You are on page 1of 44

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Fisika adalah sains atau ilmu tentang alam dalam makna yang terluas, mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan waktu (http://chikaadc.wordpress.com/2010/03/22/fisika/). Seharusnya fisika

tidak sulit dipelajari karena semua prilakunya dengan mudah bisa dipertemukan dengan peristiwa nyatanya (seperti dalam pakok bahasan fluida yakni terapung, melayang dan tenggelamnya suatu benda di air yang sering kita lihat). Namun kebanyakan siswa merasa pelajaran fisika adalah pelajaran yang sulit untuk dipahami. Kesulitan ini dapat dilihat dari data hasil observasi awal tanggal 4 Februari 2011 yang dilakukan peneliti di SMKN 1 Batukliang kelas XIMultimedia. Dari hsil observasi tersebut didapat data hasil belajar fisika siswa pada materi pokok fluida subpokok fluida statis masih rendah dan memperlihatkan bahwa para siswa kesulitan mempelajari fisika, seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.1 di bawah ini : Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Fisika Subpokok Bahasan Fluida Statis Semester 1 Kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang. Tidak No Tahun Jumlah Tidak Nilai Tuntas KKM Tuntas Pelajaran siswa tuntas rerata (%) (%) 2008/2009 44 32 57,5 75 26.3 72,7 1 2 3 2009/2010 2010/2011 24 31 17 22 55 58 75 75 29.2 29.1 70.8 70.9

Sumber : Arsip Guru Fisika SMKN 1 Batuklian.

Pada tabel 1.1 Terlihat dari tahun pelajaran 2008/2009 sampai 2010/2011 persentase ketuntasan belajar siswa masih berada di bawah persentase ketuntasan minimal 85%. Rendahnya persentase ketuntasan belajar fisika siswa kelas tersebut dikarenakan rendahnya kualitas belajar yang diakibatkan kurangnya

pemanfaatan media pembelajaran oleh guru fisika. Ini terlihat pada RPP guru mata pelajaran fisika waktu observasi awal yang dilakukan oleh peneliti. Padahal pemanfaatan media pembelajaran dapat mempertinggi kualitas belajar siswa dalam pembelajaran (Sudjana dan Rivai, 2010: 2). Oleh karena itu para guru dituntut untuk memanfaatkan media semaksimal mungkin dalam pembelajaran, khususnya media yang telah disediakan sekolah. Salah satu media pembelajaran yang bisa dimanfaatkan di sekolah khusunya di SMKN 1 Batukliang adalah media visual. Dengan adanya LCD projector di sekolah tersebut memudahkan para guru dalam pemanfaatan berbagai jenis media pembelajaran khusunya media visual yang diproyeksikan. Menurut Sudjana dan Rivai (2010: 9), Studi mengenai pemanfaatan media visual dalam hubungannya dengan hasil belajar menunjukkan bahwa pesan-pesan visual memberikan pengaruh tinggi terhadap hasil belajar siswa. kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indra dengar dan 5% lagi dengan indra lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986 yang dikutip Arsyad, 2007:10).

Beberapa hasil penelitian yang lain juga telah membuktikan keberhasilan penggunaan media visual dalam pembelajaran, diantaranya: 1. Zaedah (2010), dalam penelitiannya membuktikan adanya peningkatan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan media visual. 2. Erianawati (2005), dalam penelitiannya penggunaan media visual (gambar) dalam pembelajaran anak hiperaktif di lembaga terapi anak altisma kudus membuktikan keberhasilan anak menguasai materi pelajaran. 3. Hendrawan, dkk. (2001), dalam penelitiannya tentang Efektivitas dari Lingkungan Pembelajaran Maya Berbasis Web (Jaringan), juga

mengatakan bahwa lingkungan pembelajaran yang bermedia teknologi dapat meningkatkan nilai para siswa, sikap mereka terhadap belajar dan evaluasi dari pengalaman belajar mereka. Mengingat pentingnya pemanfaatan media visual yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan peranannya dalam menunjang proses pembelajaran yang lebih baik, maka penulis sekaligus peneliti mencoba untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Penerapan Media Visual Dalam Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Pada Siswa Kelas XI-Multimedia Di SMKN 1 Batukliang Tahun Pelajaran 2011/2012.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah ada peningkatan ketuntasan belajar fisika dengan penerapan media visual pada siswa kelas XI-Multimedia SMKN 1 batukliang tahun pelajaran 2011/2012 ?

C.

Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui peningkatan ketuntasan belajar fisika dengan penerapan media visual pada siswa kelas XI-Multimedia SMKN 1 batukliang tahun pelajaran 2011/2012.

D.

Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan kajian dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan khususnya dibidang fisika. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru Dapat memberi wawasan pemikiran bagi guru tentang

pembelajaran yang berbasis media visual. b. Bagi lembaga pendidikan Masukan bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan media pembelajaran berbasis media visual.

c. Bagi peneliti lain Sebagai masukan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penggunaan media visual dalam proses pembelajaran. E. Definisi Operasional 1. Media Pembelajaran Media berarati sarana, atau alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran. 2. Media visual Media visual dalam penelitian ini adalah media berbentuk gambar yang diproyeksikan. 3. Ketuntasan belajar Ketuntasan belajar adalah Hasil belajar siswa yang melebihi kriteria ketuntasan minimal sekolah yang diperoleh melalui evaluasi setiap akhir pembelajaran.

F.

Ruang Lingkup Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI-Multimedia semester ganjil SMKN 1 batukliang tahun pelajaran 2011/2012. 2. Subjek penelitian Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas XIMultimedia semester ganjil SMKN 1 batukliang tahun pelajaran 2011/2012. 3. Objek penelitian Objek dalam penelitian ini adalah penggunaan media visual untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa secara klasikal.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.

Landasan Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Menurut pendapat tradisional dalam Aqib (2010:42), belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Sementara menurut pendapat modern menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan lingkungannya (Hanafiah dan Suhana, 2010:6). Pandangan modern ini didukung oleh beberapa pakar, antara lain Hamalik (2010:37), menyatakan Belajar adalah modifikasi atau

memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar juga bisa dikatakan sebagai suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman (Gagne, Berliner, dan Hilgard, 1970) dalam Hanafiah dan Suhana (2010:7). Kedua pendapat yang terakhir memperjelas tentang pengertian belajar yang tidak hanya berpusat pada intelektual semata, namun lebih luas lagi ke arah pengalaman seperti pengetahuan, keterampilan maupun sikap sebagai tindakan atau usaha individu yang merupakan suatu proses dalam berinteraksi dengan lingkungan dalam mendapatkan perubahan tingkah laku baik yang berupa kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar pada umumnya tidak terlepas dari proses pembelajaran, pembelajaran itu sendiri merupakan pengganti istilah mengajar. Menurut para pakar pendidikan, praktek mengajar di sekolah-sekolah pada umumnya

lebih banyak berpusat pada guru. Artinya bila guru mengajar dia lebih mempersiapkan dirinya supaya berhasil dalam menyampaikan materi pelajaran. Ia harus menguasai materi, menguasai metode mengajar, mampu melakukan evaluasi belajar dll, tanpa memperhatikan bahwa siswa-siswanya dapat belajar atau tidak. Oleh karena itu istilah mengajar yang dianggap berkonotasi teacher centered diganti dengan istilah pembelajaran. Dengan ini guru diharapkan selalu ingat bahwa tugasnya adalah membelajarkan siswa atau dengan kata lain membuat siswa dapat belajar untuk mencapai hasil yang optimal. Menurut Aqib (2010:41-42), Pembelajaran adalah upaya

mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Artinya guru bukan hanya penyalurkan pesan kepada siswa tapi bagaimana para guru bisa membuat supaya siswa bisa belajar. Slemeto (2010:12), Dari kesimpulannya tentang teori belajar menurut Bruner menyatakan peran guru dalam belajar adalah membimbing siswa dan mengusahakan supaya siswa dapat berperan aktif dalam mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga mempertegas bahwa guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi yang mendukung agar siswa dapat mewujudkan kemampuan belajarnya.

2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Pembelajaran Menurut Arsyad (2007:3), Kata media berasal dari bahasa latin medius yang berarti tengah, perentara atau pengantar, sedangkan dalam bahasa arab, media adalah perentara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Sehingga bisa dikatakan bahwa media pembelajaran adalah sebagai penyampai pesan dari beberapa sumber saluaran ke penerima pesan (Trianto, 2010:234) Gerlach & Ely (1971) dalam Arsyad (2007:3), menambahkan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. AECT (Association of Education and Communication Technoloy, 1977) dalam Arsyad (2007:3), memberikan batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi. Dari batasan pengertian media tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar.

10

b. Ciri-ciri Media Pembelajaran Gerlach & Ely (1971) dalam Arsyad (2007:12-13),

mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan media yang mungkin guru tidak mampu (kurang efesien) melakukannya. 1) Ciri Fiksatif (Fixative Property) Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam,

menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. 2) Ciri Manipulatif (Manipulative Property) Ciri ini menggambarkan kemampuan media mentransformasi suatu kejadian atau objek. Dengan kemampuan ini kejadian yang memakan waktu lama dapat disajikan dalam waktu yang sedikit dalam pembelajaran. 3) Ciri Distributif (Distributive Property) Ciri distriburif memungkinkan media dapat mentransformasi kejadian atau objek melalui ruang, dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

11

c. Manfaat Media Pembelajaran Trianto (2010:234-235), menyatakan media pembelajaran

diharapkan dapat memberikan manfaat, anatara lain: 1) Bahan yang disajaikan menjadi lebih jelas maknaya bagi siswa dan tidak bersifat verbalistik. 2) Metode pembelajaran menjadi lebih bervariasi 3) Siswa menjadi lebih aktif melakukan beragam aktivitas 4) Pembelajaran menjadi lebih menarik 5) Mengatasi keterbatasan ruang. Manfaat media pembelajaran menurut Kemp & Dayton (1985;34) dalam Arsyad (2007: 21-22), adalah: 1) Penyampaian materi pembelajaran dapat diseragamkan Dengan bantuan media pembelajaran, penafsiran yang berbeda antar guru dapat dihindari dan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi diantara siswa dimanapun berada. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik Media dapat menampilkan informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton dan tidak membosankan. 3) Efisiensi dalam waktu dan tenaga Dengan media tujuan belajar akan lebih mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal mungkin.

