You are on page 1of 14

BUDIDAYA DAN PROSPEK LIDAH BUAYA (ALOE VERA) DI KOTA PONTIANAK

Reyna Dhinar Sukowati


1)

1) Mahasiswa Program Studi Agribisnis, Fak Pertanian Universitas Jember, Jember, email: reynads@ymail.com

ABSTRACT
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan berpotensi serta sangat strategis untuk mengembangkan usaha di sektor pertanian. Komoditas lidah buaya adalah salah satu peluang investasi di sektor pertanian yang dikembangkan dewasa ini. Lidah buaya merupakan komoditas unggulan andalan Kalimantan Barat yang memiliki keunggulan komparatif, terutama di Kota Pontianak. Lidah buaya sudah dikenal sejak dahulu merupakan tanaman yang kaya akan manfaat. Kandungan dalam lidah buaya yang merupaknan komposisi terbesar dari gel lidah buaya adalah air, yaitu 96 %. Pada budidaya lidah buaya, terdapat empat faktor yang sangat terkait, antara lain: penyediaan bibi, jarak tanam, penanaman, dan pemeliharaan. Lidah buaya termasuk tanaman fungsional, karena semua bagian tanaman dapat digunakan yaitu daun, eksudat dan gel. Beberapa manfaat dan khasiat lidah buaya antara lain dapat dimanfaatkan untuk membantu melancarkan saluran pencernaan, sulit buang air besar, batuk, radang tenggorokan, diabetes melitus meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengatasi cacingan dan menyembuhkan luka. Potensi lidah buaya sangat besar, sayangnya salah satu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal padahal peluang lahan masih sangat luas. Mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi maka diharapkan pengembangan lidah buaya semakin ditingkatkan. Adapun pengembangan lidah buaya salah satunya yang dapat dilakukan yaitu peningkatan nilai ekonomis bagi lidah buaya yang juga perlu diperhatikan dengan cara menciptakn industri besar ataupun kecil dan diversifikasi produk olahan dengan bahan baku lidah buaya yang semakin berkembang dewasa ini. Keywords: Lidah Buaya, Pontianak, Kandungan lidah buaya, Manfaat dan Khasiat. Budidaya. Diversifikasi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang ada di sekitar alam lingkungan hidup kita. Sumber daya alam bisa terdapat dimana saja seperti di dalam tanah, air, permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya. Contoh sumber daya alam seperti barang tambang, sinar matahari, tumbuhan, hewan, dan lainnya. Sumber daya alam merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai modal dasar, sumber daya alam harus dimanfaatkan sepenuh-penuhnya dengan cara tidak merusak. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan berpotensi serta sangat strategis untuk mengembangkan usaha di sektor pertanian dan merupakan salah satu negara bahari. Hal tersebut didukung dengan letak Indonesia yang berada di daerah tropis, dimana sepanjang tahun mendapatkan penyinaran sinar matahari yang cukup serta suhu dan iklim yang mendukung dalam pengembangan usaha pertanian. Oleh karenanya Indonesia dikenal sebagai negara agraris sebab sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian Indonesia mampu menghasilkan berbagai jenis produk, baik itu komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebuanan, kelautan, dan kehutanan. [10] Pertanian adalah suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian dalam arti sempit dinamakan pertanian rakyat sedangkan pertanian dalam arti luas meliputi pertanian dalam arti sempit, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Semua itu merupakan hal yang penting. Secara garis besar, pengertian pertanian dapat diringkas menjadi empat komponen yang tidak terpisahkan. Keempat komponen yang ada di dalam pertanian tersebut meliputi: (1). Proses produksi; (2). Petani atau pengusaha; (3). Tanah tempat usaha; (4). Usaha pertanian (farm business). Pertanian dapat diberikan dalam arti terbatas dan arti luas. Dalam arti terbatas, pertanian adalah pengolahan tanaman dan lingkungannya agar memberikan suatu produk. Pertanian yang baik ialah pertanian yang dapat memberikan produk jauh lebih baik daripada apabila tanaman, ternak, atau ikan tersebut dibiarkan hidup secara alami.[6] Bidang pertanian dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu komoditas tanaman pangan, komoditas tanaman hortikultura, dan komoditas perkebunan. Komoditas tanaman pangan dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu komoditas beras (padi sawah, padi gogo) dan komoditas palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ketela pohon, dan ketela rambat). Komoditas tanaman hortikultura terdiri dari tanaman buah,

tanaman sayuran, dan tanaman hias atau bunga. Komoditas tanaman perkebunan terdiri atas tembakau, kopi, karet, dan kakao. Seluruh komoditas ini mempunyai nilai stategis dari segi peranannya sebagai bahan makanan, bahan baku industri dan sumber pendapatan petani. Pembangunan pertanian sebagai salah satu unsur penting dari pembangunan nasional memainkan peranan yang strategis dalam meningkatkan gerak pembangunan. Menyikapi kondisi tersebut maka perlu ada gerak yang lebih dinamis dari pembangunan pertanian Indonesia. Berbicara mengenai pengembangan pertanian maka kajian tiddak akan terlepas dari visi dan misi pembangunan pertanian. Visi pembangunan pertanian nasional masa depan adalah membangun pertanian modern yang berbudaya industri dalam rangka membangun industri pertanian berbasis pedesaan.makna yang dapat ditangkap dari visi tersebut adalah bahwa pembangunan pertanian mendatang adalah pada hakekatnya merupakan kelanjutan, pendalaman dan peningkatan daripada pembangunan pertanian saat ini sebagai upaya mewujudkan pertanian yang tanggunh, maju, dan efisien. Sementara misi pembangunan pertanian adalah dirumuskan sebagai suatu: (a) Pendekatan agribisnis; (b) Pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optima; (c) Peningkatan aktivitas ekonomi pedesaan, dan (d) penciptaan kondisi yang menjamin pembangunan pertanian berkelanjutan.[3] Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif. peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak diragukan lagi. GBHN-pun telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutahan pengan maupun kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha. Beberapa alasan yang mendasari pentingnya pertanian di Indonesia : (1) potensi sumberdayanya yang besar dan beragam; (2) pangsa terhadap pendapatan nasional cukup besar; (3) besarnya penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini; (4) menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Pengembangan sektor agribisnis sendiri diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan petani, disamping meningkatan penyerapan tenaga kerjaserta kenaikan perolehan devisa negara. Dengan sistem agribisnis pembangunan pertanian dihela oleh pasar. Pasar menjadi ujung tombak usahatani, artinya jenis dan

mutu produk yang akan dihasilkan didasarkan atas permintaan pasar. Menurut Lestari (2002) perkembangan agribisnis atau agroindustri memberikan gambaran akan masih banyaknya peluang kegiatan bisnis industri pertanian di pedesaan yang dapat dilakukan. Agar diperoleh keterkaiatan pertanian dan industri, maka diperlukan spesialisasi industri berdasarkan komoditas strategis yang dapat memeberikan nilai tambah. Potensi pertanian besar namun mayoritas dari petani banyak yang termasuk golongan miskin adalah sangat ironis terjadi di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi sektor pertanian keseluruhan. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan tidak hanya berorientasi pada tanaman pangan saja, tetepi harus memberikan prioritas terhadap komoditi yang lain. Salah satunya adalah pengembangan beberapa jenis komoditas hortikultura mengingat kontribusi hortikultura terhadap manusia dan lingkungan sangat besar. Manfaat produk hortikultura bagi manusia diantaranya adalah sebagai sumber pangan dan gizi. Komoditi hortikultura yang dikembangkan meliputi tanaman sayuran, tanaman buah, tanaman hias, serta tanaman obat-obatan.[1] Salah satu industri pengolahan hasil pertanian dan termasuk komoditas hortikultura yang sekarang ini sedang marak dikembangkan adalah industri pengolahan komoditas lidah buaya. Komoditas lidah buaya adalah salah satu peluang investasi di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan hortikultura yang sangat prospek untuk dikembangkan karena permintaan pasar terhadap komoditas tersebut semakin meningkat. Hal ini didasarkan karena pada saat ini ada kecenderungan di masyarakat untuk beralih konsumsi ke bahanbahan alami, terutama tanaman obat yang berpeluang besar sebagai komoditi perdagangan yang meningkat. Lidah buaya (aloe vera L.), merupakan tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat sebagai tumbuhan obat yang biasa ditanam di pekarangan rumah, bukan tanaman utama, dan secara tradisional bermanfaat untuk melebatkan dan menghitamkan rambut. Dewasa ini tanaman lidah buaya terkenal sebagai bahan baku kosmetika, obat dan minuman seingga permintaannya selalu meningkat. Di samping itu, mulai beragamnya kegunaan lidah buaya sebagai bahan baku obat dan kosmetika menyebabkan nilai guna tanaman ini semakin meningkat. Dalam pengembangan agribisnis lidah buaya harus didorong terciptanya aktifitas usaha yang mengarah pada homeindustri/industri baik pada sub sistem off farm hulu, sub sistem on farm, maupun sub sistem off farm hilir. Adanya homeindustri/industri pada berbagai subsistem, maka bangunan sistem agribisnis akan semakin kokoh. Industri hilir yang perlu dikembangkan adalah usaha pembuatan bahan-bahan organik.

