You are on page 1of 25

1.

KARAKTERISTIK KELAS REPTILIA

Adapun karakteristik yang dimiliki oleh hewan yang termasuk dalam kelas Reptilia adalah sebagai berikut (Hickman et al.,2001): a. Bentuk tubuh bervariasi, ada yang sangat pendek dan ada yang memanjang. Tubuh ditutupi oleh tonjolan epidermal berupa sisik dengan penambahan lempeng tulang dari lapisan dermal. b. Tungkai berpasangan, biasanya dengan lima jari dan teradaptasi untuk memanjatberlari atau berenang, kecuali pada ular dan beberapa kadal c. Skeletonnya tersusun atas keras, tulang rusuk dilengkapi sternum ( kecuali pada ular) membentuk rongga/ keranjang dada yang lengkap, tengkorak memiliki satu kondilus oksipital d. Bernapas dengan paru-paru, tidak ada insang, kloaka digunakan untuk

respirasi pada beberapa hewan, adanya lengkung branchi pada fase embrio e. Peredaran darah tertutup dan ganda. Jantung dengan 3 ruang (2 atrium, 1 ventrikel), khusus pada ordo Crocodilia 4 ruang dan terdapat foramen panizzae. Memiliki satu pasang lengkung aorta f. Alat ekskresi berupa sepasang ginjal metanephros, hasil ekskresinya berupa asam urat terutama sisa nitrogen g. Sistem saraf dilengkapi dengan lobus optik pada bagian dorsal otak, 12 pasang saraf cranial pada tambahan saraf terminalis h. Alat kelamin terpisah, fertilisasi internal i. Telur ditutupi oleh cangkang kapur atau keras, selaput ekstraembrionik (amnion, korion dan allantois) , tidak ada fase larva yang hidup di air j. Hewan ektothermal, memiliki beberapa kebiasaan untuk menjaga suhu tubuhnya k. Dua lubang hidung pada moncongnya. Mata besar lateral, mempunyai kelopak mata atas dan bawah. Membrane niktitans tembus cahaya. Lubang telinga tetutup oleh lipatan kulit.

2. ANATOMI REPTILIA

2.1 Integumen Reptil memiliki kulit yang ditutupi oleh sisik yang keras, kering sebagai proteksi atau pelindung dari serangan yang bisa melukai tubuhnya. Kulitnya tersusun atas epidermis yang tipis yang dapat mengelupas secara periodik dan lapisan dermis yang sangat tebal dan berkembang baik. Pada lapisan dermis terdapat kromatofor, sel-sel yang memberi warna sehingga beberapa kadal dan ular bisa memiliki warna yang menarik. Karakteristik sisik pada reptil adalah sebagian besar dibentuk oleh keratin. Sisik-sisik tersebut merupakan derivat atau modifikasi dari lapisan epidermis sehingga sisik pada reptil berbeda dengan sisik pada ikan yang merupakan struktur dari lapisan dermis. Pada beberapa reptil seperti aligator, sisik bertahan selama hidupnya, tumbuh secara bertahap. Sedangkan pada beberapa hewan yang lain seperti ular dan kadal, sisik baru tumbuh di bawah sisik yang lama, yang kemudian akan lepas sewaktu-waktu. Pada kura-kura lapisan baru dari keratin di bawah lapisan yang lama memipih, ini merupakan bentuk modifikasi dari sisik. Pada ular, kulit lama (epidermis dan sisik) dilepas secara terbalik; kadal membagi kulit lama dan masih meninggalkan sebagian besar kulitnya tersebut di sebelah kanan tubuhnya. Buaya dan kadal pada umumnya memiliki lempengan tulang yang disebut osteoderm yang ada dibawah sisik keratin (Hickman, 2001: 563).

Gambar 2.1 Bagian-bagian kulit reptil yang memperlihatkan sisik epidermis (Hickman, 2001: 564)

2.2 Selaput Ekstraembrio pada Telur Cangkang (amnion) dari telur reptil mengandung makanan dan membran pelindung untuk mendukung perkembangan embrio di daratan. Reptil menyembunyikan telur-telur mereka di tempat tersembunyi di daratan. Hewan muda yang baru menetas bernapas menggunakan paru-paru muda bukan sebagai larva akuatik.