12

Guru tidak harus menjelaskan materi pelajaran secara berulangulang, sebab dengan sekali sajian menggunakan media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran. 4) Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa Media pembelajaran dapat membantu siswa menyerap materi belajar lebih mandalam dan utuh. Bila dengan mendengar informasi verbal dari guru saja, siswa kurang memahami pelajaran, tetapi jika diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh, merasakan dan mengalami sendiri melalui media pemahaman siswa akan lebih baik. 5) Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja Media pembelajaran dapat dirangsang sedemikian rupa sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar dengan lebih leluasa dimanapun dan kapanpun tanpa tergantung seorang guru. Perlu kita sadari waktu belajar di sekolah sangat terbatas dan waktu terbanyak justru di luar lingkungan sekolah. 6) Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar Proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga

mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan.

13

Sudjana dan Rivai (2010:2), mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu: 1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pengajaran 3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lainlain. d. Klasifikasi Media Bretz dalam Aqib (2010:61-62), menggolongkan media

berdasarkan tiga unsur pokok (Audio, visual dan motion) : 1) Media Audio-motion-visual yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan, ada bentuk objeknya dapat dilihat. Media semacam ini adalah telivisi vidio, tape dan film gerak.

14

2) Media Audio-still-visual yakni media yang mempunyai suara, objeknya dapat dilihat, namun tidak ada gerakan seperti film, slide suara. 3) Media Audio-semi motion yakni media yang mempunyai suara dan gerak, namun tidak dapat menampilkan suatu gerakan secara utuh, seperti teleboard. 4) Media Motion-visual yakni media yang menampilkan gambar objek bergerak seperti film bergerak tak bersuara. 5) Media Still-Visual yakni media yang ada objek namun tidak ada gerakan, seperti film strip ,micropon atau halaman cetak. 6) Media Semi-Motion yakni media yang mengguanakan garis dan tulisan, seperti tele-autograf. 7) Media Audio yakni media yang hanya menggunakan suara, seperti radio, telephon, audio-tape. 8) Media Cetak yakni media yang hanya menampilkan simbol-simbol tertentu, seperti huruf. Menurut Seels & Glasgow (1990:181-183) dalam Arsyad (2007:33-34), membagi media ke dalam dua katagori luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir. 1) Media Tradisional a) Visual diam yang diproyeksikan, seperti : Slides, filmstrip. b) Visual yang tidak diproyeksikan, seperti : foto, poster, grafik. c) Audio, seperti : rekaman piringan, pita kaset.

15

d) Visual dinamis yang diproyeksikan, seperti : film, televisi, vidio. e) Cetak, seperti : buku teks, majalah dll. f) Permainan, seperti : permaianan papan, teka-teki. g) Realita , seperti : specimen (contoh), peta, boneka. 2) Media Teknologi Mutakhir a) Media Berbasis telekomunikasi, seperti : Telekonferen. b) Media Berbasis mikroprosesor, seperti : Hypermedia, Compact (video) disc e. Dasar penggunaan media dalam pembelajaran Beberapa ahli telah memberikan batasan mengenai penggunaan media pemebelajaran dalam Arsyad (2007:7-10), yakni: Bruner (1966), ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman piktorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Tingkatan pengalaman hasil belajar seperti itu digambarakan oleh Dale (1969), sebagai suatu proses komunikasi.Levie & Levie (1975), menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubunghubungkan fakta dan konsep. Kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indra dengar dan 5% lagi dengan indra lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986). Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dales Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale) Kerucut ini merupakan rincian dari konsep tiga tingakatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner yakni hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman

16

langsung (enactive) yakni kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang, kemudian melalui benda tiruan (iconic), sampai kepada lambang verbal (symbolic).

