You are on page 1of 12

BAGAN ALIR DAN MATERIAL BALANCE SERTA PEMBUATAN KOMPOS DARI KELAPA SAWIT

D I S U S U N
NAMA : LAMHOT ARITONANG NIM : 100401057

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN 2012

BAGAN ALIR SERTA MATERIAL BALANCE PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT

Gambar diatas merupakan salah satu material balance pada proses pengolahan minyak sawit. Material balance ini saya dapatkan dari internet untuk melengkapi tugas mata kuliah teknologi pengolahan hasil perkebunan. Dari gambar diatas maka kita dapat mengetahui persentase hasil pengolahan kelapa sawit dari 100% tandan buah segar, adalah sebagai berikut : Tandan rebus 88,5%. Berkurang menjadi 88,5% karena pada saat perebusan terjadi penguapan 0,4% dan menjadi air kondensat 11,1%. Setelah mengalami perontokan dan pengadukan dari 88,5% menghasilkan : Tandan kosong 21,5% dan buah 67%. Tandan kosong dimanfaatkan menjadi bahan organik yang kemudian bisa diubah munjadi mulsa/pupuk dan juga sebagai bahan bakar. Sedangkan buah kemudian mengalami proses pengepresan menghasilkan : 23,5% biji sawit yang akan dilanjutkan ke proses depericarter I dan 42,5% minyak kotor untuk penyaringan. Kita akan meyelesaikan biji sawit 23,5% terlebih dahulu. Biji sawit ini dilanjutkan ke proses depericarter I menghasilkan : Inti 10,6% dan ampas 12,9%. Ampas bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk boiler. Sedangkan inti 10,6% dilanjutkan ke proses depericarter II, pemecahan dan pemisahan dengan angin yang menghasilkan : 4,2% inti, 4,2% cangkang dan 2,2% inti yang masih mengandung cangkang. Inti yang mengandung cangkang ini kemudian dilakukan pemisahan dengan air menghasilkan : 1,2% cangkang dan 1% inti. Sehingga jumlah cangkang menjadi 5,4% yang bisa dijadikan bahan bakar dan inti menjadi 5,2%. Inti ini dikeringkan sehingga inti berkurang menjadi 5%. Inti ini kemudian disimpan pada penyimpanan kernel. Kita akan melanjutkan minyak kotor tadi. Minyak kotor akan mengalami proses penyaringan dan klarifikasi menghasilkan : Minyak 21,3% dan 26,3% sludge yang sebelumnya ditambahkan air 4,1%. Minyak tadi ditambah 9,7% air akan melalui proses vacum. Sludge melalui proses decanter menghasilkan : Limbah padat 0,3% yang selanjutnya dikeringkan dan menjadi pupuk. Dan sisanya 26% sludge cair.kemudian sludge ini dicampur dengan air 14,4% masuk ke dalam tahap purifier menghasilkan : Minyak 1% dan limbah cair 39,4%. Minyak ini dilanjutkan pada proses vacum sedangkan limbah cair dikumpulkan pada tangki pengumpulan limbah cair. Air

kondensat juga dimasukkan ke dalam tangki pengumpul limbah cair. Sehingga limbah menjadi 50,5%. Limbah ini masih bisa dimanfaatkan menjadi minyak 0,2% dan disatukan ke proses vacum. Jumlah minyak pada vacum menjadi 32,2%.Pada proses vacum menghasilkan limbah cair 9,7% dan minyak CPO 22,5%. Minyak CPO kemudian disimpan pada tangki. Limbah cair disatukan ke tangki pengumpulan limbah cair dan jumlahnya menjadi 60%. Limbah cair akan diproses lagi oleh unit instalasi pengolahan limbah agr menghasilkan limbah yang tidak membahayakan. Demikianlah penjelasan dari bagan alir serta material balance proses pengolahan kelapa sawit. Material balance bisa berbeda beda karena dipengaruhi tahap-tahap pengolahan kelapa sawit.