Gambar 2.2 Telur beramnion (Hickman, 2001: 564)

Embrio berkembang di dalam amnion yang dilengkapi dengan cairan amnion. Makanan disediakan oleh kuning telur (yolk) dari kantung yolk dan sisa metabolisme akan disimpan di bagian allantois. Selanjutnya allantois akan menyatu dengan korion, yaitu membran tipis di bagian dalam cangkang, kedua membran memiliki pembuluh darah yang membantu pertukaran oksigen dan karbondioksida yang akan dikeluarkan melalui poripori pada cangkang. Karena jenis telur ini tertutup dan memiliki sistem yang berdiri sendiri maka sering disebut sebagai telur cleidoic (Gr. Kleidoun : terkunci). (Hickman, 2001: 564).

2.3 Sistem Pencernaan Reptil Sistem pencernaan reptil lengkap meliputi saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Reptil umumnya karnivora (pemakan daging). Sistem pencernaan pada reptil dimulai dari rongga mulut. Bagian rongga mulut

disokong oleh rahang atas dan bawah. Pada rongga mulut juga terdapat lidah yang melekat pada tulang lidah dengan ujung bercabang dua (Mirajuddin et al, 2006: 93-94). Semua reptil memiliki gigi kecuali pada ordo testudinata. Pada saat jouvenil, reptil memiliki gigi telur untuk merobek cangkang telur untuk menetas, yang kemudian gigi telur tersebut akan tanggal dengan sendirinya hingga dewasa (Hidayat, 2009 dalam http://ksh.biologi.ugm.ac. id). Rahang reptil memiliki desain atau bentuk yang sesuai untuk meremukkan dan mencengkeram kuat mangsanya. Otot pada rahang reptil lebih besar dan lebih panjang dari pada ikan atau amphibi sehingga pergerakan secara mekanik rahang pada reptil lebih baik dari keduanya (Mirajuddin et al, 2006: 93-94). Dari mulut, makanan akan diteruskan ke esofagus (kerongkongan), ventrikulus(lambung), intestinum. Intestinum terdiri atas usus halus dan usus tebal. Di dalam intestinum, makanan dicerna secara kimiawi dan terjadi proses penyerapan sari-sari makanan. Sisa makanan akan dikeluarkan melalui kloaka (Mirajuddin et al, 2006: 93-94). Kelenjar pencernaan pada reptil meliputi hati, kantung empedu, dan pankreas. Hati pada reptilia memiliki dua lobus (gelambir dan berwarna kemerahan). Kantung empedu terletak pada tepi sebelah kanan hati. Pankreas berada di antara lambung dan duodenum, berbentuk pipih kekuning-kuningan 125.pdf). (www.undiksha.ac.id/e-learning/staff/dsnmateri/4/1-

Gambar 2.3 Alat Pencernaan Reptil (Mikrajuddin et al, 2006)

2.4 Sistem Pernapasan Reptil Reptil bernapas menggunakan paru-paru. Paru-paru pada reptil berkembang lebing baik daripada hewan amphibi. Reptil secara khusus menggunakan paru-paru untuk pertukaran udara, dilengkapi oleh membran paringeal pada beberapa hewan akuatik seperti kura-kura. Reptil menghirup udara kemudian dimasukkan ke paru-paru melalui saluran torakalis yang besar yang diperoleh dengan cara mengembangkan rusuk dadanya (ular dan kadal) atau menggerakkan organ-organ dalamnya (kura-kura dan buaya). Reptil tidak memiliki otot diafragma (Hickman et al., 2001: 564). Pada ular, paru-paru sederhana dengan struktur seperti kantung kecil atau alveoli di dindingnya. Pada buaya, beberapa kadal dan kura-kura, wilayah permukaan meluas karena perkembangan adanya pelekukan dan memiliki alveoli. Mekanisme pernapasan pada sebagian besar reptil diawali dengan mengubah volume rongga tubuh. Kontraksi oto-otot mampu menggerakkan tulang dada dengan demikian, volume rongga tubuh meningkat dan tekanan udara menurun sehingga udara dari lingkungan masuk ke paru-paru. Kemudian, dengan kontraksi otot-otot tubuh, volume rongga tubuh dikurangi sehingga mengakibatkan udara keluar dari paru-paru. Sistem pernapasan di atas terjadi pada semua reptil modern kecuali pada kura-kura karena adanya penyatuan tulang dada dengan cangkang kaku dan keras sehingga tidak bisa melakukan pernapasan seperti reptil pada umumnya. Kura-kura akuatik memiliki kulit yang lebih lentur dan dan sama dengan insang di bagian anal, untuk beberapa spesies (www.adrijovin.

