You are on page 1of 7

BANDUNG LAUTAN API 12-3-2007 BANDUNG LAUTAN API Pada bulan September-Oktober 1945 terjadi bentrokan fisik antara

pemuda, TKR, dan rakyat Bandung dengan tentara Jepang dalam usaha pemindahan markas Jepang, antara lain di Gedung PTT, pabrik senjata dan mesiu di Kiaracondong, yang puncaknya terjadi di Heetjanweg, Tegalega. Pada tanggal 9 Oktober 1945, bentrokan fisik dengan pihak Jepang dapat diselesaikan dengan damai. Pemuda, TKR, dan rakyat Bandung berhasil mendapatkan senjata mereka dan kemenangan ada di pihak rakyat Bandung. Namun bersamaan dengan itu, datanglah tentara Sekutu memasuki kota Bandung (21 Oktober 1945) sebanyak 1 brigade dipimpin Mc Donald Divisi India ke 23, dengan dikawal Mayor Kemal Idris dari Jakarta. Peranan Sekutu sebagai wakil kolonial Belanda segera menimbulkan ketegangan dan bentrokan dengan rakyat Bandung. Insiden-insiden kecil yang menjurus pada pertempuran sudah tidak dapat dihindari lagi. Pada tanggal 24 November 1945, TKR, pemuda, dan rakyat yang dipimpim oleh Arudji Kartasasmita sebagai komandan TKR Bandung memutuskan aliran listrik sehingga seluruh kota Bandung gelap gulita dengan maksud mengadakan serangan malam terhadap kedudukan Sekutu. Sejak saat itu, pertempuran terus berkecamuk di Bandung. Karena merasa terdesak, pada tanggal 27 November 1945 Sekutu memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat Sutarjo ditujukan kepada seluruh rakyat Bandung agar paling lambat tanggal 29 November 1945 pukul 12 unsur bersenjata RI meninggalkan Bandung Utara dengan jalan kereta api sebagai garis batas dermakasinya. Tetapi sampai batas waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak mematuhinya. Maka sejak saat itu, Sekutu telah menganggap bahwa Bandung telah terbagi menjadi 2 bagian dengan jalan kereta api sebagai garis batasnya. Bandung bagian utara dianggap milik Inggris, sedangkan Bandung Selatan milik Republik. Mulailah tentara Sekutu yang terdiri dari tentara Inggris, Gurkha, dan NICA meneror penduduk di bagian Utara jalan kereta api. Mereka menghujani tembakan ke kampung-kampung dengan membabi buta. Kekalahan Republik dalam mempertahankan Gedung Sate/PTT membawa korban 7 orang meninggal dunia sebagai pahlawan. Pertempuran di UNPAD pada tanggal 1 Desember, Balai Besar K.A., dan Stasiun Viaduct pada 3 Desember menjadi saksi atas ketahanan bangsa Indonesia. Sepanjang bulan Desember 1945 sampai Januari 1946, pertempuran masih berlangsung dengan jalan kereta api sebagai garis demarkasinya. Titik utamanya: Waringin, Stasiun Viaduct, dan Cicadas. Demikian pertempuran di Fokkerweg berlangsung selama 3 hari 3 malam. Pada tanggal 2 Januari 1946, konvoi Inggris dari Jakarta yang terdiri dari 100 truk tiba di Bandung. Bantuan dari Jakarta selalu mengalir untuk membantu pertahanan Sekutu yang ada di Bandung, sementara di pihak Republik bantuan pun tak kunjung henti dari berbagai daerah. Sekutu merasa tidak aman karena selalu mendapat serangan dari TKR, pemuda, dan rakyat Bandung. Pada tanggal 24 Maret 1946, Sekutu mengeluarkan ultimatum lagi kepada bangsa Indonesia yang masih mempunyai atau menyimpan senjata, bahwa pada malam minggu harus sudah meninggalkan seluruh Bandung. Dengan demikian, garis demarkasi yang telah dibuat itu tidak digunakan lagi. Ultimatum itu berakhir sampai tengah malam Senin 24-25 Maret 1946. Secara lisan, pihak Sekutu meminta untuk mengawasi daerah dengan radius 11 km sekitar Bandung. TKR dan pasukan lainnya meminta waktu 10 hari karena penarikan TKR dalam waktu singkat tidak mungkin, namun tuntutan itu tidak disetujui. Dengan demikian, pertempuran sulit untuk dihindarkan. Ribuan orang mulai meninggalkan kota Bandung. Bulan Februari sampai Maret 1946, Bandung telah berubah menjadi arena pertempuran. Seperti yang diberitakan Kantor Berita ANTARA: Berita yang diterima siang hari ini menyatakan sebagai berikut: Bandung menjadi lautan api. Gedung-gedung dari jawatan-jawatan besar hancur, di antaranya kantor telpon,

