You are on page 1of 22

MAKALAH TUGAS BIOLOGI PLATYHELMINTHES 0100090000037800000002001c0 000000000040000000301080005 0000000b0200000000050000000 c02a2077805040000002e011800 1c000000fb02100007000000000 0bc020000000001020222537973 74656d00077805000076bf00009 85c110004ee833908d06a150c02 0000040000002d0100000400000 0020101001c000000fb02ceff000 000000000900100000000044000

0 1254696d6573204e657720526f6 d616e0000000000000000000000 000000000000040000002d01010 0050000000902000000020d0000 00320a2d0000000100040000000 00078059e072000160004000000 2d010000030000000000


Disusun oleh : Annisa Zara Nuradinda (X9/04) Fauziah Nurul Inayah (X9/10) Gina Nabella Ashida (X9/14) Meliana Shantia Rizka (X9/21)

PENGESAHAN

Makalah ini yang berjudul Platyhelminthes ini disusun oleh: Nama : Annisa Zara Nuradinda Fauziah Nurul Inayah Gina Nabella Ashida Meliana Shantia Rizka Kelas : X.9 Telah disahkan pada: Hari : Tanggal : Tempat : SMA Negeri 1 Tegal

Mengetahui, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Kota Tegal

Pembimbing, Guru Biologi

Drs. Surono NIP.

Listiyani, S.Pd NIP.

MOTO DAN PERSEMBAHAN

Moto : Seorang pemenang tidak akan pernah berhenti mencoba. Keberhasilan terbesar dalam hidup adalah dapat bangkit kembali dari sebuah kegagalan. Visi adalah seni melihat sesuatu yang belum terwujud. Nama yang harum lebih berharga dari kekayaan. Kesabaran adalah kunci dari kesuksesan.

Persembahan : Makalah ini kami persembahkan untuk : 1. Ayah dan Ibu yang kami sayangi. 2. Guru yang telah membimbing kami. 3. Teman-teman yang kami sayangi. 4. Pembaca yang budiman.

PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun sebuah makalah tentang Platyhelminthes dalam rangka memenuhi tugas Biologi. Pembuatan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu Listiyani, S.Pd selaku guru pembimbing mata pelajaran Biologi SMA Negaeri 1 Tegal. 2. Orang tua yang telah memberikan bantuan dan doa. 3. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam pembuatan makalah ini. Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, untuk itu kritik dan saran yang menyempurnakan makalah ini sangat kami harapkan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Tegal, Maret 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... Halaman Pengesahan .. Moto dan Persembahan ... Prakata . i ii iii iv

Daftar Isi . Abstrak..................................................................................................................... Bab I Pendahuluan.............................................................................................. 1.1 Latar Belakang................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 1.3 Tujuan Penulisan................................................................................ 1.4 Sistematika Penulisan......................................................................... Bab II Pembahasan.............................................................................................. 2.1 Ciri-ciri Platyhelminthes 2.1.1 Lapisan Tubuh .. 2.1.2 Sistem Pencernaan 2.1.3 Sistem Transpor 2.1.4 Sistem Saraf .. 2.1.5 Organ Indera .. 2.1.6 Sistem Ekskresi . 2.1.7 Reproduksi 2.2 Struktur Tubuh Platyhelminthes dan Fungsinya 2.2.1 Kelas Turbellaria (Cacing Berbulu Getar) 2.2.2 Kelas Trematoda (Cacing Isap) . 2.2.3 Kelas Cestoda (Cacing Pita) .. 2.3 Klasifikasi Platyhelminthes ... 2.4 Peranan Platyhelminyhes ... Bab III Penutup..................................................................................................... 3.1 Kesimpulan

v vi

11

3.2 Saran .. Daftar Pustaka .

ABSTRAK
Kelompok 2.X.9.(2009). Platyhelminthes (berasal dari bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera dan Coelenterata. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm, dan endoderm. Platyhelminthes memiliki cirri-ciri hidup bebas atau perasit, pencernaan system gastrovaskuler, tidak ada anus, tidak ada system transpor. Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu : Kelas Turbellaria (Cacing Berbulu Getar), Trematoda (Cacing Isap), Cestoda (Cacing Pita). Secara umum anggota Platyhelminthes kurang menguntungkan manusia karena sebagian besar merupakan parasit pada manusia dan hewan, terutama anggota dari kelas Trematoda dan Cestoda. Namun, dalam ekosistem Platyhelminthes berperan sebagai penyusun rantai dan jaring-jaring makanan, yaitu sebagai konsumen. Selain itu contoh Platyhelminthes yang menguntungkan adalah Planaria, karena dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan.