Industri on farm misalnya usahatani pola kemitraan atau model inti plasma. Sedangkan industri hulu, misalnya industri pengolahan lidah buaya seperti powdering, gel, minuman, makanan, kosmetik, dll. Pengembangan agribisnis lidah buaya memiliki prospek sangat bagus dilihat dari segi keterlibatan masyarakat dan manfaat yang ditimbulkannya, antara lain: 1. Cara pembudidayaan lidah buaya relatif mudah; 2. Mendorong tumbuhnya industri pedesaan baik sektor hulu maupun sektor hilir, sehingga dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan; 3. Penganeka-ragaman produknya sangat beragam dari mulai makanan dan minuman, bahan baku kosmetika, dan bahan baku obat-obatan; 4. Nilai tambah produk hilirnya cukup besar; 5. Permintaan produk olahannya mempunyai pasar yang bagus. Walapun sudah dikenal lama, hanya sedikit masyarakat yang tahu manfaat dan khasiat tanaman ini. Padahal, kandungan di dalam lidah buaya tidak sekedar untuk mencuci rambut, tetapi juga bias mengobati penyakit, menghaluskan kulit, menyuburkan rambut, atau sebagai minuman dan makanan kesehatan. Dengan berbagai keunggulan yang dikandungnya, tanaman berlendir ini dapat dijadikan lahan bisnis baru, sehingga bias menjadi tanaman agroindustri Salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang sekarang ini sedang dikembangkan adalah industri pengolahan komoditas lidah buaya. Komoditas lidah buaya adalah salah satu peluang investasi di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan hortikultura yang sangat berprospek untuk dikembangkan karena permintaan pasar terhadap komoditas tersebut semakin meningkat. Potensi pemanfaatan lidah buaya sendiri tidak hanya untuk industri farmasi (obat-obatan), akan tetapi juga dalam industri kosmetika, kimia, dan industri pangan. Khasiat lendir dari daun digunakan sebagai bahan pencuci rambut yang berguna sebagai, penyubur atau pertumbuhan rambut, obat kulit, luka memar, cacingan muntah darah, radang tenggorokan, dan radang ginjal. Tanaman lidah buaya yang sangat bermanfaat ini mempunyai masa depan yang cerah, sebab dewasa ini masyarakat kembali memanfaatkan tanaman baik sebagai obat, kosmetik, maupun dikonsumsi untuk minuman segar. Apabila potensi yang terkandung dalam lidah buaya dapat benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan berbagai industri makanan, kenyataan ini akan meningkatkan pasokan bahan baku. Dengan demikian akan semakin terbuka peluang bagi masyarakat untuk dapat dibudidayakan dan melakukan kegiatan pengolahan lidah buaya dalam skala komersial.[7] Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang cukup

tinggi. Sayangnya salah satu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal. Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan. Industri lanjutan yang berbahan baku tanaman lidah buaya antara lain industri farmasi dan kosmetika. Sebagai bahan baku, tanaman lidah buaya tidak bisa digunakan secara langsung dalam bentuk pelepah segar, tetapi harus diolah dahulu menjadi gel (aloe gel) atau tepung (aloe powder). Lidah buaya merupakan komoditas unggulan andalan Kalimantan Barat yang memiliki keunggulan komparatif, terutama di Kota Pontianak (Siatan) dan Kabupaten Pontianak (Rasau Jaya). Tumbuh dengan baik pada lahan gambut. Di Kota Pontianak saja berpotensi 1.100 ha dari 450.000 ha, jadi sangat potensial dalam pembudidayaan lidah buaya di wilayah ini. Peluang pengembangan tanaman ini ke kabupaten lain, yang agroekosistemnya sama lahan gambut, sangat besar. Lidah buaya juga banyak diusahakan di Pulau Jawa, tetapi skala usahanya relatif sempit dan lokasinya terpencar.Pengembangan lidah buaya di Jawa Barat berada di daerah Bogor dan Parung. Lidah buaya di daerah tersebut dibudidayakan secara organik. Produksi lidah buaya di daerah Pontianak hampir 80% hasil panen dipasok untuk memenuhi kebutuhan industri lokal, sedangkan selebihnya diekspor. Hasil produksinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman kesehatan lidah buaya. Sebagai gambaran Wong Coco, salah satu produsen aneka olahan minuman juga memperoleh bahan baku dari daerah tersebut. Lidah buaya memang tanaman yang sarat akan manfaat mulai untuk kesehatan seperti bahan untuk obat-obatan, untuk kecantikan sebagai bahan kosmetik maupun untuk bahan pangan sebagai bahan pembuatan minuman ataupun jenis jajanan. Berbagai olahan lidah buaya itu seperti manisan, juice, dodol, nata de aloe, selai, minuman segar, dawet, sirup, teh, dll. Bahkan kini ada suguhan cemilan baru yaitu kerupuk lidah buaya. Apabila dikaitkan dengan semakin meningkatnya permintaan lidah buaya dan masih sedikitnya pesaing yang ada, tentunya ada peluang bisnis masa depan yang menguntungkan dari budidaya dan pengolahan lidah buaya. Hal ini ditunjang dengan masih tersedianya tanah dan tenaga kerja yang masih belum dimanfaatkan secara optimal kesempatan untuk masuk ke dalam bisnis lidah buaya ini sangat terbuka lebar dan manfaat yang bisa diambil selain dari segi ekonomi sebagai

sumber penghasialan juga bahwa produk tersebut ketegori bahan yang menyehatkan manusia. 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana budidaya lidah buaya yang tepat sebagai subsistem usahatani? 2. Bagaimana prospek lidah buaya dilihat dari manfaat, khasiat, industri pengolahan lidah buaya serta diversivikasi produk? 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah 1. Mengetahui dan mempelajari budidaya lidah buaya yang baik dan tepat. 2. Mengetahui prospek lidah buaya di masa mendatang. 3. Memberikan nilai tambah ekonomis bagi komoditi lidah buaya dengan adanya diversifikasi produk yang semakin berkembang. 2. TIJAUAN PUSTAKA Di Indonesia, penelitian tentang lidah buaya masih belum berkembang pasat sehingga informasi tentang potensi dan pemanfaatan lidah buaya ini sangat terbatas. Dengan demikian terlihat wajar jika jarang yang mengetahui bahwa lidah buaya ternyata dapat dikonsimsi dengan aman, sangat berkhasiat bermanfaat bagi tubuh manusia, dan berfungsi dalam kekebalan tubuh manusia terhadap penyakit. Lidah buaya mulai diusahakan sekitar tahun 1980. Perkembangannya mendapat sambutan dari masyarakat yang dibuktikan dengan meningkatnya luas tanam dan produksi selama 6 tahun (1996-2001) rata-rata peningkatan luas tanam sebesar 43,08%. Ini mengindikasikan bahwa motivasi petani untuk membudidayakan lidah buaya cukup tinggi, sekaligus mengilustrasikan bahwa usahatani lidah buaya memberikan intensif yang cukup baik. 2.1 Gambaran Umum Daerah Kota Pontianak yang didirikan oleh Sultan Syarief Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 1771 bertepatan dengan tanggal 14 Radjab 1185, sampai dengan saat ini merupakan Ibukota dari Propinsi Kalimantan Barat dengan luas wilayah 107,82 Km2 dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Pontianak serta Kabupaten Kuburaya. Letak Kota Pontianak memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan kota-kota lain yang ada di Indonesia, ini dikarenakan Kota Pontianak berada di posisi garis khatulistiwa yaitu 00 02 24 Lintang Utara sampai 00 05 37 Lintang Selatan dan 1090 16 25 Bujur Timur sampai 1090 23 24 Bujur Timur. Keunikan lainnya adalah Kota Pontianak berada tepat dipersimpangan Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar rata-rata setiap permukaan sungai 400 meter dan kedalaman air antara 1216 meter. Seperti pada umumnya daerah tropis, Kota