space.com). Kura-kura menggunakan kontraksi otot-otot sisi tubuhnya yang memperbesar rongga tubuhnya sehingga terjadi inspirasi. Kontraksi dua otot yang lain bersamaan dengan relaksasi, kekuatan dari organ viscera untuk naik ke atas ke arah paru-paru menyebabkan exhalasi. Kecepatan bernapas reptil sepertinya banyak dipengaruhi oleh aktivitas reptil dan temperatur lingkungan

2.5 Sistem Peredaran Darah Reptil

Peredaran darah pada reptil adalah perdaran darah tertutup dan ganda. Sistem perdaran darahnya terdiri atas jantung dan pembuluh-pembuluh darah. Jantung pada reptil memiliki dua atrium dan dua ventrikel namun belum tersekat secara sempurna (kecuali pada buaya). Peredaran darah paruparu dan sistemik hanya terpisah secara parsial. Kedua lengkung aorta kanan dan aorta kiri berfungsi dengan baik. Pada buaya, sekat ventrikel kanan dan ventrikel kiri terdapat suatu lubang yang disebut foramen panizzae yang memungkinkan pemberian oksigen ke alat pencernaan dan untuk keseimbangan tekanan dalam jantung sewaktu menyelam di dalam air (http://www.scribd.com/doc/19194050/Sistem-Sirkulasi-Pada-HewanLengkap). Reptil merupakan hewan berdarah dingin yaitu suhu tubuhnya bergantung pada suhu lingkungan atau poikiloterm. Untuk mengatur suhu tubuhnya, reptil melakukan mekanisme basking yaitu berjemur di bawah sinar matahari (Zug, 1993 dalam http://ksh.biologi.ugm.ac.id).

Gambar 2.4 Macam-macam Jantung pada Reptil. Gambar menunjukkan tipe-tipe jantung pada kadal, ular, buaya dan kura-kura (Britannica.org) Darah dari seluruh tubuh yang mengandung karbondioksida mengalir ke sinus venosus, kemudian masuk ke atrium kanan menuju ventrikel. Dari ventrikel, darah menuju arteri pulmonalis lalu masuk ke paru-paru. Di paru-

paru terjadi pertukaran gas. Selanjutnya darah keluar dari paru-paru menuju atrium kiri melalui vena pulmonalis. Dari atrium kiri, darah memasuki ventrikel. Dari ventrikel terdapat dua aorta yang membelok ke kiri dan ke kanan. Aorta kanan berasal dari ventrikel kiri dan berfungsi membawa darah ke kepala dan seluruh bagian depan tubuh. Aorta yang lain berasal dari tempat antara ventrikel kanan dan kiri yang berfungsi membawa darah ke bagian belakang tubuh. Kedua aorta ini bercabang-cabang ke arteri yang menuju ke organ-organ tubuh (Aryulina, 2004: 136) .

2.6 Sistem Saraf Reptil Sistem saraf pada reptil lebih maju dibandingkan dengan amphibi. Meskipun reptil memiliki otak yang kecil, otak depan atau serebrum relatif lebih besar bila dibandingkan dengan bagian otak yang lain. Buaya merupakan hewan pertama yang memiliki serebral korteks (neopallium) yang sebenarnya. Hubungan ke sistem saraf pusat lebih maju. Dengan pengecualian indera pendengaran, organ sensori pada umumnya berkembang dengan baik. Organ jacobson adalah organ khusus untuk penciuman yang ada pada beberapa tetrapoda, sangat berkembang pada kadal dan ular. Rangsangan bau diterima oleh organ Jacobson melalui lidah hewan reptil.