kantor pos, jawatan listrik. Sepanjang jalan Pangeran Sumedang, Cibadak, Kopo, puluhan rumah serta pabrik gas terbakar. Semua listrik, penerangan di daerah Bandung putus, yakni Banjaran, Ciperu, dan Cicalengka. Yang masih berjalan hanya listrik penerangan daerah Pengalengan. Lebih lanjut dikabarkan, bahwa Inggris mulai menyerang pada tanggal 25 Maret pagi, sehingga terjadi pertempuran sengit yang masih berjalan sampai saat dibikinnya berita ini (Sumber: Berita ANTARA, 26 Maret 1946).. Bandung sengaja dibakar oleh tentara Republik. Hal ini dimaksudkan agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Di sana sini asap hitam mengepul membumbung tinggi di udara. Semua listrik mati. Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TKR bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduiduk dan kosong dari tentara. Tetapi api masih membumbung masih membakar Bandung. Kini Bandung berubah menjadi lautan api. Rakyat berduyun-duyun meninggalkan Bandung Selatan untuk mengungsi ke desa-desa. Sekutu tetap melancarkan serangan-serangan tapi jauh di utara ditujukan ke selatan. Sampai saat itu, hanya 16.000 orang pribumi yang tinggal di Bandung Utara, padahal sebelumnya daerah itu berpenduduk 100.000 jiwa.

Bandung Lautan Api" [Opini] Oleh Dahlan Zailani DENGAN dibom atoomnya kota Nagasaki dan Hiroshima oleh Sekutu, Jepang menyerah kalah kepada Sekutu, yang dengan otomatis seluruh daerah yang telah direbut Jepang dari Belanda, Inggris di Asia Timur Raya harus dikembalikan pada "pemilik lama," ialah Inggris dan jika di Indonesia kepada kawan sekutunya ialah Belanda. Padahal dengan diumumkan Proklamasi Kemerdekaan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 yang secara "de facto" Indonesia sudah bukan jajahan Belanda lagi, seharusnya Belanda jangan "mengutik-ngutik" apa yang dikatakannya "milik" nya lagi, karena sekarang Indonesia sudah merdeka: Berdaulat dan Merdeka dengan berbentuk Republik Indonesia. Tetapi dasar penjajah, Belanda masih menganggap Indonesia miliknya dan harus dikembalikan kepadanya, dan jika perlu dengan paksaan dan kekerasan. Dalam usahanya untuk membantu Belanda tentara Sekutu (Inggris) bermuka dua: Inggris memberi pengakuan de facto kepada Republik kita dan tidak akan mencampuri masalah dalam negeri Indonesia. Tapi terhadap Belanda mereka tetap membantunya dengan mengikutsertakan pasukan-pasukan Belanda dalam