Pontianak mempunyai suhu rata-rata 26,1 C dengan kelembaban udara berkisar antara 86%-92% serta lama penyinaran matahari berkisar antara 34%-78%. Kedudukan Kota Pontianak pada dataran delta di Muara Suangai Kapuas yang merupakan dataran rendah diaman fluktuasi ketinggian antara 0,50,75 m di atas permukaan laut menyebabkan Kota Pontianak rentan terhadap genangan yang disebabkan air pasang maupun hujan. Pengembangan agribisnis lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Lidah buaya juga banyak diusahakan di Pulau Jawa, tetapi skala usahanya relatif sempit dan lokasinya terpencar. Keadaan geografis pada daerah Pontianak ini yang menjadi alasan cocoknya daerah dengan pembudidayaan lidah buaya. Kondisi tersebut juga memberikan anugerah yang besar berupa potensi sumber daya alam yang bervariasi yang meliputi berbagai sektor antara lain : pertanian, kehutanan, perkebunan, kelautan dan perikanan, kehewanan dan peternakan, pertambangan, perdagangan, pariwisata. Dengan jumlah penduduk sekitar 4 juta jiwa (+ 28 jiwa / Km2), Kalimantan Barat merupakan pasar yang besar sekaligus tempat peluang investasi yang menjanjikan. Pengembangan agribisnis lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. 2.2 Sejarah dan Perkembangan Lidah Buaya Lidah buaya sebagi bahan baku industri farmasi dan kosmetika telah digunakan sejak lama dan telah dikenal sejak 6000 tahun silam oleh bangsa Mesir sebagai tanaman yang kaya khasiat. Dokumen-dokumen sejarah orang Mesir, Romawi, Yunani, Algeria, Marokko, Tunisia, Arab, India, dan Cina menunjukkan telah banyak penggunaan Aloe vera baik untuk pengobatan maupun kosmetika. Pada jaman Raja Mesir, Cleopatra, lidah buaya telah digunakan sebagai pembasuh kulit sangat mujarab sehingga dapat dijadikan bahan baku kosmetika yang penting. Tanaman lidah buaya ini di duga oleh para ahli berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika kemudian menyebar ke Arab, India, Eropa, Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah padas dan berhawa kering seperti Afrika, sekaligus daerah beriklim dingin serta memiliki daya adaptasi dan kegunaan yang tinggi. Lidah buaya dikenal dengan berbagai nama, di Indonesia disebut lidah buaya, diInggris disebut crocodiles, tongues, di Malaysia disebut jadam, di Spanyol disebut salvila, di Cina disebut lu hui, dan di Prancis, Portugal dan Jerman disebut aloe.[7] Sedangkan Lidah buaya pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad ke-17, tanaman ini pada mulanya dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang ditanam sembarangan di pekarangan rumah. Paling hanya sesekali dimanfaatkan sebagai obat luka bakar atau untuk mengatasi kebotakan. Baru

pada dekade 1990-an tanaman ini mulai dilirik industri makanan, minuman, kosmetik dan dikenal sebagai tanaman obat. Lidah Buaya yang juga dikenal dengan nama Mutiara Hijau atau Aloevera adalah, tanaman yang tumbuh subur di Pontianak dan sekitarnya, lebih dari 23 negara menggunakan si Mutiara Hijau sebagai bahan baku obat-obatan Aloevera. Aloe berarti senyawa pahit yang bersinar. Nama aloe berasal dari bahasa Arab alloeh yang berarti pahit, karena cairan yang terdapat dalam daunnya terasa pahit. Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala. Di Amerika bagian barat daya lidah buaya ditanam sebagai tanaman hias di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat luka bakar 2.3 Karakteristik Lidah buaya Tanaman lidah buaya mengandung 95% air, selebihnya adalah bahan aktif, termasuk minyak essensial, asam amino, mineral, vitamin, enzim dan glikoprotein. Lidah buaya telah lama dijuluki sebagai medical plant (tanaman obat) atau master healing plant (tanaman penyembuh utama). Tumbuhan ini menyerupai kaktus. Daunnya meruncing berbentuk taji, bagian dalamnya bening, bersifat getas dengan tepi bergerigi. Lidah buaya dapat tumbuh subur hampir di semua benua, terutama di daerah beriklim panas, seperti Indonesia. Lidah buaya berarti daun yang berdaging tebal dan mengandung banyak air, berdaun lancip, sisi tajam, tidak berbatang dan tumbuh dekat dengan tanah. Lidah buaya merupakan tanaman liar yang tumbuh di daerah panas berbatang bulat dan tidak berkay, daun tunggal berbentuk taji, pangkal memeluk batang, tebal berdaging dan mudah patah serta mengandung getang jernih. Tanaman lidah buaya ini termasuk keluarga liliaceae yang diduga mempunyai 4000 jenis tanaman terbagi dalam 240 marga dan 12 anak suku dengan penggolongan kloasifikaso tanaman sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji) Subdivisi : Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup) Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Liliflorae (Liliales) Genus : Aloe Spesias : Aloe vera [23] Di seluruh dunia terdapat sedikitnya 350 jenis lidah buaya, mulai dari yang beracun sampai yang memilki nilai ekonomis, tetapi dalam

perdagangan Internasional hanya 3 jenis lidah buaya yang dipakai, yaitu Aloe vera chinensis, Aloe vera berbadensis, dan Aloe vera ferox. Di antara ketiga jenis tersebut, yang paling banyak digunakan adalah jenis Aloe vera berbadensis karena tekstur pelepahnya yang keras, berisi dan tebal sehingga menguntungkan bagi industri karena diperoleh daging yang lebih banyak dan pengupasan kulitnya pun akan lebih mudah. 2.4 Kandungan Lidah Buaya Tanaman lidah buaya mudah tumbuh di pekarangan rumah-rumah, tahan musim kering, cepat tumbuh, banyak hasilnya, tahan hama dan penyakit serta kaya zat gizi. Tanaman ini kaya akan manfaat, dalam daging lidah buaya terkandung bermacam-macam mineral, asam amino, serta, enzim-enzim, vitamin, serta berbagai zat bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan dalam lidah buaya yaitu Gel lidah buaya tersusun oleh 96 persen air dan 4 persen padatan yang terdiri dari 75 komponen senyawa berkhasiat. Khasiat hebat yang dimiliki aloevera sangat terkait dengan 75 komponen tersebut secara sinergis. Kegunaan lidah buaya antara lain penyubur rambut, penyembuh luka (luka bakar/tersiram air panas), obat bisul, jerawat/noda hitam, pelembab alam, antiperadangan, antipenuaan, obat cacingan, susah kencing, susah buang air besar (sembelit), batuk, radang tenggorokan, hepatoprotektor (pelindung hati), imunomodulator (pembangkit sistem kekebalan), diabetes mellitus, menurunkan kolesterol dan penyakit jantung koroner. Menurut Sudarto (1997) secara umum lidah buaya memiliki banyak manfaat, diantaranya sebagai berikut: 1. Sebagai shampo untuk membersihkan kulit kepala, melembabkan kulit sehingga merangsang pertumbuhan rambut, menghitamkan rambut dan menghindari kerontokan rambut. 2. Gel atau lendir lidah buaya jiak diminum dapat melegakan tenggorokan serta mencegah batuk. 3. Getah lidah buaya bersifat antelmintik, artinya dapat meluruhkan atau mengeluarkan cacing. 4. Gel lidah buaya dapat ditutupkan pada luka bakar untuk mendinginkan dan mengurangi rasa sakit. 5. Gel lidah buaya bermanfaat untuk mengobeti penyakit amandel dan mengurangi rasa sakit pada penyakit bisul. 6. Sebagai bahan kosmetik, gel lidah buaya dapat dimanfaatkan sebagai pelembab(moisturizing cream) dan menghilangkan jerawat. 7. Secara umum dapat menstabilkan kadar kolesterol darah, meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperlambat penuaan dini. Beberapa manfaat komponen nutrisi lidah buaya untuk tubuh antara lain:

a. Asam folat berguna untuk kesehatan kulit dan rambut b. Kalium berperan penting dalam memelihara kekencangan muka dan otot tubuh c. Ferrum berperan sebagai pembawa oksigen ke seluruh tubuh d. Vitamin A berguna untuk oksigenasi jaringan tubuh terutama kulit dan kuku. Komposisi terbesar dari gel lidah buaya adalah air, yaitu 96 %. Sisanya adalah padatan yang terutama terdiri dari karbohidrat, yaitu mono dan polisakarida dan mengandung beberapa bahan aktif (active ingredients) seperti: minyak esensial, asam amino, mineral, vitamin, enzim dan glikoprotein. Nutrien yang terkandung dalam gel lidah buaya terutama terdiri atas karbohidrat, vitamin dan kalsium seperti yang tercantum pada Tabel: Komponen Gel Lidah Buaya Kadar air Karbohidrat (g) Kalori (kal) Lemak (g) Protein (g) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg) Kalsium (mg) Besi (mg) Sumber: Setiabudi, 2008 96 % 0,3 1,73 - 2,30 0,05 - 0,09 0,01 - 0,06 2,00 - 4,60 0,50-4,20 0,003 - 0,004 0,001 - 0,002 0,038 - 0,040 9,920 - 19,920 0,060 - 0,320

