You are on page 1of 20

Tiga Masalah Ganjal Perkembangan Ekonomi Kreatif

08 Dec 2011 Harian Ekonomi Neraca Industri

Jakarta - Pengembangan ekonomi kreatif yang diasuh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) terganjal sejumlah kendala. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pengestu menyebutkan, setidaknya ada tiga kendala utama yakni masih rendahnya daya beli masyarakat, pembiayaan atau permodalan, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia. neraca Selain itu, lanjut Mari;industri kreaiirdi Indonesia relaiii sesuatu yang baru sehingga belum banyak ili-akui sebagai penggerak roda pembangunan. Juga, belum banyak kebijakan yang mendukung iklim kreatif, termasuk dalam hal perizinan dan perlindungan hak cipta. Lebih lanjut, kata Mari, sektor ekonomi kreatif Indonesia belum cukup kondusif sehingga bagi pelaku yang meminatinya masih sulit untuk merintis dan mengembangkan usaha. "Iklim belum cukup kondusif dalam hal memulai dan menjalankan usaha," ujar Mari Elka Pangestu, Rabu. Calon investor yang berminat untuk merintis usaha di bidang ekonomi kreatif, ungkap Mari, juga banyak terkendala aktivitas ekspor-impordan perpajakan, khususnya pada usaha start-up. Ditambah lagi apresiasi masyarakat terhadap produk kreatif belum cukup tinggi dan begitu pula apresiasi mereka yang masih rendah terhadap insan kreatif. "Ada sejumlah hal yang memang menjadi permasalahan utama ekonomi kreatif di Indonesia yang harus mulai kita upaya untuk atasi," katanya. Menurut dia, dari sisisumber daya manusia ekonomi kreatif terhambat soal kualitas dan kuantitas sdm Sumbu daya insani belum memadai dalam kuantitas dan kualitas. Umumnya belajar otodidak, bukan diciptakan institusi-institusi pendidikan formal/informal. Selain itu sumber daya insani terkonsentrasi di kota tertentu saja," katanya. Peisoalan infrastruktur dan regulasi teknologi informasi juga belum optimal mendukung industry kreatif. Mari mencontohkan, industri fesyen dan kerajinan masih sering terkendala kelangkaan dan fluktuasi harga balian baku. "Itu ditambah dengan lembaga pembiayaan yang belum cukup baik menilai bisnis industri kreatif, akibat informasi yang asimetris. Pelaku kreatif tidak mudah memperoleh pinjaman modal," katanya. Paling Kreatif Kendati mengakui sejumlah kendala yang membelit pengembangan industri kreatif, Mari menegaskan, Indonesia merupakan negara paling kreatif dalam pengembangan ekonomi kreatif. Karena itu, tambah dia, sektor yang masih kerap dipertanyakan banyak orang ini diharapkan akan bisa menyumbang hingga 11% dalam perekonomiannasional hingga 2014. "Indonesia memasukkan M aspek perekonomian nasional dalam lingkup ekonomi kreatif. China dan Korea Selatan hanya memasukkan empat aspek saja Indonesia merupakan negara pertama yang memiliki kementerian yang menangani ekonomi alif," k.ua Mari. Mari mengatakan, ekonomi kreatif punya keterkaitan sangat erat dengan industri pariwisata karena berbagai unsur produk an-(l.il.m kepariwisataan dihasilkan ekonomi kreatif, mulai dari kerajinan hingga kuliner. Ekonomi kreatif diharapkan akan bisa menambah kekuatan ekonomi nasional dari dampak penurunan ekonomi Eropa dan Amerika Serikat sekarang. "Dari pengalaman saat krisis ekonomi 2008, sektor pariwisata dunia termasuk yang tak sangat terpengaruh dampak kemunduran ekonomi," kata Mari yang menyatakan optimistis dampak krisis sekarang ini tak akan terlalu parah mengenai Indonesia mengingat tumpuan ekonomi nasional pada kemandirian. Dijelaskan Mari, sektor ekonomi kreatif sendiri pada 2010 memberi kontribusi 7,2% pada perekonomian nasional dan pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah pendorong pertumbuhannya sehingga diharapkan pada 2014 kontribusi akan men-capi di atas 10%. Sektor Potensial Sementara itu anggota Komisi X DPR RJ Hetifah Syaifudian menilai, ekonomi kreatif adalah sektor yang potensial untuk dikembangkan pada saat sek-tor riil kurang berkembang. "Indonesia memiliki keunggulan komparatif di sektor yang mengandalkan kreativitas sumber daya rna nusia ini, karena penduduk usia muda di Indonesia cukup banyak? k.n.i Herjh. Hetifah menjelaskan, kelompok muda memiliki gairah untuk mengembangkan sektor ekonomi kreatif yang memiliki potensi meningkatkan ekspor, baik komoditi maupun keahlian. Politisi Partai Golkar ini menaruh harapan besar pada sektor ekonomi kreatif untuk dikembangkan di masa depan, karena terbukti lebih lahan terhadap pengaruh krisis global. "Ini terbukti ketika terjadi krisis global pada 2008-2009 sektor pariwisata tidak terpengaruh dan tetap tumbuh," tambahnya. Apalagi, kata dia. sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ini menyerap banyak tenaga kerja dan turut menjaga eksistensi budaya di Indonesia. Ia menggambarkan kinerja sektor pariwisata Indonesia berada di peringkat ke-81 pada 2009 tapi bisa meningkat menjadi peringkat ke-74 pada 2010. Di kawasan Asia Pasifik, kata dia peringkat sektor pariwisata Indonesia juga meningkat dari peringkat ke-15 pada 2009 menjadi peringkat ke-13 pada 2010. Persoalan utama yang menjadi kendala pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif adalah infrastruktur, baik infrastruktur jalan dan jembatan maupun infrastruktur pendukung lainnya. Hetifah juga menilai, kelemahan lainnya aparat pemerintah masih lemah dalam melaksanakan strategi yang efektif sehingga lebih banyak mengikuti kecenderunganyang ada. "Selama ini, pemerintah lebih memberikan perhatian besar terhadap sektor ekonomi kreatif tapi lebih banyak pada sektor ekonomi spekulatil seperti saham." jelasnyalahan Krisis Ketidakpastian el......nn global niscaya bakal memukul industri domestik, {Cajmun, sektor pariwisata diyakini tidak rentan dengan gejolak krisis dunia kn-nn.i memiliki potensi besar seperti an hipe terluas dan memiliki popu lasi penduduk terbesar ke* empat di dunia Selain itu, industri pariwisata diben tengi oleh delapan World Heritage Cultural Sites (situs warisan dunia) yang sekaligus menempatkan RI dalam peringkat 39 dari sisi "Cultural Heritage" dari 139 negara menurut World i-( nimum Forum.

Mari Elka Pengestu menegaskan, sektor pariwisata tidak akan rentan terhadap dampak ekonomi dunia rang terus melamban. "Pariwisata Indonesia tidak rentan terhadap krisis sehingga sektor pariwisata dan pasar dalam negeri dapat menjadi sabuk pengaman perekonomian nasional," kata Mari Elka Pangestu di Jakarta, Rabu. Oleh karena itu, kementerian yang ia pimpin menetapkan target optimistis kunjungan wisman pada 2012 sebanyak 8 juta orangsampai tutup tahun. Ia menyadari ha) yang juga akan menjadi tantangan ke depan adalah persoalan koordinasi antarberbagai pihalcSemoga ke depan koordinasi lebih baik Fasilitasi dan advokasi. Kita juga harus mendorong Kementerian Hukum dan HAM dalam hal penguatan dan perlindungan HAKI," ujardia.

http://bataviase.co.id/node/900252, diakses tgl 9 Februari 2012 Creative Industry Indonesia


Malam malam kemarin ketika mengupdate status di Face book. Im watching dvd The Case of Benjamin Button . Mira Lesmana langsung menyambar memberi komen. Pasti dvd bajakan, gw laporin lho deh..he he . Tiba tiba saya merasa aneh, sekaligus ada perasaan bersalah. Tentu saja Mira hanya just make of fun, walau saya yakin dia mungkin memiliki dvd dvd bajakan film film pilihannya. Hal hal seperti Ini membuat saya teringat mengenai konsep Industri kreatif Indonesia.

Tahun lalu saya dipanggil Departemen Perdagangan, bersama sama pelaku sektor industri kreatif, yakni periklanan, arsitekur, pasar seni dan barang antik, kerajinan, desain, fashion, film, fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, radio dan televisi, serta riset dan pengembangan. Dalam rangka ikut merumuskan rancang bangun Industri kreatif Indonesia. Ini adalah proyek yang digadang gadangkan Menteri Marie Pangestu dan SBY dalam mendongkrak perekonomian bangsa. Paradigmanya bahwa industri sumber daya alam kelak akan habis, dan industri jasa seperti kreatif menjadi sumber pemasukan devisa yang tak akan habis habisnya, bahkan terus berkembang. Dari studi yang telah dilakukan pengembangan industri kreatif diperkirakan telah mampu menyerap sekitar 5,1 persen atau 4,9 juta tenaga kerja dan memberi kontribusi rata-rata 6,3 persen dari PDB. Estimasi tersebut berdasarkan studi Rancangan Pengembangan Industri Kreatif yang sedang difinalisasi oleh Depdag, ujar Mari Pangestu. Dalam seminar dan diskusi yang membosankan itu, jelas sudah bahwa Pemerintah tidak punya visi bagaimana memahami industri kreatif itu. Bayangannya otak otak manusia Indonesia harus kreatif, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan memajukan ekpsor. Pemerintah hanya tut wuri handayani. Padahal tidak sesimpel itu. Ada hal hal yang perlu dipikirkan mulai law enforcement, birokrasi dan apresiasi. Belum masalah disintegrasi antar Departemen yang amburadul. Sampai sekarang Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Kementerian Riset dan Teknologi, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata belum memiliki pemetaan tentang industri kreatif. Kalau melihat negara luar seperti Singapura dan Inggris, mereka telah memiliki pemetaan industri ekonomi kreatif sehingga industri ekonomi kreatif di sana sangat berkembang pesat. Industri ekonomi kreatif Singapura memiliki kontribusi sebesar 5% dari PDB atau USD 5,2 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri ini diperkirakan tumbuh 10%. Di Inggris, sumbangan industri ekonomi kreatif terhadap pendapatan nasional negeri itu mencapai 8,2% atau USD 12,6 miliar dan merupakan sumber ekonomi kedua terbesar setelah perbankan dengan dua juta pekerja dan pemasukan sekitar Rp 2.188,8 triliun atau setara PDB Indonesia tahun 2003. Hal ini melampaui pendapatan negara dari sektor industri manufaktur seperti minyak dan gas. Pertumbuhannya rata-rata 9% per tahun, jauh di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi negara itu yang rata-rata 2-3% per tahun. Selain itu musisi akan apatis, kalau baru saja album terbarunya beredar dan versi bajakannya sudah dijual di lapak lapak Glodok atau ITC Fatmawati.