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Siapa yang tidak mengetahui cacing? Cacing atau vermes adalah binatang yang mudah ditemukan disekitar kita. Cacing adalah binatang yang tubuhnya lunak, tidak bercangkang, tubuhnya memiliki simetri bilateral. Cacing terbagi menjadi beberapa phylum. Yaitu Phylum Platyhelminthes, Nemathelminthes, dan Annelida. Untuk itu penulis ingin mengetahui tentang Phylum cacing yang paling sederhana, yaitu Phylum Platyhelminthes. 1.2 Rumusan Masalah Ada beberapa permasalahan yang akan di bahas oleh penulis dalam pembuatan makalah ini antara lain: a. Bagaimanakah ciri-ciri Platyhelminthes? b. Bagaimanakah struktur tubuh Platyhelminthes? c. Apakah fungsi struktur tubuh tersebut? d. Apa sajakah klasifikasi dari Phylum Platyhelminthes? e. Apa sajakah peranan Platyhelminthes? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah penulis ingin : a. Dapat mengetahui ciri-ciri dari Platyhelminthes. b. Dapat mengetahui bentuk struktur tubuh dari Platyhelminthes. c. Dapat mengetahui fungsi struktur tubuh dari Platyhelminthes. d. Dapat mengetahui klasifikasi dari Phylum Platyhelminthes. e. Dapat mengetahui peranan dari Platyhelminthes, baik positif maupun negatif. 1.4 Sistematika Penulisan Dalam penulisan makalah ini terdiri dari beberapa bab, kami membaginya menjadi 3 bab, antara lain : Bab I Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan

dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan Bab ini meliputi : 2.1 Bagian ini berisi tentang ciri-ciri dari Platyhelminthes. 2.2 Bagian ini berisi tentang struktur tubuh Platyhelminthes dan fungsi dari struktur tubuh tersebut. 2.3 Bagian ini berisi tentang klasifikasi dari Phylum Platyhelminthes. 2.4 Bagian ini berisi tentang peranan dari Platyhelminthes, baik peranan positif maupun peranan negatif. Bab III Penutup Bab ini terdiri dari kesimpulan, saran, dan daftar pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN
Platyhelminthes (berasal dari bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera dan Coelenterata. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm, dan endoderm. Platyhelminthes memiliki ukuran tubuh beragam, dari yang berukuran hampir microskopis hingga yang panjangnya 20 cm. Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan bentuk pipih. Diantara hewan simetris bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh yang paling sederhana. 2.1 Ciri-ciri Platyhelminthes Platyhelminthes memiliki bentuk tubuh pipih dorsoventral (dorsal = punggung, ventral = perut), tidak berbuku-buku, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh atau tripoblastik acoelomata. Bagian tubuhnya terdiri atas bagian anterior (depan atau kepala), posterior (belakang atau ekor), dorsal (punggung), ventral (perut), dan lateral (samping). Cacing ini biasanya hidup di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk menempel. 2.2 Struktur Tubuh Plathyhelminthes dan Fungsinya 2.2.1 Lapisan Tubuh Sebagaimana telah diuraikan diatas, Platyhelminthes tergolong

tripoblastik aselomata. Lapisan embrionya terdiri dari ektoderma, mesoderma, dan endoderma. Dalam perkembangan selanjutnya, lapisan mesoderma tidak mengalami spesialisasi sehingga lapisan ini disebut sebagai parenkima karena bentuk sel-selnya seragam, dan tidak membentuk sel-sel khusus. Ditinjau dari simetrinya, tubuh cacing ini tergolong simetri bilateral. Artinya jika tubuh cacing dipotong membujur melalui bagian tengah punggung hingga

