You are on page 1of 8

Sikap berhubungan langsung dengan perilaku atau tindakan dan hal ini secara ilmiah telah banyak dibuktikan.

Atribusi psikologi yang sering dipakai namun seringkali kita lupa makna dari sikap tersebut. Sikap memiliki unsur nilai dan dalam ilmu ekonomi sangat populer untuk terus dikembangkan. Situasi politik, pasar, indeks saham, kesan merk saling berpengaruh terhadap sikap dan menentukan keberhasilan bagi pelaku ekonomi. Kesan baik, pencitraan, rasa iba dapat digunakan di dunia politik untuk mendapatkan suara pemilih dan tentu saja tidak luput dari ilmu tentang sikap. Secara ilmiah diawali dari penelitian Thurstone (1928) tentang opini sukatidak suka atau sesuai-tidak sesuai tentang gereja dengan maksud mengajukan metode pengukuran baru tentang kesamaan atribusi psikologis, sampai perkembangan saat ini teori sikap telah berkembang sedemikian rupa dan telah banyak digunakan di berbagai fungsi baik politik misal melalui opini publik atau sikap terhadap figur calon (Fizbhein & Ajzen, 1975), sosial misal ketertarikan fans olah-raga (Funk et.al, 2000) dan ekonomi misal sikap terhadap etika bisnis (Sims & Gegez, 2004). Sikap berpengaruh terhadap persepsi individu, lingkungan fisik dan sosial dan pada perilaku (Albarracin et.al dalam Crano & Prislin, 2006). Sikap dapat dinyatakan sebagai konstruk hipotesis yang menyajikan tingkat ketertarikan individu disertai dengan penilaian evaluatif memadukan antara reaksi kognitif dan afektif (Crano & Prislin, 2006). Dinamika yang terjadi antar kognisi dan afeksi bersifat ambigu dan bervariasi kekuatannya yang pada akhirnya berdampak pada keyakinan atau penolakan dari konsistensi perilaku. Selanjutnya dinyatakan bahwa sikap hampir secara pasti saling tergantung dengan cara-cara yang logis, misalkan keterkaitan satu objek dengan objek lain akan mempengaruhi sikap yang terjadi (Oppenheim, 1992). Teori klasik tentang sikap didasari oleh dua tema utama. Salah satu tema adalah stimulus-respon dari teori perilaku atau behavioristik dan tema yang lain lebih pada penggabungan teori behavioristik dengan teori konsistensi kognitif (Collin et.al dalam Fishbein, 1975). Klasifikasi dua tema utama ini selanjutnya berkembang antara behavioristik dan konsistensi kognitif ke dalam prinsip teori kesesuaian (congruity) dengan menekankan pada kecenderungan konsisten terhadap perilaku.

Teori pembelajaran; berdasarkan penelitian mengenai keyakinan dan sikap, teori ini mengutarakan sikap yang terjadi adalah hasil dari asosiasi atau penyamaan dari stimulus pembelajaran (conditioned stimuli). Paradigma dasar dari teori ini menekankan pada classical conditioning dan operant. Teori pembelajaran menjelaskan sikap adalah hasil dari belajar dan berupa respon yang tidak tampak (implicit). Apabila individu telah mengalami ketertarikan dari stimulus yang diberikan dengan sikap yang ditunjukkan maka berberapa perilaku selanjutnya akan berkecenderungan dengan sikap yang sama meskipun pada situasi yang lain stimulus tersebut tidak tampak. Melalui teori pembelajaran ini mengemuka pertanyaan apabila terdapat berbagai stimuli yang kompleks maka dengan teori ini hanya dapat mengutarakan bahwa respon yang didapat akan bersifat variatif dan kurang dapat diprediksi. Prinsip kesesuaian atau Congruity theory berupaya menjawab situasi yang terjadi apabila terdapat stimulus kompleks tersebut. Menurut teori ini apabila dua stimulus diberikan secara bersamaan maka reaksi yang diberikan berdasarkan bobot kesesuaian dari tiap-tiap stimulus dan pengaruh sesuai proporsi dari stimulus yang diberikan. Teori konsep formasi berupaya menjelaskan prinsip kesuaian dengan model pembelajaran. Teori ini berupaya menjelaskan bahwa respon yang diberikan berkembang sesuai dengan kompleksitas stimulus dan pada tahap proses membuat respon terdapat fase evaluatif (menilai dari stimulus yang ada dan dengan pengalman yang didapat) dan bersifat implicit. Pada akhirnya respon yang diberikan belum tentu sama seperti pertama kali berbagai stimulus diberikan namun dapat menghasilkan tahapan respon selanjutnya dengan lebih berkembang. Model pembelajaran seperti diterangkan di atas belum dapat menyajikan keterlibatan prinsip kepastian penggabungan (exact combinatorial) dari stimulus yang ada. Fishbein (1975) mengusulkan model bagaimana menentukan proses evaluatif respon tergabung dan menghasilkan keseluruhan sikap. Model ini diistilahkan sebagai Beliefs and Attitudes Model. Dengan model ini stimulus yang diberikan bereaksi secara beragam sesuai dengan karakteristik, atribut dan kualitas dari stimulus. Hal ini menjadikan asosiasi stimulus-respon adalah hasil pembelajaran melalui proses terkondisi (conditioning). Teori nilai harapan; atau Expectancy value theory didasarkan dari model SEU