Abstrak

Lambang kata Lambag visual Gambar diam

Gambar hidup Televisi Dramatisasi Benda tiruan/Pengamatan Pengalaman langsung Konkrit

Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Edgar dale dalam Arsyad ( 2007:11) 3. Media Visual Menurut Heinich and Molenda (2005) dalam Supriatna (2009:5),

media visual merupakan Media yang dapat memberikan rangsanganrangsangan visual seperti gambar/foto, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun, poster, papan buletin dan lainnya. Selain itu media visual juga bisa dikatakan sebagai penyajian yang dilakukan secara visual yang menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan-tulisan, atau simbul visual yang lain

17

dengan maksud untuk menggambarkan, dan merangkum suatu ide, data atau kejadian (Santyasa (2007:11). Pendapat beberapa ahli tersebut menegaskan bahwa media visual merupakan media yang memanfaatkan indra penglihatan seperti gambar, foto, garfik, bagan dan lainnya yang digunakan sebagai penyalur pesan atau informasi dari sumber pesan ke penerima pesan secara terangkum dan jelas. a. Bentuk Media Visual Arsyad (2007: 91-92), memberikan bentuk-bentuk media visual sebagai berikut: a) Gambar representasi, seperti gambar, lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya suatu benda b) Diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi,dan struktur isi materi c) Grafik seperti tabel, grafik, dan chart (bagan) yang menyajikan gambaran/kecendrungan data antara hubungan seperangkat gambar atau angka-angka. b. Fungsi Media Visual Levie & Lentz (1982) dalam Arsyad (2007: 16-17),

mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi efektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran

18

yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau teks materi pelajaran. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa, misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks yang membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. 4. Ketuntasan Belajar Ketuntasan belajar (Mastery of learning) yang merupakan proses belajar mengajar dimana bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas artinya dikuasai sepenuhnya oleh siswa ( http://www.isjoni.com ). Mastery of learning adalah salah satu setrategi belajar mengajar pendekatan individual ( Ali, 1992) dalam Djamarah dan Zain (2006: 8). Salah satu cirinya yaitu memperhatikan perbedaan individu terutama dalam hal kemampuan dan kecepatan belajarnya dalam hal ini seorang guru harus benarbenar tahu kemampuan masing-masing dari anak didiknya sehingga dalam

19

mengajar guru tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi anak yang pintar, yang sedang-sedang saja, maupun anak yang kemampuannya di bawah rata-rata. Menurut Depdikbud dalam Trianto (2010: 241), siswa dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan individual) jika proporsi jawaban benar siswa 65% dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat 85% siswa yang telah tuntas belajarnya.

20

B. Kerangka berpikir Aktivitas merupakan sesuatu yang sangat mendukung dalam proses pembelajaran. Dengan adanya aktivitas yang tinggi dari siswa dan guru, proses pembelajaran akan menghasilkan hasil pembelajaran yang bagus. Aktivitas yang tinggi bisa dibentuk dengan memaksimalkan penggunaan media pembelajaran karena dengan penggunaan media pembelajaran dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga dapat memaksimalakan penggunaan panaca indra siswa, terutama panca indra penglihatan (dalam hal ini adalah penggunaan media visual). Media visual merupakan salah satu media pembelajaran yang berbasis media berbentuk gambar dan memanfaatkan panca indra pandang. Dengan menampilkan media gambar yang diproyeksikan, akan lebih menarik perhatian siswa sehingga diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dalam pembelajaran dan memudahkan siswa dalam memahami maksud dari materi pembelajaran. Menurut beberapa penenelitian kurang lebih 90% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indra pandang dan hanya sekitar 5% diperoleh melalui indra dengar dan 5% lagi dengan indra lainnya (Baugh dalam Achsin, 1986) yang dikutip Arsyad (2007:10) Oleh karena itu penggunaan media visual sangat dibutuhkan dalam pembelajaran karena selain memudahkan siswa dalam memahami maksud dari suatu materi juga memudahkan guru dalam menjelaskan maksud dari materi pelajaran (pesan) dan membuat pembelajaran menjadi lebih terarah karena penjelasan guru akan dikontrol oleh media gambar yang ditampilkan sehingga

21

penggunaan waktu pembelajaran menjadi lebih maksimal dan tertuju pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Penerapan Media Visual Dapat Meningkatkan Ketuntasan Belajar Fisika Siswa Kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang Tahun Pelajaran 2011/2012.

22

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Arikunto, Suhardjono dan Supardi, 2010:3). Aqib (2006) juga mengatakan demikaian bahwa PTK adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan yang senagaja dimunculkan dalam sebuah kelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa PTK adalah suatu kegiatan penelitian yang sengaja dimunculkan oleh peneliti menggunakan suatu metode tertentu untuk mengetahui kelemahan dan kelebihannya selama penerapannya di kelas (dalam hal ini adalah siswa). B. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan pada data hasil observasi, sedangkan pendekatan kuantitatif dilakukan pada data hasil evaluasi atau tes hasil belajar. C. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang dan dilaksanakan pada tanggal 8 juli 2011 sampai 29 juli 2011

23

D.

