Professional Documents
Culture Documents
nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat. Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap" bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar mikrogelombang kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori ledakan dahsyat haruslah pernah terjadi.
Gambaran artis mengenai satelit WMAP yang mengumpulkan berbagai data untuk membantu para ilmuwan memahami ledakan dahsyat Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun
(awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard Tolman) dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky. Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun. Model lainnya adalah teori ledakan dahsyat Lematre, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis ledakan dahsyat (Big Bang Nucleosynthesis, BBN) dan yang kaitkan oleh, Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB). Ironisnya, justru adalah Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lematre dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949. Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori ledakan dahsyat. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan ledakan dahsyat sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks ledakan dahsyat, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar. Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi ledakan dahsyat telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.
bariogenesis melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada alam semesta. Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan simetri membuat gaya-gaya dasar fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang sama seperti sekarang.[36] Setelah kira-kira 1011 detik, gambaran ledakan dahsyat menjadi lebih jelas oleh karena energi partikel telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika partikel. Pada sekitar 106 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton dan neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal, menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam semesta didominasi oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino). Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu miliar kelvin dan rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan proton dan membentuk inti atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang dikenal sebagai nukleosintesis ledakan dahsyat.[37] Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai inti hidrogen. Seiring dengan mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat materi secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan inti atom bergabung menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar gelombang mikro kosmis.[38]
Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori ledakan dahsyat. Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang, galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni materi gelap dingin, materi gelap panas, dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18% materi alam semesta. Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya menembus semua ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah disusupi oleh energi gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu, gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta. Namun, pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang semakin berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin cepat. Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat dideskripsikan dan dimodelkan oleh model CDM, yang menggunakan kerangka mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 1015 detik setelah kejadian ledakan dahsyat. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi batasan ini.
Asumsi-asumsi dasar
Teori ledakan dahsyat bergantung kepada dua asumsi utama: universalitas hukum fisika dan prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi menyatakan bahwa dalam skala yang besar alam semesta bersifat homogen dan isotropis. Kedua asumsi dasar ini awalnya dianggap sebagai postulat, namun beberapa usaha telah dilakukan untuk menguji keduanya. Sebagai contohnya, asumsi bahwa hukum fisika berlaku secara universal diuji melalui pengamatan ilmiah yang menunjukkan bahwa penyimpangan terbesar yang mungkin terjadi pada tetapan struktur halus sepanjang usia alam semesta berada dalam batasan 105. Apabila alam semesta tampak isotropis sebagaimana yang terpantau dari bumi, prinsip komologis dapat diturunkan dari prinsip Kopernikus yang lebih sederhana. Prinsip ini menyatakan bahwa bumi, maupun titik pengamatan manapun, bukanlah posisi pusat yang khusus ataupun penting. Sampai dengan sekarang, prinsip kosmologis telah berhasil dikonfirmasikan melalui pengamatan pada radiasi latar mikrogelombang kosmis.
Metrik FLRW
Relativitas umum mendeskripsikan ruang-waktu menggunakan metrik yang menjelaskan jarak kedua titik yang terpisah satu sama lainnya. Titik ini, yang dapat berupa galaksi, bintang, ataupun objek lainnya, ditunjukkan menggunakan peta koordinat yang berada di keseluruhan ruang waktu. Prinsip kosmologis menyiratkan bahwa metrik ini haruslah homogen dan isotropis dalam skala yang besar. Satu-satunya metrik yang memenuhi persyaratan ini adalah metrik RiedmannLematreRobertsonWalker (metrik FLRW). Metrik ini mengandung faktor skala yang menentukan seberapa besar alam semesta berubah seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini memungkinkan kita untuk membuat sistem koordinat yang dapat dipilih dengan praktis, yaitu koordinat segerak (comoving coordinate). Dalam sistem koordinat ini, kisi koordinat berekspansi bersamaan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga objek yang bergerak karena pengembangan alam semesta akan berada pada titik yang sama dalam sistem koordinat ini. Walaupun jarak koordinat (jarak segerak) kedua titik tetap konstan, jarak fisik antara dua titik akan meningkat sesuai dengan faktor skala alam semesta. Ledakan Dahsyat bukanlah kejadian penghamburan materi ke seluruh ruang semesta yang kosong. Melainkan ruang tersebut berekspansi seiring dengan waktu dan meningkatkan jarak fisik antara dua titik yang bersegerak. Karena metrik FLRW mengasumsikan distribusi massa dan energi yang merata, metrik ini hanya berlaku pada skala yang besar.