atau subjective expected utility berupa teori pengambilan keputusan seperti diterangkan di atas pada sub bab pengambilan keputusan. Teori ini memaparkan bahwa individu akan menentukan pilihan (secara perilaku) berdasarkan nilai tertinggi dari SEU semisal alternatif yang paling menarik bagi individu. Rosenberg (dalam Fishbein, 1975) mendefinisikan sikap sebagai sesuatu yang cenderung stabil mempengaruhi respon terhadap objek (stimulus). Sikap tersebut dipengaruhi oleh struktur kognisi yang menghasilkan keyakinan mengenai potensi dari objek; menguatkan atau melemahkan sikap sesuai dengan nilai yang dihasilkan. Teori keseimbangan; Heider (dalam Fishbein, 1975) memiliki perhatian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sebab akibat dari atribusi terhadap individu. Heider mengutarakan bahwa keseimbangan akan muncul jika sikap terhadap bagian dari unit yang saling berhubungan adalah mirip. Keseimbangan akan muncul jika dua entitas atau unit memiliki karakter dinamis yang sama. Misalkan terdapat entitas terdiri dari unit A dan B (A dan B saling berhubungan) dimana individu tertarik dengan unit A dan unit B. Pada kondisi ini maka terjadi keseimbangan individu tertahap entitas (A dan B). Sebaliknya individu tidak tertarik dengan unit A dan B maka juga akan terjadi keseimbangan. Ketidakseimbangan akan muncul jika individu tertarik dengan unit A tapi tidak tertarik dengan unit B atau sebaliknya. Keseimbangan juga akan muncul jika entitas A dan B tidak saling berhubungan dimana individu tertarik atau tidak tertarik terhadap salah satu unitnya. Teori Cognitive Dissonance; Festinger (dalam Fishbein, 1975) mengawali teori ini dengan menyajikan pertimbangan terhadap dua unit kognitif yang saling berhubungan. Sikap atau keyakinan individu dapat berupa kesesuaian (consonant), bertentangan (dissonance) atau tidak berhubungan satu sama lain. Jika terjadi ketidaksesuaian atau dissonance maka individu akan mengalami ketidaknyamanan psikologis. Adanya dissonance memicu individu untuk mengubah sikap menjadi keadaan yang sesuai atau consonant. Perubahan sikap bisa didasari dari perubahan keyakinan atau perubahan perilaku terhadap objek atau stimulusnya. Empat situasi dasar yang dapat memunculkan cognitive dissonance adalah: (1). pengambilan keputusan, (2). aturan atau persetujuan yang dipaksakan, (3). sengaja atau tidak sengaja munculnya informasi yang tidak berkenan dan (4). ketidaksetujuan dengan

orang lain. Pada penelitian lebih lanjut, perhatian terhadap sikap berkembang dengan berupaya mengklasifikasikan sikap, pengaruh ingatan dan judgment terhadap sikap dan efek informasi sebagai pengaruh terhadap perubahan sikap. Pada proses evaluasi terhadap objek, sikap mengacu pada hubungan antara objek dan kategori pilihan misal baik-buruk, suka-tidak suka. Sikap terdiri dari ingatan (memory) dan penilaian (judgment). Ingatan terdapat pada sikap yang ada dan ditempatkan pada ingatan permanen melalui proses kognisi sedangkan judgment terjadi pada saat terjadinya proses berpikir terhadap objek pada waktu dan tempat tertentu. Struktur sikap terdiri dari dua jenis, yaitu sikap tampak (explicit attitude) dan sikap tidak tampak (implicit attitude). Greenwald dan Banaji (Albarracin et.al 2006) mendefinisikan sikap tidak tampak sebagai gambaran yang tidak akurat terhadap pengalaman masa lalu yang mempengaruhi perasaan tertarik-tidak tertarik, pikiran atau tindakan terhadap suatu objek. Sikap tampak mencerminkan proses evaluasi yang disadari terhadap objek, sedangkan sikap tidak tampak mencerminkan evaluasi yang tidak disadari dan bukan peran utama ketika terjadinya proses penilaian terhadap objek baik bersifat pribadi maupun sosial. Sikap dihadirkan dari ingatan sebagai kesimpulan dari penilaian yang berhubungan dengan objek (Albarracin et.al 2006). Social judgment theory; perubahan sikap adalah hasil dari proses perseptual. Ketika komunikasi berlangsung berdekatan dengan penerima sikap, individu menjadi dekat dengan penyampai pesan melalui proses penyesuaian sikap yang dimiliki dengan penyampai pesan. Melalui situasi terbalik dimana secara subyektif berjauhan antara penyampai pesan dan penerima pesan, maka persepsi awal yang muncul adalah efek kontras atau persepsi yang diterima berbeda dengan penyampai pesan. Dapat dikatakan apabila objek memiliki jarak dengan penerima sikap maka intepretasi awal yang muncul adalah negasi meskipun pada saat evaluasi dari informasi secara kognitif dapat saja berubah tergantung dari atribut lain yang terkait, misalkan belief terhadap objek tersebut yang begitu kuat. Information integration theory; Anderson (dalam Albarracin et.al. , 2006) termasuk peneliti awal yang membuat model statistik tentang pengaruh sikap