Kalau kita mau mengundang perusahaan perusahaan film dari luar untuk memakai lokasi syuting alam Indonesia yang eksotik, tapi selalu terbentur biaya siluman disana sini. Perijinan yang bertele tele. Sementara kota Vancouver di Canada, memberikan ijin bisa memakai seluruh public area disana tanpa bayar. Sehingga perlahan industri film Hollywood di Los Angeles sebagian memindahkan syutingnya di Canada. Sekuel film Matrix memilih syuting dan editing di Australia, padahal itu produksi Amerika. Ini karena harga di Australia lebih murah dan editor editornya kreatif dan pintar pintar juga. Lihat saja Singapore. Mereka tak punya laut, tetapi banyak buku buku underwater photography terbitan negara itu banyak yang menjadi referensi. Ketika photograper Singapore datang ke Indonesia, memberi workshop dan seminar. Kita hanya terkagum kagum melihat hasil karyanya, tentu saja semuanya berisi alam laut Indonesia. Saya bertanya bagaimana mereka bisa begitu. Mereka menceritakan bagaimana Pemerintah memberikan apresiasi terhadap industri kreatif photography. Beberapa photographer pilihan dikirim ke seluruh dunia untuk memotret apa saja. Dibiayai dan diterbitkan buku bukunya. Saya memang tidak meminta dibiayai untuk memotret. Mungkin lebih baik kalau biaya perijinan memotret di beberapa tempat dihapus. Kita hanya bisa tercekat mengagumi betapa hebatnya Matt Mullenweg menciptakan mesin wordpress yang legendaris. Mungkin dia tersenyum senyum dalam hati membayangkan potensi yang bakal didapatkan dari sekian puluh juta manusia Indonesia yang gandrung dengan internet. Pertanyaan bodoh, kenapa kita tidak mau menciptakan mesin blog seperti itu ? Sehingga pertanyaan pertanyaan yang muncul dalam Word Camp bukan bagaimana Matt memulai bisnis ini, bagaimana ia menciptakan itu, bagaimana ia meraup semua kesuksesan itu. Tapi lebih heroik jika Yeni Setiawanmemperlihatkan Matt dengan memperbandingkan hasil desain mesin blog rancangannya. Siapa tahu justru ada investor pemilik modal yang melihat potensi itu. Siapa menyangka di balik gedung gedung kawasan industri Tangerang atau di pulau Batam, ada puluhan digital artis , animator yang membuat komponen animasi untuk film film Hollywood. Apakah kita kurang PeDe untuk keluar dengan label sendiri daripada sekadar menjadi tukang jahit ? Dataworks Indonesia memetakan Revolusi Industri kreatif dengan menarik, Yakni bagaimana peluang industri ekonomi kreatif Indonesia ini di tataran global? Tentu saja, agar kompetitif, ada syarat yang mesti dipenuhi. Pertama, jangan sekali-kali menganggap industri ekonomi kreatif ini identik dengan kerjaan seniman. Kedua, kembangkan ide-ide kreatif yang orisinal dari dalam diri tanpa harus merisaukan kondisi persaingan global. Ketiga, pemerintah harus serius memberikan dukungan pengembangan industri ekonomi kreatif. Untuk ukuran Asia, pemerintah Uni Emirat Arab bisa jadi contoh. Mereka mempromosikan potensi pariwisata, jasa, dan investasinya dengan dukungan besar dari pelaku industri ekonomi kreatif yang berhasil memasarkan dan menjual citra serta persepsi negara itu kepada dunia. Mungkin sisa kebijakan ekonomi Mafia Berkeley beberapa periode lalu yang menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar dan membuat kurang patriotik. Liberalisasi industri dan perdagangan membuat pasar Indonesia dibanjiri produk asing. Negara maju tidak menghendaki Indonesia menjadi Negara Industri yang tangguh. Itulah sebabnya kita puas sebagai negeri konsumen dan pedagang. Hanya sekadar user, bukan manufaktur. Industri kreatif tetap akan berkembang dengan atau tidak dengan dukungan Pemerintah. Mira Lesmana tidak perlu kuatir bahwa film filmnya akan dibajak. Percaya atau tidak, hampir jarang menemui dvd bajakan untuk film film Indonesia. Konon para mafia pembajak telah sepakat untuk bersikap nasionalis membela produk produk dalam negerinya. Tentu kreatif industri tidak hanya sekadar masalah pembajakan, birokrasi atau proteksi penurunan tarif impor bahan baku komputer misalnya. Ada yang jauh lebih penting. Bagaimana membangun budaya kewiraswastaan dan menciptakan produk produk inovatif. Juga jangan takut bersaing di pasar bebas. Begitu keran perdagangan bebas dibuka, hanya dua pilihan. Kita tergilas hanya menjadi penonton dan kerap mengundang orang orang seperti Matt atau photographer Singapore. Sebaliknya mungkin saja menjadi market leader yang tangguh.

http://creative-innovative.com/news/archive/50-creative-industryindonesia.html, diakses tgl 9 feb 2012


Perkembangan ekonomi kreatif kurang optimal
01 Nov 2011 Bisnis Indonesia

Jasa

BISNIS INDONESIA JAKARTA Penumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia terlihat menjanjikan. Peranan 14 subsektor yang terkait di dalamnya turut berkontribusi terhadap produk domestik bruto. Pada 2008.industri kreatif menyumbang 7.28% atau sekitar Rpl.il triliun terhadap PDB dengan daya serap tenaga kerja hingga 7,7 juta orang. Industri tersebut juga menyumbang 7,52% terhadap total nilai ekspor nasional. Untuk mengetahui lebih detail tentang strategi pengembangan industri im. Bisnis mewawancarai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu. Berikut petikannya Apa sasaran pengembangan ekonomi kreatif ke depannya? Kami sudah punya cetak biru pengembangan ekonomi kreatif. Kalau dulu, koordinasi di bawah Kementerian Perekonomian dan Kementerian Perdagangan sebagai koordinator pelaksana. Namun, perkembangan ekonomi kreatif kurang optimal. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatifdiharapkan menjadi koordinator implementasi cetak biru tersebut. Tentunya, sudah ada target ekonomi kreatif hingga 2025 itu seperti apa. Bagaimana penyerapan terhadap tenaga kerja, kontribusi kepada ekspor, termasuk di dalamnya pertumbuhan kota kreatif seperti saat ini Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Kami ingin menumbuhkan dua kali lipat dari itu. Ada beberapa target yang harus kami lakukan di kementerian baru Apa saja target yanq ingin dicapai? Kami melihal peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah menciptakan iklim kondusif dan merancang perubahan kebijakan untuk menjamin iklim yang kondusif dalam pengembangan industri kreatif. Seperti kila ketahui, bahan baku utama di industri ini adalah SDM yang kreatif dan inovatif. Kalau ingat cetak biru, kami ingin menggerakkan triple helix yaitu pemerintah, cendekiawan, dan dunia usaha untuk mengatasi lima kendala utama pengembangan industri tersebut.

Kendala utama industri kreatif yaitu bahan baku, ketersediaan akses teknologi sebagai alat untuk menghasilkan produk kreatif atau untuk memasarkan, perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), permodalan, dan pengembangan SDM kreatif. Bagaimana mengurangi tumpang-tindih kebijakankarena penanganan industri kreatif masih tersebar di beberapakementerian? Dalam cetak biru, ada program yang harus dilaksanakan oleh 27 kementerian dan pemerintah daerah. Saya akan mengundang kembali ke-27 kementerian terkait dan beberapa pemerintah daerah dalam hal ini kota kreatif. Kami sudah memikirkan agar tidak ada tumpang-tindih dalam hal ini. sehingga perlu diperta-jam peran dan fungsi masing-masing kementerian. Intinya adalah bagaimana membangun sinergi di antara kementerian. Apakah ada pembagian tugas berdasarkan skala usaha dan jenis sektornya. Saat ini. semua kementerian memegang tugasnya masing-masing. Misalnya, Kementerian Koperasi dan UKM membina produksinya dan Kementerian Perdagangan berada di ujungnya untuk promosi dan perdagangan. Kami harus memahami sup-ltv chain-nya, mulai dari penyediaan I.ih.in baku, produksi, sampai kemasan mutu hingga pemasarannya. Itu yang hams kita sinergikan. Ada 14 subsektor industri kreatif yang kita bagi antarkemente-rian. Kalau bicara unsur utama, lead-nya tentu saja ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan karena menyangkut kurikulum dan cara mengajamya. Sementara aspek perlindungan HaKI ada di Kementerian Hukum dan HAM. Tugas kami pada akhirnya adalah mendorong dan melakukan koordinasi. Yang khusus di bawah kementerian kami antara lain film, seni pertujukan, musik, dan lain-lain. Apa target jangka pendek sesuai dengan cetak biru? Untuk tahun depan, kita harus cek kepada cetak birunya. Menurut saya, aspek permodalan dan insentif perlu menjadi PR pertama yang kita selesaikan. Dari sisi permodalan, menurut saya, harus ada upaya untuk menjelaskan ke sektor perbankan apakah industri kreatif, bagaimana agunannya, bagaimana ini bisa dinilai. Seperti kita ketahui, industri tersebut sifatnya intangible, berbeda dari industri-industri yang sudah ada karena input-nya berasal dari ide dan kreativitas individu. Industri ini tidak seperti tanah, rumah, pabrik yang bisa dilihat. Ini menjadi salah satu sebab sektor tersebut kurang tersentuh oleh perbankan. Baqaimana dukungan perbankan selama ini?

Sebetulnya, modal tidak hanyadari perbankan. Perbankan jmumnya masuk setelah berkembang. Sebelum berkembang, pengusaha dibiayai angel inventor atau modal ventura yang mengambil risiko potensi industri kreatif. Pada saat itu, usaha kecil belum punya track record. Apa keuntungan buat investor? Dia berani mengambil risiko. Kalau industri tidak berkembang, tentu modalnya hangus tetapi kalau jadi, dia untung besar. Apakah akses permodalan tersebut menjadi target dalam 100 hari ke depan? Saya tidak bisa menjanjikan. Saya hanya berupaya semaksimal mungkin untuk fokus memprioritaskan hal itu [permodalan |. Beberapa bank seperti BNI sejak 2 tahun lalu sudah mulai membiayai industri ini. Sebetulnya, bank sudah mulai menggarap industri tersebut tetapi belum maksimal. Mereka belum terlalu memahami klasifikasi industri ini seperti apa sehingga masih enggan. Kami perlu menjelaskan kepada BI sebagai regulator bagaimana klasifikasi pinjaman kepada sektor, agunannya seperti apa, dan lain-lain. Tentu saja, akan ada proses. Tugas pertama dari kementerian ini untuk menjelaskan ke sektor perbankan. Ingat, modal tidak hanya dari sektor perbankan saja, tetapi juga dari angel investor dan modal ventura.

