini akan membatasi kita dalam mengamati objek terjauh alam semesta (horizon masa lalu). Sebaliknya, karena ruang itu sendiri berekspansi dan objek yang semakin jauh akan menjauh semakin cepat, cahaya yang dipancarkan oleh kita tidak akan pernah mencapai objek jauh tersebut. Batasan ini disebut sebagai horizon masa depan, yang membatasi kejadian-kejadian di masa depan yang kita dapat pengaruhi. Keberadaan dua horizon ini bergantung pada penjelasan detail model FLRW mengenai alam semesta kita. Pemahaman kita mengenai alam semesta pada waktu-waktu terawalnya menyiratkan terdapatnya horizon masa lalu, walaupun pandangan kita juga akan dibatasi oleh buramnya alam semesta pada waktu-waktu terawalnya. Oleh karena itu, kita tidak dapat memandang masa lalu lebih jauh daripada yang kita dapat pandang sekarang, walaupun horizon masa lalu

akan menyusut dalam ruang. Jika pengembangan akan semesta terus berakselerasi, maka akan terdapat pula horizon masa depan..

Bukti pengamatan
Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang mendukung model Ledakan Dahsyat, yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran merah galaksi, pengukuran mendetail pada latar belakang mikrogelombang kosmis, kelimpahan unsur-unsur ringan, dan distribusi skala besar beserta evolusi galaksiyang diprediksikan terjadi karena pertumbuhan gravitasional struktur dalam teori standar. Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar teori Ledakan Dahsyat".

Hukum Hubble dan pengembangan ruang


Pengamatan pada galaksi dan kuasar yang jauh menunjukkan bahwa objek-objek ini mengalami pergeseran merah, yakni bahwa pancaran cahaya objek ini telah bergeser menuju panjang gelombang yang lebih panjang. Pergeseran ini dapat dilihat dengan mengambil spektrum frekuensi suatu objek dan mencocokkannya dengan pola spektroskopi garis emisi ataupun garis absorpsi atom suatu unsur kimia yang berinteraksi dengan cahaya. Pergeseran ini secara merata isotropis, dan terdistribusikan merata di kesemuaan objek terpantau di seluruh arah pantauan. Jika geseran merah ini diinterpretasikan sebagai geseran Doppler, kecepatan mundur suatu objek dapat dikalkulasi. Untuk beberapa galaksi, dimungkinkan pula perkiraan jarak menggunakan tangga jarak kosmis. Ketika kecepatan mundur dipetakan terhadap jaraknya, hubungan linear yang dikenal sebagai hukum Hubble akan terpantau: v = H0D, dengan

v adalah kecepatan mundur suatu galaksi ataupun objek lainnya, D adalah jarak segerak terhadap objek tersebut, dan H0 adalah konstanta Hubble, yang nilai pengukurannya adalah 70,4 +1,31,4 km/s/Mpc.

Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita berada pada pusat pengembangan galaksi (yang tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus), atapun alam semesta mengembang secara merata ke mana-mana. Pengembangan alam semesta ini diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander Friedmann pada tahun 1922dan Georges Lematre pada tahun 1927, sebelum Hubble melakukan analisi beserta pengamatannya pada tahun 1929. Teori ini mempersyaratkan bahwa hubungan v = HD berlaku sepanjang masa, dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan mundur, dan v, H, D bervariasi seiring dengan mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita menulis H0 untuk menandakannya sebagai "konstanta" Hubble sekarang). Untuk jarak yang lebih kecil daripada alam semesta terpantau, geseran merah Hubble dapat dianggap sebagai geseran Doppler yang sesuai dengan kecepatan mundur v. Namun, geseran merah ini bukan geseran Doppler sejatinya, namun merupakan akibat dari pengembangan alam semesta antara waktu cahaya tersebut dipancarkan dengan waktu cahaya tersebut dideteksi. Bahwa alam semesta mengalami pengembangan metrik ditunjukkan oleh bukti pengamatan langsung prisip kosmologis dan prinsip Kopernikus. Pergeseran merah yang terpantau pada objek-objek yang jauh sangat isotropis dan homogen. Hal ini mendukung prinsip kosmologis bahwa alam semesta tampaklah sama di keseluruhan arah pantauan. Apabila pergeseran merah yang terpantau merupakan akibat dari suatu ledakan di titik pusat yang jauh dari kita, maka pergeseran merahnya tidak akan sama di setiap arah pantauan.

Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis terhadap dinamika sistem astrofisika yang jauh pada tahun 2000 membuktikan kebenaran prinsip Kopernikus, yakni bahwa Bumi bukanlah posisi pusat alam semesta. Radiasi yang berasal dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan cukup hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam semesta. Pendinginan yang merata pada latar belakang mikrogelombang kosmis selama milyaran tahun hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta mengalami pengembangan metrik dan kita tidak berada dekat dengan pusat suatu ledakan.

Radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis


Semasa beberapa hari pertama alam semesta, alam semesta berada dalam keadaan kesetimbangan termal, dengan foton secara berkesinambungan dipancarkan dan kemudian diserap. Hal ini kemudian menghasilkan radiasi spektrum benda hitam. Seiring dengan mengembangnya alam semesta, temperatur alam semesta menurun sehingganya foton tidak lagi dapat diciptakan maupun dihancurkan. Temperatur ini masih cukup tinggi bagi elektron dan inti untuk terus berpisah tanpa terikat satu sama lainnya. Walau demikian, foton terus "dipantulkan" dari elektron-elektron bebas ini melalui suatu proses yang disebut hamburan Thompson. Oleh karena hamburan yang terjadi berulang-ulang, alam semesta pada masa-masa awalnya akan tampak buram oleh cahaya. Ketika temperatur jatuh mencapai beberapa ribu Kelvin, elektron dan inti atom mulai bergabung membentuk atom. Proses ini disebut sebagai rekombinasi. Karena foton jarang dihamburkan dari atom netral, radiasi akan berhenti dipancarkan dari materi ketika hampir semua elektron telah berekombinasi. Proses ini terjadi 379.000 tahun setelah Ledakan Dahysat, dikenal sebagai zaman penghamburan terakhir. Foton-foton terakhir inilah yang kita pantau pada radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada masa sekarang. Polapola fluktuasi radiasi latar ini merupakan gambaran langsung alam semesta pada masa-masa awalnya. Energi foton yang berasal pada zaman penghamburan terakhir akan mengalami pergeseran merah seiring dengan mengembangnya alam semesta. Spektrum yang dipancarkan oleh foton ini akan sama dengan spektrum radiasi benda hitam, namun dengan temperatur yang menurun. Hal ini mengakibatkan radiasi foton ini bergeser ke daerah mikrogelombang. Radiasi ini diperkirakan terpantau di setiap titik pantauan di alam semesta dan datang dari semua arah dengan intensitas radiasi yang (hampir) sama. Pada tahun 1964, Arno Penzias dan Robert Wilson secara tidak sengaja menemukan radiasi latar belakang kosmis ketika mereka sedang melakukan pemantau diagnostik menggunakan penerima mikrogelombang yang dimiliki oleh Laboratorium Bell. Penemuan mereka memberikan konfirmasi yang substansial mengenai prediksi radiasi latar bahwa radiasi ini bersifat isotropis dan konsisten dengan spektrum benda hitam pada 3 K. Penzias dan Wilson kemudian dianugerahi penghargaan Nobel atas penemuan mereka.