pendaratannya, dan melindungi pasukan-pasukan tersebut di daerah-daerah yang mereka duduki. Tidak heran kalau dalam grup Sekutu, selain Laksamana Muda Mr Patterson yang membawahi Tentara Sekutu di Jawa dan Sumatera, juga terdapat pejabat NICA, ialah Dr Cho Vander Plas dan Dr HJ Van Mook. Bagian Pertama dari Dua Tulisan Dengan alasan telah mendapat izin dari Pemerintahan Republik di Jakarta -- waktu itu Jakarta dijadikan kota "diplomatik" antara pihak Sekutu dengan Republik kita -- maka batalyon Sekutu bertugas "menduduki" kota Bandung, dengan alasan mengurus pemulangan orang-orang tawanan Jepang dan pengungsi-pengungsi Belanda yang dulu ditawan oleh Jepang, untuk dikembalikan ke tempatnya masing-masing. Tapi nyatanya sesampainya di Bandung, pihak Sekutu telah mengeluarkan surat selebaran, yang isinya: Sangat berat bagi rakyat umum antara lain terutama keharusan mengumpulkan senjata. Dijawab oleh Pemerintahan Daerah Bandung, bahwa yang berhak mengadakan penggeledahan di rumah-rumah ialah polisi Kota baik terhadap penduduk, maupun Belanda atau Indo-Belanda atau asing. Jika penggeledahan terhadap penduduk Eropa, polisi Kota akan memberikan laporan kepada Sekutu. Pada prinsipnya, kedua belah pihak berusaha menimbulkan saling pengertian dan menjalankan tugas masing-masing dengan lancar. Tapi dalam kenyataannya terdapat kepentingan-kepentingan yang sukar dipertemukan. Di satu pihak Pemerintahan di Bandung ingin mempertahankan harga-diri sebagai Pemerintah yang syah dan berdaulat, sedang di pihak lain berdiri suatu kekuatan asing yang ingin mempertahankan kepentingannya. Dari perbedaan kepentingan itulah timbulnya insiden-insiden yang bermula dari persoalan kecil, tetapi kemudian berkembang menjadi pertempuran-pertempuran yang menelan banyak korban. Selain itu disebabkan pula oleh kebencian para pemuda pejuang Bandung terhadap Sekutu yang telah mengikutsertakan serdadu Belanda dalam pasukan Sekutu di Bandung. Ini dibuktikan dengan sering terdengarnya percakapan-percakapan dalam bahasa Belanda oleh sebagian tentara Sekutu, yang berarti serdadu-serdadu Sekutu itu adalah orang Belanda. Semangat juang yang tinggi dari TKR dan Badan-badan Perjuangan rakyat Bandung untuk mengusir penjajah, menjadi pendorong utama dalam meletuskan "Bandung Lautan Api." Sekali serangan terhadap Sekutu dimulai, tidak lagi melihat siapa yang mengawali serangan itu, baik pihak TKR ataupun pihak Badan Perjuangan. Yang penting Sekutu harus ditekan, agar tidak tenang dan kerasan tinggal di Bandung. Infiltrasi NICA melalui RAPWI dan tindak tanduk Sekutu sendiri menyebabkan pihak Indonesia kehilangan kepercayaan terhadap mereka. Bekas tentara KNIL dan pemuda-pemuda Indo-Belanda bebas berkeliaran di dalam kota. Dan di bawah perlindungan Sekutu mereka mulai berani mengganggu ketertiban. Pertempuran-pertempuran yang terjadi di Utara, Selatan, Barat maupun bagian timur Kota sangat menyulitkan posisi Sekutu. Sebab itu orang-orang Belanda bekas interniran mengusulkan kepada Sekutu agar Bandung bagian utara dikosongkan dari pasukan-pasukan bersenjata Republik. Brigjen Mac Donald minta kepada Gubernur Jawa Barat Sutarjo untuk suatu pertemuan dan menyerahkan ketentuan-ketentuan yang ditujukan kepada rakyat Bandung sebagai berikut: 1. Orang-orang Indonesia tidak boleh berdiam di sebelah utara jalan kereta-api yang membujur dari barat ke timur.