Gambar 2.5 Otak pada reptil (www.britannica.com)

Gambar 2.6 Organ Jacobson pada ular (www.rcreptiles.com) Ular mengenali bau mangsa atau bau benda yang lain dengan cara menjulurkan lidahnya. Pada saat lidahnya menjulur kemudian ditarik kembali ke dalam mulut, terdapat pertikel-pertikel yang menempel di permukaan lidahnya. Kemudian partikel bau tersebut dilewatkan melalui dua rongga kecil yang mengarah ke organ Jacobson. Rongga yang mengarah ke organ Jacobson dilapisi dengan jaringan sensitif yang membantu daam proses keseluruhan proses penciuman ular. Setelah partikel dilewatkan ke rongga dan organ Jacobson, komposisi partikel dipecah dan dikirim ke otak melalui serangkaian struktur saraf yang kompleks. Otak kemudian menerjemahkan partikelpartikel ini dan mengidentifikasi apakah partikel tersebut milik mangsa, feromon dari ular yang lain atau bersumber dari bendabenda yang dikenal atau tidak dikenal. Lidah pada ualr bercabang karena disesuaikan dengan fungsinya yaitu untuk menyalurkan partikel ke kedua lubang yang mengarah ke organ Jacobson. Adanya dua lubang itulah yang mengharuskan ular untuk melewatkan partikel secara bersamaan ke dalam lubang tersebut (Crawford, 2006)

2.7 Sistem Reproduksi Reptil Jenis kelamin pada reptil terpisah antara hewan jantan dan hewan betina. Pada hewan jantan, organ reproduksi terdiri atas testis, vas deferent dan bermuara di kloaka. Saluran pengeluarannya menjadi satu dengan saluran pengeluaran dari ginjal metanephros. Semua reptil, kecuali

tuatara memiliki organ kopulasi yang fungsional. Strukturnya bervariasi pada tiap kelompok hewan, tetapi semuanya memiliki jaringan ereksi yang merupakan bagian terpenting dalam mekanisme fertilisasi internal. Organ kopulasinya berupa satu pasang hemipenis. Pada kadal dan ular, hemipenis memanjang seperti ekor. Hanya satu hemipenis yang akan masuk ke organ fertilisasi hewan betina, tetapi keduanya masuk secara bergantian.

Gambar 2.7 Alat Reproduksi pada reptil (a) alat reproduksi reptil jantan. (b) alat reproduksi betina.(http://fembrisma.wordpress.com/ science/sistem-reproduksi/sistem-reproduksi-hewan)

2.8 Alat Gerak pada Reptil Semua reptil memiliki tungkai yang berpasangan, kecuali anggota tanpa tungkai, memiliki struktur tubuh yang lebih baik dari pada amphibi dan memiliki desain atau bentuk tungkai yang sesuai untuk berjalan di daratan. Sebagian besar reptil modern berjalan dengan tungkai-tungkai yang meregang ke bagian luar dan perut mereka begitu dekat dengan tanah atau daratan. Sebagian dinosaurus, dan beberapa kadal, berjalan dengan tungkai yang tegak menopang tubuhnya, perubahan yang disesuaikan untuk pergerakan yang cepat dan mendukung berat tubuhnya. Beberapa dinosaurus berjalan hanya dengan tungkai belakang yang sangat kuat (Hickman et al., 2001). Reptil yang tidak mengalmi reduksi tungkai umumnya memiliki 5 jari atau pentadactylus dan setiap jarinya bercakar (Zug 1993 dalam http://ksh.biologi.ugm.ac.id)