LIMBAH KELAPA SAWIT DAN PEMANFAATANNYA

Limbah Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Adapun yang menjadi tugas mata kuliah teknologi pengolahan hasil perkebunan adalah cara pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit(TKKS). Tetapi sebelum sampai kesana kita perlu mengetahui tentang limbah apa saja yang dihasilkan dari kelapa sawit dan pemanfaatan limbah tersebut. Limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri dari tandan kosong, pelepah, cangkang, dan lain-lain. Sedangkan limbah cair yang terjadi pada in house keeping atau setelah melalui proses di dalam pabrik. Limbah padat dan limbah cair pada generasi berikutnya dapat dilihat pada gambar 3. Pada gambar tersebut terlihat bahwa limbah yang terjadi pada generasi pertama dapat dimanfaatkan dan terjadi limbah berikutnya. Pada gambar 4 dan tabel terlihat potensi limbah yang dapat dimanfaatkan, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tidak sedikit. Salah satunya adalah potensi limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara yang mampu menggantikan pupuk sintetis (urea, TSP dan lain-lain). Limbah padat tandan kosong (TKS) merupakan limbah padat yang jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 6 juta ton yang tercatat pada tahun 2004, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah tersebut selama ini di bakar dan sebagian di tebarkan di lapangan sebagai mulsa. Persentasi tankos tehadapas TBS sekitar 23% dan setiap ton Tankos mengandung unsur hara N, P, K, dan Mg berturut-turut setara 3kg urea, 0,6kg CIRP, 12kg MOP, dan 2kg kieserit. Dengan demikian dari satu unit PKS kapasitas olah 30ton TBS/jam atau 600 ton TBS/hari akan menghasilkan pupuk N, P, K, Mg berturut-turut setara dengan 360 kg urea, 72 kg CIRP, 1.440 kg MOP, dan 240kg kiserit. ( Lubis dan Tobing 1989 ).

Tabel 1: Jenis, potensi dan pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit.

CARA PEMBUATAN KOMPOS DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS)

TAHAPAN PENGOMPOSAN TKKS


Pengomposan dilakukan dalam beberapa tahap, pertama pencacahan, inokulasi dengan activator pengomposan, inkubasi, pemanenan kompos. Pencacahan Pencacahan adalah salah satu tahapan penting dalam pengomposan TKKS. Pencacahan ini bertujuan untuk memperkecil ukuran TKKS dan memperluas luas permukaan area TKKS. TKKS yang baru keluar dari pabrik pengolahan langsung dimasukkan ke mesin pencacah. Kapasitas mesin pencacah disesuaikan dengan volume TKKS yang dihasilkan pabrik. Mesin cacah ini sebaiknya dapat memperkecil ukuran TKKS menjadi berbentuk debu / butiran. Mesin dirancang secara khusus yang disesuaikan dengan karakteristik TKKS yang berserat-serat. Selain memperkecil ukuran, pencacahan juga akan mengurangi kadar air TKKS. Sebagian air akan menguap karena luas permukaan TKKS yang meningkat.

Inokulasi dengan Aktivator Pengomposan Secara alami jika TKKS dibiarkan saja akan mengalami dekomposisi. Namun, dekomposisi ini memerlukan waktu yang sangat lama, berbulan-bulan hingga satu tahun. Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat dapat ditambahkan activator pengomposan. Aktivator ini berbahan aktif mikroba decomposer. Mikroba-mikroba ini akan berperan aktif dalam pempercepat proses pengomposan. Mikroba yang umum digunakan sebagai decomposer adalah Fungi Pelapuk Putih (FPP) dan Trichoderma sp. Mikroba-mikroba ini menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi senyawa lignoselulosa secara cepat.

Di pasaran saat ini telah beredar beberapa activator pengomposan, seperti ActiComp, OrgaDec, EM4, Biopos, dll. Setiap activator menghendaki perlakuan khusus dan spesifik yang bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Aktivator yang dikembangkan untuk mengkomposkan TKKS dan lebih sederhana penangananya adalah ActiComp. Aktivator ini berbahan aktif FPP dan Trichoderma harzianum yang berkemampuan besar dalam mendegradasi TKKS. Dengan menggunakan ActiComp pengomposan TKKS tidak memerlukan pembalikan lagi. Aktivator ini dicampurkan secara merata mungkin ke dalam TKKS. Aktivator yang merata akan menjamin bahwa activator akan bekerja secara optimal. Kadar air yang optimal untuk pengomposan berkisar 60%. Kadar air TKKS sebelum proses pengomposan dimulai harus diupayakan dalam kisaran tersebut. Apabila kadar air kurang, proses pengomposan tidak berjalan sempurna. Salah satu penyebabnya adalah karena mikroba kekurangan air dan kelembaban tidak optimum untuk bekerjanya mikroba. Apabila kadar air terlalu tinggi, oksigen yang ada di dalam TKKS hanya sedikit, sehingga proses pengomposan akan berlangsung dalam kondisi anaerob. Inkubasi TKKS yang telah diinokulasi selanjutnya ditutup dengan terpal plastic. Penutupan ini bertujuan untuk menjaga kelembaban dan suhu kompos. Terpal plastik dipilih terpal yang cukup tebal, tahan panas, dan tahan matahari.Selama proses pengomposan suhu kompos akan meningkat dengan cepat. Suhu kompos dapat mencapai 70oC. Suhu tinggi ini akan berlangsung dalam waktu

cukup lama, kurang lebih 2 3 minggu. Suhu yang tinggi juga menunjukkan bahwa proses dekomposisi sedang berlangsung intensif. Suhu akan menurun pada akhir proses pengomposan. Salah satu ciri kompos yang sudah matang adalah apabila suhu kompos sudah kembali seperti suhu di awal proses pengomposan.