2. Penduduk dilarang bersenjata. 3. Tidak boleh memasang rintangan-rintangan. Bila ada rintangan-rintangan yang dijaga, penjaga-penjaganya akan ditembak. Sebagian penduduk mengungsi, tapi sebagian lagi tinggal, tanpa menghiraukan ancaman Sekutu. Begitu pula unsur-unsur bersenjata. Mereka tidak bersedia tunduk atas ancaman-ancaman tersebut. Mereka membuat kantong-kantong gerilya yang pada malam hari digunakan sebagai pangkalan serangan. Maka mulai tanggal 29 November 1945 jam 12.00 secara resmi kota Bandung dibagi dua, dengan batas jalan kereta-api yang membujur dari barat ke timur. Daerah bagian utara dianggap daerah Sekutu, sedangkan bagian Selatan merupakan daerah Republik Indonesia. Tapi walaupun Kota Bandung telah dibagi menjadi dua, keadaan tidak ada bedanya dari sebelumnya. Penyerangan terhadap Sekutu semangkin meningkat. Tgl. 1 Desember 1945 dilakukan serangan terhadap kedudukan Inggris -- yang sekarang berdiri gedung Universitas Pejajaran, Dua hari kemudian dengan penyerangan di Haurgeulis. Daerah ini menjadi pertempuran yang hebat. Sekutu yang mengadakan serangan atas Balai Besar Kereta Api, Stasiun Bandung dan Viaduct dengan mengerahkan infanterinya yang cukup besar, dapat dipukul mundur oleh para pejuang Bandung dan bertahan dengan gigihnya. Serangan-serangan yang dilancarkan pihak Indonesia mengkhawatirkan pihak Sekutu. Oleh karena itu mereka mendatangkan pasukan baru melalui udara dari Jakarta, ialah batalyon Mahrata. Dipisahkannya Bandung utara dengan Bandung selatan ternyata tidak menguntungkan Sekutu, karena diblokir oleh penduduk, mereka tidak dapat makanan segar. Untuk memperoleh makanan segar, mereka harus ke selatan. Dan jika ini terjadi berarti mereka melanggar "demarkasi" yang mereka sudah buat. Tindakan Sekutu melanggar garis demarkasi ini, ketika berusaha membebaskan para interniran yang ada di bagian selatan, ialah di Ciateul. Tanggal 6 Desember pagi-pagi Sekutu dengan tentaranya mulai bergerak kearah Selatan dengan dibantu dari udara oleh 3 buah pesawat B. 25. Melihat akan ada gerakan besar-besaran dari Sekutu, maka Pasukan API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang berpusat di Lengkong Besar segera memberitahukan Pasukan BMP (Barisan Merah Putih). Pertempuran berlangsung sampai jam 12.00. Gerak maju musuh melalui jalan Lengkong Besar dapat ditahan oleh para Pemuda Bandung yang terdiri dari Kesatuan-kesatuan TRI, API, BMP, Hizbullah pimpinan Husain dan Pemuda DKA pimpinan Sofyan. Semuanya bertempur bahu-membahu dalam satu barisan. Sekutu mendatangkan lebih banyak bantuan dari Jakarta, dan Badan Perjuangan yang ada di Bandung tetap mengadakan penghadangan di jalan-jalan yang mereka lalui, dan serangan-serangan terhadap musuh ditingkatkan oleh pihak TKR dan para kesatuan-kesatuan pejuang kita. Akhirnya pihak Sekutu kewalahan, dan... mengajak berunding, tapi tidak dengan Pemerintahan Daerah, tapi langsung dengan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Maret 46, Mayor Jendral Kartasasmita dan Wakil Menteri Keuangan Syarifudin Prawiranegara sebagai utusan dari Perdana Menteri Syahrir -- Pemerintah Pusat -- baik dengan Pemerintah Daerah di Bandung maupun dengan Panglima Divisi III (Kolonel AH Nasution)-- yang isinya mengenai ultimatum Sekutu dan pendirian