Spektrum latar belakang mikrogelombang kosmis yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46] Titik-titik data beserta ambang batas kesalahan pengukuran pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoritis, menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat tinggi. Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan awal satelit ini yang dirilis pada tahun 1990 konsisten dengan prediksi Ledakan Dahsyat. COBE menemukan pula temperatur sisa alam semesta sebesar 2,726 K dan pada tahun 1992 untuk pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi) pada radiasi latar belakang mikrogelombang dengan tingkatan sebesar

satu per 105. John C. Mather dan George Smoot dianugerahi Nobel atas kepemimpinan mereka dalam proyek ini. Anisotropi latar belakang mikrogelombang kosmis diinvestigasi lebih lanjut oleh sejumlah besar eksperimen yang dilakukan di darat maupun menggunakan balon. Pada tahun 2000-2001, beberapa eksperimen, utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam semesta hampir secara spasial rata dengan mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam semesta.) Pada awal tahun 2003, hasil penemuan pertama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa parameter-parameter kosmologis. Wahana antariksa ini juga membantah beberapa model inflasi kosmis, namun masih konsisten dengan teori inflasi secara umumnya. WMAP juga mengonfirmasi bahwa selautan neutrino kosmis merembes di keseluruhan alam semesta. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa bintang-bintang pertama memerlukan lebih dari setengah milyar tahun untuk menciptakan kabut kosmis.

Kelimpahan unsur-unsur primordial


Menggunakan model Ledakan Dahsyat, kita dapat memperkirakan konsentrasi helium-4, helium-3, deuterium dan litium-7 yang ada di seluruh alam semesta berbanding dengan jumlah hidrogen biasa. Kelimpahan kesemuaan unsur ini bergantung pada satu parameter, yakni rasio foton terhadap barion, yang nilainya dapat dihitung secara independen dari detail struktur fluktuasi latar belakang mikrogelombang kosmis. Rasio yang diprediksikan (rasio massa) adalah sekitar 0,25 untuk 4He/H, sekitar 103 untuk 2H/H, sekitar 104 untuk 3He/H dan sekitar 109 untuk 7Li/H. Hasil prediksi ini sesuai dengan hasil pengukuran, paling tidak untuk kelimpahan yang diprediksikan dari nilai tunggal rasio barion terhadap foton. Kesesuaian ini cukup baik untuk deuterium, namun terdapat diskrepansi yang kecil untuk 4He dan 7Li. Dalam kasus helium dan litium, terdapat ketidakpastian sistematis yang cukup besar. Walau demikian, konsistensi prediksi ini secara umumnya memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat.[47]

Evolusi dan distribusi galaksi

Panorama langit yang meninjukkan distribusi galaksi di luar Bimasakti.

Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi beserta kuasar memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. Perpaduan antara pengamatan dengan teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar satu milyar tahun setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai struktur astronomi lainnya yang lebih besar seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang terus berevolusi dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan keadaan galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat berbeda dengan galaksigalaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, sesuai dengan simulasi pembentukan alam semesta yang diakibatkan oleh Ledakan Dahysat.

Bukti-bukti lainnya
Setelah melalui beberapa perdebatan, umur alam semesta yang diperkirakan dari pengembangan Hubble dan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis telah menunjukkan kecocokan yang sama (sedikit lebih tua) dengan usia bintang-bintang tertua alam semesta. Prediksi bahwa temperatur radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis lebih tinggi pada masa lalunya telah didukung secara eksperimental dengan mengamati garis-garis emisi kabut gas yang sensitif terhadap temperatur pada pergeseran merah yang tinggi. Prediksi ini juga menyiratkan bahwa amplitudo dari efek SunyaevZel'dovich dalam gugusan galaksi tidak tergantung secara langsung pada geseran merah.

Klasifikasi bintang
Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri.