Horizon
Salah satu ciri penting pada ruang waktu Ledakan Dahsyat adalah keberadaan horizon. Oleh karena alam semesta memiliki usia yang terbatas, dan cahaya bergerak dengan kecepatan yang terbatas pula, maka akan terdapat berbagai kejadian di masa lalu yang cahayanya belum mencapai kita. Hal ini akan membatasi kita dalam mengamati objek terjauh alam semesta (horizon masa lalu). Sebaliknya, karena ruang itu sendiri berekspansi dan objek yang semakin jauh akan menjauh semakin cepat, cahaya yang dipancarkan oleh kita tidak akan pernah mencapai objek jauh tersebut. Batasan ini disebut sebagai horizon masa depan, yang membatasi kejadian-kejadian di masa depan yang kita dapat pengaruhi. Keberadaan dua horizon ini bergantung pada penjelasan detail model FLRW mengenai alam semesta kita. Pemahaman kita mengenai alam semesta pada waktu-waktu terawalnya menyiratkan terdapatnya horizon masa lalu, walaupun pandangan kita juga akan dibatasi oleh buramnya alam semesta pada waktu-waktu terawalnya. Oleh karena itu, kita tidak dapat memandang masa lalu lebih jauh daripada yang kita dapat pandang sekarang, walaupun horizon masa lalu
akan menyusut dalam ruang. Jika pengembangan akan semesta terus berakselerasi, maka akan terdapat pula horizon masa depan..
Bukti pengamatan
Terdapat beberapa bukti pengamatan langsung yang mendukung model Ledakan Dahsyat, yaitu pengembangan Hubble terpantau pada geseran merah galaksi, pengukuran mendetail pada latar belakang mikrogelombang kosmis, kelimpahan unsur-unsur ringan, dan distribusi skala besar beserta evolusi galaksiyang diprediksikan terjadi karena pertumbuhan gravitasional struktur dalam teori standar. Keempat bukti ini kadang-kadang disebut "empat pilar teori Ledakan Dahsyat".
v adalah kecepatan mundur suatu galaksi ataupun objek lainnya, D adalah jarak segerak terhadap objek tersebut, dan H0 adalah konstanta Hubble, yang nilai pengukurannya adalah 70,4 +1,31,4 km/s/Mpc.
Hukum Hubble memiliki dua penjelasan, yaitu kita berada pada pusat pengembangan galaksi (yang tidak mungkin sesuai dengan prinsip Kopernikus), atapun alam semesta mengembang secara merata ke mana-mana. Pengembangan alam semesta ini diprediksikan dari relativitas umum oleh Alexander Friedmann pada tahun 1922dan Georges Lematre pada tahun 1927, sebelum Hubble melakukan analisi beserta pengamatannya pada tahun 1929. Teori ini mempersyaratkan bahwa hubungan v = HD berlaku sepanjang masa, dengan D adalah jarak segerak, v adalah kecepatan mundur, dan v, H, D bervariasi seiring dengan mengembangnya alam semesta (oleh karenanya kita menulis H0 untuk menandakannya sebagai "konstanta" Hubble sekarang). Untuk jarak yang lebih kecil daripada alam semesta terpantau, geseran merah Hubble dapat dianggap sebagai geseran Doppler yang sesuai dengan kecepatan mundur v. Namun, geseran merah ini bukan geseran Doppler sejatinya, namun merupakan akibat dari pengembangan alam semesta antara waktu cahaya tersebut dipancarkan dengan waktu cahaya tersebut dideteksi. Bahwa alam semesta mengalami pengembangan metrik ditunjukkan oleh bukti pengamatan langsung prisip kosmologis dan prinsip Kopernikus. Pergeseran merah yang terpantau pada objek-objek yang jauh sangat isotropis dan homogen. Hal ini mendukung prinsip kosmologis bahwa alam semesta tampaklah sama di keseluruhan arah pantauan. Apabila pergeseran merah yang terpantau merupakan akibat dari suatu ledakan di titik pusat yang jauh dari kita, maka pergeseran merahnya tidak akan sama di setiap arah pantauan.