menembus perutnya, maka akan terbentuk dua potongan kiri kanan yang serupa atau simetris. 2.2.2 Sistem Pencernaan Cacing pipih memiliki sistem pencernaan yang tidak sempurna. Sistem pencernaan dimulai dari mulut, dilanjutkan ke faring, kemudian kerongkongan. Pada cacing pipih golongan cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan. Dibelakang kerongkongan terdapat usus yang kemudian bercabang-cabang membentuk saluran-saluran keseluruh tubuhnya. Usus tersebut selain berfungsi untuk mencerna makanan, juga berfungsi untuk mengedarkan makanan ke seluruh tubuhnya. Sistem pencernaan yang demikian disebut sebagai sistem gastrovaskuler (gaster = perut, vasculair = saluran-saluran). Jadi, peredaran makanan tidak dilakukan oleh darah, melainkan oleh usus. Cacing pipih tidak mempunyai anus yang digunakan sebagai lubang pengeluaran. Sisa-sisa makanan dibuang melalui mulutnya. Perhatikan gambar susunan saluran pencernaan Planaria berikut.

Gambar 1. Susunan saluran pencernaan Planaria 2.2.3. Sistem Transpor Cacing pipih tidak memiliki sistem transport, karena makanan telah diedarkan oleh sistem gastovaskuler. Pada peredaran gas dan pengeluarannya oksigen berdifusi langsung melalui permukaan tubuhnya, dan karbondioksida juga dikeluarkan melalui seluruh permukaan tubuhnya. 2.2.4 Sistem Saraf Sistem saraf cacing pipih berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk

tangga tali saraf yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh. Perhatikan gambar system saraf Planaria berikut ini.

Gambar 2. Sistem saraf Planaria 2.2.5 Organ Indera Gerak aktif cacing berhubungan dengan sistem saraf dan indera. Turbellaria dan cacing hati mempunyai 2 bintik mata pada bagian anterior atau kepalanya. Bintik mata berupa struktur yang mengandung pigmen yang peka terhadap cahaya yang disebut oseli. Cacing pipih mempunyai indera peraba dan sel kemoreseptor yang tersebar diseluruh tubuh. Pada Planaria, indera peraba dan sel kemoreseptor membentuk organ yang disebut aurikula (telinga) yang menyerupai lubang telinga yang terletak disisi kepala. Beberapa spesies mempunyai statosista atau alat keseimbangan dan reoreseptor yaitu organ untuk mengetahui arah aliran air. 2.2.6 Sistem Ekresi Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Perhatikan gambar sistem eksresi dan sel api Planaria berikut.

Gambar 3. a) Susunan saluran eksresi pada Planaria; b) Sel api (flame cell) 2.2.7 Reproduksi Reproduksi pada cacing pipih seperti Planaria dapat secara aseksual dan secara seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dengan regenerasi yakni memutuskan bagian tubuh. Sedangkan reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hermafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur. Sedangkan reproduksi jantan terdiri atas testis, pori genital dan penis. Perhatikan gambar sistem reproduksi Planaria berikut ini.

Gambar 4. Sistem reproduksi Planaria Selanjutnya perhatikan gambar reproduksi aseksual Planaria berikut ini.

Gambar 5. Reproduksi aseksual Planaria

Keterangan : Gambar A. Terpotong secara alami, Gambar B. Dibelah dua, Gambar C. Dibelah tiga. 2.3 Klasifikasi Platyhelminthes Platyhelminthes (cacing pipih) dapat dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (Cacing Berbulu Getar), Trematoda (Cacing Isap), dan Cestoda (Cacing Pita). Berikut akan dijelaskan satu-persatu. 2.3.1 Kelas Turbellaria (Cacing Berbulu Getar) Kelas Turbellaria merupakan cacing pipih yang dapat bergerak dengan menggetarkan bulu getarnya. Di permukaan ventral tubuh cacing ini terdapat silia, yang dapat digetarkan. Sebagian besar Turbellaria merupakan cacing yang hidup bebas, biasanya hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembab dan jarang sebagai parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap.. Panjang tubuh bervariasi dari 5 50 mm. Contoh Turbellaria antara lain Planaria dengan ukuran tubuh kira-kira 0,5 1,0 cm dan Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam hari. Permukaan tubuh Planaria bersilia dan kira-kira di tengah mulut terdapat proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan keluar) seperti pada gambar berikut.