2.9 Sistem Ekskresi pada Reptil Organ ekskresi pada reptilia adalah dua ginjal kecil metanephros. Pada subkelas Diapsida, sisa metabolisme nitrogen dibuang dalam bentuk asam urat, pada kura-kura sisa metabolisme utama yang diekskresikan adalah urea. Ginjal pada reptil tidak bisa menghasilkan urine cair yang lebih pekat dari pada cairan tubuh mereka. Hal ini karena tidak adanya struktur khusus di nephros ginjal yaitu lengkung Henle, sehingga beberapa reptil menggunakan usus besar dan kloaka untuk membantu reabsorbsi air. Beberapa hewan juga bisa mengambil dan menyimpan air dalam suatu kantung. Kelebihan garam juga diekskresikan oleh beberapa reptil melalui lubang hidung (nasal) dan kelenjar garam (http://adrijovin.000space.com). Saluran ekskresi pada reptil berakhir pada kloaka. Ada dua tipe kloaka yang spesifik untuk ordo-ordo reptilia. Kloaka dengan celah melintang

terdapat pada ordo Squamat dan kloaka dengan celah membujur terdapat pada ordo Chelonia dan Ordo Crocodilia (Hidayat, 2009 dalamhttp://ksh. biologi.ugm.ac. id).

Gambar 2.8 Sistem ekskresi pada Reptilia, menggunakan tipe ginjal metanefros (http://budisma.web.id/).

3. KLASIFIKASI REPTIL

Berdasarkan bentuk tengkorak, kelas reptil dibagi menjadi tiga subkelas yaitu: 1) Anapsida (Gr. An = tanpa, apsis = lengkung), yaitu amniota yang memiliki beberapa ciri primitif yaitu tengkorak tidak memilki bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (Hickman, 2001:577).

Orbit tengkorak

Gambar 3.1 Tengkorak anapsida tanpa lubang atau bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (http://www.bionet-skola.com) 2) Synapsida (Gr. Syn = bersama, apsis = lengkung) yaitu amniota yang memiliki ciri-ciri primitif tengkorak dengan satu pasang lubang atau bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (Hickman, 2001:577).

Gambar 3.2 Tengkorak sinapsida dengan 1 pasang lubang atau bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (http://www.bionetskola.com) 3) Diapsida (Gr. Di = dua, apsis = lengkung) yaitu amniota yang memiliki ciriciri primitif tengkorak dengan dua pasang lubang atau bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (Hickman, 2001:577).

Gambar 3.3 Tengkorak sinapsida dengan 2 pasang lubang atau bukaan temporal di belakang orbit tengkorak (http://www.bionetskola.com)

Menurut Hickman et al.(2001), kelas reptil dapat diklasifikasikan sebagai berkut: Kingdom Phylum Subphylum Kelas Subkelas : Animalia : Chordata : Vertebrata : Reptilia :

o Anapsida Ordo : Captorhinida Ordo : Testudina (Chelonia)

o Synapsida Ordo : Pelycosauria Ordo : Therapsida

o Diapsida Super ordo Lepidosauria Ordo Sphenodonta Ordo Ichthyosauria Ordo Squamata Ordo Rhynchocephalia Super ordo Sauropterygia Ordo Plesiosauria Super ordo Archosauria Ordo Thecodontia Ordo Pterosauria Ordo Saurischia Ordo Ornithischia Ordo Crocodilia

Untuk memudahkan mempelajari klasifikasi reptil, maka penjelasan dalam makalah ini disusun berdasarkan keberadaan hewan reptil saat ini, sehingga dapat dikelompokka menjadi dua kelompok besar yaitu kelompok reptil yang telah punah dan

kelompok reptil yang masih bertahan. Adapun kelompok reptil yang telah punah adalah reptil yang termasuk ke dalam ordo-ordo berikut: Captorhinida Pelycosauria Therapsida Sphenodonta Ichthyosauria Plesiosauria Thecodontia Pterosauria Saurischia Ornithischia

Sedangkan kelompok reptil yang masih bertahan hingga saat ini adalah reptil yang termasuk ke dalam ordo-ordo berikut: Testudina (Chelonia) Squamata Rhynchocephalia Crocodilia

a. Subkelas Anapsida Ordo : Captorhinida (Gr.Kapto= untuk menangkap, rhinos = hidung). Karakteristik: Hidup pada masa awal Permian (Hickam et al, 2001: 577) Tengkoraknya sangat keras Memiliki pelvis yang pipih atau datar Rahang dan gigi kurang berkembang (http://biozoom. blogspot.com) Contohnya adalah Labidosaurus dan Milleretta (a) (b)