http://bataviase.co.id/node/857687 Industri Kreatif di Indonesia


Istilah industri kreatif pertama kali digunakan oleh Partai Buruh Australia pada tahun 1997. Akan tetapi, industri kreatif hadir di dunia semenjak abad pertengahan. Di Indonesia, pengembangan industri kreatif lebih condong ke dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Definisi industri kreatif menurut Departemen Perdagangan RI yaitu industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan, serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Industri kreatif dapat membantu penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pelestarian keanekaragaman budaya, dan pembangunan manusia. Sektor yang termasuk industri kreatif menurut UNESCO mencakup warisan budaya, sastra, musik, pertunjukan, seni visual, sinema dan fotografi, radio dan televisi, kegiatan sosial budaya, olah raga dan permainan, serta lingkungan dan alam. Sektor kreatif akan memberikan harapan baru akan munculnya suatu usaha atau kegiatan ekonomi dengan mengandalkan sentuhan kreatif individu yang akan membawa mereka ke level kehidupan yang lebih baik. Produktivitas sektor Industri kreatif lebih tinggi dari keseluruhan produktivitas tenaga kerja nasional, karena ekonomi kreatif membawa segenap talenta, bakat, dan hasrat individu untuk menciptakan nilai tambah melalui hadirnya produk/jasa kreatif. Pola Industri Kreatif di Berbagai Negara Keadaan dunia setelah terjadi revolusi besar-besaran dalam bidang ekonomi, melahirkan sistem pembangunan alternatif dalam memajukan sebuah negara. Masing-masing negara memiliki formulasi tersendiri untuk meracik nilai-nilai ekonomi berdasarkan kemampuan rakyatnya. Di lain sisi, manusia mulai berlomba-lomba untuk menciptakan ide kreatif untuk meringankan beban pekerjaan mereka. Mereka juga berpikir tentang bagaimana melakukan pekerjaan yang lain secara bersamaan (multitasking). Salah satu contoh negara yang berhasil membangun teknologi berbasis teknologi adalah China. China telah sukses mengidentifikasi dan memformulasikan teknologi yang dibutuhkan bagi pengembangan masyarakatnya. Tak hanya itu, China juga secara tepat mampu mengartikulasikan visi masa depan bangsanya melalui kumpulan kebijakan teknologi nasional yang terintegrasi dengan pembangunan sosial ekonomi. Faktor kunci keberhasilan pembangunan industri berbasis teknologi di China tidak lepas dari penguatan infrastruktur teknologi yang ada, yaitu kolaborasi antara i) Universitas yang menyelenggarakan pendidikan sains dan teknologi, ii) Lembaga Penelitian dan Pengembangan (R&D), dan iii) Perusahaan industri sebagai unit produksi dan/atau jasa keteknikan (engineering services).

Inovasi teknologi di China tidak lepas dari intervensi pemerintah dalam berbagai bentuk kebijakan, seperti pemberian insentif fiskal dan finansial, peningkatan peran mediator, pengarahan dan bimbingan, serta pemberian dukungan informasi. Pemerintah China memberikan perhatian khusus terhadap pentingnya informasi bagi pengembangan industri berbasis teknologi, yaitu dengan membentuk jaringan informasi secara nasional. Hal itu dimaksudkan untuk mengolah dan menyampaikan informasi, mendorong kompetisi sekaligus kerjasama dalam memasuki pasar lokal maupun global. Lain halnya dengan Amerika, yang dikenal sebagai negara adidaya dengan tingkat produktivitas pembangunan industri yang tinggi di berbagai bidang. Banyak barang-barang yang dikonsumsi masyarakat di bidang teknologi dewasa ini dihasilkan oleh negara produsen tersebut. Penggabungan intelektualitas dengan jaminan atas hasil karya cipta manusia sangat dihargai, sehingga setiap orang bebas berkreativitas dengan modal yang mudah dimiliki. Salah satu industri teknologi kreatif di Amerika Serikat yang masih menjadi panutan gudang teknologi dunia adalah Sillicon Valley, sebuah lahan yang disediakan untuk usaha kreatif di bidang teknologi dengan mengembangkan pusat-pusat penelitian dan teknologi. Sillicon Valley lebih dikenal sebagai pusat pengembangan industri kreatif di bidang perangkat lunak. Contoh lain, industri teknologi di Amerika yang sukses adalah Google, dengan segudang inovasinya. Berlokasi di Mountain View, California, dan berdiri sejak tahun 1998 hingga akhirnya meluncurkan saham pada tahun 2004 dengan melewati berbagai macam persaingan melawan kompetitornya. Pada awalnya dimulai dengan inovasi mesin pencari sederhana, hingga meluncurkan berbagai macam perangkat lunak yang bersifat open source, tidak hanya berbasis komputer, tetapi juga merambah ke pasar handheld (perangkat portabel). Masih banyak contoh industri teknologi kreatif Amerika yang masih popular dan berkembang pesat hingga detik ini. Sebut saja perusahaan global seperti Intel, BlackBerry, Microsoft, Facebook, dan Twitter. Perkembangan tersebut menunjukkan betapa cepatnya perkembangan industri teknologi kreatif di Amerika. India, salah satu negara dengan jumlah penduduk tertinggi di Asia, telah membuktikan diri mampu mengangkat citra negaranya sebagai negara yang mencetak banyak ilmuwan di bidang teknologi. Kunci utama kesuksesan India adalah pendidikan. Pendidikan di India menjadi role model (contoh ideal) di kawasan regionalnya, bahkan dunia. Saat ini, banyak buku-buku ilmiah berbasis teknologi yang dihasilkan di negara tersebut. Beberapa inovasi canggih juga dihasilkan di sana. India semakin maju dengan industri teknologi kreatif berkat pendidikan masyarakatnya yang kaya akan ilmu pengetahuan. Bahkan, India pernah berhasil menggusur Amerika Serikat berkat kepandaiannya dalam bidang teknologi. Pada tahun 90an, tercatat dari 150.000 pekerja asing di Amerika Serikat, 60.000 diantaranya adalah pakar teknologi informasi dari India. Permasalahan Industri Kreatif di Indonesia Industri kreatif di Indonesia yang masih belum banyak tersentuh oleh campur tangan pemerintah ternyata cukup berperan dalam membangun perekonomian nasional. Sektor ini berkontribusi sebesar Rp 104,4 triliun rupiah di tahun 2006, atau berperan rata-rata 4,75% di periode 2002-2006 dalam PDB nasional. Jumlah ini melebihi sumbangan yang diberikan oleh sektor listrik, gas, dan air bersih. Kemudian yang lebih menjanjikan dari industri kreatif di Indonesia adalah kemampuannya dalam percepatan menghadirkan lapangan usaha baru. Sektor ini mampu menyerap 4,5 juta pekerja dengan tingkat pertumbuhan sebesar 17,6% di tahun 2006. Nilai pertumbuhan ini jauh melebihi tingkat pertumbuhan tenaga kerja nasional yang hanya tumbuh sebesar 0,54%. Jumlah perusahaan baru meningkat sebanyak 25,05%, juga jauh dibandingkan keseluruhan nasional yang hanya 14,41% di tahun yang sama. Pada kenyataannya, industri teknologi kreatif Indonesia masih banyak bergantung kepada bahan dan produk dari luar negeri. Jika dikonversikan ke dalam nilai mata uang Indonesia, bahan dan produk tersebut masih dirasa mahal untuk sebagian masyarakat Indonesia. Hal inilah yang terkadang menjadi kendala untuk memulai penciptaan sebuah karya kreatif. Kendala lain dalam industri teknologi kreatif yaitu tentang penyalahgunaan teknologi. Selama ini bangsa Indonesia masih dikenal sebagai bangsa konsumen, bukan produsen. Kadar penggunaan teknologi lebih banyak dibandingkan dengan penghasil teknologi. Akibatnya, banyak masyarakat yang justru terjerumus ke dalam penyalahgunaan teknologi. Misalnya, maraknya kasus pembajakan digital, mulai dari perangkat lunak hingga konten multimedia. Dari segi intelektualitas dan optimisme, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak perlu diragukan lagi. Meskipun dengan berbagai macam keterbatasan, mereka masih gigih mencari harapan-harapan. Sebagai contoh, industri kreatif di bidang pembuatan perangkat lunak dan robotika, banyak kompetisi yang mengikutsertakan kreator muda mempresentasikan hasil ciptaannya. Bentuk wirausaha berbasis startup berbasis teknologi juga sudah mulai banyak bermunculan.

Pemerintah perlu mengembangkan dan mendukung gerakan industri teknologi kreatif di Indonesia sebagai suatu wadah untuk membentuk karakter sumber daya manusia yang mandiri dan mengerti teknologi. Perhatian pemerintah harus lebih ditingkatkan, utamanya dalam mendukung hasil karya cipta baru yang menjanjikan di masa depan. Banyak peluang yang dapat dihasilkan dari industri kreatif. Seringkali kita mendengar beberapa generasi muda Indonesia sukses memenangkan berbagai ajang kompetisi bergengsi secara nasional, maupun internasional. Sayangnya, setelah kegiatan tersebut usai, pemerintah seakan lupa dengan tindak lanjut atas karya berharga tersebut. Pemerintah dapat belajar dari kesuksesan negara-negara tersebut di atas dalam penciptaan iklim industri teknologi kreatif yang sehat. Dari statistik yang ada, sudah jelas bahwa industri kreatif Indonesia memegang peranan yang cukup signifikan dibanding sektor lain. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak perusahaan besar Indonesia mulai peduli dengan rencana pengembangan usaha berbasis infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Regulasi dan kepastian hukum yang mengatur mengenai industri teknologi kreatif Indonesia perlu dimatangkan lagi. Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Undang Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual (UU ITE), serta Undang-Undang lain yang mengatur tentang Industri Teknologi Kreatif, disinyalir belum mampu mengatasi polemik-polemik yang terjadi dalam pelaksanaannya. Pasalnya, industri teknologi kreatif yang bergantung pada pasar dalam negeri akan sangat terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan pemerintah, terutama yang kontra terhadap industri teknologi kreatif, sangat rentan terhadap goncangan ekonomi. Solusi Industri Kreatif di Indonesia Selama ini, industri kreatif di Indonesia masih terkesan berjalan sendiri-sendiri. Belum ada wadah secara nasional yang dapat secara tegas melindungi industri-industri tersebut. Mereka masih terpaku kepada komunitas-komunitas tertentu yang menjalankan visi dan misi tertentu. Kondisi ini baik dari sisi kreativitas, tetapi dari sisi kontinuitas masih perlu dianalisis lebih mendalam. Sisi positifnya, dari komunitas-komunitas inilah akan terlahir berbagai ide dan produk kreatif yang tak hanya bernilai seni dan estetika, namun juga ekonomis. Banyak dari komunitas-komunitas kreatif tersebut yang jatuh bangun mendirikan usahanya, baik secara modal maupun tidak diakuinya industri tersebut oleh pemerintah. Ketika industri tersebut jatuh di posisi paling bawah, maka dengan sendirinya akan bangkrut. Sedangkan kompetitor lain yang mempunyai kreativitas, modal, dan daya saing yang tinggi akan selalu memenangkan persaingan. Pemberian motivasi terhadap insan kreatif yang didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui berbagai macam pelatihan sangat diharapkan oleh pelaku industri kreatif. Mereka sangat membutuhkan informasi tentang bagaimana mengelola modal terbatas yang mereka miliki, cara mempertahankan produktivitas, dukungan serius dan berkelanjutan oleh pemerintah, serta jaminan perlindungan atas hak cipta. Pelaku industri tetap harus waspada dengan perubahan tren teknologi yang dapat terjadi secara mendadak. Hal-hal yang berhubungan dengan teknologi mempunyai masa hidup yang singkat. Cara pandang dan kreativitas bergerak dinamis sesuai dengan perjalanan tren dan waktu. Untuk itu, selalu diperlukan rencana jangka panjang yang mampu menerawang berbagai macam kemungkinan yang terjadi di waktu yang akan datang.