valin dan histidin. Selain kaya akan asam-asam amino esensial, gel lidah buaya juga kaya akan asam glutamat dan asam aspartat. Vitamin dalam lidah buaya larut dalam lemak, selain itu juga terdapat asam folat dan kholin dalam jumlah kecil. Polisakarida gel lidah buaya terutama terdiri dari glukomanan serta sejumlah kecil arabinan dan galaktan. Monosakaridanya berupa D-glukosa, Dmanosa, arabinosa, galaktosa dan xylosa. nutrisi yang terkandung dalam lidah buaya antara lain vitamin (A, B1, B2, B3, B12, C, E, Choline Inositol, Folic Acid), mineral (kalsium, magnesium, potasium, sodium, besi, seng, chromium), enzim (amilase, katalase, selulose, karboksipeptidase, karboksihelolase, bradykinase) dan asam amino (arginin, aspargin, asam aspartic, analine, serine, valine, glutamin, threonine, glycine, licyne, tyrozyne, phenylalanine, proline, histidine, leusin dan isoleusine). Kandungan mineral pada lidah buaya dapat dilihat pada Tabel. Unsur Kadar (ppm) Kalsium Phosphor Tembaga Besi Magnesium Mangan Kalium Natrium Sumber: Setiabudi, 2008 4,58 20,1 0,11 1,18 60,8 1,04 797 84,4

Komponen tersebut terdapat dalam cairan bening yang seperti jeli dan cairan yang berwarna kekuningan. Cairan bening seperti jeli diperoleh dengan membelah batang lidah buaya. Jeli ini mengandung zat anti bakteri dan anti jamur yang dapat menstimulasi fibroblast yaitu sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka. Selain kedua zat tersebut, jeli lidah buaya juga mengandung salisilat, zat peredam sakit, dan anti bengkak seperti yang terdapat dalam aspirin. Jika daun dilepas dari tanaman, maka akan keluar getah yang berwarna agak kekuningan di bagian yang terluka. Daun lidah buaya mengandung gel yang apabila daun tersebut dikupas akan terlihat lendir yang mengeras yang merupakan timbunan cadangan makanan. Daun lidah buaya sebagian besar berisi pulp atau daging daun yang mengandung getah bening dan lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit tebal yang berklorofil. Secara kuantitatif, protein dalam lidah buaya ditemukan dalan jumlah yang cukup kecil, akan tetapi secara kualitatif protein lidah buaya kaya akan asam-asam amino esensial terutama leusin, lisin,

Kalium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam gel lidah buaya, jumlahnya hampir sebanyak dalam bayam. Kandungan besinya lebih tinggi 30 % dari susu, yaitu 0,07-0,32 mg/100 g gel. Mineral lainnya berupa belerang 0,2% dan sejumlah kecil fosfor, silikon, mangan, alumunium, boron dan barium. Nutrisi dalam Lidah Buaya 1. Vitamin A, B1, B2, B12, C dan E Kolin, Inositol, Asam folat, Kalsium, Magnesium, Potasium, 2. Mineral Sodium, Manganese, Cooper, Chloride, Iron, Zinc & Chromium Amylase, Catalase, Cellulose, 3. Enzym Carboxypedidas dan Carboxyphelolase Arginine, Asparagin, Asam Aspartat, Analine, Serine, Glutamic, Theorinine, Valine, 4. Asam amino Glycine, Lycine, Tyrozine, Phenylalanine,Proline, Histidine, Leucine dan Isoleucine Sumber: Setiabudi, 2008

3. METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan studi pustaka. Metode deskriptif merupakan suatu metode yang memberikan gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dan variabel-variabel yang diselidiki. Metodologi penelitan deskriptif merupakan metode yang bertujuan membuat pencanderaan atau lukisan atau deskripsi mengenai kata-kata dan sifat-sifat suatu populasi atau daerah tertentu secara sistematis, faktual, dan teliti. Variabel-variabel yang diteliti terbatas atau tertentu saja, tetapi dilakukan secara meluas pada suatu populasi atau daerah. Biasanya penelitian semacam ini disebut survai (jadi berbeda dengan studi kasus, dimana fakta-fakta dan sifatsifatnya dipelajari selengkapnya secara mendalam tetapi hanya pada satu unit tertentu saja. Sumber data yang digunakan untuk pengumpulan data adalah berupa data sekunder. Data sekunder yang diambil dalam makalah ini data yang digunakan adalah menggunakan data yang diperoleh dari pustaka baik buku, artikel, jurnal, maupun data sekunder lainnya sehingga tidak terjun langsung ke lapang atau menggunakan data primer. 4. PEMBAHASAN Pencapaian tujuan pembangunan pertanian dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yang satu sama lainnya tidak terpisahkan yaitu pendekatan sistem agribisnis, pendekatan pembangunan pertanian dan pedesaan yang terpadu dan berkelanjutan serta pendekatan basis sumber daya pertanian. Dengan menggunakan pendekatan sistem agribisnis artinya memperhatikan secara utuh keseluruhan rantai kegiatan usaha pertanian sejak masa pra produksi, budidaya, pasca panen, pengolahan, dan sampai kepada dukungan kegiatan lainnya seperti penyediaan sarana dan prasaran, jaza lembaga keuangan, teknologi dan aspek pemasarannya. Dalam agribisnis, organisasi dan manajemen usahanya secara rasional dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial barang atau jasa yang diminta pasar. 4.1 Konsep Agribisnis Secara konsepsional sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh usahatani dan agroindustri yang salaing terkait antara satu dengan yang lainnya. Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, yaitu: (a) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian; (b) subsistem budidaya atau usahatani; (c) subsistem pengolahan hasil atau agroindustri; (d) subsistem pemasaran

hasil pertanian; (e) subsistem sarana dan prasarana, dan (f) subsistem pembinaan. Agribisnis sebagai motor penggerak pembangunan sektor pertanian diharapkan dapat peranan penting dalam kegiatan pembangunan nasional, baik dalam susunan pertumbuhan, pemerataan maupun stabilitas. Banyak harapan telah ditumpukan kepada agroindustri dan agribisnis, namun harapan besar tersebut tentunya lebih melekat pada potensi yang ada. Untuk kemudian mengubahnya menjadi kenyataan harus dikaji lebih lanjut apakah agroindustri dan agribisnis yang akan dikembangkan tersebut dapat menjelaskan peranannya. Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpaipetani yang tidak melakukan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai hal, padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting karena meningkatkan nilai tambah. Menurut Soekartawi (1994) komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbanganpertimbangan sebagai berikut: 1. Meningkatkan nilai tambah, sering ditemukan bahwa hanya petani yang memiliki sense of business (kemampuan memanfaatkan peluang bisnis bidang pertanian) yang melaksanakan kegiatan pengolahan hasil pertanian. Bagi pengusaha berskala besar kegiatan pengolahan hasil dijadikan kegiatan utama dalam mata rantai bisnisnya, dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian menjadi meningkat, barang tersebut mampu menembus pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. 2. Meningkatkan kualitas hasil, salah satu tujuan pengolahan hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. 3. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja, bila petani langsung menjual hasil pertaniannya tanpa diolah terlebih dahulu, maka tindakan ini akan mematikan pentyerapan tenaga kerja yang ingin bekerja pada kegiatan pengolahan yang semestinya dapat dilakukan. Sebaliknya bila kegiatan pengolahan hasil dilakukan, maka akan banyak tenaga kerja yang dapat diserap. 4. Meningkatkan keterampilan produsen, dengan ketrampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif, sehingga pada akhirnya akan diperoleh hasil penerimaan usahatani lebih besar. 5. Meningkatnya pendapatan produsen, konsekuensi logis dari hasil olahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi dari petani produsen.