Pengukuran pada efek-efek radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis terhadap dinamika sistem astrofisika yang jauh pada tahun 2000 membuktikan kebenaran prinsip Kopernikus, yakni bahwa Bumi bukanlah posisi pusat alam semesta. Radiasi yang berasal dari Ledakan Dahsyat ditunjukkan cukup hangat pada masa-masa awalnya di seluruh alam semesta. Pendinginan yang merata pada latar belakang mikrogelombang kosmis selama milyaran tahun hanya dapat dijelaskan apabila alam semesta mengalami pengembangan metrik dan kita tidak berada dekat dengan pusat suatu ledakan.
Spektrum latar belakang mikrogelombang kosmis yang diukur oleh intrumen FIRAS pada satelit COBE merupakan spektrum benda hitam berpresisi paling tinggi yang pernah diukur di alam.[46] Titik-titik data beserta ambang batas kesalahan pengukuran pada grafik di atas tertutup oleh kurva teoritis, menunjukkan kepresisian pengukuran yang sangat tinggi. Pada tahun 1989, NASA meluncurkan satelit COBE (Cosmic Background Explorer Penjelajah latar belakang kosmis). Hasil penemuan awal satelit ini yang dirilis pada tahun 1990 konsisten dengan prediksi Ledakan Dahsyat. COBE menemukan pula temperatur sisa alam semesta sebesar 2,726 K dan pada tahun 1992 untuk pertama kalinya mendeteksi fluktuasi (anisotropi) pada radiasi latar belakang mikrogelombang dengan tingkatan sebesar
satu per 105. John C. Mather dan George Smoot dianugerahi Nobel atas kepemimpinan mereka dalam proyek ini. Anisotropi latar belakang mikrogelombang kosmis diinvestigasi lebih lanjut oleh sejumlah besar eksperimen yang dilakukan di darat maupun menggunakan balon. Pada tahun 2000-2001, beberapa eksperimen, utamanya BOOMERanG, menemukan bahwa alam semesta hampir secara spasial rata dengan mengukur ukuran sudut anisotropi. (Lihat bentuk alam semesta.) Pada awal tahun 2003, hasil penemuan pertama WMAP (Wilkinson Microwave Anisotropy Probe) dirilis, menghasilkan nilai terakurat beberapa parameter-parameter kosmologis. Wahana antariksa ini juga membantah beberapa model inflasi kosmis, namun masih konsisten dengan teori inflasi secara umumnya. WMAP juga mengonfirmasi bahwa selautan neutrino kosmis merembes di keseluruhan alam semesta. Ini merupakan bukti yang jelas bahwa bintang-bintang pertama memerlukan lebih dari setengah milyar tahun untuk menciptakan kabut kosmis.
Pengamatan mendetail terhadap morfologi dan distribusi galaksi beserta kuasar memberikan bukti yang kuat akan terjadinya Ledakan Dahsyat. Perpaduan antara pengamatan dengan teori menunjukkan bahwa galaksi-galaksi beserta kuasar-kuasar pertama terbentuk sekitar satu milyar tahun setelah Ledakan Dahysyat. Sejak itu pula, berbagai struktur astronomi lainnya yang lebih besar seperti gugusan galaksi mulai terbentuk. Populasi bintang-bintang terus berevolusi dan menua, sehingga galaksi jauh (yang pemantaunnya menunjukkan keadaan galaksi tersebut pada masa awal alam semesta) tampak sangat berbeda dari galaksi dekat. Selain itu, galaksi-galaksi yang baru saja terbentuk tampak sangat berbeda dengan galaksigalaksi yang terbentuk sesaat setelah Ledakan Dahsyat. Pengamatan ini membantah model keadaan tetap. Pengamatan pada pembentukan bintang, distribusi kuasar dan gaklasi, sesuai dengan simulasi pembentukan alam semesta yang diakibatkan oleh Ledakan Dahysat.