Gambar 6. Proboscis pada Planaria 2.3.2 Kelas Trematoda (Cacing Isap)

Hewan Trematoda memiliki tubuh yang diliputi kutikula dan tak bersilia. Pada ujung anterior terdapat mulut dengan alat penghisap yang dilengkapi kait. Tubuh dengan panjang lebih kurang 2,5 cm dan lebar 1cm serta simetris bilateral. Trematoda termasuk hewan hemafrodit dan sebagai parasit pada Vertebrata baik berupa ektoparasit (pada ikan) maupun sebagai endoparasit. Contoh hewan

Trematoda adalah cacing hati atau Fasciola hepatica (parasit pada hati domba), Fasciola gigantica (parasit pada hati sapi) dan cacing hati parasit pada manusia (Chlonorchis sinensis) serta Schistosoma japonicum (cacing darah). Daur Hidup beberapa cacing Kelas Trematoda Cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan kantong empedu sapi atau domba. Kemudian telur keluar ke alam bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularisrubigranosa). Di dalam tubuh mirasidium siput selama tumbuh kurang siput ini,

menjadi lebih 2

sporokista (menetap dalam tubuh minggu). Sporokista ini

akan

menjadi

larva secara

berikutnya yang disebut Redia. Hal berlangsung partenogenesis. Redia akan menuju jaringan tubuh siput dan berkembang menjadi larva berikutnya yang disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air. Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk

beberapa lama. Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola hepatica. Apabila rumput tersebut termakan oleh domba, maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati, saluran empedu dan dewasa di sana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur kembali dan siklus ini terulang lagi.

Gambar 7. Tahap perkembangan larva Fasciola hepatica

Daur Hidup Fasciola hepatica (Cacing Hati parasit pada Domba)

Cacing hati memiliki daur hidup yang kompleks karena melibatkan sedikitnya dua jenis inang, yaitu inang utama dan inang sebagai perantara. Daur hidup cacing hati terdiri dari fase seksual dan aseksual. Fase seksual terjadi saat cacing hati dewasa berada di dalam tubuh inang utama. Fase aseksual dengan membelah diri terjadi saat larva berada di dalam tubuh inang perantara.

Gambar 8. Anatomi Fasciola hepatica Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam tuan rumah yaitu: 1. Inang perantara yaitu siput air Inang menetap, yaitu hewan bertulang belakang pemakan 2. rumput seperti sapi dan domba. Perhatikan gambar daur hidup Fasciola hepatica berikut:

Gambar 9. Daur hidup Fasciola hepatica Daur Hidup Chlonorchis sinensis (Cacing Hati parasit pada manusia) Daur hidup Chlonorchis sinensis sama seperti Fasciola hepatica, hanya saja serkaria pada cacing ini masuk ke dalam daging ikan air tawar yang berperan sebagai inang sementara. Struktur tubuh Chlonorchis sinensis sama seperti tubuh pada Fasciola hepatica hanya berbeda pada cabang usus lateral yang tidak beranting. Daur Hidup Schitosoma japonicum (Cacing Darah) Cacing darah ini parasit pada manusia, babi, biri-biri, kucing dan binatang lainnya. Cacing dewasa dapat hidup dalam pembuluh balik (vena) perut. Tubuh cacing jantan lebih lebar dan dapat menggulung sehingga menutupi tubuh betina yang lebih ramping. Cacing jantan panjangnya 9 22 mm, sedangkan panjang cacing betina adalah 14 26mm.