Klasifikasi Harvard (kelas spektrum)


Asisten-asisten Pickering, Williamina Fleming, Annie Jump Cannon, Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt kemudian memulai sebuah proyek skala besar pengklasifikasian spektrum bintang. Antara 1911 dan 1949, 400.000 bintang didaftarkan ke dalam katalog Henry Draper (dinamai menurut sang penyandang dana dan perintis penelitian spektroskopi fotografi Amerika, Henry Draper). Para gadis Harvard ini, khususnya Cannon dan Maury, kemudian menyadari adanya sebuah keteraturan dalam semua garis-garis spektral (tidak hanya hidrogen) jika penggolongan bintang-bintang tersebut diurutkan menjadi O, B, A, F, G, K, M. Kelas lainnya dihilangkan karena ditemukan bahwa beberapa di antaranya sebenarnya merupakan kelas yang sama. Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah angka arab (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Pada mulanya urutan pola spektrum ini diduga karena perbedaan susunan kimia atmosfer bintang. Tetapi kemudian disadari bahwa urutan tersebut sebenarnya merupakan urutan temperatur permukaan bintang, setelah pada tahun 1925, Cecilia Payne-Gaposchkin berhasil membuktikan hubungan tersebut. Bintang-bintang kelas O, B, dan A seringkali disebut sebagai kelas awal, sementara K dan M disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini muncul di awal-awal abad 20, karena A dan B terletak di awal urutan alfabet, sementara K dan M di akhir, tetapi kemudian berkembang teori bahwa bintang mengawali hidup mereka sebagai bintang kelas awal yang sangat panas dan secara gradual mendingin menjadi bintang kelas akhir. Teori ini sama sekali salah (lihat : evolusi bintang).

Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari) : Kelas O B Temperatur 30,000 - 60,000 K 10,000 - 30,000 K Warna Bintang Biru Biru-putih Massa Radius Luminositas 60 18 15 7 1,400,000 20,000 Garis-garis Hidrogen Lemah Menengah

A F G K M

7,500 - 10,000 K 6,000 - 7,500 K 5,000 - 6,000 K 3,500 - 5,000 K 2,000 - 3,500 K

Putih Kuning-putih Kuning Jingga Merah

3.2 1.7 1.1 0.8 0.3

2.5 1.3 1.1 0.9 0.4

80 6 1.2 0.4 0.04

Kuat Menengah Lemah Sangat lemah Hampir tidak terlihat

Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu jika dapat memahami diagram Hertzsprung-Russel atau diagram HR terlebih dahulu.

Kelas O
Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kirakira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell). Contoh : Zeta Puppis

Kelas B
Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13 % bintang kelas B. Contoh : Rigel, Spica

Kelas A
Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Vega, Sirius

Kelas F

Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putihkuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Canopus, Procyon

Kelas G
Bintang kelas G barangkali adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A

Kelas K
Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garisgaris logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran

Kelas M
Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse

Contoh Macam Rasi Bintang 1.Andromeda Andromeda (IPA: /andromede/) adalah suatu rasi bintang yang melambangkan putri Andromeda, di langit utara dekat Pegasus. Rasi ini cukup panjang dan redup, membentuk huruf "A". Rasi ini terkenal dengan Galaksi Andromedanya. Singkatan: And Genitif: Andromedae Simbologi: Andromeda, perawan yang dirantai Asensio rekta: 1 h Deklinasi: +40 Luas: 722 derajat persegi. (19th) Jumlah bintang utama: 4, 18 Jml bintang Bayer/Flamsteed: 63 Jml bintang yang diketahui memiliki planet: 2 Jml bintang paling terang: 3 Jml bintang dekat: 5 Bintang paling terang: And (Alpheratz) (2,1m) Bintang terdekat: Ross 248 (10,32 thn chy) Obyek Messier: 3 Hujan meteor: Andromedids (Bielids) Rasi bintang yang berbatasan: Perseus Cassiopeia Lacerta Pegasus Pisces Triangulum 2.Antlia Rasi bintang Antlia (kata Latin untuk pompa) adalah suatu rasi bintang yang relatif baru dan dibentuk pada abad ke-18. IAU mengakuinya sebagai salah sati dari 88 rasi bintang modern. Mulai dari utara, Antlia dikelilingi olehHydra sang monster laut, Pyxis yang merupakan sebuah kompas, Vela yang merupakan layar dari kapal mitologi Argo dan Centaurus. Kependekan Ant Genitif Antliae Arti Pompa Air Aksensio rekta 10h Deklinasi - 90 Tampak pada lintang Antara +45 dan - 90 Pada meridian April Luas - Total Urutan ke-62 239 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 0 Bintang tercerah