Rancangan Penelitian Dalam rancangan penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dua siklus, dimana tiap siklus terdiri dari 4 tahap seperti yang dijelaskan pada gambar di bawah ini : 1. Tahap Perencanaan Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan adalah sebagai berikut : a. Membuat media visual yang berkaitan dengan materi pembelajaran b. Mensosialisasikan media pembelajaran media visual pada guru fisika dan siswa. c. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) d. Membuat lembar kegiatan siswa (LKS) e. Membuat lembar observasi penelitian f. Membuat alat avaluasi yakni berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda. 2. Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini merupakan tahap pelaksanaan atau penerapan tahap perencanaan yang meliputi pelaksanaan dari rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP). 3. Tahap Observasi dan evaluasi Tahap observasi merupakan tahap pengamatan aktivitas guru (peneliti) selama proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh 1 orang observer yang akan mengobservasi keterlaksanaan rencana pembelajaran. Sedangkan tahap evaluasi yang merupakan tahap umpan balik yang

24

dilakukan peneliti (guru) dengan cara memberikan tes evaluasi kepada siswa. 4. Tahap Refleksi Pada tahap ini peneliti menganalisa hasil observasi dan hasil evaluasi dengan guru mata pelajaran dan observer untuk melihat kekurangan dan hambatan selama proses penelitian dengan tujuan sebagai umpan balik pada siklus berikutnya,

25

Skema penelitian tindakan kelas

PERENCANAAN

REFLEKSI

SIKLUS I

PELAKSANAAN

PENGAMATAN

PERENCANAAN

REFLEKSI

SIKLUS II

PELAKSANAAN

PENGAMATAN

Gambar 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto, 2010)

26

E.

Teknik Pengumpulan Data 1. Sumber Data Data penelitian ini berasal dari siswa kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang Tahun Pelajaran 2011/2012. 2. Jenis Data Jenis data yang akan diambil adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang terdiri dari : a. Data hasil belajar (data kuantitatif). b. Data hasil observasi pelaksanaan pembelajaran (data kualitatif) 3. Cara Pengambilan Data Data diambil dengan cara : a. Data hasil ketuntasan belajar diperoleh dengan cara pemberian tes evaluasi pada siswa setiap akhir siklus. b. Data pelaksanaan rencana pembelajaran diperoleh dari hasil observasi.

27

F.

Instrumen penelitian Untuk mendapatkan data yang diperoleh dalam penelitian dibutuhkan instrumen penelitian. Adapun Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Lembar observasi untuk menilai keterlaksanaan rencana pembelajaran yang akan diamati selama kegiatan belajar mengajar berlangsung yang berisi sebuah daftar jenis kegiatan yang mungkin akan timbul dan teramati. 2. Tes prestasi belajar untuk mendapatkan dan mengatahui data hasili belajar siswa. Bentuk tes yang digunakan yaitu berbentuk pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 32 butir soal untuk siklus I dan 24 butir soal siklus II.

28

G.

Uji Coba Instrumen Sebelum tes pilihan ganda digunakan sebagai instrumen penelitian maka perlu diuji cobakan terlebih dahulu untuk mendapatkan tes yang valid dan reliabilitas. Tes yang diuji cobakan tesebut berupa tes pilihan ganda yang berjumlah 32 butir soal untuk siklus I dan 24 butir soal untuk siklus II. Rumus yang digunakan untuk menganalisis hasil uji coba instrumen sebagai berikut: 1. Validitas Butir Soal Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kesahihan suatu instrumen. Dalam penelitian digunakan rumus product moment dengan angka kasar (Arikunto, 2009) sebagai berikut:

Persamaan

Keterangan: = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y xy = Jumlah perkalian x dengan y N = Jumlah siswa

Kriteria: 1. Jika 2. Jika > < maka butir soal tersebut valid. maka butir soal tersebut tidak valid. validitas butir soal dari 40 soal pada siklus I,

Setelah analisis

terdapat 32 butir soal yang valid (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

29

8). Dan pada siklus II, dari 40 butir saol uji coba terdapat 24 butir soal yang valid (selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9). 2. Reliabilitas Butir Soal Reliabilitas suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat (Arikunto, 2009). Rumus yang digunakan untuk mengukur reliabilitas instrumen adalah rumus K-R. 20 (Arikunto, 2009), yakni:

(
Keterangan:
r11

)(

= reliabilitas tes secara keseluruhan = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q = 1 p) = jumlah hasil perkalian antara p dan q = banyaknya item = standar deviasi dari tes (standar deviasi akar varians)

p q

pq
n S

Kriteria: 1. Jika r11 > rtabel maka butir soal tersebut reliabel. 2. Jika r11 < rtabel maka butir soal tersebut tidak reliabel. Dari hasil analisis reliabelitas butir soal, Pada siklus I didapat r11 Sebesar 0,92 dan rtabel sebesar 0,404, karena r11>rtabel maka uji coba butir soal pada siklus I berkriteria reliabel (Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10). Dan pada siklus II didapat r11 Sebesar 0,89 dan rtabel sebesar

30

0,404, karena r11>rtabel maka uji coba butir soal pada siklus II berkriteria reliabel. 3. Indeks Kesukaran Butir Soal Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir soal digunakan rumus indeks kesukaran (Arikunto, 2009), sebagai berikut:

Keterangan: P B JS = indeks kesukaran = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar = jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.2. Kriteria indeks kesukaran soal Interval P 0.00 0.30 0.30 0.70 0.70 1.00 Kriteria Sukar Sedang Mudah (Arikunto, 2009). Hasil analisis indeks kesukaran butir 40 butir soal pada siklus I dan II dapat dilihat pada lampiran 12 dan lampiran 13.