Pemerintah Republik. Instruksi Pemerintah Pusat, agar TRI keluar dari Kota Bandung, dan Pemerintahan Sipil tetap ada di Bandung untuk mempertahankan de facto RI dalam kota seperti yang dijalankan oleh Suwiryo di Jakarta dan Walikota Icksan di Semarang. Instruksi Pemerintah Pusat agar TRI keluar dari Kota Bandung sebagaimana ultimatum Sekutu, membawa Kolonel Nasution datang ke Jakarta menemui St. Syahrir dan memberitahukan keberatan-keberatan TRI menerima ultimatum Sekutu tersebut, bahwa tentara RI harus keluar dari Bandung dalam radius 11 Km dari Pusat Kota Bandung, dan apa yang dikirkan oleh Nasution mengenai rencananya. Dijawab oleh St. Syahrir: "Kerjakan saja. TRI adalah modal yang harus dipelihara, jangan sampai hancur dahulu. Harus kita bangun untuk kelak melawan NICA. Pemerintahan Sipil tetap bertugas di posnya yang sekarang, karena kalau ia pergi pasti NICA akan menggantikannya." (Penulis adalah pejuang '45)

BANDUNG LAUTAN API tepat hari ini, 61 tahun yang lalu, di bandung telah terjadi suatu peristiwa perjuangan heroik yang kini dikenal dengan peristiwa bandung lautan api. mungkin tidak sedikit dari generasi sekarang yang tidak tau sebenarnya cerita seperti apa yang terjadi di peristiwa itu. memang sih setiap tahun selalu ada acara peringatan bandung lautan api yang biasanya diadakan oleh pemda kota bandung. tapi menurut gue acara yang diselenggarakan kok kurang berjiwa bandung lautan api ya kaya tahun ini aja malah bikin bazaar, panggung hiburan dan malah cari orang sebanyak-banyaknya untuk ikutan long march obor supaya bisa masuk MURI huh ga penting banget sih. kegiatan yang agak lumayan sih adalah acara long march alias napak tilas dengan berjalan kaki yang biasanya diwajibkan bagi perwakilan sekolah. agak lumayan karena pertama rutenya kok kebalik ya kenapa mulai dari tegalega dan berakhir di gedung sate, padahal gedung sate nggak terlalu bernilai sejarah bagi peristiwa bandung lautan api ini (lagian ngungsinya kan ke bagian selatan bandung, ini kok rutenya malah masuk kota???). udah gitu ga ada penjelasan atau interpretasi tentang kenapa? apa? dan gimana sejarahnya. yah gitu deh karena wajib yang keliatan malah pesta kostum dan pawai obornya aja. bahkan mungkin dari peserta yang ikutan juga banyak yang ga ngerti mereka lagi ngapain Sejarah Singkat sejarah bangsa ini mencatat kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 agustus 1945, namun ternyata perjuangan bangsa kita belum berakhir. kedatangan tentara sekutu (Inggris) yang diboncengi Belanda memaksa para pejuang bangsa harus kembali bertempur kembali demi mempertahankan kemerdekaan yang baru seumur jagung. perlawanan terjadi di berbagai daerah, termasuk bandung yang pada akhirnya menimbulkan peristiwa bandung lautan api. tentara Inggris dibawah komando Brigjen MacDonald mendarat di bandung pada bulan Oktober 1945. awalnya misi mereka adalah melucuti tentara Jepang serta