- Magnitudo tampak Ant 4.25 Hujan meteor * none Rasi bintang yang berbatasan : * Hydra * Pyxis * Vela * Centaurus 3.Apus Apus (cendrawasih adalah suatu rasi bintang redup di belahan selatan. Pertama kali ditemukan dalam Uranometria yang ditulis oleh Johann Bayer, tetapi mungkin sudah dipakai untuk navigasi sebelumnya. Kependekan Aps Genitif Apodis Arti Cendrawasih Aksensio rekta 16 h Deklinasi -75 Tampak pada lintang Antara 5 dan -90 Pada meridian 9 p.m., July 10 Luas - Total Urutan ke-67 206 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 0 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Apodis 3.83 Hujan meteor None Rasi bintang yang berbatasan : * Triangulum Australe * Circinus * Musca * Chamaeleon * Octans * Pavo * Ara 4.Aquarius Aquarius, atau pembawa air, adalah salah satu dari 88 rasi bintang di langit. Kependekan Aqr Genitif Aquarii Arti Pembawa Air

Aksensio rekta 23 h Deklinasi -15 Tampak pada lintang Antara 65 dan -90 Penampakan terbaik Oktober Luas - Total Urutan ke-10 980 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 2 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Sadalsud ( Aqr) 2,9 Hujan meteor * March Aquarids * Eta Aquarids (May 4) * Delta Aquarids (June 28) * Iota Aquarids Rasi bintang yang berbatasan * Pisces * Pegasus * Equuleus * Delphinus * Aquila * Capricornus * Piscis Austrinus * Sculptor * Cetus 5.Aquila Aquila adalah salah satu dari 48 rasi bintang yang didaftar oleh Ptolemy dan sekarang juga bagian dari 88 rasi yang diakui oleh IAU.

Kependekan Aql Genitif Aquilae Arti Elang Aksensio rekta 20 h Deklinasi +5 Tampak pada lintang Antara +85 dan - 75 Pada meridian July Luas - Total Urutan ke-22 652 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 3 Bintang tercerah

- Magnitudo tampak Altair ( Aquilae) 0.77 Hujan meteor * June Aquilids * Epsilon Aquilids Rasi bintang yang berbatasan : * Sagitta * Hercules * Ophiuchus * Serpens * Scutum * Sagittarius * Capricornus * Aquarius * Delphinus 6.Ara Ara (Altar) adalah suatu rasi bintang di selatan yang berada di antara rasi bintang Centaurus dan Lupus. Ara , adalah sejenis pohon fikus yang banyak sekali jenisnya. Tumbuh ditepi sungai Kependekan Ara Genitif Arae Arti Altar Aksensio rekta 17.39 h Deklinasi -53.58 Tampak pada lintang Antara 25 dan -90 Penampakan terbaik Juli Luas - Total Urutan ke-63 237 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 1 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Arae 2.9 Rasi bintang yang berbatasan * Corona Australis * Scorpius * Norma * Triangulum Australe * Apus * Pavo * Telescopium 7.Aries

Aries adalah salah satu dari rasi bintang zodiak, sang domba. Rasi ini berada antara Pisces di sebelah barat dan Taurus di sebelah timur. Kependekan Ari Genitif Arietis Arti Domba Aksensio rekta 3 h Deklinasi 20 Tampak pada lintang Antara 90 dan -60 Penampakan terbaik Desember Luas - Total Urutan ke-39 441 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 2 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Hamal ( Ari) 2.0 Hujan meteor * May Arietids * Autumn Arietids * Delta Arietids * Epsilon Arietids * Daytime-Arietids * Aries-Triangulids Rasi bintang yang berbatasan * Perseus * Triangulum * Pisces * Cetus * Taurus

You might also like