Menurut masalah mendasar dalam sistem agribisnis lidah buaya adalah pemasaran. Hal ini diindikasikan oleh kecilnya lidah buaya segar yang dapat di pasarkan, yaitu 6,85% dari total potensi produksi. Sedangkan sisanya ditunda panen. Untuk membuka pangsa pasar baru bagi lidah buaya segar dapat ditempuh dua cara, yaitu mendorong masuknya eksportir baru untuk menambah pangsa pasar di luar negeri, dan mendorong masuknya investor untuk membangun industri pengolahan lidah buaya (pangsa pasarlokal). Lokomotif dalam suatu sistem agribisnis adalah dunia usaha, karena mereka mempunyai instink bisnis tinggi, dan profesionalisme dalam aktifitas bisnis. Pangsa pasar riil yang dinikmati petani masih sangat terbatas, akan tetapi potensi pangsa pasar lidah buaya yang belum tergali baik di dalam negeri maupun di luar negeri cukup potensial. Permintaan lidah buaya di Kalimantan Barat cukup baik, mencakup beberapa segmen pasar, yaitu permintaan untuk konsumsi rumah tangga, restoran, salon kecantikan, industri minuman kemasan dan ekspor (Malysia, Taiwan dan Hongkong). Bahkan untuk memenuhi kebutuhan lidah buaya segar secara kontinyu, perlu dilakukan pengembangan lidah buaya ini ke kabupaten lain di Kalimantan Barat. Kemampuan ekspor lidah buaya rata-rata per bulan adalah 48,94 ton. Jumlah tersebut masih jauh lebih kecil dibanding kemampuan produksi (supply) yaitu 742,60 ton/bulan (tahun 2001). Permintaan luar Kalimantan Barat hanya 6,59% dari total produksi, sedangkan permintaan lokal hanya 0,26%, sisanya 93,15% ditunda panen.[4] 4.2 Usahatani Lidah Buaya Lidah Buaya (Aloe vera L.) selain digemari sebagai tanaman hias, juga banyak ditanam sebagai tanama obat-obatan. Lidah buaya dapat ditanam pada setiap musim, tapi sebaiknya ditanam pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau. Pada musim hujan kendalanya adalah tanaman lebih mudah terserang jamur, sedangkan pada musim kering tanaman mati karena kekeringan. Lidah buya tidak mempunyai tajuk yang rimbun sehingga penanamannya dapat menggunakan jarak yang rapat. Jarak tanam yang digunakan untuk memperoleh hasil yang maksimal adalah dengan baris tunggal yaitu 50 x 75 cm atau 50 x 100 cm. Pengaturan jarak tanam berpengaruh terhadap peeliharaan, kakena tanaman lidah buaya akan dipelihara dalam waktu yang lama. Selama pemeliharaan, tanaman yang pertumbuhannya tidak baiak harus segera diganti dengan tanaman yang baru. Bila tidak ada hujan, tanaman baru harus disiram sampai tanaman kuat. Sementara utuk pemupukan ada baiknya diberikan pupuk yang mengandung bahan organik seperti kambing dan ternak unggas. Tanaman lidah buaya ini tumbuh di berbagai daerah yang memiliki spektrum tumbuh dengan agroklimat beragam, yang terpenting adalah lokasi budidaya harus terbuka dan mendapat sinar matahari penuh. Secara umum

a.

tanaman ini tidak menghendaki kondisi lahan basah, atau tergenang air cukup lama. Ia menyukai daerah beriklim basah, bercurah hujan tinggi dan memiliki struktur tanah yang padat, PH tanah 5,5 6 dan sistem drainase yang baik. Menurut Sudarto (1997) dalam berusahatani lidah buaya paling tidak harus memperhatikan hal-hal sebagi berikut: 1. Penyediaan Bibit Anakan yang layak untuk dijadikan bibit berukuran kira-kira sebesar ibu jari dengan panjang antara 10-20 cm. Tiap batang induk dapat menghasilkan 5-8 batang yang beradda di sekeliling tanaman. Untuk penanaman dalam jumlah banyak perlu dipersiapkan kebun bibit yang khusus menghasilkan bibit. Tanaman induk penghasil bibit ini dipelihara secara khususpada bedengan, pot, atau polybag dengan mencampur media tanah dengan pupuk kandang atau kompos. Pendederan atau pembibitan ini dilakukan sampai akar tanaman kuat untuk dipindahkan ke lapangan. Lama pendederan bisa mencapai 3-4 minggu. 2. Jarak Tanam Jarak tanam yang sering digunakan adalah jarak tanam baris tunggala yang memudahkan pemeliharaan dan pemanenan. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 x 75 cm, 50 x 80 cm, atau 50 x 100 cm. Untuk bedengan lebar dapat digunakan jarak tanam 60 x 60 cm, 50 x 50 cm. 3. Penanaman Penanaman lidah buaya sebaiknya menggunakan bibit yang sudah dideder agar tingkat kematiannya rendah. Bibit tanaman dilepas dari polybag dengan hati-hati agar tidak terlalu banyak akar yang rontok. Penanaman dilakukan dengan membuat lubang pada bendengan kirakira sedalam mata cangkul. Selanjutnya bibit ditanamkan ke dalam lubang dan tanah di sekitar perakaran dipadatkan agar tanah dederan menyatu dengan tanah bedengan. 4. Pemeliharaan a. Penyulaman Sesudah penanaman, tanaman harus dijaga kelembabannya dengan melakukan penyiraman secara kontinyu sampai akar tanaman tumbuh. Selama pemeliharaan, jika ada tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak baik harus segera diganti dengan tanaman yang baru. Agar tanaman baru dapat mengejar pertumbuhan baru tanaman lainnya maka penyulaman harus dilakukan 1-3 minggu setelah tanam. b. Pemupukan Pertumbuhan lidah buaya memerlukan unsurunsur nitrogen dan kalium untuk pembentukan zat hijau daun, pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan jaringan tanaman. Adapun pemupukan fosfat, diharapkan dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar. Untuk perbaikan struktur tanah, selain pupuk buatan

c.

juga diberikan pupuk organik berupa kompos dan pupuk kandang yang berasl dari kotoran hewan. c. Pembumbunan Pada umur 3 bulan, tanaman sudah mulai tumbuh subur. Akar tanaman sudah mulai menjalar ke sekitar bendengan. Untuk mendekatkan makanan, menggemburkan tanah dan memperkokoh berdirinya tanaman, tanaman perlu dibumbun dengan cara menaikkan tanah di sekitarnya dan dipadatkan ke sekitar batang tanaman. d. Penyobekan Pada umur 5-6 bulan tanaman sudah mengelurkan anakan deri batang yang terpendam dalam tanah. Anakan ini perlu disobek dan dipisahkan untuk dijadikan bibit. Jika anakan dibiarkan akan membebani dan menghambat pertumbuhan induknya sehingga tanaman menjadi kerdil. e. Pengendalian hama Tanaman lidah buaya tidak memeiliki daun yang rimbun sehingga tanah di sekitar pertanaman terbuka. Hal ini mengundang pertumbuhan gulma yang tumbuh liar, apalagi lidah buaya diusahakan beberapa tahun. Untuk itu pengendalian secara kontinyu sejak gulma masih kecil dan belum merugikan yaitu dengan mencabuti (manual), dicangkul dan mendangir. Hama dan Penyakit pada tanaman lidah buaya tidak menjadi masalah yang besar hal ini dikarenakan, hama yang menyerang lidah buaya relatif sedikit. Terkadang ulat atau belalang menyerang daun lidah buaya. Pada keadaan lembab sering juga ditemui hama yang menyerang akar dan batang lidah buaya, terutama saat pembibitan. Sedangkan penyakit yang menyerang terutama busuk basah akibat cendawan/bakteri pada daun. Penyemprotan pestisida hanya dilakukan bila serangan hama dan penyakit cukup mengganggu. Tetapi komoditas lidah buaya termasuk tahan terhadap hama. Hingga saat ini, tanaman lidah buaya yang berasal dari Pontianak merupakan varietas terunggul di Indonesia, bahkan diakui pula keunggulannya di dunia. Kendala produksi dapat terjadi jika tanaman tersebut ditanam di luar wilayah adaptasinya. Dilaporkan bahwa upaya penyebarluasan tanaman lidah buaya asal Pontianak ke daerah lain hingga saat ini belum menghasilkan produk daun lidah buaya dengan mutu yang setara dengan yang dicapai di Pontianak. Sebaliknya, kendala juga akan terjadi jika varietas yang ditanam bukan yang berasal dari Pontianak. Pembudidayaan tanaman dapat dilakukan secara intensif, karena bernilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu tanaman lidah buaya dapat dipanen secara berlaka untuk menghasilkan daun-daun yang siap dipenen. Apalagi tanaman lidah buaya ini juga