Gambar 3.4 (a) Labidosaurus (b) Milleretta (en.wikipedia.org)

b. Subkelas Synapsida Ordo Pelycosauria (Gr. Pelyx= mangkuk; sauros= kadal) Karakteritik (Hickman et al, 2001): Hidup pada masa Karbon dan Permian Hewan herbivora dan karnivora Berukuran cukup besar, beberapa kecil Mengembangkan sirip yang tinggi dari pemanjangan tulang belakang Contohnya adalah Dimetrodon dan Edaphosaurus (a) (b)

Gambar 3.5 (a) Dimetrodon; (b) Edaphosaurus

Ordo Therapsida (Gr. Ther = buas; apsis = lengkung, lubang) Karakteristik (Hickman et al, 2001): Hidup pada masa Permian dan Triassic Memiliki beberapa ciri seperti hewan mamalia dan merupakan moyang dari mamalia Herbivora dan karnivora Contohnya adalah Cynognathus

Gambar 3.6 Cynognathus

c. Subkelas Diapsida Super ordo Lepidosauria (Gr. Lepidos = sisik; sauros = kadal) Karakteristik: Merupakan reptil primitif Rahang dilengkapi dengan gigi Memiliki tengkorak diapsid yang primitif

Ordo Sphenodonta (Gr. Sphen = pasak, odontos = gigi)

Gambar 3.7 Brachyrhinodon, salah satu contoh hewan yang termasuk dalam ordo Sphenodonta (en.wikipedia.org)

Ordo Ichthyosauria (Gr. Ichtys = ikan, sauros = kadal) Hewan laut yang menyerupai lumba-lumba dingan sirip yang tereduksi

Gambar 3.8 Contectopalatus, salah satu contoh hewan yang termasuk dalam ordo Ichtyosauria (en.wikipedia.org)

Super ordo Sauropterygia (Gr. Sauros = kadal; ptryginos = bersayap) Karakteristik: Merupakan reptil laut pada masa mesozoik Ordo Plesiosauria (Gr. Plesios = dekat; sauros = kadal) Karakteristik: Habitat di laut, pada masa mesozoik Berleher panjang dengan tungkai mirip sirip

Gambar 3.8 Plesiosaurus salah satu contoh hewan yang termasuk dalam ordo Plesiosauria (en.wikipedia.org) Super ordo Archosauria (Gr. Archon = penguasa; sauros = kadal). Karakteristik: Hewan terestrial, tetapi beberapa terspesialisasi untuk terbang Ordo Thecodontia (Gr. Theke = diselubungi; dontos = gigi). Karakteristik: Gigi diatur dalam rongga Memiliki kecenderungan berjalan dengan 2 kaki

Gambar 3.8 Ornithosuchus longidens salah satu contoh hewan yang termasuk dalam ordo

Thecodontia(en.wikipedia.org)

Ordo Pterosauria (Gr. Pteron = bersayap; sauros = kadal). Karakteristik: Hidup pada masa mesozoik Memiliki sayap membraneus Penyebarannya luas

Gambar 3.8 Pterosaurus salah satu contoh hewan yang termasuk dalam ordo Pterosauria(en.wikipedia.org) Ordo Saurischia (Gr. Sauros = kadal, ischion = bentuk) Karakteristik: Merupakan dinosaurus masa mesozoik Hewan yang berjalan dengan 2 kaki bersifat karnivora, hewan yang berjalan dengan 4 kaki bersifat herbivora Memiliki struktur pinggang reptil primitif

(a)

(b)

Gambar 3.9 (a) Omeisaurus tianfuensis dan (b) Theropod merupakan contoh hewan yang termasuk dalam ordo Saurischia(en.wikipedia.org)

Ordo Ornithischia (Gr. Ornis = burung, ischion = bentuk) Karakteristik: Merupakan dinosaurus masa mesozoik Hewan herbivora berparuh, Bentuk menyerupai burung