31

4. Daya Pembeda Butir Soal Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Untuk menentukan daya pembeda butir soal digunakan rumus daya pembeda (Arikunto, 2009), yakni:

Keterangan: D = daya pembeda soal BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar. BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah Tabel 3.1. Kriteria daya pembeda soal Interval D Kriteria 0.00 0.20 Jelek 0.20 0.40 Cukup 0.40 0.70 Baik 0.70 1.00 Baik sekali - (negatif) Semua tidak baik (dibuang) (Arikunto, 2009) Hasil analisis daya pembeda 40 butir soal pada siklus I dapat dilihat pada lampiran 14, dan hasil analisis daya pemebeda 40 butir soal pada siklus II dapat dilihat pada lampiran 15.

32

H.

Teknik Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan analisa statistik menggunakan rumus kualitatif sebagai berikut : 1. Analisis Ketuntasan Belajar Siswa Setelah memperoleh data hasil belajar siswa maka data tersebut dianalisis dengan mencari ketuntasan belajar kemudian dianalisis secara kuantitatif. Untuk menghitung ketuntasan belajar siswa digunakan kriteria sebagai berikut : a. Ketuntasan individu setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas secara individu apabila mampu memperoleh nilai sebagai setandar ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan oleh sekolah tempat penelitian, dalam hal ini adalah SMKN 1 Batukliang. Rumus yang digunakan untuk menentukan ketuntasan siswa secara individu yaitu : KB =

x 100

Keterangan : KB = ketuntasan belajar T = jumlah skor yang diproleh siswa

Tt = jumlah skor total

33

b. Ketuntasan klasikal Sesuai dengan petunjuk teknik penilaian kelas dapat dikatakan tuntas secara klasikal, bila ketuntasan klasikal mencapai 85% (Trianto, 2010). 2. Indikator Kinerja 1) Siswa dikatakan tuntas belajarnya apabila hasil belajarnya mencapai KKM yang berlaku disekolah tersebut. 2) Siswa dikatakan tuntas secara klasikal apabila jumlah siswa yang tuntas mencapai 85% dari seluruh jumlah siswa.

34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan ketuntasan belajar siswa kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang dengan penerapan media visual. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 juli sampai dengan 29 Juli 2011. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, tiap siklus dilakukan 4 kali pertemuan, dimana pada pertemuan terakhir dilakukan dengan tes evaluasi untuk mengetahui berhasil atau tidaknya penelitian tersebut. Data yang diperoleh pada penelitian ini berupa data kuantitatif. Data kuantitatif berupa data ketuntasan belajar siswa yang diperoleh dari hasil evaluasi. Adapun analisis data tiap-tiap siklus akan dipaparkan sebagai berikut: 1. Siklus I. a. Data Ketuntasan Belajar Siswa Setelah proses pembelajaran pada siklus I selesai maka diadakan evaluasi atau tes akhir untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diajarkan. Evaluasi ini diberikan dalam bentuk tes tulis pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 32. Untuk lebih lengkapnya, Data hasil belajar siswa siklus I dapat dilihat pada lampiran 18. Sedangkan tes evaluasinya dapat dilihat pada lampiran 16. Data pada lampiran tersebut dianalisis sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

35

Tabel 4.1 Data hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus I Jumlah siswa Jumlah siswa yang Rata-rata yang ikut tes tuntas 33 orang 4 orang 63,6

Persentase Ketuntasan 0.12%

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 33 orang siswa yang mengikuti tes evaluasi, hanya 4 orang siswa yang tuntas dengan nilai rata-rata siswa adalah 63,6 dan persentase ketuntasan 0.12%. Walaupun nilai rataratanya di atas nilai ketuntasan minimal namun persentase ketuntasannya belum mencapai persentase ketuntasan secara klasikal yakni 85%. Oleh karena itu pada siklus I, dikatakan belum berhasil karena hasil belajar siswa belum mencapai ketuntasan secara klasikal. b. Refleksi Masih rendahnya aktivitas dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.1 di atas, disebabkan masih banyaknya kekurangan-kekurangan selama proses pembelajaran. Adapun kekurangankekurangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rendahnya perhataian siswa saat guru membuka pembelajaran, seperti rendahnya perhatian siswa saat guru memberikan motivasi dan apersepsi. 2. Rendahnya interaksi antar siswa dalam diskusi, seperti saat mengerjakan tugas diskusi kebanyakan yang mengerjakan hanya seorang saja tanpa adanya kerja sama antar anggota. 3. Sedikitnya contoh soal yang diberikan guru pada siswa.