tergolong tanaman yang tanan lama da tingkat resiko kegagalannya rendah. 4.3 Manfaat dan Khasiat Lidah buaya (aloe vera) merupakan salah satu sumberdaya alam yang mudah ditemui di Indonesia. Lidah buaya (aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat bertahan hidup di daerah kering pada musim kemarau dengan cara menutup stomatanya rapat-rapat. Lidah buaya (aloe vera) merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan. Manfaat lidah buaya (aloe vera) di antaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan sabun atau shampoo, sebagai bahan baku dalam industri makanan dan minuman kesehatan, serta mengobati berbagai macam penyakit. Akan tetapi, banyak masyarakat Indonesia tidak mengetahui tentang manfaat dan pemanfaatan bahan-bahan alami tersebut, dan walaupun tahu, mereka kurang berminat untuk menggunakannya. Hal ini dikarenakan penggunaan bahan-bahan alami tersebut dianggap kurang praktis. Sehingga masyarakat Indonesia lebih suka menunggu bahan-bahan alami tersebut diolah oleh pihak lain. Lidah buaya merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan, baik untuk perawatan tubuh maupun untuk mengobati berbagai penyakit. Berikut adalah bagian lidah buaya yang dimanfaatkan untuk pengobatan : 1. Daun, keseluruhan daun dapat langsung digunakan, baik secara tradisional maupun dalam bentuk eksudat. Daun lidah buaya berfungsi sebagai antijamur, antibakteri, menurunkan kadar gula dalam darah, mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi bagi penderita HIV. 2. Eksudat, adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudat berbentuk kental, berwarna kuning dan rasanya pahit. Eksudat dapat berfungsi sebagai bahan pencahar. 3. Gel, adalah bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun setelah eksudat dikeluarkan. Gel sangat mudah rusak karena mengandung bahan aktif dan enzim yang sangat sensitive terhadap suhu, udara dan cahaya, serta bersifat mendinginkan. Gel dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, menghilangkan keletihan, menghilangkan stress, bahan pembersih tubuh, membantu menyembuhkan dan menguatkan fungsi-fungsi tubuh, mengeluarkan bahan kimia serta pengharum buatan dari dalam tubuh. Selain itu juga bias berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan sel-sel yang tadinya rusak karena luka dan menciutkan jaringan sel Dalam perkembangannya, lidah buaya banyak dimanfaatkan untuk diolah menjadi berbagai

makanan dan minuman, karena daging dari pelepah daun ternyata juga enak untuk dikonsumsi. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman kesehatan. Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan. Industri lanjutan yang berbahan baku tanaman lidah buaya antara lain industri farmasi dan kosmetika. Sebagai bahan baku, tanaman lidah buaya tidak bisa digunakan secara langsung dalam bentuk pelepah segar, tetapi harus diolah dahulu menjadi gel (aloe gel) atau tepung (aloe powder). 4.4 Potensi Lahan Lidah buaya bisa tumbuh di daerah dengan ketinggian 0-1500 m di atas permukaan laut, kisaran suhu 16-330C dan curah hujan tahunan antara 1.0003.000 mm per tahun. Tanah yang sesuai adalaha tanah yang berstruktur gembur, berpasir, atau lahan gambut yang berdrainase baik. Daerah yang masuk kategori tersebut di Indonesia relatif sangat luas, sehingga ketersediaan lahan juga sangat mendukung pengembangan lidah buaya. Lidah buaya Pontianak yang banyak di budidayakan di Indonesia, khususnya di Kalimantan barat, merupakan jenis Aloe Chinencis. Aloe Chinencis pertama kali di perkenalkan oleh J.G. Baker pada tahun 1877. Meskipun namanya berbau China namun tanaman ini bukan tanaman asli dari China tetapi tanaman yang berasal dari Afrika. Di Kalimantan Barat, tanaman ini awalnya di tanamn di pekarangan tanah gambut oleh petani keturunan China dengan skala yang sangat terbatas. Selanjutnya tanaman ini mulai dikembangkan dengan skala yang lebih luas pada tahun 1997 di daerah Siantan hulu, Pontianak. Melihat potensi dan nilai ekonominya yang cukup tinggi, Pemerintah daerah kalimantan Barat khususnya pemerintah kota Pontianak menaruh perhatian serius terhadap prospek pengembangan komoditas lidah buaya ini di masa depan. Pengembangan tanaman lidah buaya di lahan gambut merupakan suatu upaya terobosan untuk memanfaatkan potensi lahan tidur menjadi lahan produktif yang diharapkan membantu meningkatkan pemberdayaan ekonomi di daerah. Mengingat lahan gambut merupakan lahan kering yang kurang subur, bersifat asam dan miskin hara, tidak semua jenis tanaman bisa tumbuh dan beradaptasi. Di pihak lain, potensi lahan gambut yang dapat dikembangkan cukup besar, sehingga diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Kalimantan Barat memiliki potensi sumberdaya lahan seluas 14.680.700 ha yyang terdiri dari lahan sawah, hutan, perkebunan, rawa, dan lahan lainnya. Di samping itu, di Kalimantan Barat terdapat lahan yang belum dimanfaatkan seluas 1.588.711 ha. Lahan ini merupakan lahan kering yang cukup luas dan cocok untuk pengembnagan komoditas buah-buahan dan hortikultura seperti: pepaya, lidah buaya, dan jagung. Saat ini lidah buaya merupakan komoditas unggulan sekaligus andalan Provinsi Kalimantan barat yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tanaman lidah buaya mempunyai prospek pasar yang cukup bagus terutama untuk industri kosmetika, makanan dan minuman kesehatan, serta industri farmasi. 2. Tanaman tersebut sangan adaptif, bisa tumbuh subur di lahan gambut di Kalimantan Barat, khususnya Pontianak. 3. Dibandingkan dengan lidah buaya di daerah lain, lidah buaya yang ditanam di Kalimantan Barat ternyata daun dan pelepahnya lebih besar dan lebih lebar. Sehingga produksinya lebih tinggi. Hingga saat ini, areal penanaman lidah buaya di Kalimantan Barat baru mencapai 50 ha yang sebagian besar ditanam petani di kotamadya pontianak. Padahal luas potensi wilayah pengembangannya adalah 19.950 ha. Berikut tabelnya: Tabel Rencana Pengembangan Komoditas Lidah Buaya di Kalimantan barat. Rencana Sentra No Wilayah Kecamatan pengembangan (ha) (ha) Tujuh belas 3550 Kab. 1 Sambas Roban 2550 Sei Ambawang Sei Kakap Mempawah Hilir Pontianak Utara 4250 2350 2750 50 50 4500 19950

Kab. Pontianak kodya Pontianak Kalimantan Barat

4.5 Peluang Pasar Selama ini produk lidah buaya sebagian besar masih dijual dalam bentuk pelepah segar dan dalam bentuh hasil olahan yang sangat sederhana. Karenanya, untuk meningkatkan pendapatan petani produk-produk yang dipasarkan harus dalam bentuk olahan, baik untuk bahan baku kosmetika maupun

industri farmasi yang akan memberikan nilai tambah. Tidak sedikit produk turunan yang dapat dihasilkan atau diolah dari lidah buaya. Dari yang sederhana, seperti sari lidah buaya, sampai yang memerlukan teknologi dan investasi yang lebih tinggi, seperti tepung, kosmetika, dan produk farmasi. Dengan demikian, semakin berkembang industri pengolahan lidah buaya di dalam dan di luar indonesia akan semakin meningkat kebutuhan suplai bahan bakunya. Pasar merupakan komponen terpenting dalam suatu pengembangan suatu komoditas. Hal ini disebabkan pasar merupakan lokomotif penarik untuk berkembangnya suatu komoditas pertanian. Jika pasar terjamian, pembudidayaan tanaman akan berkembang. Permintaan tepung lidah buaya di dalam negeri untuk bahan kosmetika dan obat-obatan cukup tinggi, sehingga setiap tahun harus mengimpor dari Amerika Serikat atau Australia dengan harga Rp. 700.000-Rp 900.000 per kg. Besaran permintaan saat ini untuk seorang pedagang pengumpul yang mampu membeli rata-rata 11 ton per bulan, dan menjualnya antarpulau (ke Jakarta) dan ekspor (ke Hongkong) atas nama suatu perusahaan swasta, besaran permintaan nyata lidah buaya itu adalah 55 ton per bulan. Namun, jika didekati dari luas sentra lidah buaya yang kini ada di Provinsi Kalimantan Barat, yakni 50 ha, dengan asumsi moderat dari Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak bahwa populasinya 10000 pohon per ha, hasil daun segar minimal 0.5 kg per panen, dan frekuensi panen 2 kali per bulan, permintaan potensial daun lidah buaya itu tidak kurang dari 500 ton per bulan. Permintaan potensial minimal tersebut terdiri dari 55 ton per bulan untuk diperdagangkan antarpulau dan diekspor dan 445 ton per bulan untuk konsumsi masyarakat setempat. Berdasarkan perhitungan Dinas Urusan Pangan potensi penawaran untuk komoditas lidah buaya sebanyak 200.000 ton per bulan daun segar lidah buaya. Namun, potensi penawaran yang demikian besar ini memerlukan strategi pengembangan lidah buaya yang sistemik, dilakukan secara bertahap di seluruh subsistem agribisnis lidah buaya.[2] Harga produk daun lidah buaya segar bervariasi menurut mutu produk dan cara penanganannya. Terdapat dua atau tiga kelas mutu produk komoditi ini yang dikenal di lapangan. Penggolongan mutu produk ke dalam dua kelas memberikan kelas mutu A dan kelas mutu B, sedangkan penggolongan mutu ke dalam tiga kelas memberikan kelas mutu A (mutu ekspor), kelas mutu B, dan kelas mutu C. Pada umumnya petani menghasilkan daun lidah buaya berkelas A atau B, sebagian besar (90 persen) dari kelas mutu A. Harga daun lidah segar kelas mutu A di tingkat petani atau pengumpul adalah Rp 1200/kg jika belum dibungkus dengan kertas koran dan menjadi Rp1300/kg jika