Gambar 3.9 (a) Ornitischia merupakan contoh hewan yang termasuk dalam ordo Archosauria (en.wikipedia.org) Kalsifikasi kelompok reptil yang masih bertahan hingga saat ini adalah sebagai berikut: Super ordo Archosauria Order Crocodilia (L. Crocodilus = buaya, Gr. Croco = batu; deilos = cacing). Karakteristik: Bentuk tubuh memanjang dan kuat, tengkorak yang kuat, memanjang dan otot-otot rahang yang masif yang tersusun untuk dapat menganga dengan lebar dan dapat ditutup dengan kuat (Hickman et al., 2001) Gigi-giginya tersusun dalam socket dan tipe giginya disebut thecodon yang khas dari semua archosaurs atau kelompok moyang burung (burung purba). Adanya langit-langit sekunder yang sempurna, sehingga buaya dapat bernapas ketika mulut

diisi dengan air atau makanan atau keduanya (Hickman et al., 2001) Memiliki jantung dengan 4 ruang, memiliki foramen panizzae Dapat tumbuh hingga mencapai ukuran yang sangat besar dan beratnya dapat mencapai 1000 kg, bergerak cepat dan agresif, termasuk hewan karnivora yang berburu pada malam hari dan hewan ovipar (Goodisman, dalam ksh.biologi.ugm.ac.id) Dibagian punggung sisik-sisik itu tersusun teratur berderat ke arah ternversal dan mengalami penulangan membentuk perisai dermal. Sisik pada bagian dorsal berlunas, pada bagian lateral bulat dan pada bagian ventral berbentuk segi empat. Kepala berbentuk piramida, keras dan kuat, dilengkapi dengan gigi-gigi runcing bertipe gigi tecodont (ksh.biologi.ugm.ac.id). Mata kecil terletak di bagian kepala yang menonjol ke dorsolateral. Pupil vertikal dilengkapi selaput mata, tertutup oleh lipatan kulit yang membungkus tulang sehingga lubang tersebut hanya nampak seperti celah (ksh.biologi.ugm.ac.id). Lubang hidung terletak pada sisi dorsal ujung moncong dan dilengkapi dengan suatu penutup dari otot yang dapat berkontraksi secara otomatis pada saat buaya menyelam (ksh.biologi.ugm.ac.id). Ekor panjang dan kuat. Tungkai relatif pendek tetapi cukup kuat. Tungkai belakang lebih panjang, berjari 4 dan berselaput. Tungkai depan berjari 5 tanpa selaput (ksh.biologi.ugm.ac.id). Habitat : perairan tawar, air payau

Adapun

klasifikasi

ordo

Crocodylia

adalah

sebagai

berikut

(ksh.biologi.ugm.ac.id) : Phylum Subphylum Class : Chordata : Vertebrata : Reptilia

Subclass Super ordo Ordo


: Diapsida : Archosauria : Crocodylia

Familia : Alligatoridae Familia : Crocodylidae Familia : Gavialidae

(a) Familia : Alligatoridae Kakteristik (ksh.biologi.ugm.ac.id) : Bentuk moncong tumpul Deretan gigi pada rahang bawah tepat menancap pada gigi yang terdapat pada rongga pada deretan rahang atas. Pada saat mengatup, hanya deretan gigi rahan atas yang terlihat Tahan terhadap suhu rendah Memiliki lempeng tulang punggung dan bagian perut bawah memeilki sisik dari bahan tanduk yang lebar berjumlah 6 sisik Genus Alligator Karakteristik (www.iucncsg.org): Kurang agresif bila dibandingkan dengan buaya. Habitat di perairan yang bersih Aligator besar dan sangat kuat, kepala lebih pendek dan lebih lebar dari pada buaya, moncongnya tumpul, gigi yang lebih besar Aligator mampu mengeluarkan suara tertentu, biasanya

digunakan pada saat musim kawin pada hewan dewasa, pada hewan yang baru menetas, suara digunakan untuk memberi tahu induknya bahwa dia menetas sehingga induk akan membuka sarangnya (Hickman et al., 2001) Memiliki moncong yang lebih lebar, ketika mulutnya ditutup gigi keempat yang ada pada rahang bawah tidak tampak, memiliki

lempeng tulang pada punggung dan bagian perut bawah memiliki sisik dari bahan tanduk yang lebar yang berjumlah lebih dari 6 sisik Contoh: Kingdom Phylum: Class: Ordo: Famili: Genus: Spesies: Animalia Chordata Reptilia Crocodilia Alligatoridae Gambar Alligator A. mississipiensis 3.10. Alligator mississipiensis