Referensi :

1.

Ahira, Anne. 2011. Sistem Pemerintahan India Menggusur Raksasa Dunia. http://www.anneahira.com/sistem-pemerintahan-india.htm (Diakses pada 23 Juli 2011).

[Online].

URL

2. 3. 5.

Anonim, 2008. Peran TIK dan E-Government dalam Menunjang Bisnis Nasional . [Online] (Terupdate 2008 Agustus 2008). URL : http://syopian.net/blog/?p=192 (Diakses pada 23 Juli 2011). Anonim, 2009. Pentingnya Pembentukan Koperasi Kreatif sebagai Akselarator Perkembangan Industri Kreatif di Indonesia. PKM-GT IPB. Bogor. 4. Bryjolfsson, Erik & Hitt, Lorin M. 2001. Beyond Computation : Information Technology Transformation and Business Performance. United Nations : Massachusetts. Computer History Museum, 2006. Timeline of Computer http://www.computerhistory.org/timeline/ (Diakses pada 23 Juli 2011).

History. [Online].

URL

6.

Crow, Galen B. & Muthuswamy, Balakrishnan. 2004. International Outsourcing in the Informational Technology Industry : Trends and Implications. Communications of the International Information Management Association, Volume 3 Issue 1 7. Edwards, Sebastian. 2001. Information Technology and Economic Growth in The Emerging Economies. United Nations : Los Angeles.

8. 9.

Taudjidi, Taufik Ahmad. 2008. Belajar dari China : Membangun Industri Berbasis Teknologi . [Online] (Terupdate 7 Juni 2008). URL : http://www.facebook.com/topic.php?uid=132458366785051&topic=115 (Diakses pada 23 Juli 2011). Trisaksono, Andrie. 2008. Berbagai Sudut Pandang tentang Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif. [Online] (Terupdate 16 April 2008). URL : http://ekonomikreatif.blogspot.com/2008/04/berbagai-sudut-pandang-tentangekonomi.html (Diakses pada 23 Juli 2011).

10.Zulfikar,

Achmad . 2010. Mengembangkan Industri Kreatif berbasis Teknologi di Indonesia . [Online] (Terupdate 15 April 2010). URL : http://www.gudangmateri.com/2010/04/industri-kreatif-teknologi-diindonesia.html (Diakses pada 23 Juli 2011).

Memajukan Industri Kreatif Indonesia


5-OCT-2011 OLEH WEBMASTER2 TIDAK ADA KOMENTAR POSTING DIDALAM : NASKAH, TAHUN 2009

Judul lengkap: Memajukan Industri Kreatif Indonesia sebagai Identitas Bangsa. Oleh: Bagus Handoko, Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada. Pengamat ekonomi kreatif dunia Prof. John Hartley menyatakan perlunya membangun nation branding dalam pembangunan industri kreatif Indonesia. Hal tersebut diungkapkan dalam Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) 2009, di Jakarta, Kamis (25/6). Maksud dari pernyataan tersebut adalah memfokuskan perhatian publik dan dunia terhadap kreatifitas bangsa Indonesia di semua sektor. Pernyataan Prof. Hartley tersebut bukanlah tanpa alas an, mengingat beberapa tahun belakangan ini industri kreatif dan ekonomi kreatif menjadi hot issueyang diperbincangkan oleh banyak pihak. Tidak hanya oleh para politikus, praktisi ekonomi, pelaku pasar, bahkan hingga dunia kampus dan seniman. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut pentingnya pengembangan ekonomi kreatif bagi negara kita dan menetapkan tahun 2009 sebagai tahun ekonomi kreatif. . Apa dan bagaimana ekonomi kreatif itu sendiri tidak ada yang tahu pasti definisi bakunya. Pelopor industrikreatif, yaitu Inggris, mendefinisikan : those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property. John Howkins mengartikan ekonomi kreatif sebagai segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Lebih lanjut, UNCTAD mendefinisikan eknomi kreatif sebagai penggabungan antara unsur budaya, ekonomis, dan teknologi dalam dunia global yang didominasi oleh simbol, teks, suara dan gambar. Berdasarkan definisi yang beragam inilah, industri kreatif sebagai hati dari ekonomi kreatif dipilah ke dalam beberapa sub sektor industri yaitu: (1) periklanan (advertising), (2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fashion, (7) video/film/animasi/fotografi, (8) game dan piranti lunak untuk hiburan, (9) musik, (10) seni pertunjukan (showbiz), (11) penerbitan/percetakan, (12) software, (13) televisi/radio (broadcasting), (14) riset & pengembangan (R&D).[1] Gema Industri Kreatif di Luar Negeri Trend industri kreatif di luar negeri sebenarnya sudah lama berlangsung. Berawal dari slogan kampanye Partai Buruh Inggris di tahun 1997-Cool Britannica, yang kemudian dijabarkan oleh pemerintahan PM. Blair dengan memilah indutrsi kreatif ke dalam sub-sub kategori seperti yang telah disebutkan di atas. Dipacu oleh arus perputaran teknologi digital, informasi dan globalisasi yang cepat, ekonomi kreatif menemukan titik puncaknya di awal abad 21 ini. Digitalisasi mempermudah dan mempercepat proses berkarya para pelaku ekonomi kreatif. Hasil karya dan produksi kemudian tersebar dengan luas melalui teknologi internet ke seluruh dunia. Di tahun 2005, UNCTAD mencatat industri kreatif telah menyumbang 3,4 % dari total perdagangan dunia (dengan jumlah ekspor US$ 424,4 milyar, dengan pertumbuhan rata-rata sejak tahun 2000-2005 adalah 8,7 %). Sementara itu, banyak negara-negara maju di dunia mulai melirik industri kreatif sebagai salah satu jalan keluar dari pertumbuhan ekonomi yang stagnan karena terlalu bergantung pada industri manufaktur. Potensi idustrikreatif yang berbasis pada imajinasi, riset, dan citarasa seni mampu menambah nilai suatu barang (value-added chain) merupakan salah satu solusi Inggris untuk menggenjot pendapatan dan nilai kompetitif bangsa. Tingkat pertumbuhan industri inipun ternyata tidak mengecewakan, sebesar 9% per tahun, dengan sumbangan terhadap pendapatan nasional mencapai 8,2% atau US$ 12,6 miliar.[2] Kota Kreatif (creative cities) bermunculan di berbagai belahan bumi, seperti Eropa dan Amerika Utara, merevitalisasi ekonomi kaum urban lewat serangkaian pengembangan budaya dan sosial yang menawarkan lapangan pekerjaan yang menarik bagi kaum muda. Secara keseluruhan, ekonomi kreatif di wilayah Eropa menghasilkan sekitar 654 milyar Euro di tahun 2003, dengan tingkat pertumbuhan 12,3% (lebih cepat dari seluruh sektor ekonomi di Uni Eropa), dan mampu mempekerjakan lebih dari 5,6 juta orang.[3] Di kawasan Asia, negara seperti Jepang pun turut pula melihat industri kreatif sebagai salah satu cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di tahun 1999, industri kreatif menghasilkan 35,35 triliun yen. Jumlah ini sekitar 17,5% dari total pendapatan yang dihasilkan oleh industri jasa. Selama satu dekade sejak tahun 19891999, industri kreatif Jepang telah tumbuh sebesar 88,5%. Di tahun 2001, sektor ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi 1.878 juta tenaga kerja.[4] Tak heran apabila produk Jepang seperti komik, animasi, musik, dan fashion berhasil merajai pasaran dunia dan menjadi salah satu trend setter. Negara-negara berkembang pun tidak mau ketinggalan dalam memajukan industri kreatifnya. China memimpin dalam proses tersebut, dan menjadi negara pemimpin dalam produksi dan ekspor produk-produk kreatif di tahun 2005. Di