telah dibungkus kertas koran (biaya pembungkusan dengan kertas koran Rp 100/kg daun lidah buaya segar). Harga produk di tingkat pengekspor tidak terjangkau oleh survei ini. Harga kelas mutu B adalah Rp 800 setelah dibungkus koran dan kelas mutu C Rp 500/kg. Secara pukul rata, harga daun lidah buaya segar berkisar dari Rp 800 hingga Rp 1500 per kilogram di tingkat petani atau pedagang pengumpul. Kliasifikasi mutu Terdapat perbedaan persepsi petani dalam penggolongan kelas mutu tanaman ini. Kualifikasi daun berkelas mutu A mulus, tanpa cacat atau serangan hama penyakit daun, dan berbobot minimal 0.8 kg/helai; daun berkelas mutu B tampak mulus dengan bobot 0.4 06 kg/helai atau daun cacat atau sedikit terserang hama-penyakit dengan bobot di atas 0.8 kg/helai; daun berkelas mutu C berkualifikasi di bawah kelas mutu B asalkan tidak terserang hama penyakit sebagian besar helaiannya. Kualifikasi kelas mutu ini sesuai dengan permintaan dari pembeli daun lidah buaya, termasuk yang akan mengekspornya ke luar negeri. Proporsi antar kelas mutu diperkirakan 90 persen mutu A, 7.5 persen mutu B, dan 2.5 persen mutu C. Ada beberapa spesifikasi daun lidah buaya yang diinginkan oleh pasar luar negeri antara lain: Bobot daun lebih dari 1 kg Lebar daun lebih dari 10 cm Bentuk daun helai rata, tidak cekung Ketebalan daging lebih dari 2 cm (dalam Negeri), lebih dari 3 cm (luar negeri) Kekerasan daging keras (relatif) Serat lembut dan tidak berwarna.[2] Persaingan pasar produk lidah buaya belum terasa menyulitkan para petani pada saat ini. Meskipun di sekitar lahannya juga tersebar lahanlahan lidah buaya milik petani lainnya, para petani telah memiliki pembeli produknya atau pedagang pengumpul langganannya masing-masing. Persaingan pasar antarpedagang pengumpul juga tidak ada karena status mereka yang hanya merupakan "tangan-tangan" atau konsultan mutu pengekspor belaka. Peluang pasar lidah buaya dianggap besar dengan alasan sebagai berikut. 1. Masyarakat setempat mengkonsumsi produk minuman dari lidah buaya yang belakangan dianggap sebagai minuman khas Kalimantan Barat, yang dijual di kedai-kedai, toko-toko,dan pasar-pasar swalayan; 2. Lidah buaya segar (setelah dikupas kulitnya) dapat digunakan sebagai obat, bahkan kulitnya pun dapat digunakans sebagai substitusi teh; 3. Lidah buaya dapat diproses menjadi aneka produk berupa gel, konsentrat/ekstrak atau bubuk yang selanjutnya menjadi bahan baku dalam industri farmasi, kosmetik, dan pupuk daun; 4. Hingga saat ini pedagang lidah buaya dianggap belum mampu memenuhi permintaan pasar luar

negeri seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Australia secara kontinu; 5. Pemerintah daerah menganggap lidah buaya sebagai produk unggulan daerah sehingga dapat memberikan jaminan bagi petani mengenai prioritas pengembangannya di masa depan. Tabel Ekspor Lidah Buaya dari Pontianak Tujuan 2000 Malaysia Hongkong Jakarta Total 52,2 21,0 0,0 73,5 Sept Des (Ton) 2001 206,6 92,6 206,5 505,7 2002 603,1 270,0 705,6 1605,7 2003 117,5 161,5 278,1 557,1 Total 1006,7 545,1 1190,2 2742,0

Sumber: Sulaeman, 2006.

4.6 Industri dan Diversifikasi Produk Industri yang semakin maju dan berkembang akan menimbulkan persaingan di antara pera produsen untuk senantiasa mengembangkan bahan baku, meningkatkan kualitas proses dan produknya sehingga lebih menarik minat dan animo konsumen. Demikian pula halnya dengan produk tanaman lidah buaya yang sebelumnya hanya dikenal sebagai penyubur dan perawatan rambut serta sebagai tanaman hias di pekarangan rumah, kini berkembang semakin luas, baik dalam indistri kosmetika maupun farmasi. Seiring majunya teknologi yang berkembang, ide-ide dan kreatifitas masyarakat baik industri besar maupun kecil juga semakin berkembang, dewasa ini telah berkembang industri-industri kimia, makanan dan minuman yang bahan bakunya berasal dari lidah buaya. Lidah buaya banyak digunakan oleh manusia sejak lama, baik diolah secara moderen maupun sederhana. Khusus yang diolah secara moderen, penggunaan lidah buaya pada umumnya dalam bentuk bubuk atu tepung lidah buaya (aloe powder), bahan jadi seperti sabun (aloe soap) dan produk lainnya seperti sari dan gel lidah buaya yang telah distabilkan 100% agar tidak mengalami kerusakan enzimatis. Kosmetika berbahan baku lidah buaya yang cukup banyak diproduksi Amerika antara lain: lotion, sampo dan lipstik. Bisnis lidah buaya yang mengkaitkan industri dan budidaya yang didukung dengan kehadiran institusi yang kuat, diantaranya akan dapat mencegah terjadinya perebutan bahan baku yang dapat berakibat mematikan industri hilir. Kondisi tersebut justru akan memberikan jaminan kepastian pasar bagi hasil panennya selain dimungkinkan adanya bantuan sarana produksi dan pendampingan dalam penggunaan teknologi. Agribisnis dengan berbasis tanaman lidah buaya dimaksud adalah pengusahaan komoditi lidah buaya mulai dari budidaya,

agroindustri (industri pengolahan) dan pemasaran hasil produk akhirnya. Menurut Bungaran dalam Pemerintah KalBar Berita (2004), pengembangan agribisnis lidah buaya memiliki prospek sangat bagus dilihat dari segi keterlibatan masyarakat dan manfaat yang ditimbulkannya, antara lain: (1) Cara pembudidayaan lidah buaya relatif mudah; (2) mendorong tumbuhnya industri pedesaan baik sektor hulu maupun sektor hilir, sehingga dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan; (3) penganeka-ragaman produknya sangat beragam dari mulai makanan dan minuman, bahan baku kosmetika, dan bahan baku obat-obatan; (4) nilai tambah produk hilirnya cukup besar; dan (5) permintaan produk olahannya mempunyai pasar yang bagus. Pengembangan agribisnis lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak Propinsi Kalimantan Barat. Lidah buaya juga banyak diusahakan di Pulau Jawa, tetapi skala usahanya relatif sempit dan lokasinya terpencar. Pengembangan lidah buaya di Jawa Barat berada di daerah Bogor dan Parung. Lidah buaya di daerah tersebut dibudidayakan secara organik. Hasil produksinya digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman kesehatan lidah buaya. Penggunaan tanaman lidah buaya yang cukup besar didalam industri dikarenakan komponen-komponen yang dimilikinya cukup lengkap dan bermanfaat. Dalam pengembangan agribisnis lidah buaya harus didorong terciptanya aktifitas usaha yang mengarah pada homeindustri/industri baik pada sub sistem off farm hulu, sub sistem on farm, maupun sub sistem off farm hilir. Adanya homeindustri/industri pada berbagai subsistem, maka bangunan sistem agribisnis akan semakin kokoh. Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu: 1). Industri pangan, sebagai makanan tambahan (food supplement), produk yang langsung dikonsumsi dan flavour 2). Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif, anti mikrobial dan molusisidal, anti kanker, imunomodulator dan hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara lain: CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan Carrisyn. 3). Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo dan kondisioner. 4). Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak. Budidaya komersial dan perluasan penggunaan untuk bahan baku produk minuman dimulai pada tahun 1900-an, ditandai dengan dibukanya lahan lidah buaya di Kalimantan Barat tepatnya di kota Pontianak. Dewasa ini tanaman