membebaskan tawanan perang. namun dalam perkembangannya, mereka malah membuka jalan bagi Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. hal ini tentu saja menimbulkan kemarahan rakyat sehingga peperangan tidak dapat terelakkan. kondisi tentara di bandung saat itu tidak menguntungkan dan sangat tidak seimbang. para pejuang hanya memiliki 100 pucuk senjata api dan sisanya hanya berupa senjata tajam serta bambu runcing. sedangkan pasukan Inggris berkekuatan 12.000 tentara ditambah pula pasukan Belanda yang telah siap dengan berbagai perlengkapan perang modernnya. keadaan ini diperparah dengan meluapnya sungai cikapundung sejak tanggal 25 november 1945, akibatnya terjadilah banjir besar di kawasan balubur, lengkong, sasakgantung, kebonjati dan wilayah lain di sekitarnya. ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal, tentu saja keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang saat itu sedang lemah. keadaan semakin parah ketika pada tanggal 27 november 1945, Brigjen MacDonald mengeluarkan ultimatum pertama yaitu wilayah bandung dibagi dua dengan batasan rel kereta api, bagian utara diperuntukkan bagi orang Belanda, Eropa dan sebagian Cina, sedangkan wilayah selatan diperuntukkan bagi pribumi. setelah ultimatum ini ratusan pribumi yang tinggal di wilayah utara segera mengungsi dibawah tekanan para tentara sekutu. berbagai serangan terus dilakukan oleh pihak musuh. di bulan november 1945, Inggris melakukan pengeboman di daerah lengkong dan cicadas yang menewaskan banyak korban. salah satu pertempuran yang terkenal yaitu pertempuran yang terjadi di daerah fokkerweg (sekarang jl. garuda). pada pertempuran tersebut, tembakan mortir pejuang RI yang tidak tepat sasaran menimbulkan korban sipil Eropa. Akibat kejadian iniInggris membalas dengan membombardir tegalega yang menimbulkan banyak korban sipil pribumi. Inggris kembali mengeluarkan ultimatum kedua oleh Letjen Montagu Stophord pada tanggal 17 maret 1946, yang berisi memerintahkan Tentara Republik Indonesia (TRI) untuk meninggalkan bandung selatan hingga radius 11 km dari pusat kota selambat- lambatnya tanggal 24 maret 1946 pada pukul 24.00 dan jika ultimatum ini tidak dilaksanakan, Inggris akan membombardir bandung selatan. setelah perundingan yang cukup alot diantara pimpinan pejuang, diputuskan bahwa rakyat diminta untuk meninggalkan kota bandung. langkah ini akan diikuti oleh pejuang setelah sebelumnya akan dilakukan bumi hangus terhadap bangunanbangunan penting. keputusan ini diambil agar pihak musuh tidak dapat memanfaatkan kota bandung pasca pribumi mengungsi. Kolonel A.H. Nasution selaku Komandan Divisi III mengumumkan hasil musyawarah tersebut pada tanggal 24 maret 1946 pukul 14.00. maka hari itu juga rombongan besar penduduk kota bandung dengan suka rela meninggalkan kota serta rumahnya dengan membawa barang-barang seadanya, tanpa tau tujuan dan berapa lama harus mengungsi mereka kebanyakan mengungsi ke ciapay, ciwidey, garut, majalaya, dan wilayah lain disekitarnya. malamnya, pembakaran kota berlangsung besar-besaran, hingga tengah malam bandung telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing bangunan yang masih menyala. pembumihangusan kota bandung ini merupakan langkah yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan musuh yang berkekuatan besar. pengorbanan dan perjuangan penduduk dan pejuang kota bandung yang heroik ini kemudian memberikan inspirasi hingga terciptanya sebuah lagu yang berjudul HaloHalo Bandung. apabila kini kita mendengarkan kembali lagu ini, bisa dipastikan kita

masih dapat merasakan semangat juang yang terjadi pada peristiwa bandung lautan api. (lets sing together) .. halo-halo bandung. ibukota pariangan halo-halo bandung. kota kenang-kenangan sudah lama beta, tidak berjumpa dengan kau sekarang, telah menjadi lautan api mari bung, rebut kembali

You might also like