Singapura ekonomi kreatif menyumbang 5% terhadap PDB atau US$ 5,2 miliar. Pemerintah Thailand pun tak mau kalah dengan mempersiapkan dana sebesar 20 juta Bath untuk mensukseskan program Creative Thailand. Sebuah proyek yang bertujuan menjadikan Thailand sebagai hub ekonomi kreatif di kawasan ASEAN, bersaing dengan Singapura yang telah memiliki ide sama sebelumnya. Tidak tanggung-tanggung, target yang ingin dicapai adalah meningkatkan proporsi ekonomi kreatif dalam GDP dari 10-12 % pada 2006 menjadi 20% pada 2012. Kondisi Industri Kreatif di Indoensia Kreatifitas terdapat di semua masyarakat dan negara, baik itu kaya maupun miskin, besar ataupun kecil, baik itu maju teknologinya ataupun masih berkembang. Hal ini sudah menjadi karakteristik di dalam setiap individu untuk menjadi imajinatif dan mengekspresikan ide; bersama dengan ilmu pengetahuan, ide-ide tersebut adalah esensi dari modal intelektual. Di sisi lain, setiap masyarakat juga memiliki sejumlah modal berupa kebudayaan yang diartikulasikan oleh indentitas dan nilai-nilai. Meskipun demikian, sebagian besar negara berkembang belum bisa memberdayakan kreatifitasnya secara maksimal untuk membangun negaranya. Di Indonesia, pemerintah belum menggarap secara serius sektor industri kreatif. Sektor ini belum dianggap sebagai sesuatu yang penting dan pemerintah masih berkutat pada sektor finansial, manufaktur, dan pertanian. Walhasil Indonesia bisa dikatakan agak terlambat dalam mengelola sektor ini. Padahal kalau diteliti lebih dalam, banyak masyarakat Indonesia yang sudah menggeluti industri ini sejak awal tahun 2000. Masih segar dalam ingatan ketika pada awal tahun 2000 terjadi booming distro (distribution outlet) dan clothing company. Sebuah usaha fashion kecilkecilan yang dirintis secara independen oleh anak-anak muda kreatif mulai dari desain dan pemasaran, dan pada akhirnya menjadi seuah industri yang cukup menggiurkan sampai sekarang. Terbukti, di Bandung banyak bermunculan distro yang kualitas, desain, dan harganya tidak kalah bersaing dengan produk luar sesama pengusung tema urban street style. Tak heran, bandung kemudian terkenal menjadi Paris Van Java, atau pusat mode Indonesia. Dilihat dari segi pendapatan yang disumbangkan untuk PDB Indonesia, industri ini telah menyumbang 33,5% dari PDB 2006, setara dengan USD 77 miliar atau Rp 693 triliun dengan kurs Rp 9.000,00.[5] Departemen Perdagangan mencatat industri kreatif pada 2006 menyumbang Rp 104,4 triliun, atau rata-rata 4,75% terhadap PDB nasional selama 2002-2006. Jumlah ini melebihi sumbangan sektor listrik, gas dan air bersih. Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%). Terhambatnya pengembangan industri kreatif di Indonesia ini disebabkan oleh banyak hal. Hambatan yang pertama adalah kreatifitas itu sendiri. Selama ini, industri kreatif kita masih meniru ataupun bergatung padatrend yang ada di pasaran internasional. Persoalan lain adalah kurangnya bimbingan dan promosi dari pemerintah, keterbatasan informasi dan modal pelaku industri kreatif, industri kreatif kita yang tidak efisien dan kontrol kualitas yang rendah. Dan yang terpenting adalah kurangnya perhatian akan pentingnya hak paten (HAKI). Two Level Game Theory dan Nation Branding Industri Kreatif Indonesia Meminjam teori dari Robert Putnam-Two Level Game Theory[6] untuk menjawab persoalan tersebut di atas, pemerintah perlu beramain di dua aras dalam pengembangan industri kreatif Indonesia, yaitu segi domestik dan internasional. Bagaimanapun, industri kreatif berisikan hasil kreasi dan identitas dari suatu bangsa, yang pemasaran produknya tidak bisa dilepaskan dari dunia global. Dunia yang semakin global melahirkan sebuah konvergensi dalam berbagai urusan, tidak terkecuali dalam mengembangkan industri kreatif ini. Perlu dukungan banyak pihak dan konsep yang terpadu baik dari pihak dalam negeri ke luar negeri sehingga terciptalah nation branding dalam industri kreatif Indonesia. Dari segi domestik, perlu diupayakan sebuah usaha untuk mengembangkan kreatifitas masyarakat kita. Yang pertama adalah menumbuhkan kreatifitas untuk berinovasi dan entrepreneurship di dalam masyarakat itu sendiri. Masyarakat perlu disadarkan bahwa setiap individu bisa melahirkan sesuatu ide yang baru, yang sama sekali berbeda dengan yang ada di pasaran sekarang. Untuk itu, selain membina dan mengembangkan pelaku ekonomikreatif yang sudah berjalan, keterlibatan kaum muda dan pihak kampus juga diperlukan. Bagaimanapun, kaum muda memiliki kemampuan untuk membawa perubahan dan melahirkan ide-ide segar sesuai dengan zamannya. Dari kenyataan di lapangan, banyak riset dan pengembangan teknologi tepat guna murah meriah serta memiliki nilai orisinil telah diciptakan mahasiswa kita, yang sayangnya hasil riset tersebut tidak ditidaklanjuti. Kalau dilihat lebih lanjut, Indonesia juga memiliki banyak kampus yang potensial untuk men-support ekonomi kreatif. Bandung yang terkenal dengan ITB dan silicon valley-nya, ditambah dengan dunai desain grafis dan fashion-nya yang dinamis. Jakarta dengan arus perputaran teknologinya yang cepat, Jogja dengan perpaduan modernitas dengan tradisionalnya, dan beberapa kampus di luar Jawa lainnya. Di sisi lain, perlu juga ditingkatkan kesadaran akan pentingnya kebudayaan nasional sebagai warisan kekayaankreatif dari nenek moyang. Jangan sampai masyarakat kita hanya melulu memandang ekonomi kreatif sebagai hasil dari desain, arsitektur, fashion, dan pengembangan iptek secara modern. Industri kreatif adalah perpaduan antara budaya dan teknologi. Dari segi ini, sudah ada upaya untuk mengangkat kebudayaan tradisional ke dalam gaya hudup modern. Motif batik misalnya, sudah mulai dilirik sebagai salah satu desain untuk pakaian maupun jaket yang menarik bagi distro-distro di Indonesia. Dari lingkungan desain grafis dan arsitektur, sudah banyak desainer dan arsitek yang mengikusertakan simbol-simbol dan motif-motif budaya Indonesia dalam karya-karya mereka. Ketiga, pemerintah perlu membangun sarana dan prasarana pengembangan industri kreatif. Selain pembinaan dalam menumbuhkan kreatifitas, pemerintah juga perlu membuat kebijakan pro aktif lainnya. Misalnya, pemberian insentif

(kemudahan mendapatkan modal, pajak, informasi, teknologi dsb.), kemudahan dalam perizinan usaha bagi para pelaku industri kreatif. Kalu diteliti lebih lanjut, banyak idustri kreatif di Indonesia masih berbentuk UKM yang telah teruji tahan banting terhadap krisis dan mampu menyediakan lapangan kerja besar. Dari segi permodalan, modal patungan antara pemerintah dan swasta, atau pemerintah mencarikan sponsor ke pihak swasta juga sangat dianjurkan untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah dalam pendanaan. Kita patut bangga bahwa Indonesia telah berhasil membuat chipset berteknologi 4G bertaraf internasional namun memiliki harga terjangkau yang disebut Xirka, yang disponsori oleh pihak swasta nasional.[7] Di sisi lain, pembangunan sarana dan prasarana ini juga tidak boleh berpusat di satu titik (baca: Jawanisentris). Mengingat kekayaan alam dan budaya serta potensi SDM kita dalam industri ini tidak hanya di Jawa, namun juga di pulau-pulau lain di Indonesia, sudah seharusnya industri kreatif dikembangan secara merata. Keempat, penghargaan terhadap hasil inovasi karya anak bangsa harus ditingkatkan. Perlu diingat bahwa sebenarnya hak paten adalah industri kreatif itu sendiri. Dalam hal ini hak paten (HAKI) adalah sesuatu yang sangat penting, mengingat imajinasi dan inovasi dalam menghasilkan sebuah karya kreatif tidaklah datang begitu saja. Dengan dipatenkannya sebuah karya, maka pemerintah bisa dengan mudah melakukan dokumentasi terhadap karya-karya yang dihasilkan masyarakat kita. Sehingga kasus-kasus seperti plagiarisme, saling klaim sebuah karya, hilangnya hak pencipta akan ciptaanya bisa dihindari. Pemerintah pusat harus bekerja sama dengan pemerintah di daerah untuk memberikan informasi yang memadai terhadap para pelakuindustri kreatif akan pentingnya hak paten dan dokumentasi suatu karya. Kasus sengketa hak paten karya ukir Jepara antara Harrison Gill (Inggris) dengan seorang pengusaha Belanda adalah salah satu contoh betapa buruknya sistem pematenan dan dokumentasi industri kreatif negara kita. Padahal ukiran yang dipermasalahkan adalah hasil karya masyarakat asli Jepara, tetapi kenapa yang mematenkan dan bersengketa di pengadilan adalah pihak asing? Di mana nasionalisme kita terhadap hasil budaya Indonesia? Selain kebijakan yang dilakukan di level domestik, pemerintah juga perlu mengimbanginya dengan kebijakan di level internasional. Hal ini antara lain promosi yang diiringi dengan strategi marketing yang baik, membuka akses internasional, diplomasi dan negosiasi, serta menjaga citra baik di mata internasional. Dalam hal di level internasional adanya net working yang baik sangat dibutuhkan. Indonesia sesungguhnya kalau dicermati memilikinet working yang baik karena sebagai negara ASEAN, sesama motor dari Asean Tourism Forum (ATF), juga sesama anggota aktif di UN-WTO. Penjagaan citra yang baik sangat berpengaruh terhadap dunia pariwisata Indonesia yang memiliki kaitan sangat erat terhadap perkembangan industri kreatif kita, terutama pasar seni dan pertujukkan. Otonomi Daerah yang saat ini sedang dilaksanakan dengan gencar juga bisa dimanfaatkan untuk mempromosikan industri kreatif ke luar negeri. Selama ini, Otonomi Daerah lebih terkesan negatif karena pemerintah daerah bersaing dan berjalan sendiri-sendiri dalam membangun daerahnya. Akibatnya, sering timbul sentimen yang berpotensi memecah belah bangsa dan merugikan industri kreatif itu sendiri. Segi positifnya, pemerintah daerah bisa secara langsung mempromosikan industri kreatifnya di luar negeri. Namun hal ini harus dibarengi dengan kerjasama antar pemerintah pusat dengan daerah, sehingga promosi yang dilakukan bisa maksimal dan biaya yang diperlukan untuk promosi pun bisa ditekan. Sudah saatnya kita menjadikan industriakreatif sebagai ajang pemersatu bangsa, karena pa yang dijual oleh industria ini adalah hasil karya anak bangsa dan berisikan identitas negara kita. Kita patut mencontoh Malaysia, meskipun akhir-akhir ini kita bermasalah dengan negara ini, namun upaya dalam mempromosikan industri kreatifnya sangatlah hebat. Dimualai dari pendokumentasian karya dan paten, yang tidak hanya berupa buku namun juga berupa CD dan film, serta promosi melalui media berbasiskan IT. Hal ini dilakukan bersama-sama dari daerah ke pusat. Alhasil, dunia internasional bisa dengan mudah melihat hasil karya industri kreatif Malaysia karena tersedianya media yang memadai. Sebuah hasil industri menujukkan siapa pembuatnya, baik dari segi kualitas, ide maupun nilainya. Tidak terkecuali industria kreatif yang merupkan perpaduan antara segi budaya, ekonomis, dan pemanfaatan teknologi. Semakin bagus dan maju industri kreatif suatu negara, menunjukkan betapa negara tersebut pun semakin maju masyarakatnya. Sudah saatnya kita bergerak maju dan menggunakan imajinasi kita secarakreatif untuk menghasilkan karya-karya inovatif. Tidak hanya sesuatu yang berguna untuk negeri ini, namun juga memiliki nilai kompetitif tinggi di dunia internasional. Kita perlu bersadu padu, dan memulainya dari segala lini (baik lokal maupun global) sehingga industria kreatif yang diprediksi akan menjadi tumpuan di masa depan bisa terus maju. Di sisi lain, kita juga harus menyadari bahwa industri dan segala macam teknologi yang ada di dalamnya adalah bagian dari hasil budaya. Biarpun budaya terus berkembang dan berubah, kita patut menghargai dan melestarikan budaya nenek moyang kita sebagai akar atau fondasi dari karya-karya modern. Budaya tradisional perlu dijaga, karena merupakan bagaian dari identitas nasional. Jangan hanya gembar-gembor nasionalisme karena budaya kita diklaim bangsa lain, namun apresiasi kita terhadap buadaya sendiri adalah nol. Daftar Bacaan www.bps.go.id www.depdag.go.id www.dataworks-indonesia.com http://www.unctad.org/Templates/webflyer.asp?docid=9750&intItemID=4494&lang=1&mode=downloads www.nli-research.co.jp/english/socioeconomics/2003/li031202.pdf Creative Economy Report 2008, UNCTAD

D. Putnam., Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two Level Game, I , International Organization, Vol. 42, No. 3 (Summer, 1988). Media Indonesia, 27 September 2009.

Mengembangkan Industri Kreatif Indonesia


Diterbitkan Januari 19, 2012 Artikel Pengamat Ditutup Tag:Mengembangkan Industri Kreatif Indonesia, Ringga Arif Widi Harto

Oleh Ringga Arif Widi Harto

Indonesia masih mengalami berbagai masalah menyangkut kesejahteraan rakyat, antara lain tingkat pengangguran yang tinggi (910%), rendahnya pertumbuhan ekonomi (rata-rata 4,5% per tahun), tingginya tingkat kemiskinan penduduk (16- 17%),serta rendahnya daya saing industri Indonesia.