lidah buaya menjadi salah satu komoditas pertanian yang punya peluang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia sebagal usaha agribisnis. Beberapa daerah terutama di Pulau Jawa dan Kalimantan telah membuktikan keberhasilan produksi lidah buaya. Budidaya lidah buaya di Pontianak (Kalimantan Barat) mampu menghasilkan produksi 8.000 kg/ha dengan berat pelepah mencapai 1,5 kg dan panjang 70 cm. Pemanfaatan lidah buaya semakin lama semakin berkembang. Daun lidah buaya dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman, berupa sejenis jeli, minuman segar sejenis jus, nata de aloe, dawet, dodol, selai, dan lainlain. Makanan dan minuman hasil olahan lidah buaya sangat berpotensi sebagai makanan/minuman kesehatan, karena adanya kombinasi kandungan zat gizi dan non gizi yang memiliki khasiat untuk mendongkrak kesehatan. Dalam prakteknya telah banyak barang diproduksi dengan bahan baku yang berasal dari lidah buaya, baik oleh perusahan di luar negeri maupun dalam negeri, serta banyak yang sedang diuji coba oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Lidah Buaya Nasional (Aloe vera Center) di Pontianak, Kalimantan Barat, seperti dalam bentuk teh, kripik, dodol, minuman dalam bentuk serbuk serta kosmetik. Produsen dalam skala industri yang telah mengolah pelepah daun lidah buaya menjadi makanan siap santap (dalam bentuk coktail) adalah PT. Niramas dengan merek dagang Inaco dan PT. Keong Nusantara Abadi yang menggunakan merek Wong Coco sedangkan eksportir pelepah segar yang tercatat diantaranya adalah PT. Sumber Aloe Vera. Besarnya potensi komoditi lidah buaya telah mendorong munculnya industri pengolahan lidah buaya sebagai produk pangan dan obat-obatan, mulai dari usaha besar sampai dengan usaha kecil. Perusahan-perusahan tersebut menghasilkan produk dalam bentuk bahan baku setengah jadi sampai dengan bentuk produk akhir. Contoh diversifikasi produk olahan agroindustri lidah buaya yang semakin banyak berkembang dan tersebar di Indonesia saat ini, antara lain: Kosmetik Obat obatan Tepung lidah buaya Teh lidah buaya Manisan lidah buaya Dawet/cendol lidah buaya Dodol lidah buaya Jelly lidah buaya Sirup lidah buaya Nata de aloe Krupuk lidah buaya Selai lidah buaya Shampo Pasta gigi Kondisioner

Rendang daun lidah buaya Sop lidah buaya Cake multi gizi lidah buaya Masker Hand body Penguat rambut, sunsilk Vaseline Shampoo biokos Hairtonic, dan masih banyak yang lainnya.

5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan 1. Lidah buaya awalnya dijadikan sebagai tanaman hias, kemudian dikenal menjadi tanaman obat-obatan dan dewasa ini kekembangkan dalam bentuk produk olahan makanan dan minuman, kosmetik. 2. Usahatani lidah buaya harus memperhatikan: penyediaan bibit, jarak tanam, penanaman, dan pemeliharaan. 3. Kandungan dalam lidah buaya terdiri dari: komposisi terbesar dari gel lidah buaya adalah air, yaitu 96 %. Sisanya adalah padatan yang terutama terdiri dari karbohidrat dan mengandung beberapa bahan aktif. 4. Lidah buaya merupakan tanaman yang fungsional karena semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan, dari daun, gel dan eksudat/getah. 5. Agroindustri dengan bahan baku lidah buaya yang berkembang saat ini mencakup industri pangan, industri farmasi dan kesehatan, industri kosmetik, dan industri pertanian 6. Besarnya potensi komoditi lidah buaya telah mendorong munculnya industri pengolahan lidah buaya dengan produk yang semakin beragam. Maka diversifikasi produk semakin marak berkembang. 5.2 Rekomendasi Melihat besarnya potensi lidah buaya dan prospek lidah buaya di masa mendatang juga sangat luas, maka lebih baiknya apabila penelitian dan pengembangan lidah buaya terus ditingkatkan dan memperhatikan agroindustri komoditas lidah buaya dalam skala kecil maupun skala besar di Indonesia pada daerah Pontianak juga daerah-daerah lainnya selain itu, dengan mengupayakan munculnya diversifikasi produk yang nantinya semakin berkembang sehingga potensi sehingga prospek lidah buaya dapat dimanfaatkan dengan optimal. KEPUSTAKAAN [1] Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press, Jakarta. [2] Bank Indonesia. 2008. Budidaya Lidah Buaya. www.bi.go.id/NR/rdonlyres/. Diakses tanggal 30 Maret 2011.

[3] Lestari, R. 2002. Prospek Pengembangan Agribisnis Lidah Buaya (Aloe Vera L.). Universitas Jember, Jember. [4] Musyafak, A. 2003. Agribisnis Lidah Buaya di Kalimantan Barat. BPTP Kalimantan Barat, Kalimantan Barat. www.litbang.deptan.go.id/. Diakses tanggal 30 Maret 2011. [5] Soekartawi. 2010. Agribisnis. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. [6] Soetriono dkk. 2006. Pengantar Ilmu Pertanian. Bayumedia, Malang. [7] Sudarto, Y. 1997. Lidah Buaya. Kanisius, Yogyakarta. [8] Sulaeman, S. Model Pengembangan Agribisnis Komoditi lidah buaya (aloevera). Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK [9] Sutawi. 2002. Manajemen Agribisnis. Bayumedia, Malang [10] Tambunan, T. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. [11] Zulkarnain. 2009. Dasar Dasar Hortikultura. PT. Bumi Aksara, Jakarta. [12] Wahjono. 2002. Mengebunkan Lidah Buaya secara Intensif. Kanisius, Yogyakarta. [13] Suisnaya. 2008. Kajian Prospek dan Strategi Pengembangan Usaha Pengolahan Aloe Vera pada PT. Libe Bumi Abadi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. [14] Dinas Pertanian Kalimantan Barat. 2001. Profil Buah-Buahan Unggulan Propinsi Kalimantan Barat. Dinas Tanaman Pangan, Kalimantan Barat. [15] Sudarto, Y. 1997. Lidah Buaya. Kanisius, Yogyakarta. [16] Hendri. 2009. Prospek Agribisnis Tepung Lidah Buaya. http://hendriwd.blogspot.com/. Diakses tanggal 25 Maret 2011. [17] Hendrawati, dkk. 2004. Rancang Bangun Industri Tepung lidah Buaya (Aloe vera) Terpadu. Jurnal. Teknik Industri Pertanian. Vol. 17: 12-22. [18] Purwaningrum. 2010. Pemanfaatan Lidah Buaya (Aloe Vera) dalam Pembuatan Sabun

Organik Serbaguna di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul Kota Blitar. Skripsi. Universitas Malang, Malang. [19] Winarti. 2005. Peluang Tanaman Rempah dan Obat sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal. Litbang Pertanian, Vol 24(2). [20] Sulaeman. 2006. Model Pengembangan Agribisnis Komoditi Lidah Buaya (Aloe Vera). Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. www.smecda.com/kajian/. Diakses tanggal 30 Maret 2011. [21] Siregar, dkk. 2008. Usaha kecil Lidah buaya di kabupaten Bogor: Sebuah Analisis sosial, Ekonomi dan Lingkungan. Jurnal. Manajemen Agribisnis, Vol. 5 No. 1: 33-39. [22] Grasia. 2010. Manfaat Lidah buaya. http://grazia.student.umm.ac.id/2010/10/07/ manfaat-lidah-buaya/. Diakses tanggal 30 maret 2011. [23] Setiabudi. 2008. Lidah buaya. http://soulkeeper28.files.wordpress.com. Diakses tanggal 30 Maret 2011. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terima kasih saya tujukan kepada: 1. Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kapita Selekta Bapak Rudi Hartadi, SP, MP. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. 2. Dosen Pengampu Mata Kuliah Kapita Selekta Bapak Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur. M yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada saya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Teman-teman seangkatan 2008 yang telah memberikan semangat dan dukungannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.

You might also like