Beberapa activator memelukan pembalikan selama proses pengomposan. Pembalikan ini bertujuan untuk menurunkan suhu kompos dan memberikan aerasi pada kompos. Pembalikan biasanya dilakukan seminggu sekali. Namun, proses pembalikan memerlukan biaya yang cukup besar, terutama untuk tenaga kerja dan alat. Proses pengomposan akan berlangsung dalam waktu 1,5 3 bulan. Pengomposan TKKS dengan ActiComp berlangsung dalam waktu 1,5 bulan. Kompos yang sudah matang dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:

Terjadi perubahan warna menjadi coklat kehitaman Suhu sudah turun dan mendekati suhu pada awal proses pengomposan Jika diremas, TKKS mudah dihancurkan atau mudah putus serat-seratnya

Pengamatan secara kimia ditunjukkan dengan rasio C/N yang sudah turun. Rasio C/N awal TKKS berkisar antara 50 -60. Setelah proses pengomposan rasio C/N akan turun dibawah 25. Apabila rasio C/N lebih tinggi dari 25 proses pengomposan belum sempurna. Pengomposan perlu dilanjutkan kembali sehingga rasio C/N di bawah 25. Panen Kompos Kompos yang sudah matang segera di panen. Kompos tersebut diangkut ke lokasi pengemasan atau tempat penampungan sementara kompos, sebelum diaplikasikan ke lapang. Rendemen kompos TKKS kurang lebih sebesar 60-65%. Dari satu ton TKKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 600 650 kg kompos. Kadar air kompos juga masih cukup tinggi kurang lebih 50-60%. Apabila kompos terkena air hujan, kadar air ini bisa lebih tinggi lagi. Peningkatan Kualitas Kompos Kompos yang sudah dipanen dapat langsung diaplikasikan ke lapang, misalnya di perkebunan sawit. Namun demikian, kompos TKKS ini masih dapat ditingkatkan

kualitasnya. Kualitas kompos yang dapat ditingkatkan antara lain dengan menurunkan kadar air kompos menjadi 20 30%, meningkatkan kandungan hara kompos dengan menambahkan bahan-bahan organic kaya hara lain, dan menambahkan mikroba-mikroba yang bermanfaat bagi tanaman. Kadar air merupakan permasalahan tersendiri bagi kompos. Kadar air yang tinggi menyebabkan biaya angkut yang tinggi. Misalkan kompos TKKS dengan kadar air 60%, maka dalam 1 ton kompos terkandung 0,6 m3 air (setara dengan 600 kg, bj air = 1) dan 400 kg padatan kompos. Biaya angkut kompos akan lebih besar digunakan untuk mengangkut air yang terkandung di dalam kompos tersebut. Apabila kadar air dapat diturunkan hingga 20 30 %, maka kadar kompos akan meningkat dua kali lipatnya. Menurunkan kadar air kompos dilakukan dengan proses pengeringan. Cara sederhana untuk mengeringkan kompos adalah dengan menjemurnya di bawah sinar matahari. Namun cara ini banyak kelemahannya, antara lain: memerlukan tempat yang luas, waktu yang lama, kadar air yang sulit dikontrol, dan cuaca yang sulit diduga. Cara lain adalah dengan menggunakan mesin pengering kompos. Cara ini lebih mudah dan cepat, namun memerlukan tambahan energi dari luar. Kandungan hara kompos kurang lebih sebagai berikut: 1 %N, % P, %K, dan beberapa hara mikro. Kandungan ini dapat ditingkatkan antara lain dengan menambahkan bahan lain, seperti abu janjang, rock phosphate, dolomite, dll. Penambahan ini akan meningkatkan kandungan hara kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) telah mengembangkan formula khusus mikroba untuk memperkaya kompos. Formula tersebut diberi nama ActiComp Plus yang berbahan aktif: mikroba perangsang pertumbuhan tanaman, mikroba penambat N non simbiotik, mikroba pelarut P, bakteri perangsang pertumbuhan tanaman, dan agensia hayati. Mikroba-mikroba ini akan berperan aktif dalam proses penyerapan hara tanaman dan melindungi tanaman dari serangan penyakit tular tanah.

You might also like