Hal ini menjadikan Indonesia belum mampu menyusul ketertinggalan dengan negara lain yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per tahun).Tak pelak, pengembangan industri harus mendapat perhatian serius dari pemerintah, dengan muara peningkatan kesejahteraan rakyat. Industri kreatif merupakan sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan ketertinggalan perekonomian Indonesia.

Membumikan industri kreatif sebenarnya tidak sulit bagi Indonesia, karena sejak lama masyarakat Indonesia yang berbudaya tinggi telah berhasil menciptakan berbagai produk budaya yang mengagumkan. Di dalam pengembangan industri kreatif ini, ada lima pilar penting yang harus diperhatikan.

Pertama,industri yang bergerak dalam bidang kreatif.Selama ini terutama industri skala kecil dan menengah kurang mendapat perhatian dari pemerintah, akibatnya banyak yang gulung tikar karena terkendala perizinan dan permodalan hingga pemasaran produk.

Kedua,teknologi.Di

dalam

menciptakan

sebuah

produk

kreatif,

keberadaan

teknologi

mutlak

diperlukan.Jika kita melihat industri skala besar,teknologi yang digunakan sudah canggih,lihat saja Cina dengan produksi massalnya entah itu musik, komputer dan peranti lunak atau televisi dan radio.

Ketiga, sumber daya (resources). Sumber daya bersifat vital selain dalam bentuk SDM, meliputi lahan dan sumber daya alam. Indonesia hakikatnya memiliki sumber daya alam yang begitu melimpah yang telah dianugerahkan Tuhan bagi bangsa ini. Namun pemanfaatannya sesuai dengan UUD 1945 bagi kesejahteraan rakyat masih kurang.

Keempat, institusi. Berbagai institusi yang berperan memajukan industri kreatif harus menjalin koordinasi dan kerja sama yang baik. Pemerintah melalui BUMN maupun BUMD, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), bahkan institusi swasta bahu membahu mewujudkan industri kreatif yang kokoh.

Dan kelima, lembaga penyalur keuangan. Lembaga ini berfungsi memberikan pinjaman modal kepada usaha yang bergerak pada sektor industri kreatif,dengan kecukupan akan modal penggiat industri ini akan lebih bersemangat berproduksi. Dengan berjalannya industri kreatif, tingkat perekonomian negara akan meningkat.

Yang tak kalah penting juga adalah pemberian penghargaan (reward) kepada pelaku usaha yang berhasil membumikan industri kreatif ini. (Sumber: Seputar Indonesia, 18 Januari 2012).

Tentang

penulis:

Ringga Arif Widi Harto, Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM).

Suka Be the first to like this post.

ISSN 1979-9373

Memposisikan Pariwisata Industri Kreatif

dalam

Wacana

ulisan ini dimuat persis 2 tahun yang lalu di Warta Pariwisata Vol. 10 No. 2 Okt 2008, majalah yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan (P-P2Par) ITB. Industri kreatif merupakan industri yang dihasilkan oleh kekayaan intelektual. Industri yang mulai berkembang pada akhir-akhir ini berangkat dari kreativitas, keterampilan dan bakat individual yang mempunyai potensi untuk menciptakan pekerjaan melalui produksi dan eksploitasi intellectual property(Supangkat dkk. 2008). Industri kreatif berada di dalam cluster yang dibangkitkan oleh ide-ide yang terletak di persimpangan antara seni (kreativitas artistik), bisnis (enterpreneurship), dan teknologi (inovasi). Muara dari industri kreatif adalah nilai-nilai ekonomi baru. Inggris dapat dikatakan merupakan negara yang menginisiasi dan merintis pertumbuhan industri kreatif. Fenomena larisnya rekaman-rekaman musik yang dicipta para musisi Inggris ke seluruh dunia dalam genre Britpop/rock, ataupun populernya Liga Sepakbola Inggris sehingga direlay oleh banyak stasiun TV di berbagai negara, merupakan salah satu fenomena yang menempatkan Inggris sebagai pelopor kemunculan industri kreatif. Kedua contoh di atas bagi Inggris menjadi lokomotif yang menarik gerbong-gerbong ekonomi industri kreatif lain: video, buku, merchandise, fashion, hingga memanfaatkan kefanatikan fans yang telah mendunia untuk berkunjung ke Inggris. Pada perkembangannya, industri kreatif di Inggris dikategorikan ke dalam 13 spektrum, yaitu: periklanan, arsitektur, seni dan keantikan, kriya, disain, fashion, film dan video, piranti lunak hiburan interaktif, musik, pagelaran seni,

penerbitan, layanan komputer dan piranti lunak, serta TV dan radio. Sementara itu, ITB melalui Inkubator Industri dan Bisnis menambahkan empat tambahan, yaitu warisan budaya (heritage), hospitality, museum dan galeri, serta olah raga dan pariwisata (Supangkat dan Widodo, 2008; dalam Supangkat dkk. 2008). Namun demikian dari draft gagasan ITB untuk pengembangan industri kreatif di Indonesia (bahan rapat Inkubator Industri dan Bisnis ITB, 2008), pemetaan industri kreatif yang telah dilakukan pemerintah Indonesia meliputi 13 kategori Inggris dengan menambahkan kategori ke-14: riset dan pengembangan. Dalam rapat di kantor Inkubator Industri dan Bisnis ITB Mei 2008 untuk curah pendapat dan penyamaan persepsi tentang industri kreatif yang akan dikembangkan ITB (baca: Indonesia), di antaranya diminta pendapat juga bagaimana industri kreatif di bidang pariwisata. Saat itu dalam keterbatasan ide mengenai industri kreatif itu sendiri, secara spontan di dunia pariwisata yang paling memungkinkan adalah pengembangan interpretasi dari destinasi pariwisata. Dalam hal ini, di dunia pariwisata telah berkembang pula wacana pariwisata interpretatif, yaitu memberikan pengetahuan, penafsiran, dan nilai di balik objek wisata yang dilihat atau dikunjungi. Apakah demikian industri kreatif di pariwisata? Dari berbagai literatur terbaru terlihat bahwa pariwisata tidak dikategorikan sebagai bagian dari industri kreatif. Untuk itu, tulisan ini mencoba untuk memposisikan kedudukan pariwisata di industri kreatif. Pariwisata Me(di)manfaatkan Industri Kreatif Jika pariwisata digolongkan ke dalam industri tersendiri, yaitu industri pariwisata, yang sebenarnya lebih kepada industri layanan dan jasa (destinasi pariwisata, hotel, restoran, biro perjalanan wisata, guiding, dsb) serta sebagian berupa produk souvenir, maka di dunia dapat digolongkan terdapat tiga industri besar: industri manufaktur yang memproduksi barang, industri pariwisata yang memproduksi layanan, dan industri kreatif yang memproduksi ide yang dituangkan dalam berbagai bentuk produksi. Ketiganya tentu saja tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi akan saling pengaruhi-mempengaruhi. Satu contoh menarik hubungan ketiga golongan besar industri itu mungkin dapat dibayangkan demikian: ide musik dan lagu yang dicipta para seniman dan musisi tidak akan berkembang jika tidak ada produksi radio, TV, pemutar CD, iPod. Destinasi pariwisata tidak akan berkembang jika tidak didukung produksi alat transportasi dan sarana lainnya. Pengembangan hotel, resort, atau kawasan di destinasi pariwisata juga tidak akan terlepas dari disain-disain kreatif. Dalam industri musik yang telah berkembang menjadi idol, situs-situs yang menjadi perjalanan grup musik akan menjadi destinasi pariwisata yang sangat bersifat minat khusus. Misalnya The Beatles. Rekaman grup musik legendaris ini walaupun telah bubar tahun 1970 dan dua personilnya telah meninggal dunia, masih tetap diproduksi. Situs-situs penting yang menjadi catatan perjalanan grup musik ini menjadi destinasi bagi para fansnya. Bandara internasional Liverpool bahkan diberi nama Liverpool John Lennon Airport, dedengkot The Beatles yang telah menjadi ikon dan idol dunia industri musik Inggris sejak tahun 1960-an dan tidak pernah mati hingga di tahun 2000-an ini. Bandara ini menjadi daya tarik yang sangat mindcatching. Apalagi juga mengambil semboyan yang diambil dari lirik lagu Imaginenya John Lennon: above us only sky. Seperti juga patung di tengah kota Liverpool menggambarkan ikon kapal selam berwarna kuning (dari lagu Yellow Submarine). Di Liverpool, paket wisata mengunjungi rumah-rumah anggota the Beatles dan sekolah mereka, serta lokasi-lokasi yang disebut pada lirik lagu seperti Penny Lane, Strawberry Field, gerejanya Elenoar Rigby, dll menjadi paket wisata yang sangat laku. Begitu pula tempat penyeberangan zebra cross di jalan Abbey Road di depan studio EMI London, menjadi tempat yang selalu dikunjungi untuk meniru gaya menyeberang berbaris anggota The Beatles seperti sampul album Abbey Road. Contoh lain adalah kunjungan wisata ke stadion-stadion grup-grup elite sepak bola Inggris karena tayangan langsung di TV seluruh dunia, seperti Stadion Anfield Liverpool, Stadion Emirates Arsenal, Stadion Stamford Bridge Celsea atau stadion Old Trafford Manchester United bagi para fansnya dari seluruh dunia, selain penjualan tiket pertandinganpertandingannya, di luar tayangan langsungnya. Banyak contoh lain di bidang seni, olah raga, fashion, atau arsitektur yang akhirnya berujung kepada kunjungan wisatawan akibat citra yang telah terbentuk yang kemudian berubah menjadi ikon, landmark atau destinasi pariwisata. Contoh-contoh di atas adalah bagaimana industri kreatif yang telah tumbuh akhirnya mempunyai manfaat bagi pariwisata. Proses sebaliknya bisa juga terjadi, yaitu bagaimana industri kreatif memanfaatkan pertumbuhan industri pariwisata, atau dengan kata lain bagaimana pariwisata memerlukan proses-proses kreatif. Contohnya dimulai dari tahap perencanaan dan promosi yang padat akan ide dan kreasi; sejak disain-disain iklan berupa pamflet, poster, iklan di media elektronik hingga pameran. Ketika wisatawan dating pun tidak kalah peran industri kreatif dalam perencanaan paket-paket dan perjalanan wisata (kemampuan interpretasi dengan peraga-peraga tertentu, interior moda angkutan,

dsb.) Hingga di destinasi dan objek wisata itu sendiri: arsitektur, disain lanskap, pertunjukan musik, kesenian dan budaya, dan sebagainya. Dari contoh-contoh di atas, tergambarkan bagaimana sebenarnya posisi pariwisata memang tidak menjadi bagian dari industri kreatif, tetapi mempunyai hubungan yang khas dan timbal balik yang seperti dijelaskan di atas tidak dapat berdiri sendiri-sendiri tetapi merupakan kesatuan sistem yang kompak. Akhirnya, pengikat dari semuanya adalah manajemen yang baik. Di bawah ini diagram yang mengggambarkan relasi antara industri pariwisata dan industri kreatif.