Bukti-bukti lainnya
Setelah melalui beberapa perdebatan, umur alam semesta yang diperkirakan dari pengembangan Hubble dan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis telah menunjukkan kecocokan yang sama (sedikit lebih tua) dengan usia bintang-bintang tertua alam semesta. Prediksi bahwa temperatur radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis lebih tinggi pada masa lalunya telah didukung secara eksperimental dengan mengamati garis-garis emisi kabut gas yang sensitif terhadap temperatur pada pergeseran merah yang tinggi. Prediksi ini juga menyiratkan bahwa amplitudo dari efek SunyaevZel'dovich dalam gugusan galaksi tidak tergantung secara langsung pada geseran merah.
Klasifikasi bintang
Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-garis serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan. Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri.
Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga yang paling dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan Matahari) : Kelas O B Temperatur 30,000 - 60,000 K 10,000 - 30,000 K Warna Bintang Biru Biru-putih Massa Radius Luminositas 60 18 15 7 1,400,000 20,000 Garis-garis Hidrogen Lemah Menengah
A F G K M
7,500 - 10,000 K 6,000 - 7,500 K 5,000 - 6,000 K 3,500 - 5,000 K 2,000 - 3,500 K
Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya). Akan sangat membantu jika dapat memahami diagram Hertzsprung-Russel atau diagram HR terlebih dahulu.
Kelas O
Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan ultraungu. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang terionisasi 1 kali (He II) dan karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis-garis serapan dari ion lain juga terlihat, di antaranya yang berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen, dan silikon. Garis-garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kirakira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama). Namun karena paling terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama (lihat Diagram Hertzsprung-Russell). Contoh : Zeta Puppis
Kelas B
Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret utama terdapat sekitar 0,13 % bintang kelas B. Contoh : Rigel, Spica
Kelas A
Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000 Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Vega, Sirius
Kelas F
Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin, berwarna putihkuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I) mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Canopus, Procyon
Kelas G
Bintang kelas G barangkali adalah yang paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis-garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A
Kelas K
Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin. Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garisgaris logam netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran
Kelas M
Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi bintang deret utama. Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse
Contoh Macam Rasi Bintang 1.Andromeda Andromeda (IPA: /andromede/) adalah suatu rasi bintang yang melambangkan putri Andromeda, di langit utara dekat Pegasus. Rasi ini cukup panjang dan redup, membentuk huruf "A". Rasi ini terkenal dengan Galaksi Andromedanya. Singkatan: And Genitif: Andromedae Simbologi: Andromeda, perawan yang dirantai Asensio rekta: 1 h Deklinasi: +40 Luas: 722 derajat persegi. (19th) Jumlah bintang utama: 4, 18 Jml bintang Bayer/Flamsteed: 63 Jml bintang yang diketahui memiliki planet: 2 Jml bintang paling terang: 3 Jml bintang dekat: 5 Bintang paling terang: And (Alpheratz) (2,1m) Bintang terdekat: Ross 248 (10,32 thn chy) Obyek Messier: 3 Hujan meteor: Andromedids (Bielids) Rasi bintang yang berbatasan: Perseus Cassiopeia Lacerta Pegasus