Gambar 10. Schistosoma japonicum jantan dan betina Selanjutnya diuraikan tentang daur hidup Schistosoma japonicum. Cacing darah ini bertelur pada pembuluh balik (vena) manusia kemudian menuju ke poros usus (rektum) dan ke kantong air seni (vesica urinaria), lalu telur keluar bersama tinja dan urine. Telur akan berkembang menjadi mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput. Kemudian dalam tubuh siput akan berkembang menjadi serkaria yang berekor bercabang. Serkaria dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman atau menembus kulit

dan dapat menimbulkan penyakit Schistomiasis (banyak terdapat di Afrika dan Asia). Penyakit ini menyebabkan kerusakan dan kelainan fungsi pada hati, jantung, limpa, kantong urine dan ginjal. 2.3.3 Cestoda (Cacing Pita) Cacing pita (Cestoda) memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 3 m dan terdiri dari bagian kepala (skoleks) dan tubuh (strobila). Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan. Sistem eksresi terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api. Sistem saraf sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang. Contoh Cestoda yaitu : Taenia saginata (dalam usus manusia), Taenia solium (dalam usus manusia), Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam), Echinococcus granulosus (dalam usus anjing), Dipylidium latum (menyerang manusia melalui inang protozoa). Daur Hidup Taenia saginata Cacing ini parasit dalam usus halus manusia. Perbedaannya dengan Taenia solium hanya terletak pada alat pengisap dan inang perantaranya. Taenia saginata pada skoleksnya terdapat alat pengisap tanpa kait dan inang perantaranya adalah sapi. Sedangkan Taenia solium memiliki alat pengisap dengan kait pada skoleksnya dan inang perantaranya adalah babi.

Gambar 11. Anatomi Taenia saginata

Dalam usus manusia terdapat proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio). Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila telur ini termakan sapi, dan sampai pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva onkoster menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut Cysticercus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut Cysticercus (sistiserkus). Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi mentah atau setengah matang. Dinding Cysticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia. Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur. Bila proglotid masak akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh sapi. Selanjutnya telur yang berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas menjadi larva onkoster. Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti siklus hidup seperti di atas. Perhatikan gambar daur hidup Taenia saginata berikut ini.

Gambar 12. Daur hidup Taenia saginata

Daur Hidup Taenia solium

Daur hidup Taenia solium sama dengan daur hidup Taenia saginata, hanya saja inang perantaranya adalah babi. Sedangkan kista yang sampai di otot lurik babi disebut Cysticercus sellulose. Daur Hidup Coanotaenia infudibulum Cacing pita lainnya adalah Coanotaenia infudibulum yang parasit pada usus ayam tetapi inang perantaranya adalah Arthropoda antara lain kumbang atau tungau.

2.4 Peranan Platyhelminthes Secara umum anggota Platyhelminthes kurang menguntungkan manusia karena sebagian besar merupakan parasit pada manusia dan hewan, terutama anggota dari kelas Trematoda dan Cestoda. Namun, dalam ekosistem Platyhelminthes berperan sebagai penyusun rantai dan jaring-jaring makanan, yaitu sebagai konsumen. Contoh Platyhelminthes yang menguntungkan adalah Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan sebagai makanan ikan. Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita) sebaiknya dilakukan beberapa cara, antara lain : memutuskan daur hidupnya, menghindari infeksi dari larva cacing, tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat) tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Platyhelminthes (berasal dari bahasa yunani, platy = pipih, helminthes = cacing) atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya sedah lebih maju dibandingkan porifera dan Coelenterata. Tubuh Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm, dan endoderm. Platyhelminthes memiliki cirri-ciri hidup bebas atau perasit, pencernaan system gastrovaskuler, tidak ada anus, tidak ada system transpor. Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas, yaitu : Kelas Turbellaria (Cacing Berbulu Getar), Trematoda (Cacing Isap), Cestoda (Cacing Pita). Secara umum, Platyhelminthes kurang menguntungkan karena menjadi parasit, namun ada beberapa contoh Platyhelminthes yang menguntungkan. 3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan dan keseluruhan makalah ini, kami ingin memberikan saran sebagai berikut : Agar terhindar dari infeksi cacing parasit (cacing pita), kita dapat melakukan beberapa cara, antara lain : memutuskan daur hidupnya, menghindari infeksi dari larva cacing, tidak membuang tinja sembarangan (sesuai dengan syarat-syarat hidup sehat) tidak memakan daging mentah atau setengah matang (masak daging sampai matang).

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Nunung. 2007. Biologi Bilingual untuk SMA/MA Kelas X. Bandung: Yrama Widya.

You might also like