Panah ke arah kiri bagaimana produk industri kreatif yang telah menjadi ikon, situs atau landmark menjadi destinasi pariwisata, dan panah ke arah kanan bagimana industri pariwisata tidak lepas dari kontribusi ide industri kreatif ***

Budi Brahmantyo (sebagai Kepala Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan ITB)
Sumber referensi: Supangkat, S.H., Zaman, B.A., dan Simatupang, T. (2008), Industri Kreatif: Untuk Kesejahteraan Bangsa, Inkubator Industri dan Bisnis, ITB.

http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=801, diakses tgl 8 feb 2012 Upaya Mengatasi Problem Ekonomi Kreatif
Berawal dari Inggris, ekonomi kreatif kini banyak diadopsi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan komposisi jumlah penduduk usia muda sekitar 43 persen atau sekitar 103 juta orang, Indonesia memiliki sumberdaya manusia yang cukup besar bagi keberhasilan pembangunan ekonomi kreatif. Belum lagi potensi lainnya, seperti kepulauan Indonesia yang luas, terdiri atas 17.504 pulau dengan keragaman flora dan fauna serta kekayaan budaya bangsa dengan 1.068 suku bangsa, dan berkomunikasi dengan 665 bahasa daerah di seluruh Indonesia. Kekayaan ini adalah potensi besar dalam mendukung tumbuhnya industri kreatif Indonesia yang saat ini memberikan kontribusi kepada pendapatan domestik bruto (PDB) senilai Rp.104,6 triliun. Data menyebutkan, rata-rata kontribusi PDB industri kreatif Indonesia tahun 2002-2006 sebesar 6,3 persen dari total PDB nasional. Nilai ekspor industri kreatif mencapai Rp.81,4 triliun dan berkontribusi sebesar 9,13 persen terhadap total ekspor nasional dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5,4 juta orang. Industri kreatif menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama yang ada di Indonesia. PDB industri kreatif didominasi oleh kelompok busana (fashion), kerajinan, periklanan, dan desain. Jika dikelola dengan baik, kontribusinya terhadap PDB akan terus naik secara signifikan. Kontribusi ekonomi yang sangat signifikan inilah yang menjadi alasan mengapa industri kreatif Indonesia perlu terus dikembangkan. Selain itu, industri kreatif juga menciptakan iklim bisnis yang positif. Pemerintah telah mengidentififikasi lingkup industri kreatif mencakup 14 subsektor, yakni permainan interaktif, peranti lunak (software), periklanan, riset dan pengembangan, seni pertunjukan, televisi dan radio, film, video dan fotografi, kerajinan, arsitektur, busana (fashion), desain, musik, pasar dan barang seni, serta penerbitan dan percetakan. Kesungguhan Pemerintah

Perombakan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif merupakan angin segar bagi para pelaku ekonomi kreatif. Lebih-lebih lagi, ada dua kementerian lainnya yang terlibat langsung dengan pengembangan ekonomi kreatif ini, yakni Kementerian Pedagangan dan Kementerian Perindustrian. Koordinatornya adalah Menko Kesra RI. Hal ini menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif melalui indutri kreatif yang sudah dan akan terus dikembangkan. Sinergi antarkementerian ini mesti diperkuat, juga harus jelas siapa mengerjakan apa, agar tak terjadi tumpang tindih kapling tugas. Sinergitas seharusnya menghasilkan output jauh lebih baik dibandingkan jika masing-masing kementerian bekerja sendiri-sendiri. Untuk menciptakan sinergi yang benar-benar solid, Menko Kesra dapat bertindak sebagai koordinator aktif yang menyatupadukan konsep dan gerak langkap pengembangan ekonomi kreatif ini. Beberapa faktor yang disebutkan menjadi problematika pengembangan ekonomi kreatif melalui industriindustri kreatif, yakni: 1). kurangnya jumlah dan kualitas SDM kreatif; 2). rendahnya penghargaan terhadap para pelaku industri kreatif; 3). lambatnya upaya mengakselerasi tumbuhnya teknologi informasi dan komunikasi dengan pengembangan akses pasar dan inovasi industri kreatif; 4). keterbatasan akses pada bahan baku; 5). kesulitan permodalan; 6). perlindungan hak cipta; dan 7). ketersediaan ruang public. Upaya Mengatasi Problem Problem ekonomi kreatif diharapkan akan dapat ditangani secara bertahap dan terencana dengan baik. Hendaknya, dalam persiapan program aksi, dilibatkan pemerintah daerah setempat. Sebab, pemerintah di tingkat lokal-lah yang memahami industri-industri kreeatif yang berpotensi untuk dikembangkan. Pemerintah di tingkat lokal pun mesti menerima masukan dari para pelaku induttri kreatif untuk mendapatkan masukan dengan lebih akurat apa masalah yang dihadapi dan harapan ke depan yang ingin dicapai. Pertama, tentang kurangnya jumlah dan kualitas SDM kreatif. Disebutkan bahwa, secara kuantitas dan kualitas, SDM kreatif belum memadai. Penulis meyakini, kreativitas anak negeri ini tak bisa diragukan. Apalagi seperti diteorikan oleh Florida, setiap orang pada dasarnya kreatif. Potensi kreatif ini, hanya perlu ditumbuhkembangkan. Dalam hubungan ini, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang mengedepankan inovasi dan kreativitas produk. Perguruan-perguruan tinggi bisa turut berperan dalam hal ini. Bukan melulu menghadirkan ilmu kewirausahaan yang memang penting dan dibutuhkan, bahkan juga bagaimana membangun manusia kreatif dan inovatif. Dalam industri kreatif, kemampuan menciptakan ide-ide kreatiflah yang terpenting. Modalnya adala isi kepala yang terletak di antara dua telinga manusia. Kedua, rendahnya penghargaan terhadap industri kreatif. Kalau penghargaan itu dimaksud berasal dari masyarakat, tentu karena masyarakat melihat indutri kreatif masih belum bisa berkembang dengan baik. Kepercayaan terhadap ini baru akan tumbuh apabila, misalnya, ada industri kreatif yang telah berhasil mendatangkan kesejahteran bagi pelaku dan masyarakat sekitarnya. Jika penghargaan itu belum muncul dari pemerintah, maka pemerintah seharusnya segera mempersiapkan dan memberikan penghargaan kepada siapapun anggota masyarakat yang berhasil menciptakan suatu karya kreatif dan inovatif yang dapat dibanggakan dan dikembangkan. Ketiga, lambatnya akselerasi teknologi. Diakui bahwa peran teknologi sangat vital dalam pengembangan indutri kreatif. Bukan hanya dalam hal mengakses informasi pasar dan penemuan-penemuaan terbaru, bahkan juga dalam hal penggunaan peralatan berteknologi canggih dalam proses industri. Kini, akses informasi sudah jauh lebih maju daripada beberapa dekade sebelumnya. Tidaklah sulit bagi siapapun untuk mengakses perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan kemajuan teknologi yang berlangsung di seantero dunia. Namun, yang perlu ditangani adalah penguasaan teknologi yang berkaitan dengan proses penciptaan produk kreatif itu. Di sini, lagi-lagi perlu pembelajaran atas inisiatif pelaku industri dengan bantuan lembaga swasta dan pemerintah. Keempat, keterbatasan akses terhadap bahan baku. Ada dua kemungkinan yang terjadi dalam hubungan ini. Ada kemungkinan, bahan baku yang tersedia terbatas adanya sehingga akan sulit mendapatkannya dalam jangka panjang. Penanggulangannya, tentu harus disinkronkan dengan penghasil bahan baku itu sehingga pelaku industri kreatif tak kekurangan bahan baku. Ada pula terjadi kemungkinan lainnya, bahan baku tersedia, tetapi tidak diketahui di mana keberadaannya. Tentu saja, lagi-lagi diperlukan akses informasi melalui media yang ada, terutama media online. Setiap produsen perlu didorong untuk mempublikasikan bahan baku yang dihasilkan sehingga dengan cepat dapat diakses bahkan dipesan oleh pelaku industri kreatif di tempat lain yang jauh jaraknya. Kelima, kesulitan permodalan. Diakui bahwa pihak perbankan pada umumnya masih belum berani memberikan bantuan permodalan kepada indutri kreatif. Ini terutama karena industri ini lebih bersifat intangible, tidak fisikal. Diperlukan pendekatan dan kerjasama pada tingkat pemerintah untuk menciptakan kemudahan bagi para pelaku indutri kreatif agar mendapatkan modal. Kalau dibiarkan sendiri para pelaku ini berhubungan dengan pihak perbankan, mungkin akan tetap saja sulit mendapatkan modal. Tetapi, kalau

difasilitasi oleh pemerintah dengan perbankan di tingkatan pengambil kebijakan, tentu persoalannya tak lagi rumit. Keenam, masalah perlindungan hak cipta. Banyak dikeluhkan, bahwa untuk mendapatkan hak cipta hasil penelitian, misalnya, dibutuhkan waktu bertahun-tahun. Dalam era ekonomi kreatif, isu penting yang harus diatasi adalah pembajakan. Buku, musik, atau perangkat lunak sulit untuk dibuat, tetapi dengan mudah digandakan, apalagi dengan kehadiran internet. Padahal, pencurian hak cipta intelektual sangat mematikan inovasi dan kreativitas. Inilah problem yang membuat orang kadang-kadang enggan mengurus hak cipta. Apalagi di dalam masyarakat kita belum terlalu mempedulikan hak cipta ini. Hasil kreasinya dipandang sebagai milik bersama yang boleh ditiru tanpa merasa perlu komplain. Bahkan, dalam masyarakat masih terdapat pandangan, kalau produk kreatif yang dihasilkan ditiru oleh orang lain, malah jadi kebanggaan. Peningkatan pemahaman akan hak cipta dan penanggulangan pembajakan karya cipta memang harus terus diupayakan. Ketujuh, ketersediaan ruang publik yang terbatas. Untuk mempromosikan produk industri kreatif ada banyak pilihan. Promosi melalui media online/internet dengan membuat website/situs, bisa pula promosi melalui ruang-ruang publik yang tersedia. Penulis pikir, hal ini tak terlalu masalah, sebab di daerah-daerah terserak ruang publik yang bisa dipakai sebagai ajang pameran indutri kreatif. Gedung-gedung milik pemerintah daerah bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ini. Ada juga galeri-galeri dan areal-areal pameran yang dikelola swasta yang bisa dimanfaatkan melalui kerjasama yang saling menguntungkan. Bila dianggap belum cukup, bisa dibangun ruang-ruang publik yang secara kontinu bisa menjadi tempat mempromosikan produk kreatif hasil masyarakat di sekitarnya. Akhirnya, semoga ekonomi kreatif Indonesia melalui industri-industri kreatifnya dapat berkembang menjadi identitas dan kebanggaan bangsa, sekaligus sebagai sumber kesejahteraan masyarakat yang dapat diandalkan

http://economist-suweca.blogspot.com/2011/11/upaya-mengatasi-problemekonomi-kreatif.html#1_undefined,0_, diakses tgl 9 Februari 2012


Saatnya Bagi Dunia Ekonomi Kreatif Indonesia! Hot Topic Tue, 15 Nov 2011 10:39:00 WIB Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Industri kreatif ini sangat penting karena memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan terhadap PDB, penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, penciptaan iklim bisnis yang positif, membangun citra dan identitas bangsa, berbasis pada sumberdaya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa, dan memberikan dampak sosial yang positif.