Pisces Triangulum 2.Antlia Rasi bintang Antlia (kata Latin untuk pompa) adalah suatu rasi bintang yang relatif baru dan dibentuk pada abad ke-18. IAU mengakuinya sebagai salah sati dari 88 rasi bintang modern. Mulai dari utara, Antlia dikelilingi olehHydra sang monster laut, Pyxis yang merupakan sebuah kompas, Vela yang merupakan layar dari kapal mitologi Argo dan Centaurus. Kependekan Ant Genitif Antliae Arti Pompa Air Aksensio rekta 10h Deklinasi - 90 Tampak pada lintang Antara +45 dan - 90 Pada meridian April Luas - Total Urutan ke-62 239 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 0 Bintang tercerah
- Magnitudo tampak Ant 4.25 Hujan meteor * none Rasi bintang yang berbatasan : * Hydra * Pyxis * Vela * Centaurus 3.Apus Apus (cendrawasih adalah suatu rasi bintang redup di belahan selatan. Pertama kali ditemukan dalam Uranometria yang ditulis oleh Johann Bayer, tetapi mungkin sudah dipakai untuk navigasi sebelumnya. Kependekan Aps Genitif Apodis Arti Cendrawasih Aksensio rekta 16 h Deklinasi -75 Tampak pada lintang Antara 5 dan -90 Pada meridian 9 p.m., July 10 Luas - Total Urutan ke-67 206 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 0 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Apodis 3.83 Hujan meteor None Rasi bintang yang berbatasan : * Triangulum Australe * Circinus * Musca * Chamaeleon * Octans * Pavo * Ara 4.Aquarius Aquarius, atau pembawa air, adalah salah satu dari 88 rasi bintang di langit. Kependekan Aqr Genitif Aquarii Arti Pembawa Air
Aksensio rekta 23 h Deklinasi -15 Tampak pada lintang Antara 65 dan -90 Penampakan terbaik Oktober Luas - Total Urutan ke-10 980 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 2 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Sadalsud ( Aqr) 2,9 Hujan meteor * March Aquarids * Eta Aquarids (May 4) * Delta Aquarids (June 28) * Iota Aquarids Rasi bintang yang berbatasan * Pisces * Pegasus * Equuleus * Delphinus * Aquila * Capricornus * Piscis Austrinus * Sculptor * Cetus 5.Aquila Aquila adalah salah satu dari 48 rasi bintang yang didaftar oleh Ptolemy dan sekarang juga bagian dari 88 rasi yang diakui oleh IAU.
Kependekan Aql Genitif Aquilae Arti Elang Aksensio rekta 20 h Deklinasi +5 Tampak pada lintang Antara +85 dan - 75 Pada meridian July Luas - Total Urutan ke-22 652 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 3 Bintang tercerah
- Magnitudo tampak Altair ( Aquilae) 0.77 Hujan meteor * June Aquilids * Epsilon Aquilids Rasi bintang yang berbatasan : * Sagitta * Hercules * Ophiuchus * Serpens * Scutum * Sagittarius * Capricornus * Aquarius * Delphinus 6.Ara Ara (Altar) adalah suatu rasi bintang di selatan yang berada di antara rasi bintang Centaurus dan Lupus. Ara , adalah sejenis pohon fikus yang banyak sekali jenisnya. Tumbuh ditepi sungai Kependekan Ara Genitif Arae Arti Altar Aksensio rekta 17.39 h Deklinasi -53.58 Tampak pada lintang Antara 25 dan -90 Penampakan terbaik Juli Luas - Total Urutan ke-63 237 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 1 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Arae 2.9 Rasi bintang yang berbatasan * Corona Australis * Scorpius * Norma * Triangulum Australe * Apus * Pavo * Telescopium 7.Aries
Aries adalah salah satu dari rasi bintang zodiak, sang domba. Rasi ini berada antara Pisces di sebelah barat dan Taurus di sebelah timur. Kependekan Ari Genitif Arietis Arti Domba Aksensio rekta 3 h Deklinasi 20 Tampak pada lintang Antara 90 dan -60 Penampakan terbaik Desember Luas - Total Urutan ke-39 441 derajat persegi Banyaknya bintang dengan magnitudo tampak < 3 2 Bintang tercerah - Magnitudo tampak Hamal ( Ari) 2.0 Hujan meteor * May Arietids * Autumn Arietids * Delta Arietids * Epsilon Arietids * Daytime-Arietids * Aries-Triangulids Rasi bintang yang berbatasan * Perseus * Triangulum * Pisces * Cetus * Taurus