(Hickman et al, 2001)

Genus Caiman Karakteristik (www.iucncsg.org):

Tidak memiliki tulang sekat antara lubang hidung dan adanya sisik yang tumpang tindih dan menebal. Caiman lebih lincah dari pada alligator, cara bergerak mirip dengan buaya, giginyalebih panjang an lebih tajam dari pada gigi alligator. Pada saat menutup, gigi yang terlihat hanya gigi bagian atas

Memiliki hidung bulat dan daerah kepala yang pipih, datar dan luas. Garis punggung lebih jelas Habitatnya adalah lingkungan terestrial, danau, sungai, hutan bakau, rawa. Lebih toleran terhadap kondisi yang lebih dingin Contoh:

Kingdom: Phylum: Class: Ordo: Family: Genus: Species:

Animalia Chordata Reptilia Crocodylia Alligatoridae Caiman C. latirostris Gambar 3.11 C. Latirostris (en wikipedia.org)

(b) Familia : Crocodylidae Kakteristik (ksh.biologi.ugm.ac.id) : Moncong meruncing dengan bentuk yang hampir segitiga, saat mengatup kedua deret gigi terlihat jelas Kedua tulang rusuk pada ruas tulang belakang pertama bagian leher terbuka lebar Terdapat baris tunggal sisik belakang kepala yang melintang dibagian tengkuk Subfamili: Mekosuchinae (punah) Asal: Australia dan Pasifik Selatan Hidup pada masa Eosen-Pleistosen Merupakan moyang dari buaya air asin

Gambar 3.12 Mekosuchus inexpectatus , salah satu termasuk dalam subfamili Mekosuchinae.

contoh hewan yang

Subfamili: Crocodylinae Karakteristik: Buaya sebenarnya Moncongnya sempit, ketika mulutnya tertutup, gigi ke empat pada rahang bawah tampak Terdiri dari 4 genus : Euthecodon(punah) Rimasuchus(punah Osteolaemus Crocodylus

Subfamili: Tomistominae Karakteristik: Terdiri dari 6 genus, namun 5 dari genus-genus tersebut karena punah. Moncongnya menyempit, mirip dengan buaya gavial

Gambar 3.13 Tomistoma schlegelii, salah satu contoh hewan yang termasuk dalam sub famili Tomistominae (c) Familia : Gavillidae Kakteristik (ksh.biologi.ugm.ac.id) : Hewan semi-akuatik Memiliki moncong yang sangat sempit dan memanjang, namun ujungnya melebar. Pada hewan jantan dewasa, terdapat ghara di ujung moncongnya Pada saat moncong menangkup, deretan gigi pada rahang atas dan bawah tersusun berseling Pemangsa utama ikan Contohnya adalah Gavialis gangeticus

Gambar

3.14

Gavialis

gangeticus

(en.wikipedia.org)

Kingdom: Phylum: Class: Superorder: Order:

Animalia Chordata Reptilia Crocodylomorpha Crocodylia

Superfamily: Gavialoidea Family: Genus: Species: Gavialidae Gavialis G. gangeticus

Mikrajuddin et al. 2006. IPA Terpadu. Jakarta: Erlangga. Hickman et al. 2001. Integrated Principles of Zoology, Eleventh Edition. New York: McGraw-Hill Companies. www.undiksha.ac.id/e-learning/staff/dsnmateri/4/1-125.pdf. Diakses pada tanggal 15 Maret 2012, pukul 15.27 WIB. Aryulina, Diah et al. 2004. Biologi 2. : Jakarta: Erlangga. Crawford, Ron. 2006. A Ball PhytonsTongue and the Jacobson Organ. http://www.rcreptiles.com. Diakses pada 17 Maret 2012 pukul 07.14 WIB. Hidayat, Luthfi Nur. 2009. Reptilia. http://ksh.biologi.ugm.ac.id. Diakses pada 18 Maret 2012 pukul 20.55 WIB.

You might also like