Hal ini nampak mulai diseriusi ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang telah dirombak Oktober 2011, lalu. Paling tidak ada tiga kementerian yang tugasnya bersentuhan langsung dengan penanganan ekonomi kreatif. Ketiga kementerian itu adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif. Tentu saja ketiganya mesti melakukan sinergi agar menghasilkan output yang lebih baik. Perlu juga dihindari terjadinya tumpang tindih program. Yang dibutuhkan adalah saling melengkapi dan menguatkan antar kementerian dalam menangani ekonomi kreatif. Hal ini telah ditegaskan oleh Ibu Mari Elka Pangestu dalam pengarahannya. Awalnya dari Tony Blair

Masuknya bidang Ekonomi Kreatif dalam birokrasi berkat jasa Tony Blair yang pernah menjabat Perdana Menteri Inggris. Berawal dari gebrakan di Inggris, ekonomi atau industri kreatif kini banyak diadopsi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan komposisi jumlah penduduk usia muda sekitar 43 persen (sekitar 103 juta orang), Indonesia memiliki basis sumber daya manusia cukup banyak bagi pengembangan ekonomi kreatif.

Industri kreatif memang lahir dari generasi muda. Awalnya dimotori oleh Tony Blair pada tahun 1990. Saat itu ia tengah menjadi calon perdana menteri Inggris. Era 1990-an, kota-kota di Inggris mengalami penurunan produktivitas karena beralihnya pusat-pusat industri dan manufaktur ke negara-negara berkembang. Negara berkembang menjadi pilihan karena menawarkan bahan baku, harga produksi dan jasa yang lebih murah. Menanggapi kondisi itu, Tony Blair dan New Labour Party mendirikan National Endowment for Science and the Art (NESTA) yang bertujuan untuk mendanai pengembangan bakat-bakat muda di Inggris. Setelah menang dalam pemilihan umum 1997, Blair yang menjadi PM Inggris membentuk Creative Industries Task Force. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Inggris. Lembaga tersebut berada di bawah Department of Culture, Media and Sports (DCMS). Pada tahun 1998, DCMS memublikasikan hasil pemetaan industri kreatif Inggris yang pertama kalinya. Suka atau tidak suka Indonesia sangat berkepentingan untuk terus memacu industri ekonomi kreatifnya. Mengapa? Karena industri ekonomi kreatif berpusat produksi di otak. Perkembangan industri ini akan membantu menghemat sumber daya alam nasional yang

selain kian menipis, juga banyak menimbulkan pencemaran lingkungan. Harus diakui, industri ekonomi kreatif Indonesia nyata-nyata telah mampu menyumbang produk domestik bruto (PDB) nasional secara signifikan. Setiap tahunnya, industri ini tumbuh sebesar 15%. Dari data statistik sepanjang tahun 2006, industri ini telah menyumbang 33,5% dari PDB. Angka ini setara dengan USD 77 miliar atau Rp 693 triliun dengan kurs Rp 9.000,00. Pada sektor manufaktur yang terkait dengan industri ekonomi kreatif di Indonesia tahun 2005 bisa menyumbang Rp 915 triliun. PDB dari sektor ini lebih besar enam kali lipat dari minyak dan gas bumi.

Ekonomi kreatif ini diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah: (1) relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis (rata-rata hanya 4,5% per tahun); (2) masih tingginya pengangguran (9-10%), tingginya tingkat kemiskinan (16-17%), dan (4) rendahnya daya saing industri di Indonesia. Selain permasalahan tersebut, ekonomi kreatif ini juga diharapkan dapat menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah pengembangan industri kreatif ini akan menuju pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari intelektualitas sumber daya insani yang dimiliki oleh Indonesia, dimana intelektualitas sumber daya insani 14 merupakan Subsektor sumber Pengembangan daya Ekonomi yang Kreatif terbarukan. Indonesia

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) melihat banyak peluang industri kreatif di Tanah Air. Tak kurang dari 14 jenis industri kreatif sebagai prioritas dan 14 industri kreatif itu masuk dalam cetak biru. Hal itu diungkapkan Menparekraf, Mari Elka Pangestu. Sektor-sektor Periklanan Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan produksi periklanan antara lain : riset pasar, perencanaan komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak dan elektronik. industri ekonomi kreatif meliputi 14 subsektor berikut ini.

Arsitektur Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan cetak biru bangunan dan informasi produksi antara lain arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan Pasar swalayan, Kerajinan Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan distribusi produk kerajinan antara lain barang dan kerajinan yang terbuat dari batu berharga, Desain Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, interior, produk, industri, pengemasan, dan konsultasi identitas perusahaan. Desain aksesorisnya, Video, dalamnya Permainan ketangkasan, Musik Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, distribusi, dan ritel rekaman suara, hak cipta rekaman, promosi musik, penulis lirik, Seni pencipta lagu atau musik, pertunjukan musik, penyanyi dan komposisi musik. dan penulisan skrip, konsultasi lini film sulih suara film, produk fashion, serta dan sinematografi, sinetron, dan eksibisi distribusi produk fashion fashion. fotografi film. interaktif edukasi. aksesoris, emas, perak, kayu, kaca , porselain, kain, marmer, kapur dan besi. biaya konstruksi, seni konservasi bangunan dan dan warisan, dokumentasi barang lelang, dan lain-lain. antik internet.

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan perdagangan, pekerjaan, produk antik dan hiasan melalui lelang, galeri, toko, pasar

Kegiatan yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan

Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan,

pertunjukan

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisonal, musik teater, opera termasuk tur musik etnis, desain dan pembuatan buasana pertunjukan , tata panggung dan tata pencahayaan.

Penerbitan kegiatan Layanan komputer

dan kantor dan piranti

percetakan berita. lunak

Kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran , majalah, tabloid, dan konten digital serta

Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal. Televisi dan radio

Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran dan transmisi televisi dan radio. Riset dan pengembangan

Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar.

Mantan Menteri Perdagangan itu menambahkan, pihaknya tidak bisa sendirian dalam menjalankan program itu. Sebab, tanpa dukungan pihak-pihak lainnya seperti pemangku kebijakan, dan semua pelaku industri kreatif, programnya tidak berjalan. Kami melihat apa yang menjadi kendala dari masing-masing program prioritas. Tapi sebelumnya, kami sudah melihat potensinya. Kami juga harus membuat iklimnya Babak kondusif melalui Baru, kebijakan pemerintah tentunya, kata Mari. Dulu

Pembenahan

Bagi Indonesia, pengembangan industri kreatif yang merupakan bagian dari ekonomi kreatif bisa dikatakan baru memasuki babak baru. Banyak pembenahan yang mesti disiapkan. Berikut adalah penjabaran dari berbagai sektor yang perlu dibenahi tersebut. Howkins (2001) dalam bukunya The Creative Economy menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Dos Santos, 2007). Ekonomi kreatif didasarkan pada pengolahan atas ide, kreativitas, dan keterampilan individual untuk mengembangkan perekonomian berkelanjutan. Sejumlah 14 subsektor diidentifikasi sebagai industri kreatif, yakni: arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, desain, mode/fesyen, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film, video dan fotografi.

Pemerintah telah merampungkan penyusunan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif dengan target program dan pencapaian hingga 2025. Bahkan, bersamaan dengan peringatan Hari Ibu 22 Desember 2008 silam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sempat mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif. Nah, rupanya pada tahun 2011, giliran ekonomi kreatif yang masuk dalam jajaran kementerian. Pada tahun 2008 saja, 14 subsektor industri kreatif di Indonesia telah menyerap 5,4 juta tenaga kerja dengan kontribusi terhadap perekonomian diperkirakan mencapai sekitar Rp 112 triliun pada 2007. Sekali lagi, perlu diingat bahwa industri kreatif tumbuh dari usaha berskala kecil yang hampir semuanya dimotori orang muda. Model pengembangan tersebut dikembangkan mulai dari 2009 hingga 2025 mendatang. Adapun hasil yang diharapkan dapat tercapai 2025 mendatang yakni industri kreatif dapat memberikan kontribusi PDB sebesar 9%-11%, kontribusi ekspor mencapai 12%-13%, kontribusi tenaga kerja mencapai minimal 9%11%, serta peningkatan jumlah perusahaan industri kreatif.

Mari Elka Pangestu pernah mengatakan, pemerintah, dunia usaha, dan kalangan terdidik perlu bekerja sama lebih erat untuk membangun iklim kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif. Kerja sama dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memastikan penguasaan kemampuan kreatif itu semakin meluas. Pengembangan industri kreatif juga memerlukan iklim lebih kondusif, antara lain terkait hak kekayaan intelektual dan fasilitas ruang publik. Pengenalan dan apresiasi terhadap warisan budaya, insan kreatif, dan produk-produk kreatif juga perlu diperluas. Makin luas pengenalan dan apresiasi itu, akan makin luas pula pasar dan dukungan finansial bisa didapat pelaku industri kreatif. Infrastruktur teknologi dan komunikasi pun mendesak terus diperkuat untuk mendukung pengembangan industri kreatif. Dukungan lain yang tak kalah penting adalah kemudahan akses permodalan, baik dari perbankan maupun lembaga keuangan nonbank bagi para pelaku industri ini. Masalah lainnya adalah kesulitan dalam peningkatan kemampuan sumber daya manusia karena pendidikan di bidang industri kreatif masih sangat kurang. Sumbangan atau kontribusi industri kreatif dalam perekonomian nasional yang terus naik, tentunya membutuhkan tenaga-tenaga kreatif, inovatif, dan andal. Tantangan Harus Bisa Ditaklukan

Terpilihnya Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mendapat sambutan yang baik dari sejumlah kalangan pariwisata dan industri. Dengan kemampuannya, Mari Elka yang akan dibantu oleh Wakil Menteri Sapta Nirwandar itu, diharapkan mampu membawa meningkatkan kunjungan pariwisata dan majunya dunia ekonomi kreatif Indonesia.

Mari Elka Pangestu juga menyatakan keinginannya untuk menjadikan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif sebagai sumber penghasil devisa negara yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian bangsa. Dalam pidato pertamanya di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pada 19 Oktober 2011, Mari Elka menyerukan slogan Kreativitas ga ada matinya untuk menekankan betapa pentingnya ide dari orang-orang kreatif untuk menggerakan pembangunan dan ekonomi kota maupun daerah.

Bangsa Indonesia berharap ekonomi kreatif melalui industri-industri kreatif akan mendapatkan tempat yang semakin baik dan melaju maju membawa Indonesia kian masif bersaing di dunia perdagangan internasional. Hasilnya, bukan hanya sekadar pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang akan meningkat, bahkan kreativitas masyarakat pun mendapatkan tempat, sekaligus mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail.aspx? x=Hot+Topic&y=cybernews|0|0|3|348, diakses tgl 9 okt 2012

You might also like