36

4. Rendahnya partisipasi siswa saat guru menutup pelajaran, seperti sedikitnya siswa yang mau membuat rangkuman hasil belajar dan menyimpulkan materi yang dibahas. 5. Masih rendahnya interaksi siswa dengan guru, seperti interaksi saat pembelajaran dan diskusi Memperhatikan kekurangan-kekurangan di atas, maka rencana perbaikan yang akan dilakukan pada siklus II adalah: 1. Guru berusaha menarik perhatian siswa saat akan membuka pelajaran dengan cara guru berusaha menarik perhatian siswa, misalnya dengan memukul bangku pake penghapus atau memperlihatkan langsung media visual pembelajaran. Setelah merasa semua siswa memperhatikan barulah guru membuka pelajaran. 2. Untuk meningkatkan interaksi antar siswa saat diskusi, guru memberikan pembagian tugas yang jelas dan menghampiri setiap kelompok selama diskusi dan sebisa mungkin mengaktifkan siswa yang sudah paham untuk memberikan penjelasan pada temannya yang kurang paham. 3. Guru berusaha berinteraksi dengan siswa selama proses pembelajaran dengan memberikan lebih banyak contoh soal dan memberi pertanyaan singakat (Tanya jawab) saat memberi penjelasan. 4. Saat menutup pelajaran, guru mengajak semua siswa untuk menyimpulkan bersama materi pelajaran yang sudah dibahas dengan mengusahakan setiap bangku bisa menyimpulakan materi pelajaran yang sudah dibahas.

37

2. Siklus II b. Data Ketuntasan Belajar Siswa Setelah proses pembelajaran pada siklus II selesai maka diadakan evaluasi atau tes akhir untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diajarkan. Evaluasi ini diberikan dalam bentuk tes tulis pilihan ganda dengan jumlah soal sebanyak 24. Data lengkap hasil belajar siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 19, sedangkan tes evaluasinya dapat dilihat pada lampiran 17. Data pada lampiran tersebut dianalisis sehingga diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.4 Data hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus I Jumlah siswa Jumlah siswa yang Ratayang ikut tes tuntas rata 32 orang 29 78,9

Persentase Ketuntasan klasikal 87,5 %

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari 32 orang siswa yang mengikuti tes evaluasi, terdapat 29 orang siswa mampu mencapai ketuntasan dengan nilai rata-rata seluruh siswa adalah 78,9 dan persentase ketuntasan secara klasikal 87.5%. Jika dilihat dari persentase ketuntasan siswa secara klasikal, dikatakan sudah tunatas karena siswa yang bernilai 75 secara klasikal melebihi 85%. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada siklus I dan siklus II, terdapat peningkatan nilai rata-rata kelas, ketuntasan belajar secara klasikal dan aktivitas belajar secara terus menerus. Secara umum peningkatan data aktivitas belajar dan ketuntasan belajar siswa dari siklus I sampai siklus II dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut :

38

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0.12 63.6 nilai rata-rata persentase ketuntasan 87.5 78.9

Grafik 4.1. Data hasil belajar siswa untuk siklus I dan II Dengan demikian, penerapan media visual dalam pembelajaran pada siswa kelas XI-Multimedia SMKN 1 Batukliang dapat meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa. Oleh karna itu penelitian pada siklus berikutnya dapat dihentikan. Namun hasil tersebut masih perlu disempurnakan karena masih dibawah target 100% ketuntasan, maka perlu mendapat perhatian dan penanggulangan, khususnya dari guru bidang studi yang bersangkutan.

39

B. Pembahasan Penelitian ini dilaksanakan sesuai dengan prosedur penelitian tindakan kelas (PTK) yang telah ditetapkan seperti tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, tahap observasi/evaluasi, dan tahap refleksi. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan pada tiap siklus dan 1 kali pertemuan untuk evaluasinya. Adapun langkah-langkah pembelajaran tertuang dalam RPP (lampiran 29 dan 30). Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi terhadap kegiatan guru yang dicatat pada lembar observasi. Dimana pada lembar observasi terdapat penilaian afektif. Sedangkan untuk penilaian aspek kognitif terdapat pada lembar tes

evaluasi yang dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan untuk setiap siklus. Adapun hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I dari hasil evaluasi didapat nilai rata-rata kelas 63,6 dan persentase ketuntasan 0,12 % atau dari 33 siswa dalam kelas tersebut hanya 4 siswa saja yang tuntas. ini menunjukkan bahwa pada siklus I ketuntasan belajar siswa secara klasikal dengan

menggunakan media visual masih rendah (dibawah 85%) atau belum mencapai indikator keberhasilan. Masih rendahnya nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang sudah dirincikan pada tahap refleksi diantaranya adalah kurangnya interaksi antara siswa disaat diskusi dan rendahnya interaksi antara siswa dengan guru saat pembelajran dan diskusi. Masalah tersebut dapat diatasi yaitu dengan cara, guru melakukan perbaikan-perbaikan dalam pembelajaran dan meningkatkan hal-hal yang masih