dengan informasi baru yang diterima. Teori ini mengasumsikan bahwa informasi baru yang diterima melebur dengan informasi-informasi lama dengan bobot ratarata, bukan ditambahkan. Kondisi dimana informasi lama dan informasi baru ditambahkan tergantung secara ekstrim bahwa informasi baru dan informasi lama memiliki bobot nilai efek yang sama Ajzen (1975) sedangkan proses rata-rata terhadap informasi terjadi apabila informasi baru memiliki sumbangan moderat terhadap sikap (Albarracin et. al. , 2006). Model aktivasi dan perbandingan; diusulkan oleh Arbaccin et.al (dalam Arbaccin 2006) yang berupaya membuat konsep peran ingatan dan informasi baru dalam memproses penilaian evaluatif. Usulan dari model ini menyatakan bahwa sikap dapat berubah tergantung tiga proses, yaitu: (1). mengaktifkan kembali sikap sebelumnya didasarkan dari ingatan, (2). mengaktifkan informasi-informasi lama yang dapat diambil dari ingatan atau faktor eksternal dan (3). perbandingan sikap sebelumnya dengan informasi yang relevan. Teori-teori tentang sikap telah diutarakan di atas beserta proses dan faktorfaktor yang mempengaruhi. Dapat disimpulkan sikap dapat bersifat tidak konsisten tergantung dari aspek-aspek yang mempengaruhi (informasi) dan dinamika dari tiap-tiap objek stimulus terhadap entitas baru dari respon yang diambil oleh individu. Sementara proses yang terjadi dapat berupa aspek kognitif dan behavioristik yang saling berpengaruh didasarkan dari ingatan dan referensi evaluatif respon melalui judgment. Referensi: Albarricin, D., Johnson B. T. & Zanna, M.T., (2005). The Handbook of Attitudes, Lawrence Elbraum Associate Publishers, Mahwah New Jersey Albarricin, D., Wang, W., Li, Hong & Noguchi, K., (2006). Structure of Attitude; Judgment, Memory and Implications of Change dalam Attitudes & Attitude Change, Crano, W. D. & Prislin, R., Psychology Press: Taylor & Francis, New York Crano, W. D. & Prislin, R,.(2006), Attitudes & Attitude Change, Psychology Press: Taylor & Francis, New York Fisbhein, M & Azjen, I. (1975), Belief, Attitude, Intention and Behavior: An

Introduction

to

Theory

and

Research,

Addison-Wiley

Publishing

Company,

Massachusetts. Oppenheim, A. N., (1992), Questionnaire Design, Interviewing and Attitude Measurement; New Edition, Continuum, London Sims, R. L. & Gegez, A. E.,(2004). Attitudes towards Business Ethics: A Five Nation Comparative Study; Journal of Business Ethics, 50(3): 253-265

Monday, December 15, 2008 CONTOH PEDOMAN WAWANCARA PEDOMAN Pelaksanaan ( Perumusan Fungsi Peraturan WAWANCARA Legislatif Daerah LSM : : DPRD Tentang Lokal Kota APBD Kota Tahun PENELITIAN Bekasi 2000 : ) :

Untuk Tempat Waktu

Pejabat/Pengurus Wawancara Wawancara

Bekasi

.. ..

1. Menurut pengamatan Bapak/Ibu apakah DPRD Kota Bekasi telah melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik? Jelaskan 2. Pada Perumusan dan Penetapan APBD Tahun 2000, apakah lembaga Bapak/Ibu diundang untuk dimintai masukannya? Jika ya, mohon dijelaskan bentuk masukan yang apa yang dikehendaki Bapak/Ibu dan dibutuhkan oleh berikan.. masyarakat Bekasi? 3. Menurut pengamatan Bapak/ibu apakah APBD tahun 2000 sudah mencerminkan Jelaskan 4. Jika menurut pengamatan Bapak/Ibu ternyata APBD tahun 2000 tidak berpihak kepada mayoritas kebutuhan masyarakat, usaha apa yang dilakukan oleh lembaga bapak/ibu? sudah merepresentasikan berbagai lapisan Jelaskan masyarakat Kota Bekasi? 5. Menurut pengamatan Bapak/Ibu apakah anggota DPRD Kota Bekasi sekarang Jelaskan 6. Bila dilihat dari kemampuan anggota DPRD, apakah mereka sudah memiliki kemampuan yang cukup untuk menjadi wakil rakyat dalam merumuskan dan menetapkan peraturan daerah? Jelaskan 7. Menurut pengamatan Bapak/Ibu apakah latar belakang pendidikan dan pengalaman pekerjaan anggota DPRD sebelumnya berpengaruh secara positif terhadap pelaksanaan dan fungsinya sebagai anggota DPRD? Jelaskan

You might also like