40

dianggap kurang. Misalnya Untuk meningkatkan interaksi antar siswa saat diskusi, guru memberikan pembagian tugas yang jelas dan menghampiri setiap kelompok selama diskusi dan sebisa mungkin mengaktifkan siswa yang sudah paham untuk memberikan penjelasan pada temannya yang kurang paham. Sementara untuk meningkatkan interaksi antara siswa dengan guru dilakukan dengan cara mengadakan Tanya-jawab saat pembelajaran. Dari perbaikan-perbaikan yang dilakukan guru selama

pemebelajaran/pelaksanaan tindakan didapat hasil analisis data pelaksanaan tindakan pada siklus II yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan yang sebelumnya 63,6 pada siklus I menjadi 78,9 pada siklus II begitupun untuk persentase ketuntasan, yang sebelumnya pada siklus I sebesar 0,12% mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 87,5%. Karena telah tercapainya ketuntasan belajar sesuai indikator keberhasilan, penelitian ini dilaksanakan sampai pada siklus II. Tercapainya ketuntasan belajar siswa dikarenakan penerapan media visual membuat siswa bisa langsung melihat visualisasi materi yang dibahas sehingga memudahkan mereka dalam berpikir mengenai maksud dari materi yang disampaikan guru. Seperti saat memahami maksud dari pernyataan, hukum dan rumus-rumus pada fluida statis, dengan penggunaan media visual dalam pembelajaran, siswa dengan mudah memahaminya karna siswa bisa melihat langsung maksud dari materi tersebut sehingga pembelajaran menjadi lebih jelas, terarah dan menarik. Oleh karna itu dapat dibuktikan, dengan penerapan media

41

visual pada kelas XI-multimedia SMKN 1 Batukliang Tahun Pelajaran 2011/2012 mampu meningkatkan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa.

42

BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: Penerapan media visual dalam pembelajaran fisika pada siswa kelas XI-multimedia SMKN 1 Batukliang tahun pelajaran 2011/2012 dapat meningkatkan ketuntasan belajar siswa yaitu dari ketuntasan klasikal 0,12% pada siklus I meningkat menjadi 87,50% pada siklus II. B. Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, maka peneliti memberikan beberapa saran antara lain: 1. Kepada guru fisika SMKN 1 Batukliang dan pada guru yang lain agar

melanjutkan penggunaan media khususnya media visual pada proses pembelajaran karna dengan penggunaan media visual memudahkan siswa dalam memahami suatu materi. 2. Kepada peneliti selanjutnya yang berminat diharapkan agar dalam kegiatan penelitiannya, penerapan metode pembelajaran media visual ini lebih disempurnakan.

43

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z. 2010. Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Insan Cendekia. Aqib, Z. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya Arikunto, S, Suhardjono dan Supardi 2010. Penelitian Tindakan Kleas. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan-edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, S. 2003. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan-edisi revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Arsyad, A.2007. Media Pembelajaran. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Bakir, S dan Suryono, S. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Batam: Karisma Publising Group. Djamarah, B dan Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Erianawati. 2005. Penggunaan Media Visual (Gambar) Dalam Pembelajaran Anak Hiperaktif Di Lembaga Terapi Anak Altisma Kudus . Skripsi S1. Universitas Semarang Hamalik, O. 2010. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. Hanafiah, N dan Suhana, C. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Refika Aditama. Nurkancana, W dan Sumartana. 1983. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Santyasa, W. 2007. Landasan Konseptual Media Pembelajaran. Makalah Disajikan dalam Workshop Media Pembelajaran bagi Guru-Guru SMA Negeri Banjar Angkan, Banjar Angkan Klungkung, 10 Januari 2007. Sudjana, N dan Rivai, A. 2010. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo Sugiono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Supriatna, D.2009. Pengenalan Media Pembelajaran. ________: PPPPTK TK dan PLB.

44

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zaedah. 2009. Peningkatan Aktivitas Dan Ketuntasan Belajar Siswa Dengan Menggunakan Multimedia. Mataram : IKIP Mataram _____. 2008. Aktivitas belajar. (online). http:// ipotes. wordpress. com/2008/05/24/ aktivitas-belajar/, Diakses tanggal 12 januari 2010. ______. 2010. Skripsi fisika. (online). http://www.ziddu.com/2010/02/30/ skripsifisikagratis/, Diakses tanggal 12 januari 2010. Joomla. 2011. Sebuah Dedikasi Bagi Pendidikan (online). http://www.isjoni.com. Diakses tanggal 17 agustus 2011 Purnama,Y. 2010. Fisika.(online). http://chikaadc.wordpress. Com /2010 /03/22 /fisika/.Diakses tanggal 12 januari 2010.

You might also like